Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tirkah adalah segala sesuatu yang ditinggalkan ahli waris. Baik yang berupa harta maupun
hak. Dan tirkah itu bisa dibagikan kepada ahli warisnya setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah, pelunasan utang, dan wasiat.
Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa konsep kewarisan Islam terdiri dari konsep al-irts, al-faraidh, dan al-tirkah mempunyai
unsur yang berbeda. Istilah al-irts mengacu pada sebab terjadinya kewarisan dengan unsur utama adalah perkawinan, hubungan nasab,
dan hubungan wala. Istilah faraidh mengacu pada format saham yang akan diterima ahli waris, yakni 12, 23, 14, 18, 13, dan 16. Adapun
istilah al-tirkah mengacu pada kewajiban pewaris yang harus dipenuhi oleh ahli warisnya sebelum harta pusakanya dibagi habis kepada ahli
warisnya, berupa biaya pengurusan jenazah, pelunasan hutang, dan pemenuhan wasiat.
22
2. Dalil Kewarisan Islam
Dasar dan sumber dari hukum Islam sebagai hukum agama Islam adalah nash atau teks yag terdapat dalam al-Quran dan sunnah Nabi. Ayat-
ayat al-Quran dan Sunnah Nabi secara langsung mengatur kewarisan tersebut antra lain sebagai berikut.
a. Ayat-ayat al-Quran
1 QS. an-Nisaa’ Ayat 7:
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu- bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian
pula dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan
”. QS. an-
Nisaa’[4]: 7.
22
Ibid., h. 33.
Ketentuan dalam ayat ini, merupakan landasan utama yang menunjukan bahwa dalam Islam baik laki-laki maupun perempuan
sama-sama mempunyai hak waris, dan sekaligus merupakan pengakuan Islam bahwa perempuan merupakan subjek hukum yang
mempunyai hak dan kewajiban. Tidak demikian halnya pada masa jahiliyah, dimana wanita dipandang sebagai objek bagaikan benda
yang dapat diwariskan.
23
2 QS. an-Nisaa’ Ayat 11:
“Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua. Maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa,
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya saja, Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian-pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat
yang ia buat atau dan sesudah dibayar hutangnya. Tentang
23
Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia Jakarta: Sinar Grafika, cet. II, h. 12.
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. ini
adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana
”. QS. an-Nisaa’[4]: 11 Ayat ini merinci ketentuan tentang bagian masing-masing
ahli waris. Pertama: bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Kedua: jika yang meninggal hanya
memiliki anak perempuan, dan anak perempuan itu dua orang atau lebih, maka mereka bersekutu dalam mendapatkan dua pertiga
23. Ketiga: jika anak perempuan itu seorang diri saja tidak ada anak lain baik anak laki-laki ataupun anak perempuan, maka ia
memperoleh setengah 12. Keempat: ibu dan bapak masing- masing mendapatkan bagian seperenam 16 jika yang meninggal
mempunyai anak. Kelima: jika yang meninggal tidak mempunyai anak, dan ia diwarisi ibu-bapaknya saja, maka ibunya mendapat
sepertiga 13 dan sisanya untuk bapaknya. Keenam: jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara yakni dua orang
saudara atau lebih, baik saudara sekandung, sebapak, seibu, ataupun campuran baik laki-laki ataupun perempuan, dan yang
meninggal itu tidak mempunyai anak, maka ibunya, mendapatkan seperenam 16, sedangkan sisanya untuk bapaknya, dan saudara-
saudara itu tidak mendapatkan sedikitpun warisan.
24
3 QS. an-Nisaa’ Ayat 10:
24
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Ciputat: Lentera Hati, 2000, cet. I, h. 343.
“Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai
anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau dan seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-
laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja, Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris.
Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syariat yang benar- benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Penyantun
”. QS. an-Nisaa’[4]: 12. Ayat ini masih merupakan lanjutan dari rincian ketentuan
tentang bagian masing-masing ahli waris. Pertama: suami mendapatkan setengah bagian 12 dari harta yang ditinggalkan
isterinya, jika isterinya tidak mempunyai anak. Kedua: suami mendapatkan bagian seperempat 14 dari harta yang ditinggalkan
isterinya, jika isterinya mempunyai anak. Ketiga: isteri atau beberapa isteri bersekutu dalam mendapatkan bagian seperempat
bagian 14 dari harta yang ditinggalkan suaminya, jika suaminya tidak mmpunyai anak. Keempat: isteri atau beberapa isteri