BAB I PENDAHULUAN
I. A. Latar Belakang Masalah
”Saya sudah menikah selama dua tahun. Sebelumnya kami berpacaran selama 10 tahun. Sewaktu pacaran hubungan kami sangat romantis. Satu
hal, suami saya orangnya gampang sekali tersinggung. Waktu pacaran juga begitu tapi karena mungkin tidak bertemu setiap hari jadi tidak
terlalu jadi masalah. Saya lebih memilih untuk menghindar karena saya malas bicara kalau dia sedang tersinggung. Kami sudah dikarunia satu
orang anak. Semenjak anak kami lahir, hubungan kami tidak romantis lagi, dia hanya seperti seorang teman bagi saya. Saya tidak lagi nyaman
berada didekatnya karena sifat pemarahnya. Saya stress harus menjalani pernikahan yang hambar ini.” www.wismacinta.com.
Pernikahan adalah komitmen bersama antara dua individu yang dibuat untuk diakui oleh masyarakat atau individu lain sebagai suatu kesatuan yang
stabil, pasangan suami isteri, dan keluarga Corsini, 2002. Pada sebuah pernikahan terdapat janji nikah yaitu suatu pernyataan dihadapan umum sebagai
persetujuan legal dan komitmen dua individu untuk membentuk hubungan suami isteri Laswell Laswell, 1987.
Pernikahan merupakan ikatan yang bersifat permanen sehingga hubungan suami isteri perlu dipertahankan, dipelihara, dan dikembangkan. Dalam
pernikahan dua individu menjalani kehidupan bersama dimana seharusnya dapat saling membutuhkan, saling memberi dorongan, saling memberi dukungan, dan
saling melayani. Pasangan memerlukan kesiapan untuk terus menerus berupaya
Universitas Sumatera Utara
mewujudkan pernikahan sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan Gunarsa, 2002.
Pasangan suami isteri akan menghadapi berbagai masalah dalam memelihara hubungan. Walaupun pasangan suami isteri sudah saling mengenal
sebelumnya, namun perbedaan-perbedaan dapat menjadi sumber kekesalan; pertengkaran; dan menimbulkan masalah. Secara umum ada tiga jenis masalah
yang dapat muncul, yaitu: masalah pribadi suami isteri yang meliputi masa lampau dan masa depan yang akan dijalani misalnya hobi individu sebelum
menikah dilanjutkan tanpa mengikutsertakan pasangan atau tanpa meminta persetujuan pasangan, masalah pribadi suami isteri yang saling memasuki
lingkungan keluarga baru misalnya sikap kakek yang terlalu memanjakan cucu, dan masalah yang berhubungan dengan keluarga yang dibentuk meliputi
perkembangan dan pendidikan anak misalnya pengeluaran anak yang semakin besar Gunarsa, 2003.
Masalah dalam pernikahan merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Pernikahan merupakan wadah berkembangnya masalah karena
pasangan suami isteri tanpa terelakkan memiliki pengamatan dan harapan yang berbeda-beda secara individual. Dua individu yang berbeda hidup bersama dalam
pernikahan dengan membawa pandangan, pendapat, dan kebiasaan masing- masing. Pasangan suami isteri adalah dua pribadi yang unik dalam menyelesaikan
masalah. Setiap individu juga memiliki pengalaman-pengalaman, memori, dan cara bertingkah laku dimasa lalu yang akan mempengaruhi cara individu
memandang dan menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, pasangan suami isteri
Universitas Sumatera Utara
perlu mengungkapkan diri untuk mencari titik temu sehingga permasalahan dapat diselesaikan Sadarjoen, 2005.
Pengungkapan diri berarti individu memberitahu pasangan tentang pikiran dan perasaannya untuk menciptakan keterbukaan dalam hubungan pernikahan
Hendrick Hendrick, 1992. Pengungkapan diri individu hendaknya melibatkan kehadiran pasangan untuk mengetahui pikiran dan perasaan individu sehingga
dapat membentuk pemahaman terhadap diri individu Sadarjoen, 2005. Kehadiran disini bukan kedekatan secara fisik melainkan pertalian batin antara
dua individu dimana masing-masing individu mampu berpartisipasi dalam hidup pasangan melalui keterbukaan Mathias, 1994.
Pengungkapan diri membuat individu dapat mengetahui sikap dan pendapat pasangan. Individu yang memiliki pengetahuan terhadap sikap dan
pendapat pasangan akan mampu membicarakan suatu ketidaksetujuan secara langsung dan mampu memberikan perhatian terhadap perasaan pasangan.
Meskipun tidak berhasil menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi, pasangan suami isteri tetap berusaha untuk menyelesaikan kemarahan dan
kembali membentuk keakraban dalam hubungan tersebut. Sedangkan, individu yang kurang memiliki pengetahuan terhadap sikap dan pendapat pasangan
cenderung untuk menghentikan diskusi bila dalam diskusi terdapat suatu ketidaksetujuan dan cenderung memiliki sedikit perhatian terhadap perasaan
pasangan selama diskusi berlangsung Saks Krupat, 1988. Pasangan suami isteri dapat saling mengenal dan melengkapi melalui
proses pengungkapan diri. Informasi yang didapat dalam pengungkapan diri akan menghasilkan pemahaman sehingga individu berada pada posisi yang lebih baik
Universitas Sumatera Utara
untuk memperkirakan bagaimana pasangan akan berperilaku, nilai-nilai apa yang diyakini, atau apa yang mungkin dirasakan pasangan dalam situasi tertentu.
