85 dan apabila satu pihak melanggar kesepakatan ini,maka dapat dikenakan sanksi
sesuai pasal 13 perjanjian ini. Jika jangka waktu tersebut berakhir, dapat diadakan perjanjian kembali sesuai dengan kesepakatan antara kedua pihak.
Sanksi-sanki yang diterapkan dalam perjanjian kerja sama : 1. Tanaman: Apabila proses tumbuhan tanaman kehutanan di bawah 90
sampai dengan tahun ke III, maka pihak pertama dan pihak kedua berkewajiban untuk bersama-sama nelakukan penyulaman dengan ketentuan
bahwa bibit disediakan oleh pihak pertama. 2. Keamanan hutan :
a. Apabila pada waktu pemungutan produksi jumlah tegakan yang di tebang terjadi pengurangan sehingga jumlah pohon tidak normal susai tabel tegakan
tinggal sebagai akibat pencurian pada suatu petakpetak anak, maka kehilangan pohon tersebut dibebankan pada bagian bagi hasil yang
diterima pihak kedua yang besarnya sebagai mana tabel tegakan tinggal. b. Apabila terdapat anggota pihak kedua terlibat dalam gangguan keamanan
hutan, maka secara otomatis hilang segala haknya dan dikeluarkan dari keanggotaan LMDH.
c. Apabila ada anggota pihak pertama terlibat dalam gangguan keamanan diberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku pada peraturan Perum Perhutani.
d. Pelaku tindak pidana sebagaimana ayat 2 pasal ini dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Apabila terjadi pemindahtanganan hak, maka dengan sendirinya segala hak yang dimiliki dalam perjanjian ini batalgugur demi hukum.
7.3 Sistem Bagi Hasil Antara Perhutani dan Masyarakat
Salah satu hal yang menarik dalam PHBM adalah adanya bagi hasil bagi petani baik dari hasil kayu dan nonkayu. Bagi hasil ini ditujukan untuk
meningkatkan nilai dan keberlanjutan fungsi serta manfaat sumberdaya hutan. Nilai dan proporsi bagi hasil itu ditetapkan sesuai dengan nilai dan proporsi
masukan faktor-faktor produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya. Sistem bagi hasil yang digunakan di BKPH Parung Panjang untuk jenis
pohon Acasia mangium dengan daur 8 - 10 tahun, mengacu peraturan yang sudah ada. Berlandaskan SK Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor
86 136KPTSDIR2001 dan SK Direksi Perum Perhutani Nomor 01KPTSDIR2002,
sistem bagi hasil PHBM adalah dengan sistem penjarangantebangan E dan tebang habis tebangan A tebangan B dengan ketentuan sebagaimana Tabel
23. Ketentuan dalam berbagi hasil produksi: hasil dari penjarangan pertama
pada umur 3 tahun untuk tanaman jenis akasia, kayu bakar dan kayu perkakas 100 milik petani dengan ketentuan. Jika penjarangan pertama dilakukan pada
umur lebih dari 3 tahun untuk kayu bakar 100 milik petani, sedangkan untuk kayu perkakas bagi hasilnya diatur sesuai dengan rumus yang berlaku. Bagi
hasil dari penjarangan lanjutan yang berupa kayu perkakas diberikan dalam bentuk uang tunai setelah harga di TKP, dikurangi dengan biaya eksploitasi.
Pemanfaatan bagian dari pihak petani akan diatur berdasarkan kesepakatan anggota kelompok sesuai dengan ADART yang disepakati.
Proporsi masing-masing pihak dalam sistem bagi hasil yang diterapkan dapat dilihat pada Tabel 23 berikut:
Tabel 23 Proporsi dalam Sistem Bagi Hasil PHBM Jenis Tebangan
Umur tahun}
Ketentuan Bagi Hasil Perhutani Masyarakat Desa
Pemda Lain
lain Tumpang
Sari -
- 90
10 -
- Penjarangan
I 3
- 90
10 -
- Penjarangan
II 5
75 20
5 -
- Penjarangan
III 7
75 20
5 -
- Tebang
Habis 8 -10
80 15
5 -
- Sumber : Perum Perhutani ,2006
Rumus bagi hasil penjarangan kecuali penjarangan pertama ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
P = U – Ut x 25 U
87 Keterangan:
P = Proposi hak Masyarakat Desa hutan, U = Umur tanaman
Ut =Umur tanaman saat dilakukan perjanjian kerjasama 25 = Bagi hasil Tertinggi.
Mekanisme bagi hasil produksi kayu yang menjadi hak petani baik yang berasal dari tebangan penjarangan maupun tebang habis ditetapkan
setelah seluruh hasil tersebut diterima di TKP dan dibuatkan Berita Acara yang ditanda tangani kedua pihak. Penyerahan bagian nilai hasil produksi bagi petani
dilakukan bila kegiatan produksi pada petakanak petak yang bersangkutan sudah selesai dan seluruh hasil sudah diterima di TKP yang dihitung
berdasarkan harga jual dasar HJD kemudian dikurangi biaya manajemen biaya persiapan, pemanenan, angkutan, pengaplingan di TKP.
Bagi hasil yang diberikan kepada petani mulai dihitung sejak adanya penandatanganan kerja sama dalam PHBM. Jika pada saat kerja sama
ditandatangi, sudah ada pohon yang berumur beberapa tahun, bagi hasil yang diperoleh petani tidak akan mendapat proporsi maksimal sebesar 25 persen.
Proporsi 25 persen akan diperoleh petani jika kerja sama itu diterapkan sejak penanaman, pemeliharaan, sampai tebang habis. Sebagai misal di wilayah
BKPH Parung Panjang pada tahun 2008 dilakukan tebang habis termasuk di tiga desa contoh yaitu Ciomas, Babakan, dan Tapos. Sharing yang diperoleh petani
di bawah 10 persen, karena tanaman acasia yang ditebang sudah ada sebelum kerja sama dilaksanakan.
Tabel 24, Sharing Kayu BKPH Parung Panjang tahun 2008
Desa Jumlah
pendapatan Rp.
Jumlah Pengeluaran
Rp. Pendapatan
bersih Rp.
Perhutani Rp.
LMDH Rp.
Persen sharing
Ciomas 142.381.735
62.775.304 79.606.431
74.822.178 4.784.253 6,4
Babakan 48.925.062
26.082.778 22.842.284
20.821.846 2.020.438 9,7
Tapos 262.461.168
115.424.246 147.036.922 138.204.217 8.832.705 6,4
Sumber : Perhutani BKPH Parung Panjang,2009 Uang yang diperoleh petani dari PHBM ternyata kecil kurang dari Rp
500.000 selama dua tahun sebagaimana terlihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Pendapatan petani dari PHBM
88
No Lama ikut PHBM Rp 500.000
Rp 501.000 – Rp 750.000
Total 1
Kurang 1 tahun 1
1
2 1 – 2 tahun
1 1
3 3 – 4 tahun
7 7
4 Lebih 5 tahun
36 2
38
Total 45
2 47
Sebagai pembanding antara lain hutan rakyat Lestari 2011 tanaman sengon dengan sistem kemitraan oleh PT BKL Group, PT BKL Group dan
Perhutani berfungsi sebagai penanam modal, sedangkan pengelolaan sepenuhnya diserahkan kepada petani. Perhutani , dan masyarakat dengan tiga
pola, yaitu : 1. Kemitraan antara PT BKL Group, KPH Tasikmalaya, dan petani
penggarap. Besarnya bagi hasil yang diberikan kepada mitra adalah 50 untuk KPH Tasikmalaya , 30 untuk BKL Group, dan 20 untuk
petani. 2. Kemitraan antara PT BKL group, Perhutani, LMDH dan petani
penggarap. Besarnya bagi hasil yang diberikan kepada mitra adalah 48 untuk KPH Tasikmalaya 30 untuk BKL Group, dan 20 untuk petani,
2 untuk LMDH. 3. Kemitraan antara PT BKL group, dan petani pemilik lahan di desa
Leuwibudah Kec.Sukaraja Tasikmalaya Besarnya bagi hasil yang diberikan kepada petani adalah sebesar 75 dan hanya 25 untuk BKL
Group. Sistem bagi hasil dalam kemitraan antara petani dan koperasi Usaha
Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara UBH-KPWN di Ciaruteun Ilir Cibungbulang Bogor dapat dijadikan perbandingan dengan pola
bagi hasil PHBM. 3,95 milyar.Usaha tani Pola bagi hasil telah melibatkan 443 orang investor dengan nilai investasi Rp 1JUN Budidaya jati unggul JUN yang
difasilitasi oleh UBH KPWN melibatkan pemilik lahan, petani penggarapa, investor, pemerintah desa, dan UBHKPWN. Pengelolaan usaha JUN
menggunakan dana dari investor, lahan milik perorangan, lahan desa dan lahan
89 badan usaha, tenaga kerja petani penggarap. Petani penggarap akan
mendapatkan bagi hasil panen sebesar 25 dari jumlah pohon yang ditanam. Investor sebagai pemodal untuk biaya pengadaan bibit, pupuk, peralatan, upah
petani, dan biaya manajemen mendapatkan 40. Pemilik lahan mendapatkan 10. Pemerintahan desa mendapatkan bagi hasil 10.
www.jati-ubh.com ,
2011.
7.4 Kinerja LMDHKTH dalam Implentasi PHBM