15 sebaliknya. Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju
transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat adanya perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan pada suhu
dan kelembaban tertentu Robertson 2010. Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya
terhadap lingkungan. Pada bahan pangan yang bersifat higroskopis, faktor suhu dan kelembaban sangat penting. Sehingga produk pangan kering yang bersifat
higroskopis harus dilindungi dari masuknya uap air. Masuknya uap air kedalam bahan pangan dapat dihambat dengan proses pengemasan. Umumnya produk
pangan kering mempunyai kadar air rendah, sehingga harus dikemas dengan kemasan yang mempunyai daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah
untuk menghambat penurunan mutu produk seperti menjadi tidak renyah Buckle et al. 2007. Menurut Manley 2000, plastik polypropylene PP merupakan jenis
plastik yang baik sebagai barrier terhadap uap air pada produk biskuit karena memiliki permeabilitas uap air yang rendah. Menurut Buckle et al. 2007, sifat-
sifat kemasan polypropylene PP antara lain sebagai berikut: 1.
Mengkilap dan tidak mudah sobek. 2.
Plastik polypropylene lebih kaku daripada polyethylene. 3.
Memiliki daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah. 4.
Memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak. 5.
Tahan terhadap suhu tinggi.
2.10 Umur simpan
Institute of Food Science and Technology 1974, menyatakan bahwa umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat
konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi Arpah 2007. Menurut Floros
dan Gnanasekharan 1993, umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi peyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau
tingkat degradasi mutu tertentu. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu pada produk
pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan
16 terjadinya perubahan mutu produk pangan selama distribusi, penyimpanan hingga
siap dikonsumsi Herawati 2008. Menurut Floros dan Gnanasekharan 1993, kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan dapat ditentukan dengan
menggunakan acuan titik kritisnya. Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan Produk
Mekanisme penurunan mutu
Kriteria kadaluarsa Teh kering
Penyerapan uap air Peningkatan kadar air
Susu bubuk Penyerapan uap air
Pencoklatan Susu bubuk
Oksidasi Laju konsentrasi O
2
Makanan laut kering beku
Oksidasi dan fotodegradasi Aktivitas air Makanan bayi
Penyerapan uap air Konsentrasi asam
askorbat Makanan kering
Penyerapan uap air -
Sayuran kering Penyerapan uap air
Off flavor-perubahan warna
Kol kering Penyerapan uap air
Pencoklatan Tepung biji kapas
Penyerapan uap air Pencoklatan
Tepung tomat Penyerapan uap air
Konsentrasi asam askorbat
Biji-bijian Penyerapan uap air
Peningkatan kadar air Bawang kering
Penyerapan uap air Pencoklatan
Buncis hijau Penyerapan uap air
Konsentrasi klorofil Keripik kentang
Penyerapan uap air dan oksidasi
Laju oksidasi Udang kering beku
Oksidasi Konsentrasi karoten
dan laju konsentrasi O
2
Tepung gandum Penyerapan uap air
dan oksidasi Konsentrasi asam
askorbat Minuman ringan
Pelepasan CO
2
Perubahan tekanan
Sumber: Floros dan Gnanasekharan 1993
Umur simpan produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk
pangan yaitu dengan Extended Storage Studies ESS atau metode konvesional dan Accelerated Storage Studies ASS atau metode akselerasi. Penentuan umur
simpan secara konvesional membutuhkan waktu yang cukup lama karena dilakukan dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-
hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya hingga mencapai tingkat
17 mutu kadaluarsa. Sedangkan metode akselerasi membutuhkan waktu yang relatif
singkat karena produk disimpan pada kondisi lingkungan yang ekstrim. Metode ini umumnya diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi
kelembaban relatif RH, suhu, atau intensitas cahaya baik secara individu atau gabungannya Arpah 2007.
Penetapan kriteria kadaluarsa adalah tahap awal dalam penentuan umur simpan suatu produk secara akselerasi Herawati 2008. Salah satu metode
akselerasi yang banyak diterapkan pada produk pangan kering adalah pendekatan kadar air kritis. Pada metode ini produk disimpan pada kondisi lingkungan yang
memiliki kelembaban relaitf ekstrim, sehingga produk mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Pada metode ini diperlukan persamaan
matematika sebagai alat bantu untuk deskritif kuantitatif dari sistem yang terdiri dari produk, bahan pengemas dan lingkungan Arpah 2007.
Menurut Labuza dan Schmidl 1985, model kadar air kritis dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan
pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk pangan yang mempunyai kurva sorpsi isotermis yang
berbentuk sigmoid, misalnya produk kering. Sedangkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi digunakan untuk produk yang memiliki kelarutan tinggi,
misalnya produk dengan kadar sukrosa tinggi. Menurut Rahayu dan Arpah 2003, persamaan Labuza dapat
mengintegrasikan unsur permeabilitas kemasan, berat kering produk, luas bahan pengemas, perbedaan tekanan uap air atau a
w
, dan kurva sorpsi isotermis dengan baik. Model Labuza ini disebut dengan model pendekatan kurva sorpsi isotemis.
Labuza 1982 memformulasikan persamaan penentuan umur simpan sebagai berikut:
Keterangan: t
= waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan hari M
e
= kadar air kesetimbangan produk gH
2
Ogsolid M
i
= kadar air awal produk gH
2
Ogsolid
18 M
c
= kadar air kritis produk gH
2
Ogsolid kx = konstanta permeabilitas uap air kemasan gm
2
.hari.mmHg A = luas permukaan kemasan m
2
W
s
= bobot padatan per kemasan g P
o
= tekanan uap air pada ruang penyimpanan mmHg b = kemiringan kurva sorpsi isotermis
19
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat