Sikap Guru tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan

orang 54,5. Menurut cahyadi 2008, penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu diwasapadai bersama, baik oleh responden maupun konsumen. Penggunaan bahan tambahan pangan diperbolehkan, karena bahan tambahan pangan sedianya digunakan untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Namun, penggunaan bahan pangan ini tidak boleh melebihi batas maksimum yang diizinkan dari bahan tambahan pangan yang sudah diatur penggunaannya oleh Badan POM. Menurut Notoatmojo 2003, perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari tingkat pengetahuan dan kesadaran yang baik. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik akan sesuatu hal diharapkan akan mempunyai sikap yang baik juga.

5.2. Sikap Guru tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan

Sikap merupakan suatu pandangan tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan mengenai suatu objek tidak sama dengan sikap terhadap objek itu. Pengetahuan saja belum menjadi penggerak, seperti halnya sikap. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap apabila pengetahuan itu disertai kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut Purwanto, 1998. Berdasarkan hasil penelitian, sikap guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan juga tergolong baik, dimana hasil pengukuran yang dilakukan terhadap sikap guru pada umumnya, yaitu sebanyak 30 orang 54,5 Universitas Sumatera Utara adalah baik. Dari 10 pertanyaan mengenai sikap guru tentang makanan yang mengandung bahan tambahan pangan secara umum guru memiliki sikap yang baik, dimana salah satunya yaitu sebanyak 52 orang guru 94,5 menyatakan tidak setuju bahwa makanan yang mengandung boraks, formalin dan rhodamin b tidak masalah jika dijual di pasaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Eddy 2005 yang menyatakan bahwa setelah digemparkan dengan penggunaan formalin dan boraks sebagai bahan pengawet makanan, banyak masyarakat yang mulai ragu-ragu menyantap makanan seperti tahu, mie basah, ayam dan bakso. Menurut penelitian Tarigan 2010, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 66 sampel sayur yang diperiksa, terdapat 22 sayur yang mengandung boraks. Pemeriksaan secara kuatitatif diperoleh pada sayur daun singkong kadar terendah sebesar 1,731 grkg dan tertinggi 3, 709 grkg. Berdasarkan penelitian Nasution 2009, menunjukkan bahwa 62,5 lontong yang dijual di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan mengandung boraks. Secara fisik ciri-ciri lontong yang mengandung boraks dapat diketahui dengan melihat bentuk lontong yang padat dan kenyal, warnanya bersih, serta tahan disimpan lebih dari 5 hari. Berdasarkan Permenkes RI No. 1168Menkes1999 boraks dilarang digunakan dalam makanan. Boraks biasanya digunakan dalam industri gelas, pelicin, porselin, alat pembersih, dan antiseptik. Namun akhir-akhir ini produsen makanan sering menggunakan boraks sebagai bahan pengawet, khususnya pada bakso, kerupuk, pempek, pisang molen, pangsit, tahu, dan bakmi. Hal ini bisa terjadi karena minimnya pengetahuan, lemahnya pengawasan dari lembaga pemerintah dan alasan ekonomi Saparinto dkk, 2006. Universitas Sumatera Utara Dalam hal penggunaan bahan pemanis, pewarna, pengawet atau penyedap rasa didalam makanan, sebagian besar guru yaitu sebanyak 36 orang 65,5 menyatakan setuju dengan pernyataan, bahwa makanan tidak boleh diberi bahan pengawet, pemanis, perwarna atau penyedap rasa secara berlebihan agar makanan jadi lebih menarik dan sebanyak 46 orang 83,6 guru menyatakan tidak setuju apabila bahan pengawet, pemanis, perwarna atau penyedap rasa dan aroma harus selalu digunakan dalam pengolahan makanan agar makanan lebih enak. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan guru yang baik dapat membentuk sikap yang baik pula dalam hal ini mengenai makanan yang mengandung bahan tambahan pangan. Bahan pengawet, pemanis, pewarna, atau penyedap rasa merupakan bahan tambahan pangan yang ditambahkan ke dalam makanan dengan tujuan agar makanan menjadi lebih enak dan menarik tetapi penggunaannya harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722MenkesPerIX88.

5.3. Tindakan Guru tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan