Metode Komunikasi Persuasif Komunikasi Persuasif

ini biasanya dilakukan pada posisi yang terdesak oleh lawan bicara. Dan biasanya digunakan oleh para diplomat. Dari kelima metode komunikasi persuasif yang penulis jelaskan di atas, Pesantren al-Istiqlaliyyah menggunakan Metode Pay Off Rewarding. Metode komunikasi persuasif tersebut digunakan oleh pengurus pesantren saat menyampaikan informasi mengenai adanya pelaksaan ngahol di pesantren.

4. Pentahapan Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif perlu dilakukan secara sistematis agar tujuan dapat tercapai. Tahapan dalam komunikasi persuasif biasa disebut dengan “A- A Prosedure ” atau “Form Anttention to Action Prosedure”. 26 Formula yang dapat dijadikan landasan pelaksanaanya adalah AIDDA. 27 Formula AIDDA ini kesatuan dari tahapan-tahapan komunikasi persuasif, yakni: A = Attention Perhatian I = Interest Minat D = Desire Hasrat D = Decision Keputusan A = Action Kegiatan Tahapan komunikasi persuasif didahului dengan upaya membangkitkan perhatian. Upaya ini dilakukan melalui gaya bicara, dengan kata-kata yang merangsang, penampilan ketika menghadapi khalayak. Setelah itu menumbuhkan minat pada komunikan, yakni dengan mengutarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan komunikan. Karena itu komunikator harus 26 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 164. 27 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008, h. 25. mengetahui komunikan. Tahap selanjutnya adalah memunculkan hasrat pada komunikan untuk melakukan ajakan, bujukan atau rayuan komunikator. Dalam tahap ini, komunikator dapat menyampaikan imbauan emosional sehingga komunikan dapat berlanjut ketahap berikutnya, yakni mengambil keputusan dan melakukan kegiatan yang diharapkan oleh komunikator. 28

C. Ngahol atau Haul

1. Pengertian Haul

Kata haul berasal dari bahasa Arab yang artinya satu tahun atau genap setahun. Kata haul ini adalah mufrad dari jama “ahwal” atau “hu-ul” yang artinya beberapa tahun. 29 Dalam bahasa Arab, kata haul juga semakna dengan sanah, yaitu tahun. 30 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI haul berarti peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahun sekali biasanya disertai selamatan arwah. 31 Di tengah masyarakat Indonesia khususnya di Jawa, istilah haul biasanya diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan upacara yang bersifat peringatan yang diselenggarakan pada tiap-tiap tahun setahun sekali atas wafatnya seseorang yang sudah dikenal sebagai pemuka agama, wali, ulama dan para pejuang Islam serta yang lain-lain. 32 28 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 25. 29 Imron Aba, Peringatan Khaul Bukan Dari Ajaran Islam Adalah Pendapat Yang Sesat Kudus: Menara, 1980, Cet. Ke-2, h. 9. 30 Ghundar Muhamad Al-Hasan, Tradisi Haul dan Terbentuknya Solidaritas Sosial: Studi Kasus Peringatan Haul KH. Abdul Fattah Pada Masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013, h. 30- 31. 31 Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus, Pusat Bahasa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 2003, h. 393. 32 Imron Aba, Peringatan Khaul Bukan Dari Ajaran Islam Adalah Pendapat Yang Sesat, h. 9 Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis mengambil pengertian bahwa haul merupakan peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahun sekali.

2. Dasar Hukum Haul

Secara khusus, haul hukumnya mubah boleh, dan tidak ada larangan sebagaimana hadits Nabi saw. Riwayat al-Baihaqi dari al-Waqidi, 33 beliau berkata: َو ِهْيَلَع ها ىّلَص ِِّنلا َناَك :َلَاق ,يِدِقا َوْلا ِنَع , ِبْعّشلا ِِ يِقَهْـيبْلا ىَوَرَو :ُلْوُقَـيَـف ُهَت ْوَص َعَفَر َغَلَـب اَذإَو . ٍلْوَح ِلُك ِِ ٍدُح أِبَء اَدَهّشلا ُرْوُزَـي َمَلَس ْمُكْيَلَع ٌمَالَس ْرَـبَص اَِِ َدلا ََْقُع َمْعِنَف ُُْ َُُ ُرَمُع َُُ ,َكِلَذ َلّثِم ُلَعْفَـي ٍلْوَح َلُك ِرْكَب ْوُـبأ َُُ .ر اَف ْتَناَكَو .ُناَمْثُع ٍصاّقَو ِِأ ِنْبا ُدْعَس َناَك َو .ْوُع ْدَت َو ِهْيِتأَت اَهْـنَع ُها َيِضَر ُةَمِط ُلْوُقَـيَـف ,ِهِباَحْصأ ىَلَع ُلَبْقَـي َُُ ْمِهْيَلَع ُمَلَسُي ْمُكْيَلَع َنْوَدُرَـي ٍمْوَـق ىَلَع َنْوُمَلَسُت اأ ِمَاَسلاِب . “Al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Waqidi mengenai kematian bahwa Nabi saw senantiasa berziarah kemakam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Dan sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya, “Salamun alaikum bima shabartum fani’ma uqbad daar”-QS. Ar-Ra’d: 24- Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. Abu Bakar juga melakukan hal itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Saad nin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, “Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam kalian?” HR. Baihaqi 34 Berdasarkan hadits di atas, perayaan haul pada dasarnya belum dilakukan dimasa Rasulullah. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa 33 Rijal Barokah, “Haul: Dasar Hukum Bag. II Selesai”, artikel diakses pada 05 Juni 2016 dari http:www.nuruliman.or.idhaul-dasar-hukum-bag-ii-selesai. 34 Aziz Mashuri, “Hidith dalil Haul dan Ziarah ke makam orang shalih”, artikel diakses pada 23 Agustus 2016 dari http:myquran.or.idforumshowthread.php66057-Hadith-dalil-Haul-dan- ziarah-ke-makam-orang-shalih?s=62edad3355ef19fe169352366a096f36. Rasulullah dan para sahabat melakukan ziarah kubur setiap satu tahun sekali ke makam para syuhada di bukit Uhud. Dalam agama Islam, hukum perayaan haul berdasarkan al- Qur’an tidak secara formal manthuq = bunyi lafadhnya menyebutkan perkataan “haul”. Akan tetapi, berdasarkan kepada mahfum pengertian yang dapat dipahami dari maksud manthuq suatu ayat, pikiran menjadi terbuka untuk berkesimpulan bahwa sebenarnya peringatan haul sudah ada petunjuknya yang tersirat di dalam firman Allah: 35 “Dan tetaplah memberi peringatan, karena peringatan itu dapat bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. Q.S. Adz-Dzariyat 51: 55 Mahfum ayat ini menjelaskan tentang perintah Allah kepada sekalian orang beriman untuk tetap selalu memberi peringatan kepada sesamanya. Peringatan yang dimaksud di sini adalah yang dapat berakibat membawa manfaat dan kebaikan terhadap diri mukmin, bukan membawa kejelekan. Ibnu Hajar al- „Asqaiany dalam kitab Syarah Ihya „Ulumu al-Din menyatakan bahwa “Memperingati hari wafat para Wali dan para Ulama termasuk amal yang tidak dilarang agama. Ini tiada lain karena peringatan itu biasanya mengandung sedikitnya tiga hal: ziarah kubur, sedekah makanan dan minuman, keduanya tidak dilarang agama, sedangkan unsur ketiga adalah karena ada acara baca al-Quran dan nasihat keagamaan, kadang dituturkan juga manaqib biografi orang yang telah meninggal, cara ini baik untuk mendorong orang lain agar mengikuti jalan terpuji yang telah dilakukan mayit. ” 36 35 Imron Aba, Peringatan Khaul Bukan Dari Ajaran Islam Adalah Pendapat Yang Sesat, h. 14. 36 Rijal Barokah, “Haul: Dasar Hukum Bag. II Selesai”, artikel diakses pada 05 Juni 2016 dari http:www.nuruliman.or.idhaul-dasar-hukum-bag-ii-selesai.