pasal 1320 KUH Perdata. Apabila salah satu syarat atau lebih syarat tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut tidak sah sehingga akibat-akibat hukumnya
pun sebagaimana dimaksudkan tidak terjadi pula.
16
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Syarat-syarat tersebut adalah:
Syarat pertama sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan atau konsensus para pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH
Perdata. Kesepakatan merupakan persesuaian pendapat satu sama lainnya tentang isi perjanjian dan mencerminkan kehendak untuk mengikatkan diri. Hal yang
penting pada suatu perjanjian adalah bahwa masing-masing pihak menyatakan persetujuannya sesuai dengan pernyataan pihak lainnya.
17
1 Bahasa yang sempurna dan tertulis;
Yang sesuai itu adalah pernyataannya karena kehendak itu tidak dapat dilihatdiketahui orang lain. Ada
lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:
2 Bahasa yang sempurna secara lisan;
3 Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Hal
ini mengingat dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti
oleh pihak lawannya; 4
Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya; dan 5
Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan
18
16
A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Yogyakarta, Liberty, 1985, hal. 11.
17
Mohd. Syaufii Syamsuddin, Op.Cit, hal. 7.
18
H. Salim HS, H. Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Op.Cit, hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
Kata sepakat mereka disini harus diberikan secara bebas. Walaupun syarat kata sepakat ini sudah dirasakan atau dianggap telah dipenuhi, mungkin terdapat
suatu kekhilafan dimana suatu perjanjian yang telah disepakati itu, pada dasarnya ternyata bukan perjanjian, apabila kedua belah pihak beranggapan menghendaki
sesuatu yang sama akan tetapi tidak. Keadaan ini kita jumpai bilamana terjadi kekhilafan. Perjanjian yang timbul secara demikian dalam beberapa hal dapat
dibatalkan.
19
Yang menjadi persoalan adalah sejak kapan syarat kesepakatan tersebut terpenuhi. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat sukar untuk ditentukan. Untuk
itu pada umumnya para praktisi hukum lebih cenderung berpendapat bahwa untuk mengetahui sejak kapan syarat tersebut terpenuhi, dengan memahami proses
terjadinya kesepakatan, yang dalam praktek hukum perjanjian disebut sebagai proses penawaran dan penerimaan. Perjanjian terjadi bila ada suatu penawaran
yang diikuti dengan penerimaan, atau sebagai ijab kabul. Untuk itu, diperlukan adanya pihak yang menawarkan dan adanya pihak yang menerima penawaran.
Penawaran pada asasnya merupakan pernyataan kehendak, oleh karenanya harus dinyatakandiutarakan, penawaran adalah suatu usul yang telah dibuat sedemikian
rupa dan bila penawaran tersebut diterima, akan melahirkan perjanjian.
20
Kata sepakat dapat terjadi karena beberapa hal yang tidak dibenarkan secara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1321 KUH Perdata yaitu
“tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”. Dalam praktiknya ada beberapa hal
19
A. Qirom Syamsudin Meliala, Op.Cit, hal. 9.
20
Mohd. Syaufii Syamsuddin, Op.Cit, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan yang tidak dibenarkan secara hukum terjadi pada proses pencapaian kesepakatan, yaitu
21
1 Penipuan fraud
:
Penipuan adalah dengan sengaja mengajukan gambaran atau fakta yang salah untuk memasuki hubungan kontrak. Untuk itu pihak yang tidak bersalah harus
bersandar pada gambaran yang salah tadi dan secara finansial, pihak yang merugikan orang lain wajib membayar ganti rugi.
