Berkurangnya Sumber Mata Air setelah Penanaman Akasia

73 Perhutani sebagai perusahaan yang harus menghasilkan keuntungan harus diberikan beban untuk ikut memperhatikan desa hutan. Inisiatif dan prakarsa pemberdayaan masyarakat berasal dari Perhutani sehingga wajar jika terjadi bias dengan kepentingan Perhutani. Fokus utama program adalah untuk mengamankan hutan. Permasalahan penting yang krusial untuk diatasi dalam pengelolaan hutan adalah masalah pencurian dan kebakaran hutan. Salah satu langkah preventif yang dilakukan untuk menangani kebakaran dan pencurian adalah diadakannya giliran jaga dari para petani penggarap. Kejadian kebakaran hutan dicoba dihubungkan dengan giliran jaga. Berdasarkan uji chi square didapatkan hasil sebagai berikut : Table 19 hubungan antara kebakaran dan giliran jaga Variable Pearson chi square Value Df Asymp. Sig. 2-sided Giliran jaga 11.019 8 0.088 Giliran jaga 8.721 6 0.190 Dari hasil di atas dapat dikatakan bahwa hubungan kebakaran hutan dan giliran jaga signifikan pada tingkat kepercayaan 90. Untuk melihat apakah pencurian kayu hutan berhubungan secara signifikan dengan giliran jaga diuji dengan menggunakan uji chi square sebagaimana terlihat pada Tabel 20 berikut: Tabel 20 Hasil uji hubungan giliran jaga dengan pencurian kayu. Variable Pearson chi square Value Df Asymp. Sig. 2-sided Giliran jaga 8.721 6 0.190 Dari hasil uji pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa hubungan antara pencurian kayu dengan giliran jaga tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95 atau 90.

6.4 Berkurangnya Sumber Mata Air setelah Penanaman Akasia

74 Pengelolaan hutan secara berkelanjutan mempunyai arti menciptakan kondisi sumberdaya hutan yang keberadaannya terjamin secara mantap dan berfungsi optimal secara terus menerus. Untuk mewujudkannya diperlukan tingkat produktivitas dan kualitas hutan yang tinggi, tingkat erosi yang minimal, debit air sungai yang relatif stabil, terpeliharanya keanekaragaman jenis hayati dan lingkungan, serta kondisi biofisik lingkungan yang baik. Hutan tropis Indonesia memiliki peran strategis untuk kehidupan ekologis di bumi. Dengan luas kawasan hutan nomor tiga setelah Brasil dan Zaire, hutan tropis Indonesia merupakan paru-paru dunia yang berpengaruh terhadap gejala pemanasan global. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, sedikitnya 12 juta hektar kawasan hutan di Indonesia dalam kondisi terlantar. Hutan primer hanya tersisa 43 juta hektar. Deforestry saat ini mencapai 1,1 juta hektar per tahun, sedangkan pada masa orde baru mencapai 3 juta hektar per tahun. Degradasi sumberdaya hutan yang sudah melampaui batas tidak menguntungkan bagi kepentingan ekologi atau lingkungan. Eksploitasi dan eksplorasi hutan yang berlebihan dan melampuai batas daya dukung lingkungan, hanya akan menghasilkan nilai ekonomi yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya pemulihan. Hutan di Indonesia yang semula meliputi 70 persen dari seluruh permukaan daratan, atau sekitar 130 juta hektar, secara sistematis mengalami deforestrasi, bahkan 42 juta hektar sudah nyaris tanpa vegetasi. Memang hutan termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dengan penghijauan, tetapi dalam pelaksanaannya rehabilitasi tidak mudah dilaksanakan. Pemanfaatan hutan dengan alasan kepentingan ekonomi harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, dan aspek sosial budaya masyarakat sekitar hutan. Kondisi kawasan hutan di BKPH Parung Panjang sekarang ini berbeda jauh dengan kondisi hutan sebelumnya. Pada era orde lama hutan sangat bagus dengan jenis tegakan puspa, mahoni, tambesu. Mata air banyak ditemukan di sekitar hutan, sumber mata air tetap ada meski sudah kemarau lebih dari tiga bulan. Banyak rumput untuk pakan ternak, dan jamur merah kunir. Fauna juga beragam: babi hutan, kelinci, ayam hutan, berbagai burung, ular, dan banyak ikan . Ketika jenis tanaman diganti dengan accacia mangium , biodiversitas flora dan fauna menurun. Sekarang sumber air setelah kemarau satu bulan sudah kering, tetapi ketika musim hujan air meluber-luber. 75 Saat ini tanaman acasia merupakan andalan untuk produksi kayu dari BKPH Parung Panjang. Produksi pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 21 berikut : Tabel 21 produksi tebangan tahun 2009 Parung Panjang m 3 Jenis tebangan Produksi A.2 2.130,47 B.1 3.926,66 E 375,95 Jumlah 6.433,08 Sumber : Perhutani BKPH Parung Panjang 2009 Hubungan antara peubah lingkungan dengan peubah lainnya dilakukan uji chi square pada Tabel 22. Tabel 22 Hasil uji hubungan peubah yang berkaitan dengan lingkungan Variable Pearson chi square Value Df Asymp. Sig. 2-sided Sarana prasarana 11.487 2 0.003 +++ Tingkat kebakaran 17.430 4 0.002 +++ Peningkatan reboisasi 12.743 2 0.002 +++ Pengurangan pencurian 5.023 4 0.285 Ketersediaan air 1.396 2 0.497 Dari hasil tersebut terlihat bahwa kondisi hutan berhubungan secara signifikan dengan sarana prasarana, tingkat kebakaran dan peningkatan reboisasi pada tingkat kepercayaan 95. Variabel-variabel lain seperti pengurangan pencurian dan ketersediaan air tidak berhubungan secara signifikan.

6.5 Ikhtisar