Efektivitas Metode Diskusi dalam Pembelajaran Fiqih Mawaris di Jurusan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(1)

Dosen Pembimbing: Dr. H. Sapiudin Shidiq, M.Ag.

Oleh

S O L E H U D I N NIM: 109011000255

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

Hidayatullah Jakarta.

Metode merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat penting dan besar peranannya dalam menentukan keberhasilan suatu pendidikan. Oleh karena itu seorang pendidik diharapkan dapat menentukan metode yang tepat sehingga metode tersebut dapat berfungsi secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Salah satu tolok ukur untuk menilai keberhasilan mengajar adalah menggunakan hasil yang dicapai peserta didik dalam belajar yang optimal. Meskipun sampai saat ini alat yang dipergunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan belajar belum diketahui tingkat keobjektifan, tingkat ketepatan, atau pun tingkat keberhasilannya, namun keberhasilan belajar peserta didik yang dicapai berdasarkan penilaian “sebagaimana adanya” memberikan petunjuk bagi para pendidik untuk lebih meningkatkan hasil belajar siswanya.

Salah satu metode yang sering digunakan selain metode ceramah dan tanya jawab adalah metode diskusi. Metode diskusi adalah metode mengajar dengan cara menghadapkan siswa pada suatu permasalahan untuk dipecahkan bersama-sama yang bertujuan untuk menambah pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan metode diskusi pada pembelajaran Fiqih Mawaris di Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan bentuk metode deskriptif. Dan menggunakan instrument kuesioner sebagai sumber data.

Dalam menganalisis data, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat efektivitas metode diskusi pada pembelajaran Fiqih Mawaris di Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini hasilnya memuaskan. Ini dapat dilihat dari nilai rata-rata responden pada mata kuliah ini yang mencapai 81,03.


(6)

order to achieve the educational goals.

One of the important roles in seeing the successful of teaching is by using the results of learner achievement in learning. Although until now the tools which used to assess or measure the success of the study is unknown the level of objectivity, accuracy, or level of success, but the success of learners who achieved based assessment "as is" give evidence for teachers to improve the learning outcomes of their students ,

One of the method which often used by teacherbeside the method of talk and question-answer is the method of discussion. Discussion method is a method of teaching by means exposes students to a problem to be solved together which aims to increase students understanding towards learning material.

The purpose of this study was to determine the effectiveness of Discussion method on learning FiqhMawaris in the Department of Islamic Education (PAI) Tarbiyah and Teaching Faculty of UIN SyarifHidayatullah Jakarta. This study used quantitative research approach with descriptive methods form. And use questionnaire instrument as a data source.

In analyzing the data, it can be concluded that the level of discussion on the effectiveness of teaching methods FiqhMawaris in the Department of Islamic Education (PAI) Tarbiyah and Teaching Faculty of UIN SyarifHidayatullah Jakarta's results are satisfactory. This can be seen from the average value of the respondents on this subject, which reached 81.03.


(7)

i

Mu lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat teriring salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, berserta keluarga, dan para sahabatnya.

Di dalam penyusunan skripsi ini penulis sadari bahwa banyak sekali bantuan, dukungan, maupun bimbingan yang penulis dapatkan dari berbagai pihak. Tanpa bantuan, dukungan, serta bimbingan mereka maka penyusunan skripsi ini tentu akan mengalami banyak sekali rintangan dan hambatan. Sehingga sudah sepantasnya ucapan terima kasih keluar dari mulut penulis kepada mereka semua, khususnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr H. Ahmad Thib Raya M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ketua Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Ibu Marhamah Shaleh, Lc. M.A, Sekretaris Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Bapak Dr. H. Sapiudin Shidiq, M.Ag., Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan perhatiannya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan dan motivasi kepada penulis. 5. Bapak Prof. Dr. Abudin Nata, M.A., Dosen Pembimbing Akademik

penulis, yang selalu membimbing dan mengarahkan penulis selama masa perkuliahan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan proses pembelajaran dikampus tercinta.

6. Seluruh Dosen Pengajar yang telah mengajar dan memberikan ilmunya kepada penulis selama proses perkuliahan berlangsung. Semoga Allah SWT memberikan balasan dan pahala berlipat atas ilmu yang telah diberikan dengan ikhlas.


