Skenario Kebijakan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan

135 kelompok petani di dunia berkembang, selalu terperangkap dalam jerat kemiskinan karena mereka hanya mampu hidup secara subsisten. Masyarakat di dunia berkembang umumnya tidak memiliki sistem kepemilikan tanah formal yang terpadu sehingga hanya memiliki kepemilikan secara informal terhadap tanah dan barang-barang. Menurut Mubyarto 2006 bagi kita di Indonesia apa yang disampaikan De Soto dalam buku The Mistery of Capital sangat relevan terutama setelah terjadi krisis moneter 1997-98 jelas-jelas membuktikan kegagalan upaya menerapkan kapitalisme oleh pemerintah Orde Baru sejak 1966. Para penentu kebijakan ekonomi Orde Baru mengira sistem ekonomi kapitalisme sama dengan sistem demokrasi ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan yang bersumber pada Pancasila. Kesadaran bahwa sistem kapitalisme liberal tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan demokrasi ekonomi Pancasila tidak pernah ada sampai menjadi sangat terlambat pada saat krisis moneter meledak Agustus 1997, 30 tahun sejak mula-mula diterapkan. Adalah sangat merisaukan bahwa banyak pakar ekonomi tetap tidak percaya tentang kekeliruan atau ketidak tepatan sistem kapitalisme bagi Indonesia yang berpaham Pancasila, dan hanya menyalahkan penerapannya saja. Kesilauan terhadap sistem ekonomi kapitalisme mengakibatkan secara langsung pandangan yang meremehkan peranan ekonomi rakyat yang “tak ber-kapital”. Ekonomi Rakyat yang lebih banyak mengandalkan pada modal sendiri dianggap “extra-legal”, bahkan tak diakui eksistensinya.

8.5 Skenario Kebijakan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan

Untuk merumuskan alternative kebijakan pengelolaan hutan kemasyarakatan digunakan analisis analytical hierarchy process AHP. Penentuan prioritas pengelolaan hutan kemasyarakatan disusun menurut urutan prioritas berdasarkan hasil analisis yang melibatkan para pakar dan pemangku kepentingan. AHP bisa digunakan sebagai metode yang efektif dalam penentuan prioritas-prioritas yang strategis. Data yang digunakan merupakan representasi dari para pakar dan pemangku kepentingan yang juga mewakili instansi-instansi dan kepakaran yang terkait dengan pokok kajian. Dalam perumusan alternatif kebijakan ini, menggunakan 11 pakar sebagai responden yang mewakili instansi- instansi terkait, yaitu: perguruan tinggi IPB, Peneliti dari Kementrian Kehutanan, 136 peneliti dari ICRAF World Agroforestry Centre, Perum Perhutani, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, lembaga swadaya masyarakat LSM LATIN Bogor, dan masyarakat dari kelompok tani hutan. Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa aktor –aktor yang paling berperan dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan di BKPH Parung Panjang adalah Perum Perhutani bobot 0,3402247. Hal ini berkaitan dengan tugas, fungsi kewenangan Perhutani dalam mengelola dan menjaga kelestarian hutan. Dalam pengelolaan hutan Perhutani juga harus tetap memberikan profit bagi perusahaan. Perhutani mendapat mandat dari Kementerian Kehutanan untuk mengusahakan hutan di Jawa , dan menyejahterakan masyarakat di sekitar hutan BKPH Parung Panjang, KPH Bogor. Aktor yang memiliki peran penting lainnya adalah masyarakat bobot 0,3322763. Masyarakat adalah pihak yang berkepentingan langsung dalam memanfaatkan hutan. Karena masyarakat yang sehari-hari tinggal di sekitar hutan maka interaksi mereka terhadap hutan sangat erat. Hutan bagi masyarakat menjadi sumber penghidupan, sebagai cadangan kawasan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, kayu bakar, dan pakan ternak. Aktor penting lainnya yang seharusnya berperan penting dalah pemerintah daerah bobot 0,2281742 . Pemda merupakan pihak yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengelola dan membangun wilayah Kabupaten Bogor. Semua aspek ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi tanggung jawab pemda. Pemda diharapakan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, menjaga kelestarian lingkungan, dan menjaga wilayah sesuai dengan fungsi dan peruntukannya Aktor yang diperlukan dalam pendampingan dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan adalah LSM 0,0993252.LSM sebagai lembaga nonpemerintah diharapkan bisa menjadi fasilitator bagi masyarakat dalam berhubungan dengan pihak lain, baik dari jajaran pemerintah maupun pihak swasta. Dukungan LSM sangat diperlukan dalam mengakses sumberdaya hutan dan memfasilitasi pemberdayaan masyarakat melalui berbagai program yang digulirkan pelbagai pihak : instansi pemerintah, BUMN, perusahaan dan pihak-pihak lain yang terkait dengan pengelolaan hutan kemasyarakatan. 137 Gambar 5 Hasil AHP pengelolaan Hutan Kemasyarakatan 138 Gambar 6 Aktor yang Berpengaruh terhadap Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Pada level faktor, faktor terpenting yang menjadi prioritas utama dalam pengelolaan hutan kemasyarakat adalah kebijakan dengan bobot 0,23222. Keberhasilan program hutan kemasyarakatan sangat bergantung dari kebijakan dan pelaksanaan kebijakan tersebut. Kebijakan yang memberikan keberpihakan kepada rakyat sangat diperlukan dalam implementasi program. Karena dalam praktiknya program hutan kemasyarakatan harus dilaksanakan melalui proses rumit dan waktu yang lama untuk bisa mewujudkan kesepahaman, kebersamaan, dan kemitraan para pihak yang terkait. Komitmen dan kesungguhan dari pelaksana kebijakan untuk melaksanakan program sangat menentukan berhasil tidaknya pengelolaan hutan kemitraan. Faktor penting lainnya yang berpengaruh adalah kelembagaan dengan bobot 0,1976824. Kelembagaan dalam pelaksanaan PHBM seperti LMDH dan KTH merupakan perangkat penting sebagai badan hukum secara formal yang bisa mewadahi petani. KTH menjadi wadah permusyawaratan, forum tukar pendapat berdiskusi, wahana interaksi antaranggota kelompok dan wahana memperjuangkan aspirasi masyarakat. Dengan pengelolaan yang terprogram dengan baik, KTHLMDH dapat merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi program yang dijalankan, dan melakukan negosiasi dengan pemangku kepentingan yang lain. 139 Faktor ekonomi adalah faktor penting lainnya dengan bobot 0,1976823. Secara ekonomis, program pengelolaan hutan kemasyarakatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi perusahaaan, program yang dijalankan juga harus menguntungkan secara ekonomis sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Kemiskinan masih mendominasi kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan oleh karena itu diperlukan kegiatan perekonomian warga sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan hendaknya dapat mengurangi jumlah orang miskin di sekitar hutan. Faktor lain yang berkaitan erat dengan pengelolaan hutan kemasyarakatan adalah faktor sosial dengan bobot 0,1976823. Permasalahan sosial seperti keamanan hutan merupakan masalah yang tidak mudah diselesaikan. Permasalah pencurian kayu, pembalakan liar, kebakaran hutan, perusakan tanaman oleh binatang ternak merupakan permasalahan sosial yang sebenarnya dapat diatasi dengan kerja sama antara masyarakat bersama dengan Perhutani. Dengan adanya kerja sama, tugas menjaga keamanan hutan tidak hanya menjadi tanggung jawab Perhutani saja, tetapi menjadi tanggung jawab bersama masyarakat yang setiap hari berada di dekat kawasan hutan. Faktor lain yang penting adalah faktor lahan dengan bobot 0,1747331. Bagi petani yang tinggal di sekitar hutan, ketergantungan terhadap lahan sangat besar karena sempitnya lahan yang dimiliki petani sehingga daya dukung lahan yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Hal yang paling mudah dilakukan bagi penduduk di sekitar hutan adalah mengakses lahan hutan yang ada. Akses dan pemanfaatan lahan tidak dapat dicegah dengan larangan, tetapi akan lebih baik jika akses itu dapat diatur dalam perjanjian kerja sama antara masyarakat dengan Perhutani dengan hak dan kewajiban yang disepakati bersama seperti dalam Surat Perjanjian Kerja Sama yang dilakukan antara KTHLMDH dengan Perhutani yang diwakili oleh Asper Perhutani. 140 Gambar 7 Faktor yang berpengaruh dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Strategi yang dilakukan dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan tidak boleh mengabaikan kebutuhan masyarakat. Strategi pendapatan masyarakat dengan bobot tertinggi sebesar 0,2046499 menjadi pertimbangan paling penting. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat melalui kemitraan ini dapat dijamin adanya keuntungan ekonomis yang dapat dirasakan masyarakat. Dengan demikian, gangguan keamanan baik berupa pembalakan liar, pencurian, dapat diminimalisasi sehingga hutan lestari dapat terus diwujudkan. Gambar 8 Strategi dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan 141 Strategi kedua yang dilakukan dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan, yaitu mengurangi konflik merupakan strategi penting dengan bobot 0,1767883. Dalam pengelolaan hutan dengan basis kemitraan, persoalan konflik antar para pihak memang harus diusahakan untuk tidak berlanjut dan dapat diselesaikan dengan kesepakatan yang terus diupayakan secara optimal. Konflik seringkali terjadi akibat perbedaan persepsi, nilai, kepentingan, dan cara pandang yang berbeda diantara para pihak yang bermitra. Strategi lain yang bisa dilakukan adalah selalu mengutamakan kelestarian hutan dengan bobot 0,1584079 . Fungsi hutan harus menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan dalam pengelolan hutan kemasyarakatan. Hutan yang lestari dapat menjamin ketersediaan kayu, pangan, obat-obatan, kayu bakar yang diperlukan masyarakat sekitarnya. Jika hutan rusak semuanya akan dirugikan dan bencana yang lebih besar akan terus mengancam. Strategi lain yang bisa dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat adalah pengembangan usaha produktif 0,1650988. Usaha produktif yang paling layak dilakukan adalah mempertimbangkan potensi yang ada, ketersediaan bahan seperti kerajinan yang memanfaatkan kulit kayu. Kulit kayu ini dapat dimanfaatkan untuk membuat pot bunga plastaki, keranjang kecil, asbak. Peternakan ayam pedaging sudah banyak juga dilakukan di wilayah ini dana semakin lama semakin berkembang. Strategi yang dilakukan perlu pula mempertimbangkan kesempatan kerja dengan bobot 0,1747843. Dengan terbukanya kesempatan kerja akan ada kesempatan bagi masyarakat untuk bekerja di sekitar daerahnya tanpa harus pergi ke luar daerah dengan meninggalkan kampung halamannya. Dengan bekerja, masyarakat akan mendapatkan penghasilan. Strategi yang dilakukan harus tetap mempertimbangkan profit usaha dengan bobot 0,1202707 . Perhutani sebagai perusahaan yang mempunyai tujuan untuk terus membukukan keuntungan disamping harus memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitra hutan. Tanpa adanya profit perusahaan yang memadai akan menganggu kegiatan operasionalnya sehingga pengelolaan hutan lestari dan kemakmuran masyarakat sulit diwujudkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa prioritas utama kegiatan adalah penguatan kelembagaan dengan bobot 0,304747. Keberhasilan program hutan kemasyarakatan tidak bisa dilepaskan dari organisasi kelompok tani hutan KTH atau LMDH. Semakin solid kelompok dan semakin baik aktivitas kelompok 142 semakin besar kemampuannya untuk bisa berperan optimal sebagai wadah penyalur aspirasi dan memperjuangkan aspirasi anggota. Oleh karena itu, untuk bisa berfungsi seagaimana yang diharapkan lembaga seperti KTHLMDH perlu dioptimalkan peran, fungsi dan keberadaannya. Pembenahan manajemen, administrasi, keterampilan, soliditas kelompok diharapkan dapat dilakukan sebagai bentuk capacity building sehingga kelompok mampu mewakili aspirasi dan kepentingan anggota masyarakat dalam bernegosiasi dengan pemangku kepentingan lainnya. Akses terhadap sumberdaya hutan merupakan prioritas kedua dengan bobot 0,268322. Masalah yang dihadapi petani di sekitar hutan adalah kepemilikan lahan yang sempit bahkan tidak sedikit petani yang tunakisma tidak memiliki lahan untuk bertani. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah memanfaatkan lahan hutan yang ada baik lahan kosong maupun lahan yang ditanami pohon. Dengan demikian petani dapat melakukan tumpangsari atau pemeliharaan terhadap pohon yang sudah ada. Akses terhadap hutan merupakan alternatif solusi terhadap pemenuhan kebutuhan pokok petani baik kebutuhan terhadap lahan, pangan, kayu bakar, maupun pakan ternak. Prioritas kebijakan yang lain adalah pengelolaan hutan kemitraan yang adil dan demokratis dengan bobot 0,224637. Kemitraan memang memerlukan kesetaraan kedudukan, kesamaan persepsi, transparansi, kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak sehingga program dapat dilaksanakan dengan baik. Para pihak yang bermitra harus terbuka, saling percaya, mau belajar bersama, saling menghargai sehingga kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip kesetaraan, keadilan, dan demokrasi. Kebijakan lain yang bisa dilaksanakan dalam program hutan kemasyarakatan adalah usaha produktif dengan bobot 0,202295. Selain bertani sebagai mata pencaharian sebagian besar masyarakat di sekitar hutan, kegiatan usaha kerajinan kulit kayu bisa menjadi alternatif usaha. Kerajinan kulit kayu yang memanfaatkan limbah kulit kayu dari tempat penimbunan kayu TPK ternyata banyak dimanfaatkan masyarakat untuk membuat vas bunga plastik, keranjang, dan asbak. Pasar dari produk kerajinan ini sudah tersedia dan cukup luas. Kegiatan produktif lain yang dikembangkan rakyat adalah peternakan ayam, dengan sistem bagi hasil. Pemeliharaan ternak ayam pedaging biasa dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak investor dari luar. Masyarakat menyediakan 143 lahan,kandang, dan tenaga kerja untuk pemeliharaan, sedangkan investor menyediakan : bibit, pakan, dan pasar produk peternakan. Skenario kebijakan yang dapat dipilih dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan di Perhutani BKPH Parung panjang dapat terlihat pada gambar 9 berikut. Gambar 9 Alternatif Kebijakan dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan

8.5 Penguatan Kelembagaan