2 Kesalahan mistake
Kesalahan adalah apabila dua pihak mengadakan perjanjian denngan fakta yang ternyata salah, sehingga pihak tadi dapat membatalkan kontrak setelah
mengetahui fakta yang sebenarnya. 3
Paksaan Duress Paksaan terjadi apabila salah satu pihak lain menyetujui kontrak dengan ancaman
penjara, jiwa, atau badan. Ancaman ini dapat saja dilakukan terhadap dirinya, keluarganya, dan ancamannya tidak bersifat fisik, misalnya ancaman untuk
membuat bangkrut atau tidak mendapatkan kekayaan yang menjadi haknya. 4
Penyalahgunaan keadaan undue influence Penyalahgunaan keadaan tidak diatur dalam KUH Perdata. Namun, ketiadaan
aturan hukum positif tidak berarti bahwa penyelahgunaan keadaan tidak dapat diterapkan dalam penyelesaian kasus-kasus perdata di Indonesia. Buktinya, ada
dua putusan Mahkamah Agung MA yang dapat dianggap sebagai yurisprudensi, yang dalam konsideransnya memuat pertimbangan terjadinya penyalahgunaan
21
Salim HS, H. Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Op.Cit, hal. 12-14.
Universitas Sumatera Utara
keadaan oleh satu diantara dua pihak yang melaksanakan perjanjian, yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 1904KSip1982 dan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 3431KPdt1985.
22
Dalam KUH Perdata tidak disebutkan secara jelas tentang momentum terjadinya perjanjian. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata hanya disebutkan cukup
dengan adanya konsensus kesepakatan para pihak. Dalam berbagai literatur disebutkan empat teori yang membahas momentum terjadinya perjanjian, yaitu:
Pada hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpu pada dua hal berikut, yaitu penyalahgunaan keunggulan ekonomi dan penyalahgunaan
kejiwaan. Rutinga menyebutkan inti penyalahgunaan keunggulan ekonomis terletak pada ketidakseimbangan kekuatan dalam melakukan tawar-menawar
inequality of bargaining power atau perundingan antara pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Adapun penyalahgunaan keunggulan kejiwaan
terjadi apabila salah satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif atau keadaan jiwa yang istimewa dari pihak lain. Pihak yang dirugikan dibujuk untuk
melakukan perbuatan hukum yang sama sekali tidak dikehendakinya, seperti misalnya status sosial, hubungan dokter dan pasien, pengacara dan klien, dan lain-
lain.
23
a. Teori Pernyataan Uitingstheorie
Menurut teori pernyataan, kesepakatan toesteming terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran
itu. Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru
22
Muhammad Syaifuddin, Op.Cit. hal 120.
23
H. Salim HS, H. Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Op.Cit, hal. 25-26.
Universitas Sumatera Utara
menjatuhkan ballpoint untuk menyatakan menerima, kesepakatan sudah terjadi. Kelemahan teori ini adalah sangat teoritis karena dianggap
terjadinya kesepakatan secara otomatis. b.
Teori Pengiriman verzendtheorie Menurut teori pengiriman, kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menerima penawaran mengirimkan telegram. Kritik terhadap teori ini bagaimana hal itu bisa diketahui. Bisa saja, walau sudah dikirim tetapi
tidak diketahui oleh pihak yang menawarkan. Teori ini juga sangat teoritis, dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.
c. Teori Pengetahuan vernemingstheorie
Teori pengetahuan berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie penerimaan, tetapi
penerimaan itu belum diterimanya tidak diketahui secara langsung. Kritik terhadap teori ini, bagaimana ia mengetahui isi penerimaan itu
apabila ia belum menerimanya. d.
Teori Penerimaan Ontvangstheorie Menurut teori penerimaan bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak yang
menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan. Didalam hukum positif Belanda, juga diikuti yurisprudensi, maupun
doktrin, teori yang dianut adalah teori pengetahuan vernemingstheorie dengan sedikit koreksi dari teori penerimaan Ontvangstheorie. Maksudnya penerapan
teori pengetahuan tidak secara mutlak, sebab lalu lintas hukum menghendaki gerak cepat dan tidak menghendaki formalitas yang kaku sehingga teori
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan yang dianut. Diperlukan waktu yang lama jika harus menunggu sampai mengetahui secara langsung adanya jawaban dari pihak lawan Teori
penerimaan.
24
Logemann menyebut badan hukum sebagai suatu personifikasi atau perwujudan bestendigheid hak dan kewajiban. Sedangkan R. Subekti
mengatakan badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia,
serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim. Disamping itu, Wirjono Prodjodikoro juga mengemukakan pengertian suatu
badan hukum yaitu badan, disamping manusia perseorangan yang dianggap dapat
2. Kecakapan bertindak