55 lestari. Pemberian akses yang lebih luas ke hukum pada dasarnya memberikan
legalitas masyarakat setempat dalam memperoleh izin pemanfaatan hutan produksi terutama dalam pembangunan hutan tanaman karena begitu luasnya
hutan-hutan produksi yang rusak. Pembangunan HTR merupakan upaya pemerintah untuk
meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan dengan didasari oleh prinsip-prinsip pengelolaan hutan produksi.
Masyarakat diharapkan dapat lebih memahami fungsi ganda hutankawasan hutan sebagai penyangga kehidupan Hakim 2009. HTR dimaksudkan sebagai
kebijakan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan pro-poor, menciptakan lapangan kerja baru pro-job dan memperbaiki kualitas pertumbuhan melalui
investasi yang proporsional antar pelaku ekonomi pro-growth sehingga sektor kehutanan diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pertumbuhan
ekonomi nasional, perbaikan lingkungan hidup, menyejahterakan masyarakat dan memperluas lapangan kerja Emilia dan Suwito 2004.
5.2 Hubungan Perhutani dengan Masyarakat Sekitar Hutan
Pengelolaan hutan di Pulau Jawa dan Madura dimulai sejak zaman Pemerintahan Belanda dengan sejarah pengelolaan yang cukup panjang. Pada
masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Deandels, awal tahun 1800-an dibangun hutan tanaman khususnya jati. Selanjutnya pada tahun 1986
dikeluarkan Undang-Undang Kehutanan untuk Jawa dan Madura. Pada masa periode inilah pengelolaan hutan timber management dimulai.
Perum Perhutani menjadi Badan Usaha Milik Negara BUMN pada tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah PP nomor 15 tahun 1972 dengan
wilayah kerja pada awalnya kawasan hutan negara di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan PP nomor 2 tahun 1978, kawasan wilayah kerjanya
diperluas sampai kawasan hutan negara di provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1986, Perum Perhutani mengalami penyesuaian berdasarkan
PP nomor 36 tahun 1986 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara Perum Perhutani dan disempurnakan kembali melalui penetapan PP nomor 53 tahun
1999 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara Perum Perhutani. Sesuai PP nomor 14 tahun 2001, Pemerintah menetapkan Perhutani sebagai BUMN
dengan bentuk Perseroan Terbatas PT. Dengan berbagai pertimbangan dari segala aspek, keberadaan Perhutani sebagai perseroan dikembalikan menjadi
56 Perum berdasarkan PP nomor 30 tahun 2003. Dalam operasionalnya Perum
Perhutani di bawah koordinasi Kementerian Negara BUMN dan dengan bimbingan teknis dari Departemen Kehutanan. Dalam menjalankan tugasnya
Perum Perhutani dipimpin oleh direksi yang bertanggung jawab atas kepengurusan perusahaan dan Dewan Pengawas yang bertugas melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi. Wilayah kerja Perum Perhutani meliputi kawasan hutan negara yang
terdapat di wilayah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Jawa Barat dan Banten seluas 2.426.206 hektar. Luas tersebut tidak termasuk
kawasan hutan suaka alam dan wisata yang dikelola oleh Ditjen PHPA Departemen Kehutanan. Berdasarkan amanat UU nomor 41 tentang Kehutanan,
minimal 30 merupakan luasan hutan dibanding daratan. Kondisi yang ada saat ini adalah sekitar 24 sehingga perlu dipertahankan keberadaannya sehingga
dapat berperan mempertahankan daya dukung lingkungan. Tabel 11. Wilayah kerja dan luas hutan Perhutani
Unit Kerja Provinsi
Hutan Produksi
Ha Hutan
Lindung Ha
Total Luas Ha
Unit I Jawa
Tengah 546.290
84.430 630.720
Unit II Jawa Timur
809.959 326.520
1.136.479 Unit III
Jawa Barat Banten
349.649 61.406
230.708 17.244
580.357 78.650
Jumlah 1.767.304
658.902 2.426.206
Sumber : Perhutani 2008 Dalam upaya memulihkan potensi sumberdaya hutan yang berupa lahan
kosong seluas 396.985 hektar, Perum Perhutani mencanangkan Perhutani hijau 2010. Rehabilitasi hutan seluas ± 100.000 hektar per tahun, dengan penanaman
jenis Jati Plus Perhutani. Rehabilitasi hutan dilaksanakan di lokasi bekas tebangan dan kawasan
tidak produktif. Pelaksanaan reboisasi melibatkan partisipasi aktif masyarakat dengan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM baik dengan
tanam tumpangsari atau banjar harian, penetapan pola tanam, optimalisasi ruang, maupun pengembangan usaha produktif. Reboisasi hutan dengan sistem
tumpangsari memberikan kontribusi besar dalam produksi pangan. Dalam jangka pendek sistem tumpangsari memberikan hasil dan mampu menyerap tenaga
kerja dalam jumlah yang signifikan.
57 Pemeliharaan hutan bertujuan untuk mendapatkan tegakan yang
berkualitas dan bernilai ekonomi tinggi pada akhir daur. Kegiatan pemeliharaan hutan meliputi penyiangan, wiwil pembersihan tunas air, pruning pemangkasan
cabang, penjarangan, pencegahan terhadap hama dan penyakit, pencegahan gangguan penggembalaan dan perlindungan hutan lainnya.
Perlindungan hutan merupakan upaya untuk mencegah kerusakan dari gangguan keamanan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, meliputi : pencurian
pohon, okupasi lahan, penggembalaan liar, kebakaran hutan, dan bencana alam. Upaya pengamanan hutan dilakukan secara preemtif, persuasif, preventif
dan represif dengan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat desa hutan melalui sistem PHBM Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Upaya represif
dilaksanakan bekerja sama dengan jajaran kepolisian dan aparat keamanan lainnya.
Total asset Perhutani pada tahun 2007 tercatat 1.413,402 milyar sedangkan tahun 2008 sebesar Rp.1.526,712 milyar. Margin keuntungan pada
tahun 2008 mengalami peningkatan keuntungan sebesar Rp 200,318 milyar sedangkan tahun 2007 sebesar Rp.51,475 milyar Perhutani 2007.
Jika melihat apa yang menjadi visi Perhutani yaitu: m
Perum Perhutani pada dasarnya memainkan tiga peran pokok, yaitu sebagai penguasa tanah hutan, perusahaan kehutanan, dan institusi konservasi
hutan. Misi Perum Perhutani sebagai berikut : 1. Mengelola sumberdaya hutan dengan prinsip pengelolaan hutan lestari berdasarkan karakteristik wilayah dan
daya dukung daerah aliran sungai DAS serta meningkatkan manfaat hasil hutan kayu dan non-kayu, ekowisata, jasa lingkungan, agroforestri serta potensi usaha
berbasis kehutanan lainnya guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin pertumbuhan perusahaan secara berkelanjutan. 2. Membangun dan
mengembangkan perusahaan, organisasi serta sumberdaya manusia perusahaan yang modern, profesional dan handal serta memberdayakan
masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi enjadi pengelola
hutan lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, seharusnya faktor kelestarian hutan, dan kemakmuran rakyat menjadi titik pijak semua aktivitas
perusahaan. Pencapaian agar rakyat makmur sejahtera selayaknya mendapatkan prioritas pertama. Oleh karena itu program-program
pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan bisa menjadi pintu masuk untuk dapat mencapai tujuan pengelolaan hutan di Jawa.
58 masyarakat desa hutan atau koperasi petani hutan. 3. Mendukung dan turut
berperan serta dalam pembangunan wilayah secara regional dan nasional, serta memberikan kontribusi secara aktif dalam penyelesaian masalah lingkungan
regional, nasional dan internasional SK Nomor : 17KptsDir2009 tanggal 9 Januari 2009.
Hubungan antara Perum Perhutani dengan masyarakat desa sekitar hutan mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan kondisi sosial
politik yang melingkunginya. Pada masa orde baru, berbagai kebijakan yang
menempatkan hutan sebagai objek eksploitasi demi pertumbuhan ekonomi dan akumulasi modal. Sebaliknya keterlibatan masyarakat tidak diberikan ruang yang
memadai dalam pengelolaan hutan. Konflik antara Perhutani dengan penduduk karena tidak ditemukannya kesatuan padang antara negara danatau para
”pengelola formal” kawasan hutan dengan aspirasi penduduk yang hidup dan berkembang di sekitar kawasan tersebut.
Dengan model magersari, rakyat hanya “numpang hidup” di lahan-lahan yang dikelola Perhutani dengan menanam tanaman pangan di sela-sela tanaman
pokok. Rakyat boleh menggarap lahan hutan untuk ditanami tanaman pangan seperti padi, jagung, singkong. Di sela-sela tanaman itu rakyat harus menanam
jati dengan jarak yang rapat. Waktunya dibatasi sampai dua tahun. Bentuk lainnya rakyat sebagai orang upahan yang bekerja dan diperintah oleh para
mandor baik dalam penanaman, pemeliharaan, dan pemanen hasil hutun. Pada era reformasi ketika euforia politik terjadi, negara dalam posisi
lemah, sebaliknya kuasa rakyat berada dalam posisi kuat. Masyarakat di sekitar hutan seperti lepas dari belenggu yang mengungkung mereka selama ratusan
tahun. Pencurian hasil hutan, penjarahan melanda, okupasi lahan untuk dijadikan areal pertanian tanaman pangan, buah-buahan terjadi secara massif di hampir
semua wilayah Perhutani. Perhutani tidak mampu berbuat banyak dengan kondisi yang terjadi.
Keberadaan Perhutani, sebagai pengelola tunggal hutan di Jawa juga tidak bebas dari kritik. Perusahaan milik negara ini digugat oleh para LSM agar
dilakukan audit sebagai langkah awal dalam meletakkan dasar baru penguasaan dan pengelolaan hutan di Indonesia. Sejumlah LSM di Jawa Barat pada tahun
2008 melakukan protes dengan menuntut pembubaran Perhutani karena dalam
kegiatan operasionalnya di lapangan seringkali bermusuhan atau curiga dengan masyarakat. Masyarakat dianggap perusak dan penjarah hutan, sehingga dalam
59 pengelolaan dan pelestarian hutan kurang melibatkan partisipasi rakyat.
Kalangan LSM menganggap bahwa Perhutani selayaknya direorganisasi, peran serta masyarakat diperluas, sehingga hutan dapat berkontribusi bagi seluruh
rakyat khususnya bagi masyarakat sekitar hutan.Kompas 2008.
5.3 Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM