1. Paradigma Klasik yang mencakup positivism dan postpositivism Menempatkan ilmu sosial seperti halnya ilmu-ilmu alam dan fisika, dan
sebagai metode yang terorganisir untuk mengkombinasikan deductivelogic dengan pengamatan empiris, guna secara probabilistik menemukan – atau
memperoleh konfirmasi tentang – hukum sebab akibat yang bisa digunakan memprediksi pola-pola umum gejala sosial tertentu.
2. Paradigma Konstruktisvisme Memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially
meaningful action melalui pengamatan langsung dan rinci terhadap pelaku sosial dalam setting keseharian yang alamiah, agar mampu memahami dan
menafsirkan bagaimana para pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan mengelola serta memelihara dunia sosial mereka.
3. Paradigma Teori – Teori Kritis Mendefinisikan ilmu sosial sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha
mengungkap ”the real structures” dibalik ilusi, false needs, yang dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk suatu
kesadaran sosial agar memperbaiki dan merubah kondisi kehidupan manusia
II.1.3 Persepektif - Paradigma dalam Ilmu Komunikasi
Perspektif adalah cara pandang untuk melihat sesuatu objek, sedangkan paradigma adalah suatu spirit d
ari prinsip-prinsip yang dianut dalam suatu sistem. Paradigma adalah model atau pola pikir menghadapi suatu hal atau masalah. Dalam konteks keyakinan,
paradigma sangat memungkinkan untuk dipersepektifkan, tergantung cara pandang dan kedalaman informasi yang dimiliki.
Namun demikian suatu paradigma yang diyakini baik belum tentu akan diperspektifkan baik juga. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah upaya
konsisten untuk melakukan interaksi dan komunikasi yang logis, sehingga perbedaan perspektif tersebut mencair dan fokus menuju targetnya.
Pengukuran dan bebas nilai, yang khas pada persepektif positivisme, berarti mengukurkan
Universitas Sumatera Utara
teori pada realitas sambil menyatakan bahwa apa yang ditemukan adalah apa adanya, tanpa intervensi dari subjek pengamat. Dengan menggunakan perspektif
berarti menyadari bahwa suatu pemahaman selalu dibangun antara apa yang diamati dan apa yang menjadi konsep pengamat.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma positivisme yang bebas nilai dalam melakukan interview dengang informan dan menyelaraskan
pemahaman peneliti bedasarkan kejadian – kejadian yang diamati di lapangan, kemudian menganalisa data yang ditemukan semasa penelitian.
II.1.4. Pengertian Teori
Teori adalah abstraksi dari realitas. Teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan definisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris
secara sistematis. Sedangkan Little John and Foss 2005: 4 mengatakan “ A Theory is a system of thought, a way of looking”. Jadi dapat disimpulkan teori
merupakan konseptualisasi mengenai aspek dunia empirik tentang suatu fenomena, peristiwa atau gejala yang telah tersusun secara sistematis dengan
penjelasan yang logis. Di dalam dunia akademisi teori dijadikan alat berpikir untuk mempelajari
peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala yang ada disekitar. Peristiwa atau gejala tersebut disebut dengan data atau fakta. Dalam proses pembuatan teori, Little John
dan Foss 2005 memberikan gambaran sederhana yang mencakup tiga hal sebagai berikut:
1. Mengembangkan pertanyaan. Ketika kita menemukan suatu fenomena dalam lingkungan sekitar kita,
maka kita akan mulai mengembangkan pertanyaan tentang fenomena apa yang sedang terjadi.
2. Pengamatan. Pengamatan yaitu tahapan berikutnya setelah kita menemukan suatu
fenomena yang sedang terjadi, kita juga mengamati dan mencari informasi lebih lanjut untuk mendapat kejelasan tentang penyebab fenomena tersebut
dapat terjadi.
Universitas Sumatera Utara
3. Mengkonstruksi jawaban. Tahapan ini kita mulai menyusun jawaban – jawaban dari setiap pertanyaan
secara sistematis dan logis. Tahapan - tahapan inilah yang disebut menyusun teori.
Menurut Little John 2005 penjelasan dalam teori berdasarkan prinsip keperluan The Principal of Necessity terbagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Causal Necessity keperluan kausal, yaitu penjelasan yang menerangkan hubungan sebab akibat.
2. Practical Necessity keperluan praktis, yaitu penjelasn yang menunjukkan kondisi hubungan tindakan-konsekuensi.
3. Logical Necessity keperluan logis, yaitu x dan y secara konsisten akan selalu menghasilkan x.
Karena teori adalah konstruksi ciptaan manusia secara individual, maka sifatnya relatif, dalam arti tergantung pada cara pandang si pencipta teori, sifat
dan aspek yang diamati, serta kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat, dan lingkungan sekitar diamana teori tersebut di buat.
Menurut Abraham Kaplan 1964 sifat dan tujuan teori bukan semata-mata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat
fakta, mengorganisasikan serta merepresentasikan fakta tersebut. Dengan demikian teori yang baik adalah teori yang sesuai dengan realitas kehidupan.
Apabila konsep dan pejelasan tidak sesuai dengan relaitas, maka teori demikian dinamakan teori semu. Jadi teori yang baik harus memenuhu kedua unsur
tersebut: 1. Teori yang sesuai dengan reallitas kehidupan
2. Teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta diterapkan kedalam kehidupan nyata.
Fungsi teori menurut Little John dalam Jalaludin, 2000:6 ada sembilan: 1. Mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal.
2. Memfokuskan. Pada dasarnya teori hanya menjelaskan suatu hal bukan banyak hal.
Universitas Sumatera Utara
3. Menjelaskan. Maksudnya teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang diamati.
4. Pengamatan. Teori tidak saja menjelaskan tentang apa yang sebaiknya diamati tetapi juga memberikan petunjuk bagaimana “cara” mengamatinya.
5. Prediksi atau perkiraan. Fungsi ini penting sekali bagi bidang-bidang kajian ilmu komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi
dalam organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan, public relations dan media massa.
6. Heuristik. Fungsi ini harus mampu menstimuli penelitian selanjutnya, bila konsep-konsepnya jelas dan memiliki penjelasan operasional sehingga dapat
dijadikan pegangan bagi penellitian-penelitian selanjutnya. 7. Komunikasi. Teori ini harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka
terhadap kritik-kritik, sehingga penyempurnaan teori dapat dilakukan. 8. Normatif. Mampu mengontrol kehidupan manusia atau masyarakat, karena
teori ini sangat berpotensi berkembang menjadi norma-norma atau nilai- nilai yang dipegang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
9. Generatif. Mampu menjadi sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan baru. Fungsi ini
terutama menonjol dikalangan pendukung teori kritis.
II.1.5. TIPOLOGI TEORI KOMUNIKASI