Individu juga membutuhkan pasangan untuk dapat melengkapi kebutuhannya dan individu perlu mengungkapkan diri agar pasangan dapat mengetahui kebutuhan
atau keinginan individu. Dengan demikian, pasangan suami isteri dapat saling memenuhi kebutuhan atau keinginan melalui pengungkapan diri Mclean, 2005.
Semakin banyak informasi yang didapat individu melalui pengungkapan diri membuat pemahaman individu terhadap pasangan menjadi semakin jelas
Supratiknya, 1995. Semakin baik suatu hubungan maka individu semakin terbuka untuk mengungkapkan dirinya sehingga semakin benar persepsi individu
tentang pasangan dan tentang dirinya. Individu tidak akan dapat memahami pasangan dengan benar jika pasangan tidak mau mengungkapkan bagaimana
perasaan dan pikirannya. Persepsi individu tentang pasangan akan terganggu bila pasangan tidak mengungkapkan diri Jalaludin, 2003.
Proses timbal balik menjadi hal yang penting dalam pengungkapan diri. Pada umumnya, individu akan lebih menyukai pasangan yang mampu
mengungkapkan diri dan mau menerima pengungkapan diri individu Sears, Freedman, Peplau, 1999. Dindia menyatakan bahwa pengungkapan diri pasangan
dapat menimbulkan rasa suka terhadap individu, rasa suka membuat individu ingin mengungkapkan diri kepada pasangan dan akhirnya terjadi proses timbal
balik pengungkapan diri dalam Tubbs, 2003. Pengungkapan diri yang mendapat respon positif berupa simpati dari
pasangan membuat individu merasa dimengerti, diakui, dan dipedulikan oleh pasangan. Perasaan positif yang dirasakan individu mendorong individu untuk
Universitas Sumatera Utara
mengulangi perilaku pengungkapan diri. Dalam keadaan seperti ini, pengungkapan diri membuat individu dan pasangan dapat semakin saling
mengenal serta memiliki kesempatan untuk membentuk keakraban. Pengungkapan diri menjadi komponen untuk membentuk keakraban yang
diharapkan Taylor, Sears, Peplau, 2000. Penting untuk menunjukkan perhatian baik secara verbal maupun
nonverbal ketika pasangan mengungkapkan diri. Perhatian ini bukan berarti individu menyetujui semua isi dari pengungkapan diri pasangan, namun untuk
menunjukkan dukungan terhadap perilaku pengungkapan diri yang dilakukan dan juga menunjukkan penerimaan terhadap diri pasangan secara keseluruhan.
Individu yang merasa tidak mendapat dukungan saat melakukan pengungkapan diri akan cenderung membatasi perilaku pengungkapan dirinya Devito, 1986.
Kondisi ini juga dapat membuat pola pengungkapan diri semakin memburuk yang ditandai dengan adanya penurunan dalam keluasan dan kedalaman pengungkapan
diri Baxter dalam Weiten Lloyd, 2006. Penelitian yang dilakukan Komarovsky membuktikan bahwa pasangan kurang menginginkan pengungkapan
diri individu yang lebih banyak mengungkapkan hal-hal negatif tentang pasangan Hendrick Hendrick, 1992. Jika tidak ada simpati pada pengungkapan diri
yang dilakukan maka perilaku pengungkapan diri akan semakin berkurang Feldman, 1995.
