Bentuk  lain  dari  sebuah  masalah,  adalah  masalah  non  rutin,  dalam permasalahan ini, peserta didik memerlukan strategi  yang digunakan untuk
mengembangkan  dan  untuk  memahami  masalah,  untuk  merencanakan pemecahan masalah tersebut, dan untuk mengevaluasi hasil percobaan untuk
menyelesaikan  suatu  permasalahan.  Sehingga  masalah  non  rutin membutuhkan  proses  yang  lebih  kompleks  dibandingkan  dengan  masalah
rutin. Proses berpikir pada masalah non rutin sangat diuji untuk menentukan solusi atas masalah yang telah diberikan.
Menurut  Polya,  masalah  terbagi  kedalam  dua  macam,  yaitu  1 masalah menemukan baik  berupa bilangan, lukisan, maupun lainnya, dan
2  pembuktian.  Penggunaan  berbagai  macam  strategi  dapat  digunakan dalam  menyelesaikan  permasalahan    yang  diberikan.  Latihan  dalam
menyelesaikan  permasalahan  yang  diberikan  menuntut  kretivitas  yang dimiliki oleh peserta didik.
27
Jenis  permasalahan-permasalahan  tersebut  memperlihatkan  sebuah tingkatan yang berbeda dalam proses penyelesaian latihan soal peserta didik.
Tingkat  kesulitan  sebuah  masalah  yang  berbeda,  tentunya  akan  membuat perbedaan  dalam  kemampuan  peserta  didik  dalam  memecahkan  masalah
yang  diberikan.  Sebuah  proses  yang  sistematis  dan  ketelitian  sangat diperlukan dalam proses pemecahan masalah matematika.
b. Kemampuan pemecahan masalah matematika
Matematika  merupakan  suatu  mata  pelajaran  yang  banyak diaplikasikan  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Aplikasi  matematika  dalam
kehidupan  sehari-hari  tentu  saja  membutuhkan  kemampuan  pemecahan masalah setiap peserta didik untuk memecahkan masalah dan menggunakan
matematika  dalam  aplikasi  matematika  tersebut.  Salah  satu  kemampuan
26
Ibid
27
Atmini Dhuhori, dan Markaban, op. cit.,h. 7
yang  dituntut  dalam  NCTM  dan  kurikulum  pendidikan  di  Indonesia  adalah kemampuan pemecahan masalah.  .
Menurut    NCTM ,  “problem  solving  means  engaging  in  a  task  for
which  the  solution  method  is  not  known  in  advance.  In  order  to  find  a solution,  students  must  draw  on  their  knowledge,  ang  through  the  process,
they will often develop new mathematical understandings ”.
28
Dijelaskan menurut NCTM pemecahan masalah berarti terlibat dalam masalah dimana metode  penyelesaiannya tidak diketahui  sebelumnya.  Pada
prosesnya,  untuk  menemukan  sebuah  penyelesaian,  peserta  didik  harus menggambarkan  pengetahuan-pengetahuan  yang  mereka  miliki,  kemudian
menyelesaikan  sebuah  proses,  hal  ini  yang  mengembangkan  kemampuan pemahaman matematika yang mereka miliki.
Menurut  Selcuk  dkk, “  Problem  solving  is  usually  defined  as
formulating new answers, going beyond the simple application of previously learned rules to create a solution.”
29
Sejalan dengan hal tersebut, Wardhani mengungkapkan  bahwa  pemecahan  masalah  merupakan  suatu  proses
menerapkan  pengetahuan  yang  telah  dimiliki  sebelumnya  ke  dalam  sebuah situasi  yang  belum  dikenal  oleh  peserta  didik.  Bentuk  penguasaan  yang
diberikan dan dimaksudkan dalam pemecahan masalah adalah : 1.  Mempunyai tantangan dalam setiap latihan dan tugas yang diberikan.
2.  Penyelesaian permasalahan tidak dapat dilakukan dengan prosedur rutin yang    telah  diketahui  sebelumnya,  sehingga  peserta  didik  memerlukan
bentuk penyelesaian yang lain.
30
Utari  mengungkapkan,  proses  pemecahan  masalah  memiliki perbedaan  proses  dengan  penyelesaian  soal  matematika.  Ketika  soal
matematika  dapat  ditemukan  penyelesaiannya  dengan  mudah,  maka  soal
28
The  National  Council  of  Teachers  of  Mathematics  NCTM,  Principles  and  Standards for School Mathematics,  2000, h.34
29
Gamze  Sezgin  Selcuk,  dkk.,  The  Effects  of  Problem  Solving  Instruction  on  Physics Achievement,  Problem  Solving  Performance  and  Strategy  Use,  Journal  Physics  Education,
Volume 2,3,2008, h.151
30
Sri  Wardhani,  Implementasi  Karakteristik  Matematika  dalam  Pencapaian  Tujuan  Mata Pelajaran Matematika SMPMTs, Yogyakarta : PPPPTK Matematika, 2010, h. 17-18.
tersebut  tergolong  kedalam  soal  rutin,  sehingga  tidak  termasuk  kedalam masalah.  Sebuah  soal  digolongkan  kedalam  masalah  matematik  apabila
tidak segera diperoleh cara penyelesaiannya, namun harus melalui beberapa kegiatan  penyelesaian.  Selain  itu,  suatu  masalah  pada  jenjang  tertentu,
belum tentu akan menjadi masalah pada jenjang lain yang lebih tinggi.
31
Sehingga  dapat  disimpulkan  bahwa  pemecahan  masalah  adalah usaha seseorang untuk mencapai sebuah tujuan dimana peserta didik diminta
untuk  membangun  konsep  dan  pemahamannya  baik  dengan  menggunakan pengalaman-pengalaman  yang  sebelumnya  maupun  tidak  sehingga  tercapai
tujuan  yang  diharapkan.    Untuk  memecahkan  suatu  masalah,  peserta  didik memerlukan  suatu  bentuk  penyelesaian  soal  yang  tidak  dapat  diselesaikan
dengan  mudah.  Mereka  akan  diminta  untuk  mengkonstruk  pengetahuan- pengetahuan  mereka  sebelumnya  dalam  proses  pemecahan  masalah.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu bentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi high order thinking. Proses pemikiran tingkat tinggi
tersebut  membutuhkan  kesiapan  dan  ketekunan  peserta  didik  dalam membuat  sebuah  keputusan  dalam  penyelesaian  masalah  yang  dimaksud
untuk memenuhi tujuan pembelajaran yang diberikan. Proses pemecahan masalah membutuhkan aspek kognitif yang lebih
rendah  seperti  pemahaman,  ingatan,  dan  pengetahuan  terhadap  sebuah materi  sebelumnya.  Aspek  kognitif  tersebut  digunakan  untuk  memeriksa
data  yang  tercantum  dalam  masalah  yang  diberikan.  Kemampuan menganalisis  sebuah  situasi,  dan  pemilihan  sebuah  strategi  juga  menjadi
salah satu aspek penting dalam sebuah pemecahan masalah. Kemampuan  pemecahan  masalah  merupakan  kemampuan  yang
penting  dimiliki  oleh  setiap  peserta  didik  untuk  mengembangkan kompetensi dirinya untuk menjawab permasalahan dalam kehidupan sehari-
31
Utari Sumarmo, “Proses Berpikir Matematik : Apa dan Mengapa Dikembangkan”, dalam Utari  Sumarmo  ed.,  Berpikir  dan  Disposisi  Matematika  Serta  Pembelajarannya,  Bandung  :
Jurusan Pendidikan Matematika UPI, 2013, h.445
hari.  Menurut  Tatag,  terdapat  beberapa  faktor  yang  mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah, yaitu :
32
1.  Pengalaman awal peserta didik terhadap suatu materi yang sebelumnya. 2.  Latar  belakang  pengetahuan  matematika  yang  dimiliki  oleh  peserta
didik.  Pengetahuan  ini  digunakan  sebagai  bahan  dalam  proses pemecahan masalah.
3.  Motivasi tinggi yang dimiliki siswa akan membuat mereka terus berlatih dan berusaha dalam menyelesaikan masalah
4.  Permasalahan  yang  diberikan  tidak  bersifat  ambigu  dan  memiliki permasalahan yang jelas.
Menurut  Saleh  dalam  Zakaria,  menemukan  bahwa  peserta  didik yang  dapat  menyelesaikan  masalah  memiliki  kemampuan  membaca  yang
baik,  mampu  untuk  membandingkan  dan  mencari  kebalikan,  mempunyai kemampuan  untuk  mengidentifikasi  sesuatu  yang  penting  sebagai  sebuah
masalah,  mampu  mengestimasi  dan  menciptakan  sebuah  analogi  dan mencoba dengan berbagai strategi.
