81 PKPH ini terlihat peran negara yang sangat dominan yang diwakili oleh Perhutani
KPH Malang dan Dinas Kehutanan Kabupaten Malang. sebagai representasi negara menganggap bahwa kewenangan pengambilan keputusan tentang
pengelolaan sumberdaya hutan hanya menjadi kewenangan negara. Peran masyarakat dalam pengambilan keputusan tidak ada, dan hanya dilibatkan pada
tahapan pencarian alternatif kebijakan. Dominasi negara Pemerintah Daerah telah mengurangi hak yang seharusnya didapatkan oleh masyarakat.
Pengurangan hak bagi hasil bagi masyarakat dalam PKPH yang semula 25 proporsi yang diterima masyarakat justru semakin menurun menjadi 20 karena
pemerintah daerah merasa berhak mendapat bagi hasil karena telah membina.
Dominasi negara dalam proses formulasi kebijakan PKPH ini terwujud dalam dua hal yaitu: 1.Pengabaian masyarakat desa hutan dan
LSM secara sengaja dalam penyusunan MoU yang menjadi dasar kebijakan PKPH di Kabupaten Malang 2 Diambilnya hak masyarakat
dalam proporsi bagi hasil sebesar 5 oleh pemerintah daerah. Jika penguasaan dan pemanfaatan hutan masih dipandang sebagai
kewenangan negara, maka negara akan memberi ruang yang terbatas bagi partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan. Pengabaian secara
sengaja terhadap partisipan yang lemah masyarakat oleh partisipan yang kuat negara, menyebabkan proses formulasi kebijakan tidak
demokratis dan menghasilkan kebijakan yang tidak berkeadilan Kusdamayanti 2008.
7.2 Ketidaksetaraan Kedudukan dalam Perjanjian Kerja Sama
Teks merupakan representasi yang berkaitan dengan realitas. Fairclough 1995 melihat bahwa wilayah teks merupakan wilayah analisis fungsi
representasional-interpersonal teks dan tatanan wacana. Fungsi representasional teks menyatakan bahwa teks berkaitan dengan bagaimana
kejadian, situasi, hubungan dan orang yang direpresentasikan dalam teks. Ini berarti bahwa teks bukan hanya sebagai cermin realitas tapi juga membuat versi
yang sesuai dengan posisi sosial, kepentingan dan sasaran. Fungsi interpersonal adalah proses yang berlangsung secara simultan dalam teks.
Wacana bukan dilihat dalam keadaan mentah tapi sebaliknya wacana dalam konteks publik adalah wacana yang diorganisasi ulang dan
82 dikontekstualisasikan agar sama dengan bentuk ekspresi tertentu yang sedang
digunakan. Bentuk ekspresi teks tertentu mempunyai dampak besar atau apa yang terlihat, siapa yang melihat dan dari perspektif sudut pandang macam apa.
Wacana membutuhkan analisis intertekstualitas. Analisis ini lebih ingin mengetahui hubungan antara teks dengan praktek wacana. Intertekstualitas ini
bisa berproses Selain itu, analisis ini juga ingin melihat cara transformasi dan relasi teks satu dengan teks yang lain. Dalam perspektif ekonomi politik kritis,
analisis ini memperlihatkan proses komodifikasi dan strukturasi. Pemaknaan dan makna tidak an sich ada dalam teks atau wacana itu
sendiri Fiske, 1988. Hal ini bisa dijelaskan, ketika kita membaca teks, maka makna tidak akan kita temukan dalam teks yang bersangkutan. Yang kita
temukan adalah pesan dalam sebuah teks. Teks tersebut harus ditempatkan dalam identifikasi kultural di mana konteks tersebut berada. Isi teks perlu
dimasukkan ke dalam peta makna. Identifikasi sosial, kategorisasi, dan kontekstualisasi dari peristiwa adalah proses penting di mana peristiwa itu dibuat
bermakna bagi khalayak. Sebagian besar tindakan manusia dilakukan lewat dan dipengaruhi oleh
