28 menjabarkan visi, misi, tujuan ke dalam langkah-langkah dan aksi
yang konkrit, yang dikaitkan dengan pola dasar asumsi yang ada disekolah. Jika terdapat pola dasar asumsi yang tidak cocok atau
relevan, berarti pola dasar ini harus diubah dengan pola dasar asumsi yang baru. Oleh karena itu, konsep dasar pemikiran
mengenai upaya membangun dan mengembangkan budaya sekolah hendaklah dimulai dari perumusan visi sekolah.
Langkah-langkah pemgembangan kultur sekolah, dapat dirumuskan sebagai berikut; 1 menetapkan kelompok yang
bersama-sama memiliki
kesadaran,kemauan dan
komitmen melakukan perubahan; 2 rumuskan visi dan misi, dan tujuan
sekolah, berserta harapan-harapannya; 3 Siapkan Sumber Daya Manusia dengan kemampuan, kesadaran dan kebersamaan yang
berkaitan dengan visi dan misi tersebut dan bentuk tim-tim task force sesuai dengan rancangan program dan kegiatan yang akan
dilakukan; 4 memulai dengan langkah-langkah dan tindakan yang kongkrit, mengaitkan tindakan kongkrit dengan nilai-nilai dan
asumsi dasar yang tidak cocok diubah; 5 siapkan dua strategi secara simulan strategi level individu dan level kelembagaan
seperti level individu, dan level kelembagaan.
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur ’aini Yunia 2013 dengan judul
“ Kultur Sekolah dan Karakter Siswa di SMA NEGERI 1 JETIS
29 BANTUL
”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa SMA Negeri 1 Jetis Bantul memiliki lingkungan yang luas, bersih dan asri.
Bangunan sekolah yang ada sudah memadai, serta didukung berbagai fasilitas lain yang sangat mendukung kegiatan proses
belajar mengajar yang kondusif. Beberapa slogan atau poster tentang larangan, perintah atau himbauan kepada warga sekolah
pun turut mewarnai dinding sekolah yang letaknya cukup strategis. Nilai-nilai positif yang tumbuh dan tercipta di SMA Negeri 1
Bantul dapat mendukung terbentuknya kultur sekolah yang positif pula. Pertama, nilai kebersihan dan nilai cintapeduli lingkungan,
penanaman nilai ini dilakukan baik melalui kegiatan kerja bakti seluruh warga sekolah maupun sosialisasi melalui slogan yang
dipasang di sudut sekolah yang strategis. Kedua, nilai religius terlihat dari kebiasaan yang dilakukan warga sekolah, dalam
melakukan ibadah dan memperingati hari-hari keagamaan. Sedangkan nilai toleransi dan nilai sopan santun telah tercipta di
lingkungan SMA Negeri 1 Jetis Bantul. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Fify Rosaliana 2015 dengan judul
“ Kultur Sekolah di SMA GADJAH MADA ” Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kultur sekolah SMA Gadjah Mada Yogyakarta
merupakan kultur sekolah yang negatif. Warga sekolah belum memahami kultur sekolah yang berkembang di dalam lingkungan
sekolah sehingga nilai-nilai negatif terus berkembang tanpa
30 adanya penanganan yang serius. Asumsi warga sekolah mengenai
kultur sekolah SMA Gadjah Mada Yogyakarta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Kultur yang positif bukan hanya menurut cara
pandang tertentu, akan tetapi bagaimana sekolah dapat mengolah kultur dengan cara memahami kultur sekolah agar dapat
meminimalisir kultur negatif. Asumsi siswa serta guru dapat menimbulkan pola fikir yang negatif terhadap kultur sekolah.
3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indra Rahayu Ningsih 2015 dengan judul
“ Peran Kultur Sekolah dalam Meminimalisir Kenakalan Remaja di MAN YOGYAKARTA II
I ” menunjukan bahwa kultur sekolah di MAN Yogyakarta III mampu memberikan
kenyamanan bagi warganya. Hal tersebut ditunjukkan melalui artifak fisik yang berupa kondisi lingkungan sekolah, akses
terhadap sekolah, taman, tata gedung, interior, tata ruang, ruang bimbingan konseling, alat pendukung olahraga, alat penunjang
ekstrakurikuler, laboratorium, kantin sekolah, dan masjid. Artifak perilaku ditunjukkan warga sekolah melalui penampilan,
keterlibatan dalam kegiatan sekolah, keterlibatan dalam upacara sekolah, dan interaksi antar warga sekolah. Sedangkan nilai dan
keyakinan dilihat peneliti melalui kebanggaan terhadap sekolah, perwujudan visi dan misi sekolah, penghargaan terhadap warga
sekolah, kompetisi berprestasi, inovasi yang dilakukan oleh guru, slogan, dan penerapan nilai di sekolah. Artifak fisik dan perilaku
31 menunjukkan bahwa MAN Yogyakarta III memiliki kultur yang
mengarah pada kultur positif, namun masih terdapat kekurangan pada nilai dan keyakinan. Warga sekolah belum sepenuhnya
paham visi dan misi sekolah serta masih kurangnya penghargaan terhadap guru berprestasi. Kultur sekolah berperan
meminimalisasi kenakalan remaja melalui interaksi yang baik antar warga sekolah, pelayanan bagi siswa melalui tim bimbingan
konseling, pembinaan karakter siswa melalui tujuh penerapan nilai utama sekolah, penghargaan bagi siswa dan siswi, pengoptimalan
aktivitas siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler, pemasangan slogan-slogan yang mendidik, dan lingkungan yang kondisif untuk
kegiatan belajar mengajar.
C. Kerangka Berpikir