Asas-asas Hukum perjanjian TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KONTRAK

bagian yang merupakan sifat yang melekat pada perjanjian oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan mengenai domisili para pihak. 38 1. Asas kebebasan berkontrak

C. Asas-asas Hukum perjanjian

Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas, antara lain: Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: a. membuat atau tidak membuat perjanjian b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan d. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Asas kebebasan berkontrak yang disebut di dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata bukan berarti bahwa tidak ada batasannya sama sekali, melainkan kebebasan seseorang dalam membuat perjanjian tersebut hanya sejauh perjanjian yang dibuatnya itu tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1337 KUH Perdata. 39 Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaisance melalui 38 Ibid. 39 A. Qirom Syamsudin Meliala, Op.Cit, hal. 19. Universitas Sumatera Utara antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, Jhon Locke, dan Rousseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Pada akhir abad ke-9, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham individualisme mulai pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya Perang Dunia II. Paham ini tidak mencerminkan keadilan karena paham individualis memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Masyarakat ingin pihak yang lemah mendapatkan perlindungan. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Akibatnya asas kebebasan berkontrak ini semakin sempit dilihat dari beberapa segi, yaitu dari segi: a kepentingan umum, b perjanjian baku, dan c perjanjian dengan pemerintah. 40 2. Asas Konsensualisme Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan meruapakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. 40 Mohd. Syaufii Syamsuddin, Op.Cit, hal. 21. Universitas Sumatera Utara Salah satu bentuk konsensualisme suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis adalah adanya pembubuhan tanda tangan dari pihak yang terlibat perjanjian dimaksud. Tanda tangan mana selain berfungsi sebagai wujud kesepakatanpersetujuan atas tempat dan waktu serta isi perjanjian, juga berhubungan dengan kesengajaan para pihak untuk membuat kontrak sebagai bukti atas suatu peristiwa. 41 Terhadap asas konsensualisme ini ada pengecualiannya, yaitu apabila ditentukan suatu formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan ancaman batal apabila tidak dipenuhi formalitas tersebut, seperti misalnya perjanjian penghibahan, jika mengenai benda tidak bergerak harus dilakukan dengan akta notaris, perjanjian harus diadakan secara tertulis. Perjanjian ini dinamakan perjanjian formal. 42 3. Asas Keseimbangan Kata keseimbangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti keadaan seimbang seimbang-sama berat, setimbang, sebanding, setimpal. Dalam hubungannya dengan kontrak, secara umum asas keseimbangan bermakna sebagai keseimbangan posisi para pihak yang membuat kontrak. 43 Menurut AB Massier Marjanne Termorshuizen-Arts, dalam hubungannya dengan perikatan, keseimbangan evenwichtigheid menunjuk dasar bagi keseimbangan dan keserasian dalam kontrak tersurat dalam Pasal 1320 KUH 41 Adriean Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa: Dan berbagai permasalahannya, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal. 41. 42 A. Qirom Syamsuddin Meliala, Op.Cit, hal. 21. 43 Muhammad Syaifuddin, Op.Cit, hal. 97. Universitas Sumatera Utara Perdata, hanya jika dalam keadaan in concreto ada keseimbangan dan keserasian, maka tercapailah kesepakatan atau konsensus yang sah antara para pihak. Untuk penerapannya hakim memperhatikan adanya indikasipatokan tertentu yang merupakan dasar bagi kesimpulan bahwa telah terjadi penyalahgunaan keadaan yang dimungkinkan karena adanya ketidakseimbangan kedudukan para pihak. 44 Asas keseimbangan menurut Herlien Budiono dilandaskan pada upaya mencapai suatu keadaan seimbang yang sebagai akibat darinya harus memunculkan pengalihan kekayaan secara absah. Tidak terpenuhinya keseimbangan berpengaruh terhadap kekuatan yuridikal kontrak. Dalam terbentuknya kontrak, ketidakseimbangan dapat muncul, karena perilaku para pihak sendiri maupun sebagai konsekuensi dari substansi muatan isi kontrak atau pelaksanaan kontrak. Pencapaian keadaan seimbang, mengimplikasikan dalam konteks pengharapan masa depan yang objektif, upaya mencegah dirugikannya satu diantara dua pihak dalam kontrak. 45 4. Asas Pacta Sunt Servanda Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian uang dibuat oleh para pihak. 44 Ibid. 45 Ibid. Universitas Sumatera Utara Jadi dengan demikian maka pihak ketiga tidak bisa mendapatkan kerugian karena perbuatan mereka dan juga pihak ketiga tidak mendapatkan keuntungan karena perbuatan mereka itu, kecuali kalau perjanjian itu dimaksudkan untuk pihak ketiga. 46 5. Asas Itikad Baik Goede Trouw Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, yang berbunyi: “ Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang “.Menurut Subekti bahwa: “Tujuan asas pacta sunt servanda adalah untuk memberikan perlindungan kepada para pembeli bahwa mereka tak perlu khawatir akan hak-haknya karena perjanjian itu berlaku sebagai undang- undang bagi para pihak yang membuatnya”. Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata. Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang objektif. 46 A. Qirom Syamsuddin Meliala,Op.Cit, hal. 20. Universitas Sumatera Utara KUH Perdata hanya mengatur prinsip itikad baik good faith pada saat pelaksanaan kontrak; padahal sebenarnya dalam tahap negosiasi itupun sudah timbul hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh para pihak demi menegakkan prinsip itikad baik dan transaksi wajarjujur good faith dan fair dealing. Perlu kita pahami bahwa mekanisme terjadinya kontrak dalam dunia bisniskomersial selalu didahului oleh tahap negosiasi dimana masing-masing pihak mengajukan letter of intent yang memuat keinginan masing-masing pihak untuk membuat suatu kontrak. Selanjutnya setelah ada kesepahaman atas kehendak untuk mengadakan kontrak tersebut, maka para pihak akan membuat ”Memorandum of Understanding” MOU yang memuat keinginan masing- masing pihak sekaligus adanya tenggang waktu pencapaian kesepakatan untuk terjadinya kontrak. Proses inilah yang disebut sebagai proses Prakontrak. Dalam tahap prakontrak ini masing-masing pihak harus menegakkan prinsip itikad baik, yang oleh karena itu jika salah satu pihak beritikad buruk, maka haruslah disediakan sarana hukum berupa hak gugat dan hak untuk menuntut ganti rugi dalam tahap prakontrak. 47 Untuk sebagai pedoman, dalam Prinsip Kontrak Komersial International UNIDROIT terdapat prinsip yang relevan dengan penggunaan itikad baik ini, yaitu Prinsip nomor lima, yaitu Prinsip larangan bernegosiasi dengan itikad buruk yang terdapat pada Pasal 2.15 UPICCs Unidroit Principles of International Commercial Contracts. Jadi dalam prinsip UNIDROIT tanggung jawab hukum telah lahir sejak proses negosiasi. Dan prinsip hukum tentang negosiasi yaitu : 47 Jusuf Patrick, culpa in contrahendo pars pro toto tanggung jawab hukum prakontraktual dalam prinsip hukum unidroit, http:notarissby.blogspot.com200903prinsip- kontrak-komersial-international.html, diunduh pada 16 April 2014. Universitas Sumatera Utara 1. Kebebasan negosiasi; 2. Tanggung jawab atas negosiasi dengan itikad buruk; 3. Tanggung jawab atas pembatalan negosiasi dengan itikad buruk. Tanggung jawab atas negosiasi dengan itikad buruk terbatas hanya pada kerugian yang diakibatkannya terhadap pihak lain. Penuntutan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip good faith dan fair dealing dari hukum UNIDROIT tersebut; yang dapat ditafsirkan bahwa pihak yang dirugikan hanya dapat menuntut pengembalian atas biaya yang telah dikeluarkan dan atas kehilangan kesempatan untuk melakukan kontrak dengan pihak ketiga. Akan tetapi ia tidak dapat menuntut ganti rugi atas keuntungan yang diharapkan dari kontrak yang batal diadakan itu. 48 Seperti di Perancis pihak yang melakukan perundingan tanpa maksud sungguh-sungguh untuk membuat perjanjian atau pihak yang membatalkan perjanjian tanpa alasan yang tepat akan bertanggung jawab kepada pihak lainnya atas dasar perbuatan melawan hukum, bahkan jika perundingan sudah mencapai tingkat yang matang untuk lahirnya suatu perjanjian, pihak yang mengundurkan diri dari perundingan mungkin saja dibebani kewajiban berdasarkan hubungan kontraktual. 49 6. Asas Kepatutan Asas kepatutan mengarahkan substansi atau isi kontrak yang disepakati para pihak yang akan dicantumkan dalam kontrak harus memperhatikan perasaan 48 Ibid. 49 Suharnoko, Hukum Perjanjian:Teori dan analisa Kasus, Jakarta, Kencana, 2007, hal. 9. Universitas Sumatera Utara keadilan rechtsgevoel dalam masyarakat. Perasaan keadilan dalam masyarakat inilah yang akan menentukan hubungan hukum diantara para pihak itu patut atau tidak patut, adil atau tidak adil. 50 a. Fungsi melarang, artinya suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan. Contoh: dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, karena bertentangan dengan asas kepatutan. Pemberlakuan asas kepatutan dalam suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu: b. Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan asas kepatutan untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai. Asas kepatutan yang maknanya diuaraikan diatas terkandung secara tegas dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa: “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala ssuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.” 7. Asas Kepribadian Personalitas Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “ Pada umumnya seseorang tidak 50 Muhammad Syaifuddin, Op.Cit. hal. 102. Universitas Sumatera Utara dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang berbunyi: “Lagipun diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada orang lain, memuat suatu janji yang seperti itu. Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang- orang yang memperoleh hak dari padanya. Disamping kelima asas itu, di dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17-19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional. Kedelapan asas itu adalah asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan, dan asas perlindungan. Universitas Sumatera Utara

D. Bentuk-bentuk dan fungsi Perjanjian 1. Bentuk Perjanjian