Pola Komunikasi Kelompok Pola Komunikasi Yayasan Media Amal Islami YMAI

anak pemulung sebagai catatan agar dapat dipelajari dikemudian hari. 19 Seperti yang dijelaskan ibu Ema dan Gambar berikut ini : “Kalau kaya fiqih dan aqidah juga kalau perlu ada yang di catet ya di catet dulu di papan tulis karna nanti kan ada hadis mereka nyalin setelah itu baru di jelasin ” 20 Setelah itu pembimbing mereview materi yang telah diberikan sebelumnya, ini merupakan salah satu metode agar anak-anak pemulung tidak lupa dengan materi yang sudah disampaikan sebelumnya, setelah mereview materi pembimbing menjelaskan materi pembinaan keagamaan dengan menggunakan bahasa yang santai agar mudah dimengerti oleh anak-anak pemulung saat proses pemberian materi berlangsung sesekali salah satu anak pemulung bertanya kepada pembimbing mengenai materi yang diberikan, seperti yang dijelaskan ibu Ema : “Alhamdulillah meskipun banyak di antara mereka suka bercanda- bercanda tapi mereka nanya kalau gak paham, terutama pelajaran tajwid kan karna menerut mereka pelajaran tajwid paling susah ” 21 Dan juga seperti yang dijelaskan Bahar : “Kalau gag paham ya tanya sama ibu Ema, terus suka tanya sama temen-temen juga ” 22 . Pola komunikasi kelompok ini memudahkan pembimbing dalam menyampaikan materi karena dalam suasana yang santai dan menyenangkan tidak terlalu monoton, pembimbing tidak terus-terusan 19 Hasil Observasi Terhadap Bentuk Pembinaan di Yayasan Media Amal Islami, Jakarta : Mei – Juni 2013. 20 Hasil wawancara dengan Siti Chuzaemah, Jakarta : 04.40 - 18 Juni 2013 - Aula Serbaguna Media Amal Islami. 21 Hasil wawancara dengan Siti Chuzaemah, Jakarta : 04.40 - 18 Juni 2013 - Aula Serbaguna Media Amal Islami. 22 Hasil wawancara dengan Anak Binaan Muhammad Bahrul Alam, Jakarta : 15.37 – 7 Januari 2014 – Lt.2 Yayasan Media Amal Islami. berbicara akan tetapi anak-anak pemulung juga memiliki kesempatan untuk berbicara bertanya atau mengemukakan pendapat, pembimbing dapat berinteraksi secara langsung mengetahui respon anak-anak pemulung terhadap materi yang diberikan. Gambar 6 Proses Komunikasi Kelompok Selain kedua pola tersebut ada juga metode komunikasi yang digunakan yakni komunikasi satu arah one way communication atau komunikasi yang berlangsung secara linier. Komunikasi satu arah adalah komunikasi yang bersifat koeresif dapat berbentuk perintah, intruksi dan bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi. 23 Komunikasi ini digunakan pembimbing untuk memberikan ketegasan atau intruksi-intruksi kepada anak-anak pemulung seperti ketika pembimbing memberikan sanksi kepada anak-anak pemulung yang melakukan kesalahan dan memberikan intruksi mengenai ulangan harian. Peneliti melihat komunikasi satu arah ini terjadi ketika pembimbing memberikan sangsi kepada anak pemulung yang melakukan kesalahan misalnya ketika salah seorang anak pemulung berbicara kasar ketika proses pembinaan berlangsung atau tidak mengerjakan PR anak tersebut diberikan hukuman seperti menghafal hadist atau doa-doa untuk kelas TPA Aliy seperti yang dijelaskan Bahar : “Kalau lagi dihukum mengahafal do’a sehari-hari atau hadis” 24 Berdiri di depan kelas untuk TPA Wustha seperti yang dijelaskan Selvie : “Ka Ratna tegas kalau ada yang salah dapet hukuman, kalau yang laki-laki buka baju terus kalau yang perempuan berdiri di depan kaki satu sambil pegang kuping, kalu berisik dimarahin 25 ” Di catat dan diberitahu orangtua untuk TPA Ula seperti yang dijelaskan Bella “Kalau buat kesalahan di catet di buku trus di kasi tahu orangtua” 26 23 H.A.W Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi Cet.2; Jakarta : PT Rineka Cipta, 200, h.103. 24 Hasil Wawancara dengan Anak Binaan Muhammad Bahrul Alam, Jakarta : 15.37 – 7 Januari 2014 – Lt.2 Yayasan Media Amal Islami. 