(8)

ii

8. Kedua orang tua tercinta, ayahanda H. Saepuloh (Alm.) dan Ibunda Unung yang telah mendidik, mendoakan, dan membesarkan penulis dengan tulus penuh keikhlasan.

9. Kakak serta adik tercinta, Awan Mulyawan, Nani Nuraeni, Aceng Solihin, Ceng Sodikin, Asep Abdul Rohman, dan Neng Nina Marlina. 10.Kawan-kawan PAI angkatan 2009 wa bil khusus kelas G, Ahmad

Fauzi, Ahmad Qosay, Alimudin, Edi Sutrisna Putra, Dicky Hermawan, Faisal Mubarok, Fauzi Ayatullah, Hafas Baihaqi, Muhammad Irfan Zidni, Rian Ariandi, Sadam Husen, Saifulludin, Salamatul Firdaus, Sarya, Sidiq Anshori, Sihabudin, Zainal Muttaqin serta kawan-kawan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11.Keluarga besar MAN 22 Jakarta, tempat dimana penulis bekerja. 12.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu

persatu akan tetapi banyak membantu untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari tehnik penulisan maupun materi. Atas dasar inilah segala bentuk kritik dan saran dari para pembaca sekalian sangat penulis harapkan. Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini bisa menjadi bacaan yang bermanfaat untuk kita semua. Amin!

Jakarta, 21 Mei 2015 Penulis,


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Identifikasi Masalah ……….. 6

C. Pembatasan Masalah ………. 7

D. Perumusan Masalah ……….. 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Metode Diskusi ………..….………... 8

1. Pengertian Metode Diskusi ……… 8

2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi ……… 10

3. Jenis-jenis Diskusi ……… 11

4. Langkah-langkah Pelaksaan Diskusi ……… 12

B. Proses Pembelajaran ………..………... 14

1. Pengertian Pembelajaran ………... 14

2. Peran Pendidik dalam Diskusi ……… 16

C. Mawaris ………... 16

1. Pengertian Kewarisan Islam ………... 16

2. Dalil Kewarisan Islam………..……….. 19

3. Faktor-faktror yang Menjadi Sebab Kewarisan ……… 26

4. Faktor-faktor yang Menjadi Penghalang Kewarisan ………….... 28

5. Hak-hak yang Berkaitan dengan Harta Peninggalan Sebelum Dibagikan Kepada Ahli Waris……… 29

6. Ahli Waris dalam Kewarisan Islam ……… 31

7. Cara Pembagian Warisan ……… 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Variable Penelitian ……….... 41

B. Populasi dan Sampel ……….……….... 41


(10)

A. Gambaran Umum Jurusan Agama Islam (Pai) Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta ………... 1. Sejarah dan Perkembangan Prodi Studi ……… 2. Visi, Misi, dan Tujuan ………... 3. Profil Lulusan dan Learning Outcomes ……… 4. Dosen Jurusan Agama Islam ………. B. Deskripsi data ………... C. Analisis Data ………... D. Interpretasi Data ……….

46 46 52 54 55 56 66 71

BAB V PENUTUP

Kesimpulan ……….. 72


(11)

Table 4.3 ……….. 47

Table 4.4 ……….. 48

Table 4.5 ……….. 48

Table 4.6 ……….. 49

Table 4.7 ……….. 49

Table 4.8 ……….. 50

Table 4.9 ……….. 50

Table 4.10 ………. 51

Table 4.11 ……….. 51

Table 4.12 ……….. 52

Table 4.13 ……….. 52

Table 4.14 ……….. 53

Table 4.15 ……….. 53

Table 4.16 ……….. 54

Table 4.17 ……….. 54

Table 4.18 ……….. 55

Table 4.19 ……….. 55

Table 4.20 ……….. 56

Table 4.21 ……….. 57

Table 4.22 ……….. 58


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Dalam Permendiknas No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 28 Ayat 3, pendidik sebagai agen pembelajaran harus memiliki empat kompetensi inti, di antaranya adalah kompetensi paedagogik. Selanjutnya dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kualifikasi Guru dijelaskan bahwa pendidik yang memiliki kompetensi paedagogik adalah pendidik yang mampu mengusai karakteristik peserta didik baik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik (menerapakan berbagai macam pendekatan, strategi, metode,dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang di ampu), mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang ampu, menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik, menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, dan melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pebelajaran.1

