13 4. Rumusan kebijakan dan skenario seperti apakah yang mampu
mendukung terwujudnya pengelolaan hutan kemasyarakatan yang berkelanjutan?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini merupakan kajian dan analisis terhadap pengelolaan hutan kemitraan pola PHBM yang dilaksanakan di Perhutani KPH Bogor,
BKPH Parung Panjang dan dampaknya dalam memberdayakan masyarakat sekitar hutan. Secara spesifik penelitian ini bertujuan:
1. Mengkaji persepsi masyarakat terhadap program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat PHBM ditinjau dari aspek ekologi, ekonomi,
dan sosial masyarakat desa hutan. 2. Mengkaji kelembagaan dalam pelaksanaan PHBM di BKPH Parung Panjang
yang mendukung pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. 3. Mengkaji kesetaraan kedudukan antara kelompok tani dengan Perhutani
BKPH Parung Panjang termasuk dalam sistem bagi hasil. 4. Merumuskan kebijakan dan skenario pengelolaan hutan kemasyarakatan
sesuai dengan kondisi lokal menuju terwujudnya pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pihak, sedikitnya sebagai upaya:
1. Agar digunakan sebagai dasar pijak dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat, perencanaan, implementasi, monitoring dan
evaluasi kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat PHBM sehingga dapat meningkatkan keberhasilan program.
2. Memberi kontribusi keilmuan dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan yang mengutamakan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya
masyarakat. 3. Meningkatkan peran kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya hutan
bersama masyarakat PHBM di KPH Bogor.
14 4. Mengembangkan dasar pijak bagi kebijakan pengelolaan hutan
kemasyarakatan yang berkelanjutan berbasis penguatan masyarakat.
1.5 Kebaruan Novelty
Kebaruan penelitian tentang pengelolaan hutan berbasis kemitraan dengan kasus PHBM, adalah memberikan kritik terhadap pelaksanaan program
PHBM. Analisis dilakukan dengan keberpihakan pada kesejahteraan rakyat. Program PHBM dikaji secara menyeluruh, kontekstual, dan multiaras dengan
membuka selubung di balik jawaban, pola, struktur, gejala yang ada. Dalam dialog kritis ditelaah apakah PHBM memang benar-benar mampu menjadi
pranata sosial yang mampu menampung dinamika kebutuhan masyarakat, mampu memberdayakan masyarakat atau hanya sekedar sebagai peredam
konflik demi kepentingan Perhutani saja. Dari aspek kelembagaan, ditelaah seberapa kuat ”daya” lembaga lokal ketika berhadapan dengan Perhutani.
Penelitian ini juga merumuskan alternatif kebijakan pengelolaan hutan kemasyarakatan sesuai dengan kondisi lokal menuju terwujudnya pengelolaan
sumberdaya hutan yang berkelanjutan.
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hutan Kemasyarakatan
Menurut Undang-Undang no. 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan dikelompokkan menjadi hutan
produksi, hutan lindung, hutan konservasi. Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan lindung
adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Penyelenggaraan
kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Konsep pengelolaan yang ideal ini dalam praktiknya malah bertentangan dengan
kenyataan di lapangan. Selama ini pemerintah dan pengusaha lebih memilih mengelola hutan
secara otoritarian. Kebijakan ini telah memunculkan berbagai akumulasi konflik dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan. Dasarnya adalah
legalitas penguasaan hutan secara sepihak yang dilakukan oleh negara. Sedangkan masyarakat yang ada di sekitar dan di dalam hutan seringkali
menjadi kambing hitam dan mendapat stigma sebagai “maling” padahal rakyat telah mengelola hutan yang telah dilakukan secara turun temurun.
Masalah hutan terkait dengan keseluruhan isu-isu dan kesempatan- kesempatan lingkungan dan pembangunan.. Konferensi PBB tentang
Lingkungan dan Pembangunan, 1992. Seluruh kelompok masyarakat bergantung pada hutan dan pepohonan serta bertanggung jawab akan