33
Kemampuan  peserta  didik  yang  satu  dengan  lainnya  dalam  proses pemecahan  suatu  masalah  akan  berbeda.  Ketekunan  dalam  latihan  serta
pengetahuan  akan  sebuah  konsep  yang  berbeda  memicu  perbedaan  dalam kemampuan pemecahan masalah peserta didik.  Proses pemecahan masalah
membutuhkan  pemikiran  level  tinggi  peserta  didik.  Oleh  karena  itu, dibutuhkan  suatu  proses  latihan  yang  dilakukan  oleh  peserta  didik  untuk
melatih kemampuan pemecahan masalah mereka. Pada  proses  pemecahan  masalah,  peserta  didik  harus  berpikir,
mencoba  hipotesis  yang  telah  dibuat,  dan  jika  pengujian  hipotesis  itu berhasil,  dan  berhasil  memecahkan  masalah,  maka  ia  akan  mempelajari
32
Tatag  Yuli  E.S,  Model  Pembelajaran  Matematika  Berbasis  Pengajuan dan  Pemecahan Masalah Untu Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, Surabaya : UNESA University Press,
2008, h. 35
33
Effandi Zakaria, dan Normah Yussof, op.cit., h. 233.
sesuatu  yang  baru.  Menurut  John  Dewey  1910,  langkah-langkah  yang diikuti dalam proses pemecahan masalah adalah sebagai berikut :
34
1.  Peserta didik dihadapkan dengan suatu permasalahan. 2.  Peserta didik merumuskan suatu permasalahan yang diberikan
3.  Peserta  didik  merumuskan  sebuah  hipotesis  berkeitan  dengan
maslalah tersebut. 4.  Peserta didik melakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah
dibuat sebelumnya. Beberapa  standar  yang  diberikan  NCTM  dalam  pemecahan  masalah
untuk peserta didik antara lain : 1.  Mengkonstruk  pengetahuan  baru  dalam  penyelesaian  pemecahan
masalah. 2.  Penyelesaian masalah dalam berbagai konteks yang berbeda.
3.  Penemuan strategi yang tepat melalui pengaplikasian. 4.  Merefleksikan  proses  yang  telah  dilakukan  dalam  pemecahan  masalah
matematika.
35
Pemecahan  sebuah  masalah  bukan  hanya  mengandalkan  sebuah prosedur  perhitungan  matematika  saja,  namun  dalam  setiap  tahap
penyelesaiannya  dibutuhkan  pemahaman  konsep  matematika  yang  terlibat. Selain  itu,  pemahaman  konsep  tersebut  digunakan  sebagai  dasar  dalam
pembuatan model matematika dari suatu masalah. penggunaan konsep juga disesuaikan  dengan  prinsip  dan  aturan  yang  berlaku  agar  tidak  terjadi
kesalahan dalam proses penyelesaian masalah. Menurut  Utari,  kemampuan  pemecahan  masalah  merupakan  suatu
jenis kemampuan yang didalamnya meliputi beberapa kemampuan, yakni : 1.  Mengidentifikasi  unsur  yang  diketahui,  yang  ditanyakan,  dan
kecukupan unsur yang diperlukan. 2.  Merumuskan
masalah matematik
atau menyusun
model matematik.
3.  Menerapkan  strategi  untuk  menyelesaikan  berbagai  masalah sejenis masalah baru dalam atau di luar matematika.
4.  Menggunakan matematika secara bermakna.
36
34
Nasution S, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara, 2003, h. 171
35
The National Council of Teachers of Mathematics NCTM, op.cit., h.34
Pada  penjelasan  teknis  yang  diberikan  oleh  Dirjen  Dikdasmen Depdiknas,  diuraikan  mengenai  indikator  peserta  didik  yang  dapat
menunjukan  kemampuan  pemecahan  masalah  mereka  adalah  sebagai berikut:
1.  Menunjukan pemahman masalah 2.  Mengorganisasi  data  dan  memilih  informasi  yang  relevan  dalam
pemecahan masalah. 3.  Menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk
4.  Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat 5.  Mengembangkan strategi pemecahan masalah
6.  Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah 7.  Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
37
Indikator  yang  digunakan  untuk  mengukur  kemampuan  pemecahan masalah  dalam  penelitian  ini  diambil  dari  beberapa  indikator  yang
dijabarkan  oleh  Depdiknas,  dengan  pengambilan  beberapa  point  yang disesuaikan  dengan  karakteristik  peserta  didik.  Indikator  pemecahan
masalah yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi : 1.  Mengorganisasi  data  dan  memilih  informasi  yang  relevan  dalam
pemecahan masalah. 2.  Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.
