Pembangunan di sektor Sosial

76 pola distribusi hasil pertanian di Desa Madula, para warga mayoritas tidak perlu mengangkut lagi hasil lahannya ke luar desa untuk dijual. Misalnya dalam penjualan hasil karet, para warga tidak perlu lagi menggotong hasil karet dan berjalan kaki menuju ke lokasi tengkulak karet , melainkan hasil karet tersebut dijemput sendiri oleh pembelinya di Desa Madula. Namun ada sebagian juga warga yang masih menditribusikan hasil pertaniannya ke luar desa, hal ini dipengaruhi berbagai faktor, misalnya harga, pola kerjasama, dan sebagainya.

5.2.2 Pembangunan di sektor Sosial

Dalam rangka segala kegiatan pembangunan desa, keterlibatan masyarakat desa adalah hal yang sangat penting. Segala program pembangunan baik dari pemerintah maupun non pemerintah perlu kesepakatan, pendapat, dan partisipasi dari masyarakat itu sendiri terlebih dahulu. Di Desa Madula masyarakat sangat antusias jika ada kegiatan atau program pembangunan desa, baik dari pemerintah maupun non pemerintah. Dari pihak pemerintah desa dan tokoh – tokoh masyarakat desa juga tidak membatasi masyarakat untuk tahu, memberi pendapat, maupun berpartisipasi dan ambil bagian dalam rangka usaha pembangunan desanya. Hal ini terjadi baik sebelum maupun sesudah pembentukan kota Gunungsitoli. Dalam hal pemilihan kepala daerah, di Desa Madula tidak berlaku sistem kepala daerah turun temurun, atau seperti sistem kerajaan, meskipun ada kalangan – kalangan tertentu di dalam masyarakat yang masih sangat dianggap sebagai Universitas Sumatera Utara 77 keturunan pemilik atau penguasa asal desa. Misalnya yang menempati rumah adat utama atau Omo hada sebua adalah warga desa yang keturunan langsung penguasa desa pada zaman dahulu. Dalam pemilihan kepala daerah di Desa Madula masyarakat bebas untuk menentukan sendiri siapa kepala daerahnya. Tentunya dalam rangkaian program pemilihan umum yang langsung, umum, bersih, jujur dan transparan. Tabel 5.12 Kerjasama antar warga desa dalam suatu acara perayaan di Desa Madula No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 Ya Tidak 25 7 78,12 21,82 19 13 59,38 40,62 Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Dalam rangka kerjasama antar warga dalam hal ini interaksi antar sesama warga Desa Madula, terjadi perubahan pola perilaku. Menurut hasil jawaban responden, setelah terjadi pembentukan kota Gunungsitoli dan karena sudah banyak perubahan yang terjadi di desa mereka, mobilitas dan aktifitas semakin betambah, rasa kekeluargaan didalam warga Desa Madula sudah mulai berkurang. Masing – masing warga dengan kegiatannnya masing – masing, demikian halnya Universitas Sumatera Utara 78 dengan kegiatan – kegiatan kebersamaan, misalnya seperti tutur Otilus Harefa salah satu responden : “ dulu banyak yang datang sendiri untuk membantu segala sesuatu pekerjaan jika ada acara pernikahan, acara adat, sekarang tidak sebanyak dulu “ Pernyataan tersebut menyatakan bahwa interaksi antar warga sudah mulai berkurang, kesadaran untuk saling tolong – menolong, kerjasama sudah mulai terkikis. Namun dari hasil tabel 5.12 perubahan tersebut tidak terlau jauh, penurunan jawaban yang menyatakan tetap ada kerjasama antar warga sebelum dan setelah pemekaran hanya 18,74 dari perbandingan jawaban Ya dari sebelum dan setelah pembentukan kota Gunungsitoli. Tabel 5.13 Hubungan warga desa dengan warga luar desa ditinjau melalui kegiatan bersama antar desa ; pertandingan persahabatan bidang olahraga dan seni, acara nasional bersama, dan acara keagamaan No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 Jarang Sering 18 14 56,25 43,75 12 20 37,50 62,50 Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Dari pertanyaan angket mengenai hubungan warga Desa Madula dengan