penggunaan dan artikulasi kebahasaan. Bahasa menempati posisi penting dalam telaah politik. Pemahaman lewat wacana bahasa language discourse semakin
dianggap penting setelah munculnya posmodernisme dan pascastrukturalisme dalam kajian filsafat dan epistimologi modern. Bahasa di dalam dirinya tampil
sebagai representasi dari pagelaran berbagai macam kekuatan. Bahasa merupakan salah satu ruang tempat berbagai kepentingan, kekuatan, proses
hegemoni terjadi Hikam, 1996. Dari telaah teks terhadap perjanjian kerja sama yang disepakati
menunjukkan adanya ketidaksetaraan kedudukan antara kelompok tani dengan Perhutani. Diberikannya sanksi-sanksi yang menekan diberlakukan kepada
petani merupakan indikasi adanya hubungan asimetris. Faktor keamanan hutan juga lebih banyak dibebankan pada pihak petani. Jika pada waktu pemungutan
produksi produksi tidak memenuhi target akibat pencurian pada suatu petak, maka kehilangan pohon tersebut dibebankan pada bagian bagi hasil yang di
terima petani. Yang lebih fatal lagi jika anggota kelompok tani ada yang mencuri, maka secara otomatis anggota tersebut akan hilang segala haknya dan di
keluarkan dari ke anggotaan LMDH. Padahal pencurian kayu dalam kenyataannya tidak hanya dilakukan oleh para petani saja, tetapi terkadang juga
83 melibatkan petugas perhutani. Jika ada anggota KTH terlibat dalam gangguan
keamanan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku pada peraturan Perum Perhutani. Selain tidak mendapatkan bagian dalam bagi hasil , petani juga
bisa terkena sanksi pidana. Isi dari naskah perjanjian kerja sama antara Perhutani dengan ketua
KTH LMDH diawali dengan kerjasama melalui perjanjian kerja sama PHBM yang disepakati oleh para pihak. Isi perjanjian tersebut terdiri dari 16 pasal. Bentuk
kerja sama adalah adanya kesepakatan untuk membuat dan melaksanakan usaha bersama dalam mengelola hutan di lokasi petak pangkuan desa yang
terletak di BKPH Parung Panjang dengan pola PHBM pasal 3. Objek perjanjian adalah kawasan hutan negara yang dikelola oleh Perum
Perhutani KPH Bogor, BKPH Parung Panjang dengan luasan tertentu. Lahan yang akan digunakan berstatus sebagai kawasan hutan negara yang tetap di
bawah penguasaan Departemen Kehutanan yang pengelolaanya dilimpahkan pada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten cq KPH Bogor, BKPH
Parungpanjang Pengelolaan hutan bersama meliputi kegiatan pelestarian fungsi hutan meliputi : 1. perencanaan 2. penanaman 3. peme-liharaan 4
penjarangan 5. Pengamanan dan 6. Pemanenan Salah satu hal yang menunjukkan adanya ketidaksetaraan kedudukan
antara kelompok tani dengan Perhutani adalah adanya sanksi-sanksi yang begitu memberatkan pihak petani. Keamanan hutan lebih banyak dibebankan pada
pihak petani. Sebagaimana pernyataan “ Apabila pada waktu pemungutan produksi jumlah tegakan yang ditebang terjadi pengurangan sehingga jumlah
pohon tidak normal sesuai tabel tegakan tinggal sebagai akibat pencurian pada suatu petakpetak anak, maka kehilangan pohon tersebut dibebankan pada
bagian bagi hasil yang diterima pihak petani yang besarnya sebagaimana tabel tegakan tinggal.”
Keamanan hutan dengan demikian menjadi tanggung jawab petani, termasuk jika terjadi pencurian sebagian pohon akan menjadi beban dan
dikonversi berapa kehilangan pencurian yang akan dihitung sejumlah pohon yang hilang. Yang lebih fatal lagi jika dalam kelompok tani terdapat anggota
yang mencuri, maka secara otomatis hilang segala haknya dan dikeluarkan dari keanggotaan LMDH.