3.  Menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Meningkatkan  kemampuan  pemecahan  maslaah  matematik  peserta
didik  merupakan  hal  yang  seharusnya  menjadi  sebuah  prioritas  bagi  guru. Kemampuan  menganalisis  sebuah  permasalahan  yang  kompleks,  dan
pemilihan  prosedur  pemecahan  masalah  terbaik  untuk  menemukan  solusi permasalahan.
36
Utari  Sumarmo, “Pembelajaran  Keterampilan  Membaca  Matematika  Pada  Siswa
Sekolah  Menengah ”,  dalam  Utari  Sumarmo  ed.,  Berpikir  dan  Disposisi  Matematika  Serta
Pembelajarannya, Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika UPI, 2013,  h. 5
37
Sri  Wardhani,  Analisis  SI  dan  SKL  Mata  Pelajaran  Matematika  SMPMTs  Untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan, Yogyakarta : PPPPTK Matematika, 2008, h.18
4. Aljabar
Kurikulum  mata  pelajaran  matematika  yang  terdapat  di  Indonesia pada  tingkat  SMP  secara  umum  terbagi  menjadi  beberapa  materi  pokok
yaitu aljabar, geometri, dan statistik dan peluang. Materi alajabar merupakan materi yang wajib didapatkan oleh peserta didik pada tingkat SMP.
Menurut NCTM materi pokok aljabar :
38
Instructional  programs  for  prekindergarten  through  grade  12  should enable all students to :
Understand pattern, relations, and functions. Represent  and  analyze  mathematical  situations  and  structures  using
algebraic symbols. Use  mathematical  models  to  represent  and  understand  quantitative
relationships. Analyze change in various contexts.
Standar NCTM  pada materi aljabar mulai dari mengetahui pola-pola, relasi,  fungsi,  sampai  kepada  merepresentasikan  suatu  situasi  matematika
kedalam simbol-simbol  dalam aljabar, membuat  model, dan menyelesaikan model  yang  telah  dibuat.  Tahapan-tahapan  itu  yang  harus  dilakukan  oleh
peserta didik untu memecahkan masalah yang berkaitan dengan aljabar. Tahapan-tahapan  instruksional  program  aspek  aljabar  diatas  dapat
dijadikan sebagai suatu treatment kepada peserta didik untuk meningkatkan kemampuan  pemecahan  masalah  peserta  didik.  Pelatihan  yang  dilakukan
kepada peserta didik dilakukan dengan tahapan-tahapan seperti diatas. Menurut Johnson dan Rising aljabar adalah sebuah bahasa simbol dan
suatu  bentuk  relasi.  Penggunaan  aljabar  bukan  hanya  dalam  ruang  lingkup simbol  atau  bentuk  keabstrakan,  namun  penggunaannya  dapat  diperluas
hingga  penyelesaian  masalah  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Pemecahan masalah  dilakukan  dengan  terlebih  dahulu  membuat  simbol-simbol  dan
kemudian menyelesaikan simbol tersebut.
39
38
The National Council of Teachers of Mathematics NCTM, op.cit., h.22
39
Al Krismanto, Kapita Selekta Pembelajaran Aljabar di Kelas VII SMP, Yogyakarta : PPPPTK Matematika, 2009, h. 1.
Materi  aljabar  sering  digunakan  dalam  penyelesaian  materi  geometri dan  analisis  data  statistic.  Aljabar  adalah  akar  dari  penyelesaian  suatu
persamaan.    Dalam  aljabar  kita  harus  merepresentasikan  suatu  kondisi kedalam  bentuk  simbol-simbol  yang  akan  digunakan  dalam  pemecahan
suatu  masalah.  Lebih  jauh  dapat  dikatakan  bahwa  aljabar  adalah  tentang struktur  abstrak  yang  digunakan  untuk  memecahkan  suatu  masalah  dengan
penggunaan simbol-simbol. Materi aljabar yang digunakan dalam bahan ajar adalah materi aljabar
kelas  VII  semester  I.  Materi  pokok  yang  akan  dibahas  yaitu  materi aritmatika sosial, dan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.
