H ASIL DAN PEMBAHASAN
III. H ASIL DAN PEMBAHASAN
a. Torsi Mesin Torsi dari pembakaran campuran bioetanol dengan premium (E0, E5, E10, E15, E20, E25 dan E30) dalam mesin disajikan dalam gambar 1.
220 | Prosiding Semnas FPTVI Bali 2017 220 | Prosiding Semnas FPTVI Bali 2017
y = -4E-06x 2 + 0,029x + 115,16
R² = 0,8784
R² = 0,8925
y = 2E-10x 3 - 6E-06x 2 + 0,0383x + 100,2
y = -4E-06x 2 + 0,0278x + 116,58
R² = 0,9111
R² = 0,886
y = -3E-06x 2 + 0,0254x + 112,78 R² = 0,8635
) Nm
i ( rs o
T y = -3E-06x 2 + 0,0252x + 115,87
R² = 0,8932 y = 1E-10x 3 - 5E-06x 2 + 0,0348x + 101,31
R² = 0,8627
Poly. (E0)
Poly. (E5)
Poly. (E10)
Poly. (E15)
Poly. (E20)
Poly. (E25)
Poly. (E30)
Kecepatan mesin (rpm)
Gambar 1. Hubungan kecepatan mesin dengan torsi
Pada saat putaran masih rendah pemasukan bahan bakar belum maksimal sehingga torsi hasil pembakaran masih renda sesuai dengan gambar 1. Seiring dengan bertambahnya putaran mesin dan pemasukan bahan bakar semakin baik sehingga pembakarannnya semakin mendekati sempurna, sehingga torsinya bisa maksimum yaitu pada kecepatan putaran mesin 3500 rpm dengan torsi 173 Nm terjadi pada pemakaian bahan bakar E25. Kemudian semakin tinggi putaran mesin torsinya semakin menurun. Torsi hasil proses pembakaran dengan bahan bakar bioetanol dari limbah buah tomat dengan campuran premium (E5-E30) jika dibandingkan dengan torsi yang dihasilkan dari pembakaran premium lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan karena dengan bahan bakar E5-E30) kualitas bahan bakarnya lebih baik, yaitu nilai oktanya lebih besar, sehingga energi panas hasil pembakarannya lebih besar, torsi maksimum tercapi pada bahan bakar E25,
b. Daya Mesin Daya dari pembakaran campuran bioetanol dengan premium (E0, E5, E10, E15, E20, E25 dan E30) dalam mesin disajikan dalam gambar 2.
221 | Prosiding Semnas FPTVI Bali 2017 221 | Prosiding Semnas FPTVI Bali 2017
R² = 0,9354
R² = 0,8748
y = -8E-06x 2 + 0,0802x - 71,788 R² = 0,8873
p) H
y = 2E-10x 3 - 1E-05x 2 + 0,0867x - 89,039
R² = 0,9564 Da y = 4E-10x 3 - 1E-05x 2 + 0,0997x - 104,22
R² = 0,9655
Poly. (E0)
Poly. (E5)
Poly. (E10)
Poly. (E15)
Poly. (E20)
Poly. (E25)
Poly. (E30)
y = -8E-06x 2 + 0,0824x - 85,128 R² = 0,93
y = -8E-06x 2 + 0,0754x - 67,31
Kecepatan Mesin (rpm)
R² = 0,9129
Gambar 2 Hubungan kecepatan mesin dengan daya
Pada saat kecepatan mesin masih rendah yaitu antara kecepatan 2000 rpm sampai dengan 3000 rpm pemasukan bahan bakar ke dalam silinder belum maksimal tetapi campurannya kaya, sehingga proses pembakarannya kurang sempurna dan energi panas yang dihasilkan masih rendah, dengan demikian torsi dan daya yang dihasilkan juga masih rendah seperti ditunjukkan pada gambar 1 dan 2. Seiring dengan bertambah kecepatan putaran mesin proses pemasukan bahan bakar semakin mendekati sempurna, sehingga proses pembakarannya semakin baik, hal ini dibuktikan bahwa daya maksimum dicapai pada kecepatan mesin 50 rpm dengan daya 125,55 Hp terjadi pada pemakaian bahan bakar E25. Kemudian pada kecepatan putaran mesin 5750 daya mesin mulai menurun, karena pada kecepatan tinggi campuran udara dan bahan bakarnya semakin kurus sehingga energi panas pembakarannya semakin menurun akibatnya daya yang dihasilkan juga menurun. Daya yang dihasilkan dari proses pembakaran dengan bahan bakar E5-E30 lebih tinggi jika dibandingkan dengan daya yang dihasilkan dari proses pembakaran dengan bahan bakar premium. Hal tersebut disebabkan karena nilai oktan bahan bakar E5-E30 lebih tinggi dan atom oksigennya lebih banyak sehingga proses pembakarannya lebih baik.
c. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Sfc) Konsumsi bahan bakar spesifik dari pembakaran campuran bioetanol dengan premium (E0, E5, E10, E15, E20, E25 dan E30) dalam mesin disajikan dalam gambar 3
222 | Prosiding Semnas FPTVI Bali 2017 222 | Prosiding Semnas FPTVI Bali 2017
y = 2E-08x 2 - 0,0001x + 1,0414
y = 1E-08x 2 - 0,0001x + 1,0116
y = 1E-08x 2 - 0,0001x + 0,9602
m su n y = 1E-08x 2 - 1E-04x + 0,9205
Ko
R² = 0,4664
Poly. (E0)
Poly. (E5)
Poly. (E10)
Poly. (E15)
Poly. (E20)
Poly. (E25)
Poly. (E30)
Kecepatan Mesin (rpm) y = 1E-08x 2 - 0,0001x + 0,9678
R² = 0,6037
Gambar 3. Hubungan kecepatan mesin dengan konsumsi bahan bakar spesifik
Gambar 3 menunjukkan bahwa grafik Sfc pada saat kecepatan putaran mesin masih rendah konsumsi bahan bakar spsifiknya masih tinggi, kemudian pada saat putaran menengah yaitu antara 3500 rpm-5000 rpm Sfcnya menurun dan terendah 0,64 kg.Hp/jam pada putaran 4500 rpm terjadi pada pemakaian bahan bakar E25. Selanjutnya pada putaran 5000 rpm keatas Sfcnya naik lagi. Kondisi tersebut disebabkan karena pada saat putaran mesin masih rendah campuran udara bahan bakarnya gemuk, proses pembakarannya kurang sempurna dan daya yang dihasilkan masih rendah. Pada kondisi putaran mesin sedang yaitu mulai putaran 3500 rpm sampai dengan 5000 rpm campuran udara dan bahan bakarnya mendekati campuran sempurna sehingga proses pembakarannya mendekati sempurna dan emnmergi panas yang dihasilkan tinggi dan dayanya menjadi tinggi sedangkan pada putaran mesing semakin tinggi campuran udara dan bahan bakarnya semakin kurus, proses pembakarannya semakin kurang sempurna, energi panas yang dihasilkan mesin semakin menurun dan dayanya seemakin menurun juga. Secara keseluruhan dengan menggunakan bahan bakar E5-E30 kunsumsi bahan bakar spesifiknya lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar premium, karena nilai oktan dari bahan bakar E5-E30 lebih tinggi, proses pembakarannya lebih sempurna dan daya yang dihasilkan juga tinggi.
d. Kadar Emisi CO 2 Kadar emisi CO 2 dari pembakaran campuran bioetanol dengan premium (E0, E5, E10, E15, E20, E25 dan E30) dalam mesin disajikan dalam gambar 4. Semakin tinggi kadar CO 2 dari proses pembakaran bahan bakar di dalam mesin menunjukkan proses pembakarannya semakin baik. Grafik pada gambar 4 menunjukkan bahwa pada saat lambda 0,925 -0,975 kadar CO 2 yang dihasilkan masih rendah karena proses
pembakarannya belum sempurna karena kadar CO 2 yang dihasilkan masih rendah.
223 | Prosiding Semnas FPTVI Bali 2017 223 | Prosiding Semnas FPTVI Bali 2017
R² = 0,0468
R² = 0,0368
y = -39,444x 2 + 92,355x - 40,809 R² = 0,0412
L)
O 2 y = -61,929x + 139,94x - 65,945
R² = 0,0459
2 y = -59,276x 2 + 135,59x - 64,362
CO
R² = 0,0569
y = -73,241x 2 + 164,54x - 79,391 R² = 0,055
Poly. (E0)
Poly. (E5)
Poly. (E10)
Poly. (E15)
Poly. (E20)
Poly. (E25)
Poly. (E 30)
y = -60,509x 2 + 138,74x - 66,507 R² = 0,0623
LAMDA ( ƛ)
Gambar 4. Hubungan lambda dengan kadar emisi CO 2
Seiring dengan bertambahnya putaran mesin lambdanya semakin medekati campuran stokiometri (lambda mendekati 1) sehingga proses pembakaran di dalam mesin semakin baik sehingga kadar CO 2 yang dihasilkan semakin tinggi. Sedangkan pada putaran mesin tinggi lambdanya semakin tinggi, karena semakin tinggi putaran mesin campuran udara dan bahan bakarnya semakin kurus dan proses pembakarannya
semakin kurang sempurna. Secara keseluruhan dengan pemakaian bahan bakar E5-E30 kadar CO 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan memakai bahan bakar premium. Kadar CO 2 yang tertinggi diperoleh pada proses pembakaran E25.
e. Kedar Emisi CO Kadar emisi CO dari pembakaran campuran bioetanol dengan premium (E0, E5, E10, E15, E20, E25 dan E30) dalam mesin disajikan dalam gambar 5.
224 | Prosiding Semnas FPTVI Bali 2017
Poly. (E0)
Poly. (E5)
Poly. (E10)
Poly. (E15)
Poly. (E20)
Poly. (E25)
Poly (E30)
y = 65,703x 2 - 144,84x + 80,124
R² = 0,2553
y = 56,917x 2 - 125,61x + 69,584
y = 65,553x 2 - 144,97x + 80,523 R² = 0,3358
y = 64,083x 2 - 141,57x + 78,419 R² = 0,3345
y = 57,167x 2 - 125,91x + 69,521 R² = 0,3595
y = 68,206x 2 - 151,18x + 84,204
y = 50,645x 2 - 115,16x + 66,002
Gambar 5. Hubungan lambda dengan kadar emisi CO
Kadar CO yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar menunjukkan bahwa proses pembakarannya kurang sempurna. Kadar CO yang dihasilkan dari pembakaran mesin dengan menggunakan bahan bakar E0- E30 pada lambda rendah kadar CO yang dihasilkan masih tinggi karena pada putaran rendah lambdanya masih rendah artinya campuran udara dan bahan bakarnya gemuk. Selanjutnya seiring dengan naiknya lambda proses pembakarannya semakin baik dan kadar gas CO semakin menurun dan terendah pada lambda ± 1,1. Dengan lambda semakin medekati stiokiometri maka proses pembakarannya mendekati sempurna, sehingga kadar gas CO rendah. Pada lambda 1,1 sampai lambda 1,175 proses pembakarannya semakin kurang baik karena pada sat itu campurannya bahan bakarnya kurus. Dengan menggunakan bahan bakar E5- E30 secara keseluruhan gas CO yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan dengan memakai bahan bakar premium, hal ini disebabkan E5-E30 lebih bersih dan proses pembakarannya lebih baik dan bahan bakar E25 menghasilkan kadar CO terendah.
f. Kadar Emisi HC Kadar emisi HC dari pembakaran campuran bioetanol dengan premium (E0, E5, E10, E15, E20, E25 dan E30) dalam mesin disajikan dalam gambar 6.
225 | Prosiding Semnas FPTVI Bali 2017
Poly. (E0)
Poly. (E5)
Poly. (E10)
Poly. (E15)
Poly. (E20)
Poly. (E25)
Poly (E30)
y = 3482,5x 2 - 7784,4x + 4367,9 R² = 0,6852
(%VO
y = 3988,5x C 2 - 8919,2x + 5006,3 H R² = 0,6601
y = 2156,6x 2 - 4853,6x + 2744 R² = 0,6361
y = 2099x 2 - 4766,5x + 2723 R² = 0,7006
y = 4300,1x 2 - 9532x + 5301,4 R² = 0,6592
y = 4161,3x 2 - 9179,4x + 5078,8
y = 2715,3x 2 - 6108,7x + 3453,5
R² = 0,7513
R² = 0,6493 LAMDA (ƛ)
Gambar 6. Hubungan lambda dengan kadar emisi HC
Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa pada saat lambda rendah proses pembakarannya akan menghasilkan kadar emisi HC yang tinggi, sedangkan pada lambda mendekati stokiometri kadar emisi HC menurun tajam dan ketika lambda tinggi kadar emisi HC naik lagi. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: pada saat lambda rendah proses pembakarannya kurang sempurna karena kekurangan oksigen sehingga mmemungkinkan masih ada sisa bahan bakar yang tidak terbakar keluar bersama gas buang, akibatnya kada HC menjadi tinggi. Pada campuran stokiometriproses pembakarannya semakin baik dan temperatur hasil pembakarannya semakin tinggi, dengan demikian emisi HC yang keluar semakin rendah. Kadar emisi terendah didapat pada proses pembakaran E25.