Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, DKI Jakarta akan menggunakan berbagai teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan, yang dapat diterima oleh masyarakat luas serta memerlukan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Pada dasarnya DKI memiliki kemungkinan untuk mengolah sampahnya di dalam wilayahnya sendiri dengan menggunakan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan, yaitu dengan menggunakan integrasi teknologi pengolahan sampah. Ada beberapa pilihan teknologi pengolahan sampah yang dapat diaplikasikan dalam sistem pengolahan sampah perkotaan antara lain sanitary landfill, incinerator, pyrolisis dan composting, yang masing-masing memiliki kelemahan cost dan keunggulan benefit. Pemakaian teknologi tersebut secara individual dapat lebih menguntungkan bagi suatu kota tertentu, namun kurang menguntungkan bagi kota lainnya. Hal ini bergantung pada kondisi sosio ekonomi, luas wilayah, ketersediaan sumber daya, serta besaran dan karakteristik timbulan sampahnya. Dalam hal ini semakin luas dan besar suatu kota, semangkin kompleks pula persoalan yang ditimbulkan dalam pengelolaan sampah. Oleh karenanya diperlukan suatu kajian optimasi integrasi sistem pengolahan sampah yang paling menguntungkan bagi suatu kota, baik dari aspek lingkungan, aspek sosial maupun aspek ekonomi.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memformulasikan kebijakan pengolahan sampah perkotaan berkelanjutan. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kebijakan makro dan mikro pengolahan sampah di DKI Jakarta 2. Menentukan tingkat efisiensi pengelolaan sampah baik secara teknis, ekonomi, dan lingkungan. 3. Menentukan rekomendasi kebijakan yang tepat bagi pengelola sampah di DKI Jakarta. Guna mencapai tujuan penelitan tersebut di atas diperlukan kajian antara lain: 1. Analisis kebutuhan dan ketersediaan lahan untuk tempat pengolahan sampah. 2. Analisis optimasi pemanfaatan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. 3. Pengembangan model kebijakan pengolahan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di DKI Jakarta.

1.3. Kerangka Pemikiran

Pada akhir tahun 2010, jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai hampir 10 juta jiwa, dan dengan laju pertumbuhan 0,17, maka diperkirakan pada akhir tahun 2011 jumlah penduduknya akan mencapai 11 juta jiwa. Penduduk DKI Jakarta setiap tahunnya menghasikan sampah yang semakin meningkat selaras dengan pertambahan dan aktifitas penduduk. Sebagai contoh, pada tahun 1976 timbulan sampah DKI Jakarta sebesar 13.000 M 3 hari, pada tahun 1986 meningkat menjadi 18.500 M 3 hari dan tahun 1988 mencapai 26.320 M 3 hari, dan pada tahun 2010 jumlah timbunan sampah DKI Jakarta yang terdata mencapai 6.700 ton per hari. Sampah-sampah ini berasal dari perumahan, pertokoan, restoran, hotel, taman dan saluran-saluran. Timbulan sampah DKI Jakarta tahun 2005 kurang lebih 6.000 tonhari dengan perincian seperti tercantum pada Gambar 1. Sedang pada tahun 2010 yang berdasarkan estimasi jumlah penduduk tahun 2011 sebanyak 11.241.111 jiwa, timbulan sampah DKI Jakarta mencapai 6.700 tonhari, dan komposisinya bahan organik kurang lebih 55 persen, jenis kertas 21 persen, plastik 13 persen, dan bahan lain 11 persen. Gambar 1 Timbulan sampah DKI Jakarta Pada saat ini pembuangan dan pengolahan sampah DKI Jakarta dilakukan secara open dumping di TPA Bantar Gebang yang berada dalam wilayah kotamadya Bekasi, Propinsi Jawa Barat. TPA ini terletak 13 Km di sebelah selatan Kota Bekasi, dan kira- kira 2 Km dari Jalan Raya Bekasi Bogor, dan berjarak 40 Km dari pusat Kota Jakarta. Timbulan Sampah di DKI Jakarta Tahun 2005 TonHari 538 tonhari 84 tonhari 3.178 tonhari 240 tonhari 319 tonhari 1.641 tonhari Permukiman Pasar Sekolah Perkantoran Industri Lain-lain Pengolahan sampah yang dilakukan pada saat ini disamping menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan, yang merugikan bagi masyarakat di Kecamatan Bantar Gebang, juga memerlukan biaya operasi dan pemeliharaan yang cukup besar, karena jarak angkut sampah dari pusat wilayah pelayanan di DKI Jakarta ke TPA Bantar Gebang jauh. Tingginya biaya operasional mengakibatkan DKI tidak mampu menyediakan biaya operasi yang diperlukan secara memadai untuk mengoperasikan TPA Bantar Gebang secara sanitary landfill. Akibat pengoperasian TPA secara open dumping ini mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan kerugian pada masyarakat social cost. Kerugian tersebut antara lain adalah terjadinya gangguan kesehatan seperti terjadinya iritasi saluran pernafasan atas ISPA, penyakit diarhe serta hilangnya kenyamanan lingkungan akibat bau busuk yang menyengat di sepanjang waktu, yang diterima oleh masyarakat yang bermukim di sekitar TPA hingga radius 10 Km dari TPA Bantar Gebang. Masalah tersebut seharusnya tidak perlu terjadi jika dilakukan pengelolaan dan pengolahan sampah secara terintegrasi dan ramah lingkungan. Mengingat pengolahan sampah dapat dilakukan dengan berbagai teknologi seperti sanitary landfill, composting, incineration pembakaran dengan temperatur tinggi ataupun pyrolisis. Namun demikian penggunaan dari masing-masing teknologi tersebut memiliki keuntungan dan kerugian, baik ditinjau dari aspek lingkungan, ekonomi maupun sosial. Penggunaan satu teknologi yang dipilih mungkin saja menguntungkan bagi suatu kota, namun dapat pula kombinasi dari penggunaan ketiga teknologi tersebut lebih menguntungkan. Hal ini bergantung pada situasi dan kondisi dari masing-masing kota. Namun yang menjadi permasalahan seberapa besar volume sampah yang harus diolah oleh masing-masing teknologi tersebut secara berkelanjutan, masih harus dilakukan penelitian dengan menggunakan model optimasi teknologi pengolahan sampah yang dipergunakan. Kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan pada diagram pola pikir pada Gambar 2.

1.4. Perumusan Masalah