warga lain tidak ada responden yang menjawab tidak pernah, artinya ada interaksi warga Desa Madula dengan warga desa atau wilayah lain. Warga Desa Universitas Sumatera Utara 79 Madulacukup terbuka dalam menerima warga lain dalam interaksi sosialnya di bidang yang dianggap positif. Bahkan setelah pembentukan kota Gunungsitoli frekuensi interaksi semakin bertambah, dilihat dari perubahan pendapat responden yang menjawab sering sebanyak 18,75 dari perbandingan jawaban sering sebelum pemekaran dan setelah pemekaran. Tabel 5.14 Pelaksanaan alur dan syarat prasyarat adat istiadat ditinjau melalui acara adat pernikahan di Desa Madula No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 Dilakukan sepenuhnya Tidak dilakukan sepenuhnya 28 4 87,50 12,50 20 12 62,50 37,50 Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Banyak pendapat yang mengatakan bahwa banyak yang mempengaruhi kekentalan tata laksana adat dalam suatu daerah. Dalam suatu daerah atau wilayah semakin tinggi aktifitas dam mobilitas warga masyarakat daerah atau wilayah tersebut, maka tingkat individualisme warga tersebut semakin tinggi. Usia dan tingkat pendidikan yang semakin tinggi membuat pola berpikir dan berperilaku semakin matang dan semakin baik. Dalam poin poin adat istiadat masyarakat Indonesia jika ditilik dan disesuaikan dalam pola dan kebutuhan zaman sekarang Universitas Sumatera Utara 80 pasti ada poin – poin yang sebenarnya sudah bisa di kikis dan sudah tidak memadai lagi untuk diaplikasikan di zaman sekarang. Contohnya alur pelaksanaan acara adat pernikahan di Nias. Salah satu contoh rangkaian tata laksana pernikahan di Nias terutama Nias bagian utara adalah apabila acara adat pernikahan di rumah mempelai wanita telah selesai kemudian dengan agak menunduk mempelai wanita akan di bawa ke rumah mempelai pria dengan cara di gendong oleh saudaranya laki – laki menuju tandu yang telah disiapkan baginya dan kemudian di tandu hingga sampai ke rumah mempelai pria berapa kilometerpun jauhnya dan kemudian didudukkan kembali ke kursi mempelai yang sudah dipersiapkan untuk mengikuti rangkaian acara adat berikutnya di rumah mempelai pria. Mempelai wanita yang di bawa ke rumah mempelai pria dengan cara di tandu menunjukkan bahwa mempelai wanita tersebut masih gadis dan menikah bukan karena suatu pelanggaran. Pelaksanaan sistem ditandu ini apabila di aplikasikan pada zaman dulu mungkin masih memungkinkan karena pada zaman dulu tandu itulah mobilitas yang paling baik yang ada saat itu, karena belum ada fasilitas transportasi seperti yang ada pada saat sekarang ini seperti mobil dan sebagainya. Aplikasi sistem tandu ini bisa fleksibel pelaksanaannya, jika jarak rumah mempelai wanita dan rumah mempelai pria masih terjangkau untuk di tandu dengan berjalan kaki maka akan di laksanakan. Jika jarak rumah mempelai wanita dan rumah mempelai pria terlalu jauh dijangkau maka mempelai wanita tetap ditandu tetapi hanya dari saat ia turun dari kursi mempelai sampai ke mobil pengantin yang sudah dihias sebelumnya. Saat ia hendak turun dari mobil pun Universitas Sumatera Utara 81 kembali ditandu dan dibawa ke kursi mempelai yang ada di rumah mempelai pria untuk mengikuti rangkaian acara adat berikutnya di rumah mempelai pria. Demikian halnya dengan tata laksana adat – istiadat di Desa Madula. Dalam tabel 5.14 ditunjukkan bahwa tata laksana adat – istiadat di desa tersebut sudah mulai dikurangi ataupun disesuaikan dengan kondisi zaman sekarang. Pendapat salah satu key person Desa Madula dalam penelitian ini Bapak Filizaro Harefamengatakan bahwa : “adat istiadat tidak boleh dihilangkan, atau ditiadakan, adat itu menunjukkan peradaban kita, dan juga merupakan warisan kita yang kekal kepada anak cucu kita, namun