Dasar Hukum Haul Ngahol atau Haul

disamping adanya doa-doa bersajak nadaman, bahr dan rajaz yang bermuatan pujian dan tawassul melalui dirinya. 40 b. Pembacaan Tahlil dan Ayat-Ayat al-Quran Tahlilan telah diamalkan secara turun temurun oleh mayoritas umat Islam di Indonesia. meskipun tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah, namun perkumpulan untuk tahlilan tersebut dibolehkan karena tidak satu pun ada unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam. Tahil hanyalah sebuah format, sedangkan hakikatnya adalah pembacaan ayat-ayat al- Qur’an, dzikir dan doa. Imam Jalaluddin al-Sayuti dalam kitabnya Al-Hawi Lil Fatawi jilid II menyatakan bahwa disunahkan selama tujuh hari mengadakan tahlil dan selama tujuh hari itu disunahkan membaca al- Qur’an. 41 c. Sedekah Dalam Islam, bersedekah merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Disamping bernilai pada disisi Allah SWT, didalamnya juga terdapat rasa kepedulian dan penghargaan kepada sesama. Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam kitab al-Ruh mengatakan bahwa sebaik-baik amal perbuatan yang dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, bersedekah, beristigfar, berdoa dan haji. 40 Kharisudin Aqib, Al Hikmah: Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, h. 107. 41 Jalaluddin al-Sayuti, Al-Hawi Lil Fatawi Beirut: Dar- Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010, h. 183. 35

BAB III PESANTREN DAN TRADISI HAUL

A. Profil Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah

1. Sejarah Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah

Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah merupakan salah satu pesantren salaf yang berada di Kampung Cilongok, Desa Sukamantri, RT 02 RW 02 Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Pesantren tersebut didirikan oleh KH. Dimiyati alm sekitar tahun 1955. Beliau adalah putra dari KH. Romli, seorang tokoh agama yang berasal dari Doyong kemudian menetap di Cilongok. KH. Dimiyati lahir pada tahun 1930 di Cilongok, dan meninggal pada tahun 2001. Semasa hidupnya, KH. Dimiyati senang menghabiskan waktunya untuk mengaji dan belajar ilmu agama diberbagai tempat. Tempat pertama beliau menimba ilmu ialah pada H. Mahali di Pasar Kemis. Kemudian selanjutnya pada Abuya Rasam seorang ahli fiqih dari Caringin. Dilanjutkan kepada ahli fiqih lainnya, seperti Abuya Dahlan di Tanjakan daerah Rajeg, Abuya Parawira di Pandeglang, dan Abuya Muhidin di Kosambi Sepatan. Selain belajar pada ahli fiqih, KH. Dimiyati juga belajar tentang tarekat pada KH. Arsyad, KH. Ardani dan masih banyak yang lainnya. Ditengah kegiatan belajar di pesantren, KH. Dimiyati diminta kembali ke kampung halamannya ke Cilongok oleh sang ayah karna pada saat itu masyarakat Cilongok memb utuhkan figur da’i. Mulai saat itulah, KH. Dimiyati mulai menjadi seorang da’i yang kemudian mengikuti jejak sang ayah untuk mendirikan pesantren. Pada awalnya, pesantren ini dikenal dengan nama Pesantren Cilongok, merujuk pada lokasi pesantren. Kemudian pada tahun 1970 pesantren diberi nama Al-Istiqlaliyyah, yang berarti kemandirian. Maksud dari nama tersebut adalah untuk mencerminkan kehidupan santri maupun pesantren agar mandiri. Adapaun visi misi dari pesantren ini adalah menjaga keutuhan ajaran yang dibawa Rasulullah, serta mendidik masyarakat supaya memahami nilai- nilai agama. Setelah wafatnya KH. Dimiyati, kepemimpinan pondok pesantren dilanjutkan oleh sang putra, yakni KH. Uci Turtusi. KH. Uci Turtusi adalah putra ketiga dari KH. Dimiyati. Semenjak kecil, KH. Uci dididik langsung oleh sang ayah, kemudian pendidikan selanjutnya dilakukan diberbagai pesantren. Pesantren Al-Istiqlaliyyah berdiri di tanah seluas ± 5 ha, terdiri dari 11 buah kobong tempat tinggal untuk santri yang terbagi dalam 17 Darul , tiga buah masjid, satu dapur umum, kantin, toko kitab dan majlis pengajian disetiap depan rumah keluarga pesantren. Pesantren Al-Istiqlaliyyah ini memang dibangun disekitar lingkungan keluarga dari KH. Romli. Jadi selain bangunan untuk menunjang kegiatan santri, ada pula kediaman atau tempat tinggal dari keluarga pendiri pesantren. Sedangkan untuk jumlah santri, saat ini ada sekitar 600 orang yang mondok dipesantren tersebut. 1 Pesantren membuka pendaftaran untuk santri baru setiap satu tahun sekali. Jadwal ini disesuaikan dengan jadwal penerimaan siswa di sekolah umum. Saat pendaftaran, santri baru dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 100.000,00.- Seratus Ribu Rupiah, ini sudah termasuk dengan uang listrik 1 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Humadi, Cilongok 18 Juli 2016.