Analisis sensitivitas terhadap kenaikan tingkat suku bunga dari 7 menjadi 12tahun, dapat dilihat pada Tabel 49.
Tabel 49 Analisis sensitivitas kenaikan tingkat suku bunga 12
Sumber : Hasil perhitungan Secara grafis analisis sensitivitas kenaikan tingkat suku bunga dapat dilihat pada
Gambar 29. Gambar 29 Analisis sensitivitas kenaikan tingkat suku bunga 12
Dengan kenaikan tingkat suku bunga dari 7 menjadi 12tahun mernunjukkan bahwa teknologi HRC secara individual menjadi pilihan teknologi dengan harga
termurah, sedangkan WTE Insinerator masih menunjukkan alternatif teknologi yang masih lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan teknologi SLF, khususnya untuk
kapasitas pengolahan 3.000 tonhari.
4.7. Multi Kriteria Evaluasi Multy Criteria Evluation
Komparasi pemanfaatan teknologi pengolahan sampah secara parsial dan terintegrasi dilakukan dengan menggunakan multi kriteria evaluasi dengan
mempergunakan output analisis yang telah dilakukan dalam cost benefit analysis dan
Rp0,00 Rp50,00
Rp100,00 Rp150,00
Rp200,00 Rp250,00
Rp300,00
500 tonhari 1000 tonhari
2000 tonhari 3000 tonhari
SLF HRC
WTE Insi Kombi 1
Kombi 2
b ia
y a
R p
x 1.
000 ton
kapasitas pengolahan ton hari
output dari dampak lingkungan serta kondisi sosial. Selain itu juga memanfaatkan
persepsi masyarakat terhadap pilihan alternatif teknologi pengolahan sampah, dengan kriteria sebagai berikut :
1. Minimalisasi biaya pengolahan sampah minimaizing tretment cost Kriteria ini diukur dengan seberapa besar biaya yang diperlukan untuk mengolah
sampah per ton per satuan waktu. Semakin rendah biaya yang diperlukan untuk mengolah sampah, semakin baik atau semakin optimal sistem pengolahan yang
dilakukan. Adanya pertimbangan bahwa biaya pengolahan sampah saat ini menjadi permasalahan bagi pemerintah DKI, dan penyediaan dana harus memadai
bagi operasi dan pemeliharaan, maka kriteria ini menempati prioritas tertinggi dengan bobot 35
2. Luas lahan yang diperlukan Kriteria ini dipergunakan mengingat DKI menghadapi persoalan dalam
penyediaan dan kesesuaian lahan sebagai tempat pengolahan sampah. Semakin effisien, atau semakin kecil luas lahan yang diperlukan dalam aplikasi teknologi
pengolaahan sampah, semakin baik dan mudah bagi DKI untuk merealisasikannya. Kondisi kebalikannya, semakin luas lahan yang diperlukan
dalam aplikasi teknologi pengolahan sampah semakin sulit untuk direalisasikan, mengingat tingginya biaya yang diperlukan untuk melakukan pembebasan lahan.
Ketersediaan dan kesesuaian lahan tempat pengolahan sampah juga menjadi persoalan bagi DKI, mengingat sulitnya menempatkan pengolahan sampah di
dalam wilayah DKI, dan mahalnya harga lahan, menjadi pertimbangan dengan prioritas tinggi, dan kriteria ini diberi bobot 25.
3. Minimalisasi polusi minimaizing pollution Kriteria ini dimaksudkan untuk mengukur penurunan dampak lingkungan yang
ditimbulkan dari teknologi yang dipergunakan dalam pengolahan sampah. Pada umumnya, makin besar penurunan pencemaran yang diakibatkan oleh aplikasi
teknologi, makin optimal teknologi pengolahan sampah yang diaplikasikan. Pengukuran terhadap dampak polusi ini diukur dari potensi timbulan gas rumah
kaca green house gases, yaitu karbon dioksida CO
2
dan gas metan CH
4
yang keduanya dikonversi terhadap gas CO
2
. Kriteria ini memiliki bobot yang sama dengan persepsi masyarakat terhadap penerimaan masyarakat atas fasilitas
pengolahan sampah, oleh karena itu maka kriteria ini diberi bobot sama dengan dampak sosial yaitu 20.
