sampah seperti teknologi WTE Insinerator atau HRC atau integrasi dari kedua teknologi tersebut.
4.4. Analisis Pengaruh Kesejahteraan Masyarakat terhadap Timbulan dan Komposisi Sampah
Pertumbuhan jumlah penduduk di DKI Jakarta memberikan dampak kepada pertumbuhan sektor ekonomi, yang ditunjukkan dengan kenaikan PDRB yang
berkorelasi dengan kenaikan timbulan sampah. Hubungan antara kenaikan jumlah penduduk dengan kenaikan tingkat kesejahteraan dan volume sampah ditunjukkan pada
Tabel 36. Data tersebut memperlihatkan bahwa kenaikan jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan masyarakat sangat mempengaruhi penambahan jumlah timbulan sampah.
Pada penelitian ini untuk melihat pengaruh jumlah penduduk dan PDRB variabel bebas terhadap volume timbulan sampah variabel terikat di DKI Jakarta, digunakan
metode Ordinary Least Square OLS, dan dengan bantuan program Eviews 4.1. Adapun hasil dari analisis pengaruh jumlah penduduk dan PDRB terhadap volume
timbulan sampah dapat dilihat pada Tabel 37. Hasil perhitungan seperti yang tertera pada persamaan di bawah, didapat nilai
R- squared
R
2
sebesar 0,7245. Hal ini mengandung arti bahwa hasil perhitungan menunjukkan bahwa variabel independen jumlah penduduk dan PDRB mampu
menjelaskan variasi timbulan volume sampah sebesar 72,45. Adapun sisanya sebesar 27,55 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi ini.
Keterangan : signifikan pada α =5
signifikan pada α = 10
Sumber : Data diolah
LOGVTS = 5,6154 + 0,6014 LOGJP + 0,0540 LOGPDRB Std. Error
0,3385 0,0255
t-stat 1,777 2,117
R
2
= 0,7245 R
2
Adjt = 0,6983 F-
stat
= 27,6177
Tabel 36 Hubungan antara pertumbuhan penduduk, ekonomi dan sampah
Tahun Jumlah
Penduduk PDRBkapita
berlaku juta rupiah
Volume Sampah m3th
1984 6.184.842
1.343.185 6.548.100,00
1985 6.329.191
1.425.741 6.570.000,00
1986 6.472.492
1.545.013 6.826.300,00
1987 6.760.910
1.938.266 7.338.300,00
1988 6.864.667
2.149.755 7.750.410,00
1989 7.003.267
2.576.033 7.909.915,00
1990 7.108.359
2.879.698 7.991.310,00
1991 7.206.853
3.283.313 8.720.945,00
1992 7.309.389
3.759.804 8.720.945,00
1993 7.319.622
5.870.527 8.768.395,00
1994 7.515.392
6.613.900 9.385.975,00
1995 7.547.245
7.716.579 9.425.760,00
1996 7.625.794
7.658.319 10.074.365,00
1997 7.712.512
11.664.943 10.792.320,00
1998 7.818.573
16.696.694 10.272.925,00
1999 7.831.520
19.767.326 9.406.415,00
2000 7.578.701
22.613.756 9.362.250,00
2001 7.423.379
21.308.135 9.344.000,00
2002 7.461.472
24.599.803 9.457.880,00
2003 7.456.931
38.694.930 9.375.755,00
2004 7.471.866
42.922.400 10.207.590,00
2005 8.860.381
48.966.320 9.586.360,00
2006 8.961.680
55.981.200 9.652.060,00
2007 9.057.993
62.490.340 10.093.710,00
Sumber : BPS , Dinas Kebersihan DKI Tabel 37. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan
sampah di DKI Jakarta
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob.
C 5.615466
5.007317 1.121452
0.2748 LOGJP
0.601376 0.338462
1.776789 0.0901
LOGPDRB 0.053988
0.025502 2.116977
0.0464 R-squared
0.724537 Mean dependent var 15.99192
Adjusted R-squared 0.698302 S.D. dependent var
0.144119 S.E. of regression
0.079160 Akaike info criterion -2.118212
Sum squared resid 0.131594 Schwarz criterion
-1.970955 Log likelihood
28.41854 F-statistic 27.61765
Durbin-Watson stat 0.543185 ProbF-statistic
0.000001
Sumber : Hasil perhitungan Tabel 37 memperlihatkan bahwa nilai F-statistik yang diperoleh besarnya
27,6177,
lebih besar dari F
0,01
2,21 = 5,78. Hal ini mengandung arti bahwa jumlah penduduk dan PDRB secara bersama-sama serentak mempengaruhi volume timbulan sampah di DKI
Jakarta dengan tingkat keyakinan 99. Tabel 37 juga memperlihatkan bahwa variabel jumlah penduduk memberikan pengaruh yang lebih dominan jika dibandingkan dengan
PDRB dalam meningkatkan volume sampah di DKI Jakarta, dengan nilai 0,6014 dibandingkan nilai 0,0540. Hasil
uji t-statistik uji secara parsial, terlihat bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap volume timbulan sampah adalah jumlah
penduduk, pada tingkat = 10, sedangkan variabel PDRB signifikan pada tingkat =
5. Pada jumlah sampel n = 24, variabel bebas k = 2, maka derajat bebas untuk
nilai t-statistik n-k-1 atau sama dengan 21. Pada variabel jumlah penduduk mempunyai t-hitung sebesar 1,777 lebih besar dari t-Tabel
α = 0,10 sebesar 1,721. Hal ini mempunyai makna bahwa variabel jumlah penduduk berpengaruh signifikan pada
α = 0,10 terhadap volume timbunan sampah di DKI Jakarta.
Hasil t-hitung variabel PDRB sebesar 2,177, lebih besar dibanding nilai t-Tabel pada
α = 0,05 sebesar 2,080. Hal tersebut mempunyai arti bahwa variabel PDRB berpengaruh signifikan terhadap volume timbulan sampah di DKI Jakarta . Hasil estimasi
pada Tabel 36, menunjukkan bahwa koefisien jumlah penduduk menunjukkan elastisitas dari jumlah penduduk terhadap volume timbulan sampah di DKI Jakarta, dengan nilai
elastisitas sebesar 0,6014. Hal ini mengandung makna bahwa apabila jumlah penduduk meningkat sebesar 1, maka volume timbulan sampah meningkat sebesar 0,6014.
Koefisien PDRB menunjukkan elastisitas PDRB terhadap volume timbulan sampah di DKI Jakarta, dengan elastisitas sebesar 0,054. Hal ini mengandung arti bahwa
apabila PDRB meningkat sebesar 1, maka volume timbulan sampah meningkat sebesar
0,054. Analisis mengenai hubungan antara tingkat kesejahteraan masyarakat DKI
Jakarta yang ditunjukkan dengan hubungan antara PDRB dengan timbulan sampah organik, ditunjukkan pada Tabel 38, sedangkan hubungan antara PDRB dengan timbulan
sampah anorganik dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 38 Hasil model regresi antara PDRB terhadap sampah organik
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob.
C 6136256.
169949.5 36.10634
0.0000 PDRB
-0.004568 0.006708
-0.680866 0.5031
R-squared 0.020637 Mean dependent var
6057377. Adjusted R-squared
-0.023880 S.D. dependent var 602016.3
S.E. of regression 609161.8 Akaike info criterion
29.55721 Sum squared resid
8.16E+12 Schwarz criterion 29.65538
Log likelihood -352.6865 F-statistic
0.463578 Durbin-Watson stat
0.456831 ProbF-statistic 0.503060
Sumber : Hasil perhitungan
Tabel 39 Hasil model regresi antara PDRB terhadap sampah anorganik
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob.
C 2118610.
139619.6 15.17415
0.0000 PDRB
0.041881 0.005511
7.599282 0.0000
R-squared 0.724135 Mean dependent var
2841872. Adjusted R-squared
0.711595 S.D. dependent var 931876.0
S.E. of regression 500448.3 Akaike info criterion
29.16405 Sum squared resid
5.51E+12 Schwarz criterion 29.26222
Log likelihood -347.9686 F-statistic
57.74908 Durbin-Watson stat
0.443474 ProbF-statistic 0.000000
Sumber : Hasil perhitungan Secara grafis hubungan antara PDRB dengan volume sampah organik dapat
dilihat pada Gambar 21. Pada Gambar 20 terlihat bahwa kenaikan kesejahteraan penduduk akan menurunkan volume sampah organik. Kondisi sebaliknya terjadi apabila
terjadi kenaikan kesejahteraan masyarakat, yang ditunjukkan dengan kenaikan PDRB, dalam hal ini terjadinya kenaikan PDRB akan meningkatkan volume sampah anorganik,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 22.