Penggunaan  materi  aljabar  sangat  diperlukan  untuk  memecahkan maslalah  aritmatika  sosial.  Beberapa  tahapan  pemecahan  masalah
dibutuhkan  dalam  proses  penyelesaian  aritmatika  sosial.  Aritmatika  sosial merupakan  pembahasan  mengenai  proses  jual  beli  seperti  untung,  rugi,
maupun bunga, dan angsuran. Soal-soal pemecahan masalah yang ada pada materi aritmatika sosial  membutuhkan kemampuan mengubah suatu situasi
kedalam simbol matematika. Penggunaan  suatu  pemodelan  dalam  pembelajaran  matematika  pada
materi  aljabar  sangat  penting.  Permodelan  bukan  hanya  digunakan  dalam menyelesaikan  permasakahan-permasalahan  yang  biasa  ditemui,  melainkan
juga  dapat  digunakan  untuk  memecahkan  masalah  sehari-hari  yang berkaitan  dengan  aritmatika  sosial,  persamaan  dan  pertidaksamaan  linear
satu  variabel.  Permodelan  ini  digunakan  sebagai  bentuk  penyederhanaan suatu bentuk permasalahan, sehingga dapat dikerjakan secara sederhana.
Aljabar sebagai salah satu materi matematika memiliki cakupan yang luas.  Penyelesaian  beberapa  permasalahan  banyak  menggunakan  prinsip
aljabar  di  dalam  kesehariannya.  Aljabar  merupakan  suatu  bentuk  angka maupun  huruf  yang  dapat  menyatakan  sebuah  ekspresi.  Sehingga  bentuk
permasalahan dapat disederhanakan dengan menggunakan prinsip aljabar.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah : 1.  Indah  Wahyu  Ariesta,  Arnelis  Djalil,  dan  M.  Coesamin  2012  dengan
judul penelitian “Efektivitas Pendekatan Kontekstual Ditinjau Dari Sikap dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa.” Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa sikap siswa terhadap pendekatan kontekstual lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Selain itu, rata-rata
kemampuan  pemecahan  masalah  siswa  dengan  menggunakan  pendekatan kontekstual  lebih  baik  dibandingkan  rata-rata  kemampuan  pemecahan
masalah dengan pembelajaran konvensional.
40
2. I Nyoman Gita 2007 dengan judul penelitian “Implementasi Pendekatan
Kontekstual  Untuk  Meningkatkan  Prestasi  Belajar  Matematik  Siswa  di Sekolah  Dasar.”  Hasil  penelitian  ini  menunjukan  bahwa  implementasi
pendekatan  kontekstual  melalui  pembelajaran  kooperatif  berbantuan  LKS meningkatkan  hasil  belajar  siswa.  Hal  tersebut  dapat  dilihat  dari
peningkatan  skor  rata-rata  kelas  yang  meningkat  pada  siklus  I  dan  siklus II. respon yang diberikan oleh siswa terhadap pembelajaran juga tergolong
kedalam kategori sangat positif.
41
3.  Mukhni  Armiati,  dan  Hastuti  Febrianti  2013  dengan  judul  penelitian “Efektivitas  Penerapan  Pendekatan  Kontekstual  dalam  Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah  Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 9 Padang
.” Hasil penelitian yang dikemukakan adalah penerapan pendekatan kontekstual  cukup  efektif  digunakan  untuk  meningkatkan  kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa. Persentase siswa dengan penerapan
40
Indah  Wahyu  Ariesta,  Arnelis  Djalil,  dan  M.  Coesamin,    Efektivitas  Pendekatan Kontekstual  Ditinjau  Dari  Sikap  dan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Siswa,  Jurnal
Pendidikan Matematika Volume 1 No.4, 2012, h. 132
41
I  Nyoman  Gita,  Implementasi  Pendekatan  Kontekstual  Untuk  Meningkatkan  Prestasi Belajar  Matematika  Siswa  di  Sekolah  Dasar,  Jurnal  Penelitian  dan  Pengembangan  Pendidikan
II, 2007, h.33
pendekatan  kontekstual  yang  mampu  memecahkan  masalah  lebih  tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan metode langsung.
