31
terjadi pada awal proses HMT disebabkan oleh derajat modifikasi yang belum cukup tinggi sehingga pola yang diperlihatkan berbeda dengan pola pati walur HMT lain yang cenderung
lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.
4. Profil Kapasitas Pembengkakan Pati dan Kelarutan
Hasil modifikasi HMT terhadap pati walur dalam pengaruhnya terhadap profil kapasitas pembengkakan disajikan di dalam Gambar 10 dan Tabel 7. Secara garis besar terlihat
bahwa profil kapasitas pembengkakan cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kontrol. Analisis lanjut dengan menggunakan ANOVA dan t-test menunjukkan bahwa
sampel pati walur kontrol berbeda nyata dengan sampel pati. Penurunan profil kapasitas pembengkakan pati juga dilaporkan pada pati kentang dan singkong Gunaratne dan Hoover,
2002, pati beras Hormdok dan Noomhorm, 2007, dan pati sorghum Olayinka et al., 2008. Adapun penurunan disebabkan oleh perubahan sifat kristalinitas pati sehingga
mengurangi hidrasi air pada granula pati Waduge et al., 2006 dan formasi kompleks amilo- lipid Waduge et al., 2006. Pada profil kapasitas pembengkakan pati di suhu 60
o
C perubahan ini tidak terlalu nampak, perubahan ini mulai terlihat pada profil daya kembang di suhu 90
o
C. Perubahan profil kapasitas pembengkakan pati ini juga terkait dengan kenaikan suhu
gelatinisasi yang disebabkan oleh proses penyusunan kembali molekul di dalam granula pati, pembentukan kompleks amilo-lipid, degradasi molekul amilopektin, peningkatan interaksi
antar molekul di dalam granula, dan perubahan interaksi antara daerah amorphous dan kristalit Adebowale et al., 2005; Lorlowhakarn dan Naivikul, 2006.
Tabel 7. Hasil analisis kapasitas pembengkakan pati walur alami dan modifikasi HMT pada kadar air 17 dengan menggunakan t test dan ANOVA.
Perlakuan Kapasitas pembengkakan pati
60
o
C 90
o
C Kontrol 0 jam 2.8713
Abab
14.8854
Aa
100
o
C 6 jam
2.6925
Aa
13.0724
Aa
8 jam 2.7614
Aa
13.1066
Aa
10 jam 2.7827
Aa
12.9409
Aa
110
o
C 6 jam
3.0083
Ba
12.4355
Aa
8 jam 3.0086
Ba
12.3562
Aa
10 jam 3.0242
Ba
12.3831
Aa
Keterangan:
A,B
= hasil uji dengan t test terhadap pengaruh suhu. Huruf yang sama menunjukkan antara sampel tidak berbeda nyata, huruf yang berbeda menunjukkan terdapat
perbedaan yang nyata dengan sampel lain,
a,b
= hasil uji dengan ANOVA terhadap pengaruh waktu HMT. Huruf yang sama menunjukkan antara sampel tidak berbeda nyata, huruf yang
berbeda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata dengan sampel lain. Kelarutan pati terjadi sebagai akibat dari amilosa yang keluar dari granula selama
proses pemanasan dengan air berlebih. Keluarnya amilosa ini menandakan adanya transisi di dalam granula pati dari teratur menjadi tidak teratur ketika pati dipanaskan dengan air berlebih
Tester dan Morrison, 1990 dalam Zavarese dan Dias, 2011. Besarnya kelarutan ini diukur dengan menggunakan indeks kelarutan. Data mengenai indeks kelarutan pati walur ini tersaji
dalam Gambar 11 dan Tabel 8. Terlihat bahwa kelarutan dari pati walur HMT cenderung tetap jika dibandingkan dengan kontrol atau pati alaminya. Hal ini ditegaskan dengan analisis
32
menggunakan t test dan ANOVA yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara sampel pati walur kontrol dengan sampel pati walur HMT. Hormdok dan
Noomhorm 2007 juga menyatakan bahwa tidak ada perubahan berarti yang terjadi pada indeks kelarutan antara pati beras yang diberi perlakuan HMT dengan pati beras kontrol.
Tabel 8. Hasil analisis kelarutan pati walur alami dan modifikasi HMT pada kadar air 17 dengan menggunakan t test dan ANOVA.
Perlakuan Kelarutan
60
o
C 90
o
C Kontrol 0 jam 0.0196
Aa
0.0710
Aa
100
o
C 6 jam
0.0157
Aa
0.0654
Aa
8 jam 0.0189
Aa
0.0736
Aa
10 jam 0.0144
Aa
0.0706
Aa
110
o
C 6 jam
0.0161
Aa
0.0727
Aa
8 jam 0.0155
Aa
0.0686
Aa
10 jam 0.0178
Aa
0.0800
Aa
Keterangan:
A
= hasil uji dengan t test terhadap pengaruh suhu. Huruf yang sama menunjukkan antara sampel tidak berbeda nyata,
a
= hasil uji dengan ANOVA terhadap pengaruh waktu HMT. Huruf yang sama menunjukkan antara sampel tidak berbeda nyata.
5. Karakteristik Tekstur Gel