25 Hasil Wawancara dengan Anak Binaan Selviana Fadilah, Jakarta : 15.14 – 7 Januari 2014 – Lt.2 Yayasan Media Amal Islami. Dan anak-anak tersebut harus menuruti apa yang diperintahkan pembimbing. 27 Selanjutnya komunikasi satu arah ini juga terjadi di YMAI ketika pembimbing memberikan intruksi mengenai ulangan harian anak-anak tersebut tidak dapat membantah atau menolak apa yang di perintahkan oleh pembimbing. Kedua bentuk komunikasi antarpersonal dan komunikasi kelompok yang dilakukan di YMAI memiliki kesamaan tiga sifat-sifat komunikasi dalam proses penyampaian pesanya, yaitu : 1. Menggunakan bahasa verbal, baik itu secara lisan maupun tulisan, dilakukan secara lisan bertujuan agar anak-anak pemulung dapat memahami dengan mudah dan jelas apa yang disampaian pembimbing, sedangkan dengan tulisan bertujuan agar anak-anak pemulung memiliki catatan mengenai materi yang di sampaiakan, karena setelah pembimbing mencatat materi yang diberikan di papan tulis anak-anak pemulung dianjurkan untuk menyalin kedalam sebuah buku, agar dapat dipelajari dikemudian hari. Seperti yang terlihat pada gambar : 26 Hasil Wawancara dengan Anak Binaan Bella Safira, Jakarta : 15.56 – 7 Januari 2014 – Lt.2 Yayasan Media Amal Islami. 27 Hasil Observasi Terhadap Bentuk Pembinaan di Yayasan Media Amal Islami, Jakarta : Mei – Juni 2013. 2. Mengunakan bahasa Non Verbal, bahasa non-verbal digunakan sebagai pendukung dalam menyampaikan materi pembinaan keagamaan, misalnya saat pembimbing mencontohkan gerakan shalat dan gerakan wudhu kepada anak-anak pemulung. Hal ini bertujuan agar anak-anak memiliki gambaran mengenai penjelasan materi yang sedang disampaikan. Seperti yang terlihat pada gambar : 3. Proses penyampaian pesan baik itu dengan menggunkan komunikasi antarpribadi maupun komunikasi kelompok, selalu dilakukan secara Tatap Muka Face-to-face Communication. Komunikasi yang dilakukan secara tatap muka merupakan komunikasi yang efektif, terlebih jika deiterapkan dalam pola komunikasi anatarpribadi dan komunikasi kelompok, karena kedua jenis model komunikasi ini bersifat dua arah dan pembimbing bisa mengetahui respon langsung dari anak-anak pemulung. Dari kedua pola komunikasi yang digunakan dalam proses pembinaan dan penjelasan mengenai kesamaan tiga sifat-sifat komunikasi dalam proses penyampaian pesan yang telah dijelaskan diatas peneliti menilai bahwa kredibilitas pembimbing sebagai seorang komunikator sudah terpenuhi yakni pembimbing memberikan materi sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh anak-anak pemulung, pembimbing juga memahami kapan pola komunikasi antarpribadi atau pola komunikasi kelompok harus diterapkan dan juga dengan menggunakan pola komunikasi bintang pembimbing dapat memahami tingkat pemahaman tiap-tiap anak pemulung dan mencari solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam proses pembinaan keagamaan di YMAI tidak lepas dari berbagai kendala atau hambatan. Berdasarkan hasil dari observasi yang telah dilakukan, peneliti melihat ada dua faktor yang menjadi penghambat dalam proses pembinaan keagamaan yakni faktor internal dan faktor eksternal. 28 Berikut penjelasanya : 1. Faktor Internal Dalam faktor internal sebagai salah satu penghambat dalam proses pembinaan keagamaan yang pertama ialah kurangya media pendukung seperti layar proyektor disetiap kelas sebagai penunjang pembimbing dalam menyampaikan materi menjadi salah satu foktor penghambat dalam proses pembinaan keagamaan. Kedua adalah waktu pembinaan keagamaan yang di rasa kurang maksimal oleh peneliti karena keterbatasan ruang kelas yang digunakan secara bergantian dan juga kesadaran dari anak-anak pemulung yang terkadang terlambat datang sehingga waktu pembinaan menjadi kurang