25
pati sagu kontrol, pati sagu HMT 3 jam, pati sagu HMT 6 jam Gambar 6. Data RVA pati sagu HMT selama 3 jam dan 6 jam pada suhu 110
o
C dengan kadar air 17.
Berdasarkan data tersebut, dapat terlihat bahwa pati sagu mulai menunjukkan perubahan profil amilograf berupa viskositas puncak, breakdown, dan setback yang lebih
rendah dari pati alaminya pada saat HMT dilakukan selama 6 jam. Oleh karena itu waktu 6 jam dipilih sebagai waktu minimum dalam melakukan proses HMT terhadap pati walur pada
kadar air 17. Modifikasi HMT pada pati walur selanjutnya dilakukan selama 6 jam, 8 jam, dan 10 jam.
C. Karakteristik Pati Walur HMT
Pati walur diberi perlakuan HMT selama 6 jam, 8 jam, dan 10 jam. Pati walur HMT kemudian dianalisis untuk melihat perubahan yang terjadi pada sifat fisik dan fungsionalnya.
Adapun analisis yang dilakukan adalah derajat putih, sifat birefringent pati dilihat dengan mikroskop cahaya terpolarisasi, profil pasting pati, profil kapasitas pembengkakan pati dan
kelarutan, karakteristik tekstur gel, dan freeze-thaw stability.
1. Derajat Putih
Derajat putih merupakan salah satu penilaian mutu suatu bahan pangan berbentuk tepung khususnya yang berasal dari ekstraksi pati. Derajat putih merupakan daya memantulkan
cahaya yang mengenai permukaan benda tersebut dibandingkan dengan standar contoh. Rahman 2007 menyatakan bahwa derajat putih sangat dipengaruhi kemurnian
proses ekstraksi pati. Ketidakmurnian pati yang terekstrak dapat disebabkan oleh tingginya kandungan serat dan pengotor lainnya sehingga pati terlihat kurang cerah Rahman 2007;
Mboungeng et al. 2008. Tabel 5 menunjukkan HMT tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap derajat putih pada pati modifikasi.
26
Tabel 5. Derajat putih pati walur kontrol dan HMT kadar air 17. Perlakuan
Derajat Putih Kontrol
45.85 ± 0.21 Suhu 100
o
C: 6 jam
46.18 ± 0.11 8 jam
46.05 ± 0.07 10 jam
46.95 ± 0.07 Suhu 110
o
C: 6 jam
46.85 ± 0.07 8 jam
45.78 ± 0.11 10 jam
46.63 ± 0.04
2. Bentuk Granula Pati mikroskop cahaya terpolarisasi
Hasil pengamatan granula pati walur dengan mikroskop cahaya terpolarisasi disajikan pada Gambar 7. Secara mikroskopis, granula pati walur alami berbentuk berbentuk
oval dan bersudut banyak poligonal dengan permukaan yang halus dan tidak membentuk celah. Pada kondisi alaminya Gambar 7A. pati walur masih menunjukkan sifat birefringent.
Birefringent adalah sifat granula pati yang dapat merefleksi cahaya terpolarisasi sehingga membentuk bidang biru dan kuning ketika dilihat dengan mikroskop polarisasi Richana dan
Sunarti, 2004. Terbentuknya warna biru dan kuning disebabkan adanya perbedaan indeks refraktif dalam granula pati yang dipengaruhi oleh daerah kristalin dan amorphous pati. Sifat
birefringent ini juga dikenal dengan pola maltose cross pola silang pada pati yang terjadi akibat perpotongan bidang biru dan kuning Pinasthi, 2011.
Dari hasil pengamatan dengan mikroskop polarisasi dapat diketahui bahwa granula pati pada saat sebelum dan sesudah HMT masih menunjukkan sifat birefringent pada semua
sampel yang diamati Gambar 12.. Hal serupa juga dilaporkan oleh Vermeylen et al. 2006 pada pati kentang dan Pukkahuta et al. 2008 pada pati jagung.
Selama proses pemanasan pada HMT berlangsung, penetrasi panas menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan di dalam granula pati sehingga menurunkan kristalinitas
pati Hoseney, 1998. Intensitas birefringent pati sangat tergantung dari derajat dan orientasi kristal. Semakin lama waktu pemanasan yang diterapkan, semakin besar pula energi panas
yang diterima sehingga sifat birefringent granula semakin melemah.
3. Profil Pasting Pati