dalam pelaksanaannya, adat istiadat tersebut harus juga disesuaikan dengan kondisi pada zaman kapan adat itu diberlakukan, namun jangan sampai mengurangi esensi, nilai atau maksud dari adat itu sendiri, tetapi meskipun disesuaikan dengan kondisi zaman, warga masyarakat terutama anak cucu kita perlu mengetahui, mengingat dan didokumentasikan bagaimana adat istiadat murninya selain sebagai catatan warisan budaya, dengan begitu mereka tahu alasannya mengapa bagian – bagian tertentu perlu di kikis atau diperbaiki “ Dari tabel 5.14 dan pernyataan tersebut diatas, menyatakan bahwa sudah ada perubahan pola adat di Desa Madula, terjadi perubahan pendapat 25 jika dibandingkan sebelum pembentukan kota Gunungsitoli dengan setelah pembentukan kota Gunungsitoli. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat aktivitas dan mobilitas masyarakat desa yang semakin tinggi, tingkat pendidikan warga masyarakat yang semakin membaik sehingga dapat menelaah poin poin tata adat mana yang harus diteruskan dan mana yang sudah dapat dikurangi atau dikikis terutama jika hal tersebut berkaitan dengan pembangunan desa. Terutama dalam poin adat yang menghambat pembangunan desa terutama dalam ke 3 indikator yang penulis teliti saat ini yakni pembangunan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya, dan infrastruktur dan pelayanan publik di Desa Madula. Universitas Sumatera Utara 82 Tabel 5.15 Minat Responden terhadap pendidikan ditinjau melalui tindakan Responden untuk lebih memilih anaknya bekerja atau sekolah No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 Bekerja Sekolah 20 12 62,50 37,50 - 32 - 100 Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Kategori bekerja dalam tabel 5.15 maksudnya adalah responden sebagai orangtua lebih memilih anaknya untuk bekerja di ladang saja daripada harus bersekolah. Dan demikian sebaliknya dengan kategori sekolah. Dari hasil angket yang dijawab responden dan alasan mereka pada saat sebelum pembentukan kota Gunungsitoli lebih memilih anak – anaknya bekerja daripada sekolah adalah karena faktor fasilitas sekolah yang sangat tidak memadai di desa mereka. Jika pun harus bersekolah diluar desa, jalan desa atau akses desa sangat buruk sehingga orangtua lebih cenderung memilih anaknya lebih baik bekerja menyadap karet saja yang lebih cepat terlihat hasilnya daripada sekolah yang menghabiskan tenaga dan waktu. Setelah pembentukan kota Gunungsitolibanyak upaya – upaya yang telah dilakukan dalam rangka pembangunan di Desa Madula baik dari segi sistem, infrastruktur dan manusianya sehingga perubahan mindset dan minat terhadap sekolah sangat berubah. Universitas Sumatera Utara 83 Semua responden menjawab bahwa sekarang bagi anak – anak sekolah itu penting, untuk masa depan yang lebih baik, dan untuk menjadikan anak – anak mereka lebih baik dari mereka. Ada beberapa responden yang menyatakan bahwa, dulu dia sempat bersekolah namun karena paksaan orang tua untuk menikah sementara usianya masih muda membuat dia harus putus sekolah, dan dia tidak ingin hal tersebut terulang lagi kepada anak – anaknya kelak. Alasan lain responden lebih memilih untuk menyekolahkan anaknya daripada bekerja dulu di usia sekolah adalah agar anaknya jika sudah menyelesaikan sekolahnya setinggi mungkin kelak akan lebih pandai lagi dalam bekerja, dalam mengolah lahan karet, kebun, ataupun lahan pertanian lainnya milik mereka. Tabel 5.16 Kesehatan keluarga No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 Rentan sakit Tidak rentan sakit 19 13 59,37 40,63 2 30 6,25 93,75 Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Dalam kategori kesehatan, kerentanan akan penyakit baik bagi individu maupun kelompok dipengaruhi oleh kondisi fisik, alam, dan pola