commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Banyak ahli yang mengartikan pengertian matematika baik secara umum maupun secara khusus.
Herman Hudojo menyatakan bahwa: “matematika merupaka ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis
dan penalarannya deduktif, sehingga belajar matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi.” Sedangkan James dalam kamus matematikanya menyatakan
bahwa “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljab
ar, analisis dan goemetri.” Matematika merupakan cabang mata pelajaran yang luas cakupannya dan
mencakup beberapa kompetensi yang menjadikan siswa dapat memahami dan mengerti tentang konsep dasar matematika. Pembelajaran matematika di kelas
hendaknya dibuat semenarik mungkin dan dihubungkan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna
dan bermanfaat bagi siswa. Manfaat yang bisa diperoleh dari mempelajari matematika antara lain:
melatih berpikir secara logis dan sistematis, mengembangkan daya nalar, melatih memecahkan masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari, dan
mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan zaman yang selalu berubah. Oleh karena itu pembelajaran matematika menjadi sangat penting dikuasai oleh
siswa. Dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk mata
pelajaran Matematika SDMI dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran Matematika di SD adalah:
1 melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,
menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi, dan inkonsistensi; 2 mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa
commit to user
2
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba; 3 mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; 4 mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, tulisan, grafik, peta dan diagram.
Pada kelas rendah, pembelajaran matematika ditekankan pada empat kemampuan berhitung dasar, yaitu kemampuan menghitung penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian. Empat kemampuan berhitung dasar ini sangat penting untuk dikuasai sebagai bekal penguasaan materi selanjutnya di
kelas yang lebih tinggi. Selain itu juga penting dikuasai karena sering digunakan dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di kelas II SD Negeri 3 Pringanom, siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan mengerjakan soal-
soal dalam materi perkalian. Hal ini terbukti dari hasil ulangan dalam materi perkalian, banyak siswa yang nilainya belum mencapai KKM. Dari 38 siswa kelas
II SD Negeri 3 Pringanom yang mendapatkan nilai kriteria ketuntasan minimal KKM ≥ 60 hanya 16 siswa, sedangkan 22 siswa masih belum memenuhi kriteria
ketuntasan minimal yang telah ditentukan. Rendahnya nilai siswa dalam materi perkalian disebabkan karena metode
yang digunakan selama ini adalah dengan penjumlahan berulang, padahal diperlukan waktu yang cukup lama bagi siswa untuk melakukan penjumlahan
berkali-kali. Selain itu siswa seringkali mengalami ketidaksabaran dan kesalahan atau kurang teliti dalam menghitung. Metode lain yang juga seringkali digunakan
adalah dengan cara menghafalkan perkalian. Akibatnya siswa menjadi kurang tertarik dan malas untuk mempelajari matematika, terutama dalam operasi hitung
perkalian. Menurut Degeng dalam Sugiyanto 2008:5 “Daya tarik suatu mata
pelajaran ditentukan oleh dua hal, pertama oleh mata pelajaran pembelajaran itu sendiri, dan kedua, oleh cara mengajar guru”. Karena itu guru harus berusaha
menjadikan pelajaran yang sebelumnya tidak menarik menjadi menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, yang tadinya tak berarti menjadi bermakna. Hal
commit to user
3
itu dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan media yang menarik. Demikian pula dalam bidang studi matematika.