42
C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan
Pembelajaran  matematika  merupakan  sustu  proses  yang  digunakan untuk  menciptakan  suatu  suasana  belajar  dengan  menggunakan  berbagai
macam  strategi  dan  bahan  ajar  untuk  meningkatkan  kemampuan  matematis peserta  didik.  Pembelajaran  matematika  lebih  diarahkan  pada  proses
pembelajaran  bermakna  yang  dapat  meningkatkan  kemampuan  dasar matematika.
Kemampuan  dasar  matematika  yang  dituntut  oleh  kurikulum pendidikan Indonesia salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah.
Namun  kenyataannya,  kemampuan  pemecahan  masalah  peserta  didik tergolong  rendah.  Kemampuan  pemecahan  masalah  adalah  suatu  keahlian
untuk  menemukan  solusi  atas  sebuah  kondisi  atau  permasalahan  dimana solusi masalah tersebut belum tampak dengan jelas.
Kemampuan  pemecahan  masalah  memiliki  peran  yang  cukup  penting terhadap  pembelajaran  matematika  di  sekolah.  Dengan  kemampuan
pemecahan  masalah  yang  baik,  maka  peserta  didik  akan  mampu  untuk menyelesaikan  permasalahan  yang  berkaitan  dengan  matematika  termasuk
permasalahan kehidupan sehari-hari yang menggunakan prinsip matematika. Salah  satu  aspek  matematika  yang  menuntut  peserta  didik  untuk
memiliki  kemampuan  pemecahan  masalah  adalah  aspek  aljabar.  Pada  aspek aljabar  terdapat  beberapa  materi  pokok  matematika,  diantaranya  adalah
aritmatika sosial,  persamaan dan pertidaksamaan  linear satu  variabel. Materi metematika  tersebut  merupakan  salah  satu  bentuk  materi  yang  dapat
diaplikasikan dalam konteks kehidupan nyata peserta didik. Sehingga dengan
42
Mukhni Armiati, dan Hastuti Febrianti, Efektivitas Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam  Meningkatkan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematika  Siswa  Kelas  VIII  SMPN  9
Padang, Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013, h.589
proses  pembelajaran  diharapkan  peserta  didik  dapat  melakukan  proses pemecahan masalah yang terkait dengan materi tersebut.
Bahan  ajar  juga  dapat  diartikan  sebagai  segala  bentuk  bahan  yang disusun  secara  sistematis  yang  memungkinkan  siswa  dapat  belajar  dengan
dirancang  sesuai  kurikulum  yang  berlaku.  Dengan  adanya  bahan  ajar,  guru akan lebih runtut dalam mengajarkan materi kepada siswa dan tercapai semua
kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya. Salah satu pendekatan inovatif dalam pembelajaran matematika adalah
pendekatan  kontekstual.  Pendekatan  ini  merupakan  salah  satu  pendekatan pembelajaran  yang  menuntut  peserta  didik  untuk  berpikir  tingkat  tinggi
dengan  mengkaitkan  materi  metematika  dengan  konteks  kehidupan  nyata serta  mengkonstruk  pengetahuan  dalam  pikiran  mereka  masing-masing.
Pembelajaran  dengan  pendekatan  ini  menekankan  pada  peran  peserta  didik sebagai subjek pembelajaran, bukan sebagai objek pembelajaran.
Pendekatan  kontekstual  menekankan  bahwa  pembelajaran  tidak  hanya sekedar  menghafal,  tetapi  lebih  kepada  pengkonstruksian  pengetahuan
masing-masing.  Selain  itu,  dalam  proses  pembelajaran,  pendekatan kontekstual mendorong agar peserta didik belajar secara berkelompok dalam
memecahkan suatu masalah. Mengacu pada manfaat dan fungsi bahan ajar dan proses pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan kontekstual, maka peserta didik akan lebih mudah  memahami  suatu  materi  matematika  dengan  baik,  dan  lebih  mampu
mengeksplorasi kemampuan yang mereka miliki. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan  kemampuan  pemecahan  masalah  peserta  didik  pada  materi
aritmatika sosial,persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.
Secara ringkas, pengajuan konseptual intervensi tindakan disajikan pada bagan di bawah ini :
Bagan 2.4 Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan