Kelembagaan sebagai Prakondisi Pelibatan Rakyat

29 ke orang lainnya, kelompok atau lembaga, dan 5 Hak pelepasan rights of alienation, yakni hak untuk menjual atau menyewakan atau kedua-duanya. Akses masyarakat terhadap kekuasaan dan sumber-sumber instrumental dalam memperkuatan pengambilan keputusan dan formulasi kebijakan membutuhkan adanya modal sosial. Modal sosial dapat dipergunakan untuk melihat fungsi-fungsi hubungan hierarki organisasi, seperti struktur organisasi formal, regim politik, sistem hukum, sistem pengadilan, dan kebebasan politik Krishna, 1999. Kemiskinan dan kekurangan pangan masyarakat miskin menurut Sen 1981 bukan semata-mata karena keterbatasan SDA, tetapi lebih karena mekanisme sosial politik yang mengakibatkan kekuarangan pengakuan hak pertukaran bagi masyarakat miskin. Pengakuan hak sering bersifat mendua, dan berada pada wilayah abu-abu, sehingga membuatnya menjadi konsep yang bermanfaat bagi analisis sosial politik. Dietz 1998 menyatakan bahwa bentang alam dan cadangan SDA dalam suatu kawasan adalah gelanggang politik yang diperebutkan. Berkaitan dengan beragam SDA, maka pengakuan hak mencakup tiga hal; 1 hak atas sumberdaya sendiri, 2 hak untuk memanfaatkannya, dan 3 hak untuk ikut serta dalam proses pembuatan keputusan-keputusan pengelolaannya. Dari beberapa uraian di atas, dapat diketahui bahwa masalah tenurial terjadi dan berkaitan langsung dengan masalah kekuasaan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan hukum.

2.6 Kelembagaan sebagai Prakondisi Pelibatan Rakyat

Kelembagaan merupakan jantung dalam pelaksanaan kemitraan. Berhasil atau tidaknya program sangat ditentukan oleh kesipan kelembagaan yang mendukungnya. Kelembagaan menurut Kartodihardjo 2006 mencakup organisasi players of the game, hak-hak atas sumberdaya alam, peraturan perundang-undangan rules of the game, struktur pasar, pengetahuan dan ingormasi, serta proses-proses politik di dalam pemerintahan. Keputusan dan tindakan sangat ditentukan oleh kelembagaan. Lembaga menurut Ostrom 1992 merupakan seperangkat aturan yang berlaku atau dipergunakan yang dijadikan sebagai acuan bertindak. Institusi menurut Merton 1975 memiliki dua fungsi utama, yakni; 1 fungsi manifest yang merupakan tujuan lembaga yang diakui dan dikehendaki, dan 2 Fungsi 30 laten yakni hasil yang tidak dikehendaki dan mungkin tidak diakui, ataupun jika diakui dianggap sebagai hasil sampingan. Fungsi Laten institusi mungkin; 1 mendukung fungsi manifes, 2 tidak relevan, dan atau 3 malahan merongrong dan meruntuhkan fungsi manifest. Fungsi laten pada umumnya cenderung meruntuhkan institusi atau merintangi apa yang mau dicapai oleh fungsi manifes. Fungsi institusi dapat bergeser atau berubah bergantung kepada; 1 institusi tidak berhasil memenuhi kebutuhan yang harus diberikan kepada pengikutnya, 2 dua atau lebih institusi mampu memenuhi kebutuhan pengikutnya, tetapi akan ada salah satu diantara mereka yang memiliki kemampuan yang paling tinggi, dan 3 pengalihan fungsi diantara institusi- institusi seringkali merupakan penyelesaian terhadap berbagai kelemahan yang timbul. Proses pelembagaan institutionalization menurut Horton dan Hunt 1991 terdiri dari penetapan norma-norma yang pasti yang menentukan posisi status dan fungsi peranan untuk perilaku. Suatu norma merupakan sekelompok harapan perilaku. Dalam prosesnya, pelembagaan mencakup pergantian perilaku secara spontan atau eksperimental dengan perilaku yang diharapkan, dipolakan, teratur dan dapat diramalkan. Cohen 1992 menyatakan bahwa pelembagaan adalah perkembangan sistem yang teratur dari norma dan peranan-peranan yang ditetapkan yang diterima oleh masyarakat. Melalui pelembagaan, perilaku yang spontan dan semaunya diganti dengan pelilaku yang teratur dan direncanakan. Institusi memiliki struktur yang mencakup kompleksitas dinamika interaksi antara 3 variabel, yakni; 1 individu, 2 organisasi, dan 3 norma-norma sosial. Hasil dari proses institusionalisasi adalah reformasi organisasi, reformasi kebijakan, ratifikasi peraturan, atau bahkan perubahan nilai dan norma Alikodra, 2004. Masing-masing institusi memiliki karakteristik, yakni; 1 memiliki nilai dan tujuan utama yang bersumber dari para anggota untuk memenuhi kebutuhan khusus masyarakat, 2 bersifat permanen dalam hal pola-pola perilaku yang ditetapkan institusi, 3 perubahan dramatis dapat mengakibatkan perubahan pada institusi lain, 4 bersifat dependent, disusun dan diorganisasi secara sempurna disekitar rangkaian pola-pola norma, nilai dan periulaku yang diharapkan, dan 5 ide-ide institusi pada umumnya diterima oleh mayoritas 31 anggota masyarakat, walaupun mereka belum tentu beroartisipasi didalam institusi tersebut Cohen, 1992. Lebih lanjut Horton dan Hunt 1991 menyatakan lembaga juga merupakan sistem hubungan sosial yang terorganisasi yang mengejewantahkan nilai-nilai serta prosedur umum tertentu dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Lembaga adalah sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting, atau sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia. Proses- prosesnya terstruktur untuk melaksanakan berbagai kegiatan tertentu. Lembaga tidak mempunyai anggota, tetapi mempunyai pengikut Horton dan Hunt, 1991; Cohen, 1992 Institusi menurut Opschoor 1994 dalam Alikodra 2004 adalah konsolidasi perilaku, formal atau informal, termasuk konvensi sosial dan berbagai organisasi yang berpengaruh terhadap perilaku manusia, konvensi sosial pasar dan setting administrasi dan struktur sosial yang terkait dengan perilaku manusia seperti nilai, aturan, adat, moral dan sebagainya. Lembaga lingkungan mencakup berbagai organisasi yang ada, seperti lembaga formal yang memiliki fungsi dan peranan di bidang lingkungan, LSM, norma dan nilai-nilai sosial, termasuk frame-work politik, program-program lingkungan, pola komunikasi dan gerakan-gerakan sosial. Pengembangan institusi dan proses pelembagaan memerlukan struktur institusi Alikodra 2004.

2.7 Kerangka Pemikiran