Composting Pengomposan TINJAUAN PUSTAKA

b. Composting Pengomposan

Kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik setelah mengalami pembusukan. Komposting merupakan proses biologis, namun proses dekomposisinya dapat berlangsung baik secara aerobik maupun anaerobik. Kompos bisa dikatakan sejenis pupuk organik, namun kandungan unsur N nitrogen, P pospor dan K kalium dalam kompos tidak setinggi kandungan dalam pupuk buatan anorganik, kimiawi. Kelebihan dari kompos antara lain adalah sangat kaya unsur-unsur hara mikro, seperti zat besi Fe, boron B, belerangsulphur S, kapur kalsium Ca, magnesium Mg dan hara mikro lain yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Unsur-unsur hara mikro tersebut pada umumnya tidak terdapat dalam pupuk buatan. Kompos sangat baik dalam memperbaikai struktur tanah, mengingat kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation serta penyimpanan air. Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimiawi tanah adalah kandungan humusnya, karena humus dalam kompos mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Humus yang menjadi asam humat atau jenis asam lainya dapat melarutkan zat besi Fe dan aluminium Al, sehingga fosfat yang terikat pada besi dan aluminium akan lepas, sehingga dapat diserap oleh tanaman. Proses pengomposan tergantung pada berbagai kondisi habitat terutama suhu dan mikroorganisme. Jasad renik yang terdapat pada proses pengomposan terdiri dari dua golongan yaitu mesofili yang hidup dalam suhu 10- 45°C dan termofili yang hidup pada suhu 45-65°C. Dalam proses degradasi zat organik oleh jasad renik, akan terjadi reaksi pembakaran unsur karbon C dan oksigen O 2 menjadi panas kalor dan karbon dioksida CO 2 . Karbon dioksida ini kemudian dilepas sebagai gas, sedangkan unsur N yang terurai akan ditangkap oleh jasad renik, yang ketika jasad renik ini mati, unsur N-nya akan tetap tinggal dalam kompos dan menjadi sumber nutrisi bagi tanaman. Proses penguraian zat organik bergantung pada berbagai faktor, antara lain : 1. Rasio antara karbon dengan nitrogen rasio CN 2. Derajat keasaman pH 6 – 8. 3. Homogenitas campuran. 4. Ukuran bahan, proses pengomposan akan berjalan lebih cepat jika memiliki ukuran yang lebih kecil. 5. Kelembaban dan aerasi, keberadaan oksigen dan air sangat diperlukan untuk mikroorganisme dalam melakukan dekomposisi dari zat organik. 6. Suhu pengomposan optimal yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik adalah 35 – 55 o C 7. Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan, antara lain bakteri, dan jamur Actinonomyces yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. Menurut Djuarnani et al. 2005, pengomposan merupakan penurunan nilai rasio CN bahan organik menjadi sama dengan rasio CN tanah yang berkisar antara 10 -12. Bahan organik yang memiliki rasio CN sama dengan tanah, memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka komposting merupakan teknologi yang sangat baik untuk digunakan mengurangi sampah organik, namun metode ini tidak sesuai untuk mengurangi sampah plastik. Menurut Yoseph 2005, penggunaan oksigen pada kompos dibedakan menjadi dua yaitu: a. Kompos dengan proses aerob yang dicirikan dengan timbulnya temperatur yang tinggi, tidak adanya bau,dan cepatnya proses dekomposisi; dan b. Kompos dengan proses anaerob, yang dicirikan dengan temperatur yang rendah, timbulnya bau, lambatnya proses dekomposisi, dan memerlukan perhatian yang minimal. Selanjutnya dikatakan bahwa berdasarkan teknologinya, komposting dapat dilakukan dengan : a. Windrows, dengan kecepatan dekomposisi antara 2 – 6 bulan, proses aerasi dengan membalik-balikkan sampah, dan memerlukan peralatan khusus untuk memutar . b. Aerated static pile, dengan kecepatan dekomposisi antara 6 – 12 minggu, dengan menggunakan mekanikel aerasi. c. In-vessel, high rate composting dengan kecepatan dekomposisi yang lebih cepat, yaitu kurang dari satu minggu. Proses pengolahan dilakukan dengan menempatkan sampah pada tabung chambervessel yang selanjutnya diaduk secara mekanis, dilakukan proses aerasi, serta kontrol terhadap kandungan air, sehingga dari sini akan diperoleh proses dekomposisi sampah organik secara cepat. Pada proses composting terdapat input dan output. Adapun input dan output dalam composting dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Proses input dan output pada komposting

c. Waste to Energy WTE Incinerator