maksimal karena seharusnya waktu pembinaan adalah satu 28 Hasil observasi terhadap proses pembinaan keagamaan di Yayasan Media Amal Islami, Jakarta : Mei – Juni 2013. jam dan menjadi berkurang karena keterlambatan anak-anak pemulung. Ketiga adalah tingkat pemahaman dari setiap anak pemulung yang berbeda-beda sehingga menjadi hambatan pembimbing ketika akan melanjutkan materi yang selanjutnya, seperti yang dijelaskan Ratna : “hambatan yang di amalai, karena anak-anak yang beda fisik atau beda mental, berbeda kepribadian jadi agak sedikit sulit, missal yang satunya bisa sementara yang satunya lagi belum paham 29 ”. Terakhir adalah adalah faktor pendanaan yang menyebabkan YMAI kesulitan dalam mengembangkan program-program untuk anak-anak pemulung khususnya dan juga dalam melengkapi sarana dan prasarana dalam proses pembinaan seperti media pendukung pembinaan keagamaan yaitu layar proyektor, seperti yang dikatakan pendiri YMAI Ustad Aslih : “Ya hambatan yang paling mendasar adalah kurangnya pendanaan karena memang ini juga menyangkut problem solver jadi mereka juga harus di sekolahkan kemudian mereka harus diperbaiki taraf kehidupanya. Maka MAI mensiasatinya adalah memilih memilah secara bertahap sebagian anak-anak untuk kita sekolahkan kita bina yang nanti dikemudian hari bisa diharapkan untuk membantu masyarakat sekitar 30 ” 2. Faktor Eksternal Kondisi lingkungan yang dialami oleh anak-anak pemulung ini sangat erat dengan pihak-pihak yang ingin memanfaatkan keadaan para pemulung dengan memberikan iming-iming yang diberikan pihak non muslim seperti pemberian kebutuhan hidup seperti sembako, seperti yang di jelaskan Ustad Aslih : 29 Hasil wawancara dengan Ratnasari, Jakarta : 04.22 - 18 Juni 2013 - Aula Serbaguna Media Amal Islami. 30 Hasil wawancara dengan Ust Aslih Ridwan, Jakarta : 10.29 - 22 Oktober 2013 - Aula Serbaguna Media Amal Islami. “Kendala yang lainya lagi adalah gencarnya umat lain khususnya umat kristiani yang berusaha untuk melakukan usaha kristenisasi, dalam soal ini saya kira MAI harus melakukan dakwah bil hal yaitu langkah-langkah konkret seperti pegobatan gratis kemudian juga penyuluhan-penyuluhan tentang betapa pentingnya hidup sehat dalam arti cara hidup sehat dan yang lainyalah yang penting kita melakukan langkah-langkah konkret 31 ” Hambatan eksternal lainya adalah kurangnya kesadaran atau keseriusan dari anak-anak pemulung untuk lebih giat dalam mengikuti pembinaan keagamaan di YMAI, seperti yang dijelaskan Ibu Ema : “Hambatan yang sering saya rasakan ya keseriusan anak- anaknya, jadi karena mereka sehari-harinya biasa ketemu bareng apa lagi sekarang lagi musim layangan, jadi kalau ngaji yang diceritain kalau cowo-cowo main bola, layangan ” 32 . Selanjutnya adalah kelengkapan unsur-unsur komunikasi di dalam proses pembinaan keagamaan, yakni : 1. Sumber source biasanya juga disebut komunikator, yang berperan sebagai komunikator dalam proses pembinaan adalah pembimbing, dalam melakukan peranya pembimbing menggunakan bahasa-bahasa yang mudah dimengerti baik secara lisan dan tulisan, pembimbing juga menguasai setiap materi-materi yang akan di sampaikan, selalu menjadi contoh yang baik seperti menggunakan pakaian yang sesuai syariat islam dan berbicara menggunakan bahasa yang santun. 2. Pesan message, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Yang dikomunikasikan olem pembimbing kepada penerima adalah mengenai materi-materi pembinaan keagamaan seperti Fiqih, 31 Ibid. 32 Hasil wawancara dengan Siti Chuzaemah, Jakarta : 04.40 - 18 Juni 2013 - Aula Serbaguna Media Amal Islami. Akidah Akhlak, Membaca Iqro dan Al- Qur’an, Hafalan doa-doa, Praktek Shalat dan lain-lain. Pesan-pesan yang disampaikan bersifat informatif, positif dan edukatif dengan menggunakan bahasa yang jelas dan gamblang juga sesuai dengan kebutuhan komunikan. 