Penyebab individu tidak mengungkapkan diri adalah individu ingin melindungi pasangan atau diri sendiri dari hal-hal yang dapat menimbulkan
masalah dengan menghindari pengungkapan diri. Individu tidak mengungkapkan diri karena individu telah memperkirakan reaksi negatif yang akan diterima dari
Universitas Sumatera Utara
pasangan. Individu berkata: ”saya tidak mempercayai kemampuan pasangan untuk menanggapi pernyataan saya yang jujur dan saya kuatir pasangan akan
memberi reaksi negatif.” Sikap tersebut merupakan cara yang dipakai individu untuk menghindari masalah. Namun, bila dibiarkan terus menerus sikap ini
sebenarnya akan membuat masalah menjadi semakin rumit. Misalnya, kekecewaan yang dibiarkan menumpuk sewaktu-waktu dapat meledak dalam
bentuk kemarahan besar. Menghindari pengungkapan diri membuat individu dan pasangan tidak dapat benar-benar saling mengenal dan tidak dapat mengalami
indahnya keakraban yang berasal dari pengungkapan diri yang terbuka, jujur, dan membangun. Individu harus memiliki keberanian untuk berterus terang kepada
pasangan, mengungkapkan semua masalah; keprihatinan; serta kecemasan bila individu ingin memiliki hubungan yang akrab bersama pasangan Wahlroos,
2002. Hambatan yang dialami individu saat ingin mengungkapkan diri adalah
rasa tidak aman. Rasa tidak aman muncul dalam perasaan tidak nyaman atau perasaan akan ditolak oleh pasangan ketika ingin mengungkapkan diri. Individu
mencemaskan isi pesan yang disampaikan akan digunakan untuk merendahkan individu, melawan individu, alat untuk mengontrol diskusi, atau memanipulasi
kejadian dimasa mendatang. Individu tidak akan cemas untuk mengungkapkan diri bila pasangan bersedia mendengarkan pikiran dan perasaan individu tanpa
mengadili, menyalahkan, danatau memberikan kritik. Pengungkapan diri yang mampu membuat individu yakin bahwa pasangan melihat dirinya dengan cara
yang sama seperti individu melihat dirinya akan menghasilkan keakraban diantara pasangan Sadarjoen, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Jourard menyatakan adalah hal yang memuaskan ketika individu dan pasangan dapat saling mengungkapkan diri. Kemampuan individu untuk
mengungkapkan diri akan dapat membentuk keakraban yang diharapkan sedangkan ketidakmampuan individu untuk membentuk keakraban yang
diharapkan bersama pasangan melalui pengungkapan diri akan membuat individu merasa kesepian Myers, 1999.
Penelitian yang dilakukan Ross pada individu yang menikah menemukan bahwa kesepian memiliki hubungan negatif dengan keakraban dalam Demir
Fisiloglu, 1999. Bila individu memiliki hubungan yang akrab dengan pasangan maka individu tidak akan merasa kesepian. Dalam hubungan pernikahan,
keakraban bersama pasangan merupakan kebutuhan utama. Kebutuhan akan keakraban yang tidak terpenuhi dalam pernikahan serta kurangnya kesempatan
individu untuk menyalurkan kebutuhan akan keakraban dapat menghasilkan perasaan kesepian Strong DeVault, 1995.
Menurut Perlman Peplau dalam Brehm et al, 2002 kesepian adalah perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya kesenjangan
antara hubungan sosial yang diharapkan dengan hubungan sosial yang dimiliki. Individu menikah dapat merasa kesepian ketika individu merasakan
ketidakpuasan dalam hubungan pernikahan yang dijalaninya karena individu belum memiliki keakraban yang diharapkannya bersama pasangan. Kondisinya
adalah individu yang merasa kesepian dalam hubungan bersama pasangan tetap ingin mempertahankan pernikahannya. Individu tetap mempertahankan
pernikahan meskipun merasakan kehampaan dalam hubungan karena individu tidak ingin melanggar peraturan agama dan lebih memilih untuk mementingkan
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan anak-anak daripada dirinya. Dengan demikian, individu lebih mengutamakan keterikatan dalam status pernikahan meskipun mengalami
kekurangan atau tidak merasakan kepuasan dalam hubungan pernikahan Sears, Freedman, Peplau,1999. Individu menikah yang kesepian tersebut kurang
memiliki kontak dengan pasangan Strong DeVault, 1995. Kesepian yang dirasakan terhadap pasangan membuat individu kurang
memiliki pertemuan kontak psikis dengan pasangan sehingga tidak akan dapat membentuk keserasian psikis. Bila keadaan ini terus menerus dibiarkan akan
membuat perbedaan perkembangan kehidupan psikis mengalami jarak yang semakin membesar sehingga individu dan pasangan tidak dapat saling memenuhi
kebutuhan psikis melalui hubungan pernikahan. Kerenggangan kontak psikis membuat individu dan pasangan memilih jalan hidupnya masing-masing
walaupun tinggal bersama Gunarsa, 2003. Dengan demikian, kebutuhan emosional individu akan kehadiran pasangan tidak dapat terpenuhi. Barbour
dalam Demir Fisiloglu, 1999 berpendapat bahwa kesepian dalam kehidupan pernikahan ditandai dengan ketidakmampuan individu untuk memenuhi
kebutuhan sosial dan emosional pasangannya. Dampak dari tidak terpenuhinya kebutuhan sosial dan emosional pasangan
adalah keretakan terhadap kesatuan pasangan suami isteri. Tidak adanya kesatuan dalam hubungan suami isteri berarti tidak ada kehidupan yang dinikmati bersama
yang menjadi sumber kebahagiaan dalam pernikahan. Kebahagiaan paling besar, kepuasan paling dalam, ketenangan batin paling dalam, dan gairah paling hebat
sebenarnya didapat dari hubungan yang akrab bersama pasangan. Pengalaman kesepian ini dalam jangka waktu lama dapat membuat individu memandang
Universitas Sumatera Utara
dirinya sebagai seseorang yang telah mengalami kegagalan dalam pernikahan dan dapat menimbulkan kemerosotan harga diri Sears, Freedman, Peplau, 2002.
Dari uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan negatif antara pengungkapan diri terhadap pasangan dengan kesepian pada individu yang
menikah.
I. B. Tujuan Penelitian