hidup individu atau kelompok tersebut. Sama hal nya dengan keluarga, kerentanan akan penyakit di keluarga Desa Madula mengalami perubahan setelah memasuki masa setelah pemekaran. Hal ini disebabkan oleh intensitas penyuluhan kesehatan yang Universitas Sumatera Utara 84 dilakukan di desa tersebut seperti dari pihak NGO Non Government Organization , LSM, dan pemerintah. Seperti yang dipaparkan dalam tabel V.19, bahwa keluarga responden di Desa Madula sudah mengubah pola hidupnya yang lebih sadar akan kesehatan pribadi, keluarga dan masyarakat. Tabel 5.17 Ketersediaan jamban yang memenuhi syarat kesehatan di rumah responden No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 Ada Tidak ada 17 15 53,12 46,88 32 - 100 - Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Pada awalnya masih ada keluarga responden yang masih belum memiliki jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap masyarakat. Sebenarnya masyarakat sadar dan mengerti arti pentingnya mempunyai jamban sendiri di rumah. Alasan utama yang selalu diungkapkan masyarakat jika ada sampai saat ini belum memiliki jamban keluarga adalah tidak atau belum mempunyai uang. Melihat faktor kenyataan tersebut sebenarnya tidak adanya jamban di setiap rumah tangga bukan semata faktor ekonomi, tetapi lebih kepada adanya kesedaran masyarakat untuk Universitas Sumatera Utara 85 menerapkan pola hidup sehat PHBS, jamban pun tidak harus mewah dengan biaya yang mahal yang penting harus memenuhi syarat kesehatan yakni : 1. Tidak memncemari sumber air minum 2. Tidak berbau tinja dan tidak bebas dijamah oleh serangga maupun tikus. 3. Air seni, air bersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah sekitar. 4. Lantai sedikitnya berukuran 1 X 1 meter dan dibuat cukup landai, miring kearah lobang jongkok. 5. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannnya. 6. Dilengkapi dengan dinding dan penutup 7. Cukup penerangan dan sirkulasi udara 8. Luas ruangan yang cukup. 9. Tersedia air dan alat pembersih. Dari sisi kebiasaan masyarakat, dalam hal ini yang peneliti ambil adalah kebiasaan yang dilakukan dalam berobat. Masyarakat Desa Madula sudah lebih dahulu mengenal sistem pengobatan tradisional daripada sistem medis yang sudah ada saat ini. Sehingga kebiasaan untuk berobat dengan obat tradisional lebih diminati. Hal ini terjadi karena masyarakat berpendapat bahwa ada beberapa penyakit yang diyakini hanya bisa diobati dengan obat tradisional saja. Seperti yang dipaparkan dalam tabel berikut ini : Universitas Sumatera Utara 86 Tabel 5.18 Kebiasaan warga dilihat melalui metode berobat responden No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 3 Obat Tradisional Di bawa ke rumah sakit Tidak diobati 21 10 1 65,63 31,25 3,12 12 20 - 37,50 62,50 - Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Obat tradisional dianggap lebih manjur, murah dan efisien untuk didapat daripada harus ke puskesmas, selain itu jangkauan lokasi rumah sakit Rumah Sakit Umum Daerah Gunungsitoli yang cukup jauh ditempuh yakni kurang lebih 8 kilometer dan dengan berjalan kaki. Alasan responden yang memilih kategori tidak diobati dalam tabel 5.18 adalah karena keterbatasan biaya. Kebiasaan tidak mengobati memang lama bisa terkikis dari masyarakat Nias, demikian juga di Desa Madula. Namun setelah dibangunnya fasilitas jalan aspal dan bertambahnya alat transportasi ke pusat kota Gunungsitoli, mengubah kebiasaan masyarakat untuk mau berobat ke rumah sakitpuskesmaspraktek dokter, bidan, dan ahli kesehatan lainnya, terutama jika hal tersebut bisa dengan cuma – cuma didapatkan. Universitas Sumatera Utara 87 Tabel 5.19 Intensitas melakukan kegiatan keagamaan No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 Selalu Jarang 29 3 90,62 9,38 28 4 87,50 12,50 Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Tabel 5. 