Pencurian dalam kenyataannya tidak hanya dilakukan oleh para petani saja, tetapi terkadang juga melibatkan petugas perhutani. Jika ada anggota
84 Perhutani terlibat dalam gangguan keamanan dikenakan sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku pada peraturan Perum Perhutani. Selain tidak mendapatkan bagian dalam bagi hasil pihak kedua juga bisa kena sanksi pidana
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila terjadi pemindah tanganan hak, maka dengan sendirinya segala hak yang dimiliki dalam
perjanjian ini batalgugur demi hukum. Penyelesaian setiap perselisihan yang timbul akan diselesaikan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat melaluai perundingan para pihak. Apabila kesepakatan tidak tercapai, maka perselisihan diselesaikan melalui Forum
Komunikasi Pengelolaan Hutan Bersama Masarakat FK-PBHM. Apabila penyelesaian secara muyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka para pihak
sepakat untuk menyelesai kan melalui jalur hukum. Dalam pelaksanaan PHBM selain menghasilkan kayu dan hasil hutan
nonkayu termasuk kepentingan Perhutani dari lahan PHBM juga diharapkan dapat dihasilkan produk pertanian seperti tanaman pangan. Bagi hasil dari jenis
kayu lain mengacu pada rumus sebagai mana ketentuan pasal 7 ayat 6. Bagi hasil pada pemanfaatan benih biji Acacia magnium dan mahoni akan dibayar
oleh Pihak Pertama, dengan membayar biaya pengunduhan yang di tentukan. Mekanisme bagi hasil : kayu bakar yang menjadi hak pihak kedua dari
tebangan penjarangan dan tebangan habis diserahkan oleh pihak pertama kepada pihak kedua di lokasi tebangan TP dengan Berita Acara yang di tanda
tangani oleh kedua pihak. Hasil produksi kayu yang menjadi hak pihak kedua baik yang berasal
dari tebangan penjarangan maupun tebang habis ditetapkan setelah seluruh hasil tersebut diterima di tempat penimbunan kayu TKP dan dibuatkan Berita
Acara yang ditanda tangani oleh kedua pihak sebagaimana diatur pasal 7 ayat 3.
Penyerahan bagian nilai hasil produksi pihak kedua dilakukan bila kegiatan produksi pada petakanak petak yang bersangkutan sudah selesai dan
seluruh hasil sudah diterima di Tempat Penimbunan Kayu TKP yang dihitung berdasarkan harga jual dasar HJD kemudian dikurangi biaya manajemen
biaya persiapan, pemanenan, angkutan, pengaplingan di TKP. Jangka waktu perjanjian berlaku dilakukan selama daur tebangan habis
terhitung sejak ditandatangani perjanjian ini dan akan ditinjau kembali secara periodik setiap 2 dua tahun. Perjanjian ini akan di evaluasi setiap 1 satu tahun
85 dan apabila satu pihak melanggar kesepakatan ini,maka dapat dikenakan sanksi
sesuai pasal 13 perjanjian ini. Jika jangka waktu tersebut berakhir, dapat diadakan perjanjian kembali sesuai dengan kesepakatan antara kedua pihak.
Sanksi-sanki yang diterapkan dalam perjanjian kerja sama : 1. Tanaman: Apabila proses tumbuhan tanaman kehutanan di bawah 90
sampai dengan tahun ke III, maka pihak pertama dan pihak kedua berkewajiban untuk bersama-sama nelakukan penyulaman dengan ketentuan
bahwa bibit disediakan oleh pihak pertama. 2. Keamanan hutan :
a. Apabila pada waktu pemungutan produksi jumlah tegakan yang di tebang terjadi pengurangan sehingga jumlah pohon tidak normal susai tabel tegakan
tinggal sebagai akibat pencurian pada suatu petakpetak anak, maka kehilangan pohon tersebut dibebankan pada bagian bagi hasil yang
diterima pihak kedua yang besarnya sebagai mana tabel tegakan tinggal. b. Apabila terdapat anggota pihak kedua terlibat dalam gangguan keamanan
hutan, maka secara otomatis hilang segala haknya dan dikeluarkan dari keanggotaan LMDH.
c. Apabila ada anggota pihak pertama terlibat dalam gangguan keamanan diberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku pada peraturan Perum Perhutani.
d. Pelaku tindak pidana sebagaimana ayat 2 pasal ini dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Apabila terjadi pemindahtanganan hak, maka dengan sendirinya segala hak yang dimiliki dalam perjanjian ini batalgugur demi hukum.
7.3 Sistem Bagi Hasil Antara Perhutani dan Masyarakat