4. Dampak Sosial Sistem insinerator merupakan sistem yang tertutup, sehingga memberikan
dampak yang kecil pada penolakan masyarakat terhadap keberadaan sistem pengolahan sampah dengan sistem insinerator. Pada insinerator dengan proses
pembakaran yang cepat, sistem ini dapat melakukan kontrol yang baik terhadap dampak lingkungan, termasuk penanganan abu dan asap yang ditimbulkan dari
proses pembakaran yang terjadi. Sistem sanitary landfill merupakan sistem yang terbuka, walaupun telah dilengkapi dengan buffer zone, namun sistem ini masih
menimbulkan dampak lingkungan yang dapat mengganggu masyarakat yang sulit untuk dihindari.
Adapun dampak lingkungan yang ditimbulkan antara lain adalah timbulnya bau yang tidak sedap, baik yang ditimbulkan akibat terjadinya proses anaerob terhadap
sampah yang telah tertanam ataupun yang masih belum tertanam, maupun bau yang ditimbulkan dari air lindi leacheate yang diolah di dalam treatment plant. Bau yang
ditimbulkan yang terbawa angin ke arah permukiman, mengakibatkan timbulnya protes dan bahkan penolakan terhadap keberadaan lokasi sanitary landfill. Di samping hal
tersebut, sistem sanitary landfill dalam pengoperasiannya mempergunakan peralatan berat yang menimbulkan suara yang dapat mengganggu masyarakat.
Sistem komposting memerlukan waktu yang panjang, yakni minimal dua minggu untuk melakukan proses dekomposisi zat organik secara aerob. Namun demikian proses
ini juga terkadang menimbulkan bau akibat stok sampah yang telah mengalami proses dekomposisi secara anaerob.
Hasil pengolahan mempergunakan kriteria dan bobot dari masing-masing variabel tersebut, dengan bantuan program software TOPSIS, memperlihatkan hasil bahwa untuk
pengolahan sampah dengan kapasitas 500 tonhari dan 3000 tonhari, diperoleh urutan prioritas sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 50 dan Tabel 51, serta Gambar 30 dan
Gambar 31.
Tabel 50 Hasil TOPSIS multi kriteria evaluasi untuk pengolahan sampah kapasitas 500 tonhari
Gambar 30 Pilihan prioritas analisis multi kriteria evaluasi 500 tonhari Tabel 51 Hasil TOPSIS multi kriteria evaluasi untuk pengolahan sampah kapasitas 3.000
tonhari
Gambar 31 Pilihan prioritas analisis multi kriteria evaluasi 3.000 tonhari
4.8. Analisis sistem dinamik Hasil dari analisis sistem dinamik menghasilkan beberapa prediksi antara lain
pertumbuhan penduduk, timbulan sampah dan berbagai komponen lainnya. Analisis sistem dinamik dilakukan untuk periode waktu 50 tahun. Analisis pertumbuhan penduduk
DKI untuk kurun waktu 50 tahun mendatang dapat di lihat pada Gambar 32.
Gambar 32 Prediksi pertumbuhan penduduk DKI Jakarta
Gambar 32 memperkirakan perkembangan penduduk DKI Jakarta dalam kurun waktu 50 tahun mendatang yang dimungkinkan mencapai anagka lebih dari 18 juta jiwa,
dari sekitar 9 juta jiwa yang ada saat ini. Sementara Gambar 33 menunjukkan perkembangan PDRB per kapita dan laju perubahan PDRB per kapita. PDRB per kapita
diperkirakan akan bergerak dari sekitar US 7,000 per kapita saat ini menjadi sekitar US 13,000 per kapita pada kurun waktu 50 tahun mendatang. Penambahan ini ditunjang oleh
prediksi perubahan laju PDRB yang bergerak dari sekitar US 80 per kapita per tahun sampai sekitar US 150 per kapita per tahun.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya perkembangan peduduk dan faktor ekonomi akan meningkatkan volume sampah. Gambar 34, adalah hasil interkasi sistim
dinamik antara variabel ekonomi dan penduduk yang memperkirakan timbulan sampah 50 tahun yang akan datang yang diprediksi mencapai 10.000 ton per hari.
Penduduk
20 15
10 5
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
Time Year
jut a
Penduduk : baseline
Gambar 33 Perkembangan PDRB dan laju deferensial DPDRB per kapita dalam 50 tahun yang akan datang
Gambar 34 Prediksi timbulan sampah 50 tahun yang akan datang
PDRB
20,000 16,500
13,000 9,500
6,000 5
10 15
20 25
30 35
40 45
50 Time Year
PDRB : baseline
DPDRB
200 170
140 110
80 1
8 15
22 29
36 43
50 Time Year
DPDRB : sensitivity
Sampah
10 9
8 7
6 5
10 15
20 25
30 35
40 45
50 Time Year
ribu t on
Sampah : baseline
Gambar 35 Perkembangan unit cost dalam pengolahan sampah
Salah satu analisis hasil sistem dinamik adalah prediksi unit cost pengolahan sampah yakni biaya pengolahan per ton sampah yang akan dihadapi Jakarta. Sebagaimana
terlihat dari hasil analisis sistim dinamik unit cost pengolahan sampah ke depan akan menurun seiring dengan perubahan sistem pengolahan sampah dan perkembangan
teknologi yang digunakan. Hal ini karena adanya perubahan sampah yang diolah dari teknologi SLF ke teknologi HRC dan WTE Insinerator. Secara terbobot unit cost akan
mengalami penurunan dari sekitar Rp 1,7 juta per ton sampai sekitar Rp 600 ribu per ton.
Analisis sistem dinamik memungkinkan dilakukannya analisis sensitivitas untuk mengetahui perkembangan perubahan parameter secara random terhadap variabel-
variable sosio ekonomi dan lingkungan yakni penduduk, PDRB dan sampah. Analisis sensitivas dilakukan dengan melakukan simulasi Monte Carlo dimana sistem dinamik
melakukan iterasi ketidakpastian sebanyak 200 kali dengan perubahan parameter laju
unit cst
0.002
0.0017
0.0015
0.0012
0.001 1
8 15
22 29
36 43
50 Time Year
unit cst : baserun unit cst : sensitivity
pertumbuhan penduduk dan laju perubahan ekonomi laju PDRB. Hasil analisis Monte Carlo
tersebut dapat dilihat pada beberapa Gambar 36 -39.
Gambar 36 Hasil perkembangan penduduk berdasarkan analisis sensitivas monte carlo
Sebagaimana terlihat pada Gambar 36 bahwa berdasarkan hasil analisis monte carlo menunjukkan bahwa pada akhir periode simulasi, batas tertinggi ketidakpastian
100 perubahan laju penduduk secara random akan menghasilkan perkembangan penduduk DKI sekitar 27 juta jiwa, semantara batas bawah lower bound ketidakpastian
yakni 50 akan menghasilkan jumlah penduduk maksimum sekitar 19 juta jiwa. Hasil ini akan berkorelasi pula dengan perkembangan volume timbulan sampah. Hasil analisis
Monte carlo menunjukkan perubahan seperti terlihat pada Gambar 37.
sensitivity 50
75 95
100 Penduduk
40
30
20
10
1 13.25
25.5 37.75
50 Time Year
Gambar 37 Hasil monte carlo timbulan sampah
Dari Gambar 37 terlihat bahwa batas maksimum ketidak pastian 100 akan menghasilkan timbunan sampah sekitar13 ribu ton per hari sementara batas bawah 50
akan menghasilkan 11 ribu ton per hari. Perkembangan PDRB akibat adanya ketidakpastian shock terhadap sistem
ekonomi juga akan menghasilkan beberapa perubahan. Hasil analisis Monte Carlo menghasilkan perubahan PDRB sebagai berikut.
Dari Gambar 38 terlihat bahwa spread yang lebar terjadi pada skenario ketidak pastian minimum perubahan 50 yang ditunjukan oleh area warna kuning dengan
kisaran minimum PDRB per kapita US 9,000 dan maksimum sekitar US18,000. Pada
sensitivity 50
75 95
100 Sampah
20
15
10
5
1 13.25
25.5 37.75
50 Time Year
aspek ketidak pastian 100 random total, PDRB per kaita maksimum akan dicapai sekitar US 22000 per kapita per tahun.
Gambar 38 Hasil analisis Monte Carlo untuk pertumbuhan PDRB per kapita
Konsekuensi perubahan terhadap parameter yang ditunjukkan oleh analisis monte carlo
juga mengakibatkan perubahan terhadap unit cost pengolahan sampah secara terbobot. Hasil analisis selama periode 50 tahun menunjukkan bahwa spread rentang
ketidak pastian 50 akan menghasilkan penurunan unit cost antara Rp 1.000.000,- per ton sampai sekitar Rp 600.000,- per ton sementara spread terkecil diperoleh pada aspek
ketidak pastian 100 yakni antara Rp 900.000,- per ton sampai Rp 600.000,- per ton.
sensitivity 50
75 95
100 PDRB
40,000
30,000
20,000
10,000
1 13.25
25.5 37.75
50 Time Year
Gambar 39 Hasil analisis Monte Carlo untuk unit costs pengolahan sampah
sensitivity 50
75 95
100 unit cst
0.002
0.0015
0.001
0.0005
1 13.25
25.5 37.75
50 Time Year
BAB V ANALISIS KEBIJAKAN