Lydia Polonsky dkk 2005: 1 berpendapat “Gagasan bagaimana anak-anak mempelajari matematika telah berubah
secara dramatis. Dahulu matematika diajarkan kepada sebagian dari kita dengan sistem ingatan
– dan – latihan. Kini, kita telah memahami bahwa anak-anak mampu berpikir tentang gagasan matematis yang rumit jauh
sebelum mereka mampu menghadapi soal-soal tertulis yang dinyatakan dengan simbol-
simbol”. Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dahulu sistem yang
digunakan adalah ingatan dan latihan. Dengan kata lain, metode yang seringkali digunakan adalah menghafal. Sekarang ini, metode menghafal sudah tidak lagi
sesuai, termasuk dalam membelajarkan perkalian. Metode ini kurang efektif untuk meningkatkan penalaran siswa. Dengan metode menghafal, siswa hanya akan
menjadi seorang penghafal, bukan pemecah masalah. Banyak metode yang digunakan oleh guru untuk membuat anak
memahami materi yang diajarkan. Akan tetapi, metode yang digunakan seringkali kurang efektif karena tidak sesuai dengan materi atau karakteristik anak. Selain
itu, hampir semua metode yang digunakan memerlukan alat bantu dan kadang membebani memori otak. Ditinjau dari karakteristik anak pada umumnya, di kelas
II SD sudah mampu menghitung penjumlahan dan pengurangan dengan mudah. Namun, dalam menghitung perkalian dan pembagian seringkali anak mengalami
kesulitan. Dilihat dari kenyataan yang ada, banyak orangtua yang mengeluh bahwa
anak mereka rata-rata mengalami kesulitan dalam menghitung perkalian, bahkan hingga di kelas yang lebih tinggi. Hal ini sangat menghambat proses pembelajaran
selanjutnya dan sering membuat orang tua risau karena anak mereka tidak bisa
menghitung perkalian yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Ali M.H. 2010: 9, hal-hal yang seringkali muncul saat anak sedang mempelajari matematika adalah: 1 ketidaksabaran pada diri anak dan
commit to user
4
orangtua; 2 proses memaksa-terpaksa yang sangat tidak menyenangkan kedua belah pihak; 3 anak kita tidak suka matematika; 4 anak kita susah memahami
angka dan bilangan; 5 anak kita enggan belajar berhitung. Di kelas II Semester 2, konsep perkalian baru diperkenalkan kepada siswa.
Materi perkalian yang diperkenalkan adalah perkalian dengan hasil bilangan dua angka. Jadi penguasaan konsep sangat penting bagi siswa, agar mereka memiliki
bekal untuk melakukan operasi hitung lanjutan, antara lain perkalian bilangan dengan hasil di atas 100, soal campuran, soal cerita, soal pecahan, dan sebagainya
di kelas yang lebih tinggi. Jika penguasaan materi perkalian di kelas II masih kurang, siswa akan mengalami kesulitan dalam materi-materi berikutnya. Steve
Slavin 2005: 233 menyat akan “Di banyak sekolah, perkalian dan pembagian
diperkenalkan di awal kelas 2. Tujuannya adalah mengenalkan kepada alat matematika ini, jadi ketika perkalian dan pembagian diterapkan dengan lebih
mendalam di kelas 3, anak Anda sudah terbiasa dengannya”. Metode jarimatika jari dan aritmatika memperkenalkan kepada anak
bahwa matematika khususnya berhitung itu menyenangkan. Dengan menggunakan jari-jari tangannya sendiri anak dapat menghitung perkalian dengan
cepat. Dengan demikian diharapkan anak akan lebih tertarik untuk belajar matematika. Menurut Ali M. H. 2010: 10
“Jarimatika sendiri mempunyai arti menghitung dengan menggunakan jari-jari yang kita punya sebagai anugerah dari
Allah SWT. Dengan metode jarimatika, jumlah jari kita yang 10 buah itu dapat dipahami sebagai 99 jumlahnya”.
Kelebihan metode jarimatika menurut Septi Peni Wulandani antara lain: “1 memberikan visualisasi proses berhitung; 2 menggembirakan anak
saat digunakan; 3 tidak memberatkan memori otak; 4 alatnya gratis, selalu terbawa dan tidak dapat disita; 5 pengaruh daya pikir dan
psikologis: karena diberikan secara menyenangkan maka sistem limbik di otak anak akan senantiasa terbuka sehingga memudahkan anak dalam
menerima materi baru. 6 membiasakan anak mengembangkan otak kanan dan kirinya, baik secara motorik maupun secara fungsional,
sehingga otak bekerja lebih optimal; 7 tidak memberatkan memori otak,
commit to user
5
sehingga anak menganggap mudah, dan ini merupakan step awal membangun rasa percaya dirinya untuk lebih jauh menguasai ilmu
matematika secara luas. ”
Metode jarimatika dapat digunakan dalam operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian di semua jenjang sekolah. Metode ini
juga tidak hanya dapat diterapkan oleh guru di kelas, tetapi juga sangat cocok diterapkan oleh orang tua siswa di rumah dalam membantu anaknya belajar.
Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menghitung perkalian.
Permasalahan pokok yang ingin penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah: Peningkatan kemampuan menghitung perkalian dengan menggunakan
metode Jarimatika pada siswa kelas II semester 2 SD Negeri 03 Pringanom tahun pelajaran 20102011.
B. RUMUSAN MASALAH