Gambar 21 Grafik hubungan antara PDRB terhadap sampah organik
Tabel 38 memperlihatkan hubungan atau asosiasi antara PDRB terhadap sampah organik, yang berhubungan terbalik. Hal ini ditandai dengan tanda negatif - pada kolom
koefisien pada PDRB. Tanda negatif - tersebut memberikan makna bahwa apabila PDRB meningkat maka sampah organik akan mengalami penurunan seperti ditunjukkan
pada Gambar 21.
Rp.
tahun
Gambar 22 Grafik hubungan antara PDRB terhadap sampah anorganik
Hasil perhitungan mendapatkan angka koefisien PDRB sebesar 0.004568. Hal ini mengandung arti apabila PDRB atau pendapatannya meningkat Rp 1.000.000,- maka
volume sampah organik akan turun menjadi 4.568 m3. Kondisi ini akan sangat membahayakan mengingat sampah anorganik seperti plastik jika dibiarkan tidak diolah
akan sangat menurunkan kesuburan tanah, mengingat sampah plastik akan menghalangi difusi udara, sehingga tidak memungkinkan tumbuh dan berkembangnya jasad renik yang
membantu menguraikan bahan organik menjadi bahan anorganik. Selain itu plastik sangat tahan urai, sehingga kondisi tidak subur tersebut akan berlangsung terus menerus.
Selain itu, apabila plastik tersebut dibakar disekitar rumah juga akan menghasilkan dioksin dan furan, seperti dinyatakan oleh Lemieux dalam Sumaiku 2004 bahwa
pembakaran sampah plastik di pekarangan dengan suhu rendah akan dihasilkan dioksin dan furan. Bahkan menurut Suminar 2003 tingginya sampah anorganik di Indonesia,
mengakibatkan tingginya pencemaran udara oleh dioksin dan furan. Selanjutnya dikatakan bahwa hasil estimasi total emisi dioksinfuran pada tahun 2000 saja
diperkirakan sudah mencapai 21.126 g TEQ toxic equivalent. Hal ini mengandung arti bahwa apabila sampah tersebut tidak diolah dengan baik maka selain mengurangi
estetika, adanya rembesan air lindi dan adanya vector, juga akan sangat membahayakan kesehatan, mengingat akan dihasilkan senyawa dioksin dan furan yang bersifat
karsinogenik.
tahun Rp.
Tabel 39 memperlihatkan hubunganasosiasi antara PDRB terhadap sampah anorganik yang berhubungan searah. Hubungan antara ke duanya ditandai dengan tanda
positif + pada kolom koefisien PDRB. Tanda positif + tersebut memberikan arti bahwa apabila PDRB meningkat, maka sampah anorganik akan meningkat, seperti yang
terlihat pada Gambar 22. Angka pada koefisien PDRB sebesar 0.041881. Hal ini mengandung arti, bahwa
apabila PDRB atau pendapatannya meningkat Rp 1.000.000,- maka volume sampah anorganiknya akan meningkat menjadi 41.881 m
3
.
Gambar 23 Grafik hubungan antara PDRB terhadap total volume sampah per tahun Gambar 23 menunjukkan bahwa secara umum hubungan antara PDRB
Rpkapita terhadap volume sampah di DKI Jakarta adalah searah. Hal ini mengandung arti bahwa secara keseluruhan, apabila terjadi peningkatan PDRB, maka volume sampah
di DKI Jakarta juga akan meningkat, sehingga ancaman terjadinya pencemaran lingkungan juga semakin meningkat.
Dalam konteks pemanfaatan teknologi pengolahan sampah, kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat mempunyai hubungan yang positif dengan teknologi
pengolahan sampah. Dalam hal ini adanya kenaikan kesejahteraan masyarakat yang
PDRB Rpkapita m
3
th
mengarah pada naiknya jumlah sampah anorganik, dapat memberikan keuntungan bagi pemanfaatan teknologi pengolahan sampah dengan menggunakan WTE insinerator,
mengingat kandungan kalori dari sampah anorganik lebih tinggi dibanding sampah organik.
4.5. Analisis Optimasi Teknologi Pengolahan Sampah