19 menunjukkan adanya perubahan kebiasaan masyarakat dalam melaksanakan setiap acara – acara keagamaan, penurunan frekuensi tidak terlalu jauh yakni 3,12 . Responden yang menjawab jarang melakukan kegiatan keagamaan setelah pembentukan kota Gunungsitoli adalah karena mereka juga bekerja pada hari minggu, namun dalam perayaan – perayaan besar seperti Natal dan Paskah, responden mengaku selalu mengikutinya. Universitas Sumatera Utara 88 Tabel 5.20 Perilaku anak – anak terhadap orangtua No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 3 Tidak hormat menghargai Hormat menghargai Sangat tidak hormat menghargai - 17 15 - 53,12 46,88 9 14 9 28,12 43,76 28,12 Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Perilaku anak – anak di Desa Madula terhadap orang tuanya mengalami perubahan, hal ini disebabkan karena pergaulan anak – anak maupun pemuda desa yang menurut penuturan orangtua yang merupakan salah satu responden yakni Oktavianus Harefa karena salah bergaul, bergaul dengan anak – anak desa lain yang tidak baik. Dengan dibukanya akses desa, peluang para pemuda desa untuk keluar dan berbaur dengan orang lain semakin terbuka, hasil interaksi dengan orang – orang yang tidak tepat mengakibatkan pengaruh terhadap perilaku para pemuda desa tersebut Universitas Sumatera Utara 89 Tabel 5.21 Keamanan desa dilihat melalui sikap responden terhadap masyarakat yang tidak di kenal yang masuk ke desa No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 Bebas Tidak bebas 5 27 15,62 84,38 21 11 65,62 34,38 Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Semua warga desa di Desa Madula mengenal satu sama lain. Oleh karena itu akan begitu tampak apabila ada seorang asing yang bukan masyarakat desa tersebut yang datang ke desa tersebut. Pada kategori bebas sebelum pemekaran maksudnya adalah masyarakat luar bebas untuk masuk ke desa dan masyarakat Desa Madula tidak berkeberatan untuk menerima para pengunjung namun tetap dalam pengawasan setiap warga. Kategori tidak bebas sebelum pemekaran maksudnya adalah masyarakat luar tidak di perbolehkan untuk sembarangan masuk ke dalam desa, responden mengatakan bahwa setiap orang yang hendak masuk jalan menuju desa sebelumnya akan ditanya namannya, berasal dari daerah mana, apa tujuannya mengunjungi desa, dan sebagainya. Namun setelah pembentukan kota Gunungsitoli, masyarakat sudah mulai terbuka dalam menerima pengunjung datang ke desanya, sehingga saat ini para penyuluh, orang – orang asing baik turis maupun NGO, sales, tengkulak karet, distributor hasil – hasil pertanian tidak enggan lagi datang ke desa tersebut. Universitas Sumatera Utara 90 Tabel 5.22 Peristiwa kriminal No Kategori Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran F F 1 2 3 Tidak pernah Jarang Sering - 19 13 - 59,38 40,62 - 32 - - 100 - Jumlah 32 100 32 100 F = Frekuensi, = dalam satuan persen Sumber : Data Primer, 2015 Perubahan dalam kategori ini sangat dirasakan oleh masyarakat Desa Madula. Dari wawancara peneliti dengan Kepala Desa Filizaro Harefa, Kepala Desa mengungkapkan : “ sekarang warga sudah sangat merasa aman, tidak terjadi lagi pencurian di desa ini. Kami tidak tahu apa penyebab pastinya, tapi dibandingkan dahulu dengan beberapa tahun terakhir ini, tingkat pencurian di dalam desa sudah sangat berkurang. Kami bersyukur akan hal tersebut. Namun kalau dalam kajian saya hal ini karena faktor ekonomi. Perubahan ekonomi desa yang semakin membaik dan perubahan mindset masyarakat ke arah yang lebih baik membuat masyarakat untuk bertindak kriminal lebih tereduksi.” Universitas Sumatera Utara 91

5.2.3 Pembangunan di sektor Infrastruktur dan Pelayan publik