3. Saluran atau media, pembimbing biasanya menyampaikan pesan melalui papantulis, spidol dan buku-buku sebagai panduan. 4. Penerima receiver atau komunikan, yakni orang yang menerima pesan dari komunikator, yang berperan sebagai komunikan dalam proses pembinaan keagamaan adalah anak-anak pemulung, mereka menerima pesan yang disampaikan kemudian menerjemahkan atau menafsirkan gagasan sesuai dengan apa yang dapat mereka pahami. 5. Efek feedback, adalah apa yang terjadi pada komunikan setelah mereka menerima pesan. Setelah pesan disampaikan oleh pembimbing, efekfeedback yang terjadi oleh setiap anak-anak pemulung tidaklah sama, ada yang sekali pesan itu di sampaikan mereka langsung paham tetapi ada juga tidak paham dengan materi yang disampaikan walaupun pembimbing menyampaikanya dengan menggunakan bahasa yang jelas dan juga gamblang. Biasanya pembimbing akan mengulang materi yang telah disampaikan pada hari berikutnya agar anak-anak pemulung ingat dan juga di akhir semester diadakan ujian agar mereka tidak lupa dan sebagai tolak ukur keberhasilan komunikasi yang telah dilakukan. 69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pola komunikasi antara pembimbing dan anak-anak pemulung di Yayasan Media Amal Islami maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pembinaan keagamaan yang dilakukan Yayasan Media Amal Islami dilakukan dalam bentuk Taman Pendidikan Al- Qur’an yang terbagi menjadi tiga tingkatan yakni TPA Ula, TPA Wustho dan TPA Aliy. Materi yang diberikan pada setiap tingkatan TPA di YMAI berbeda-beda sesuai dengan tingkat pemahaman dan tingkat kebutuhan dari anak-anak pemulung. 2. Pola komunikasi yang diterapkan dalam pembinaan keagamaan di YMAI adalah komunikasi antarpribadi Interpersonal Communication dan pola komunikasi kelompok. Dalam proses pembinaan keagamaan pembimbing menggunkan kedua pola ini secara bergantian dan saling mendukung antara pola komunikasi antarpribadi dengan pola komunikasi kelompok. Pola komunikasi antarpribadi digunakan ketika pembimbing memberikan materi mengenai pembacaan Al- Qur’an, setiap proses tersebut berlangsung anak-anak tersebut di bimbing secara perorangan dan langsung face to face berhadapan oleh pembimbing. Pola komunikasi jenis ini merupkan pola yang tergolong penting karena prosesnya yang berlangsung secara dialogis menunjukan interaksi satu samalain dengan kata lain adanya upaya untuk membentuk pemahaman yang sama mutual understanding dan juga pelaku-pelaku yang terlibat berfungsi ganda, masing-masing dari mereka bisa bertukar peran baik sebagai komunikator maupun menjadi komunikan. Dalam menggunakan pola ini pembimbing dapat berinteraksi secara langsung dan juga mengetahui secara langsung respon dari tiap-tiap anak-anak pemulung. Selanjutnya adalah pola komunikasi yang di terapkan di YMAI ini adalah pola komunikasi kelompok, pola ini memberikan warna tersendiri dalam proses pembinaan. Dengan menggunakan pola ini memudahkan pembimbing dalam melakukan proses pembinaan karena dalam suasana yang santai, tidak monoton, pembimbing tidak terus menerus berbicara tetapi anak-anak pemulung juga memiliki kesempatan untuk berbicara.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan saat ini tidak luput dari kelemahan dan juga keterbatasan. Berikut adalah beberapa keketerbatasan atau kelemahan dalam penelitian ini : 1. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif sehingga tidak di pungkiri kemumngkinan terjadinya subjektifitas dalam menganalisis hasil penelitian. 2. Penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu hanya enam bulan. Sehingga tidak adanya variable yang membahas mengenai efektifitas pola komunikasi yang diterapkan.