1

LampiranPeraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2004, tentang Standar


(13)

Agar seorang pendidik dapat mengajar secara efektif, seorang pendidik harus meningkatkan mutu mengajarnya. Sedangkan dalam meningkatkan kualitas mengajar hendaknya pendidik mampu menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran serta mampu menerapkannya dalam bentuk intereksi belajar mengajar.

Dalam pandangan filosofi pendidikan, metode merupakan alat untuk mencapai tujuan. Banyak terdapat macam metode yang dalam penggunaannya perlu disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, materi, kondisi lingkungan dimana proses pembelajaran itu berlangsung, sarana dan prasarana, kemampuan guru sendiri sebagai pengguna metode, dan kemampuan peserta didik yang semuanya itu disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai.

Dalam proses pembelajaran, pendidik harus mengusai metode dan teknik pembelajaran, memahami materi dan bahan ajar yang cocok dengan kebutuhan belajar dan berprilaku membelajarkan peserta didik. Pendidik berperan untuk memotivasi, mengarahkan, memfasilitasi dan membimbing peserta didik melakukan kegiatan belajar. Sedangkan peserta didik berperan untuk mempelajari kembali, memecahkan masalah guna meningkatkan taraf hidup dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Mendidik di samping sebagai ilmu juga seni, seni mendidik dimaksud adalah keahlian dalam meyampaikan pendidikan (metode pembelajaran). Tujuan pokok dari pembelajaran adalah mengubah prilaku peserta didik berdasarkan tujuan yang telah direncanakan dan disusun oleh pendidik sebelum proses pembelajaran berlangsung.

Pendidik pada umumnya menggunakan metode yang monoton, sehingga menyulitkan peserta didik menerima dan memahami pelajaran. Faktor itulah salah satu penyebab ketidak berhasilan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran guna meningkatakan kualitas pendidikan.


(14)

Salah satu komponen yang menjadi sasaran peningkatan kualitas pendidikan adalah proses pembelajaran.Upaya peningkatan pendidikan melalui perbaikan pembelajaran, merupakan tantangan yang selalu dihadapi oleh setiap orang yang berkecimpung dalam profesi pendidikan dan kependidikan. Banyak upaya telah dilakukan, banyak pula keberhasilan telah dicapai, meskipun disadari bahwa apa yang dicapai belum belum sepenuhnya memberi kepuasan sehingga menuntut renungan, pemikiran, dan kerja keras untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

DalamUndang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 diterangkan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”2Sedangkan menurut Abdul Majid, “Pembelajaran merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dan peserta didik dalam suatu pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan.”3 Dalam pembelajaran diperlukan adanya rencana pembelajaran yang matang dan terperinci, sehingga dapat memberikan peluang terjadinya keberhasilan pendidik dari hasil belajar peserta didik yang semakin baik dan meningkat.

Menganalisis upaya meningkatkan proses pembelajaran, pada intinya tertumpu pada suatu persoalan, yaitu bagaimana pendidik memberikan pembelajaran yang memungkinkan bagi siswa terjadi proses belajar yang efektif atau dapat mencapai hasil sesuai tujuan. Persoalan ini membawa implikasi sebagai berikut:

1. Pendidik harus mempunyai pegangan asasi tentang mengajar dan dasar-dasar teori belajar;

2. Pendidik harus dapat mengembangkan system pembelajaran;

3. Pendidik harus mampu melakukan proses pembelajaran yang efektif;

2

Lampiran Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, h. 3.

3

Abdul Majid, PerencanaanPembelajaran, Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,


(15)

4. Pendidik harus melakukan penilaian hasil belajar sebagai dasar umpan balik bagi seluruh proses yang ditempuh.4

Salah satu tolok ukur untuk menilai keberhasilan mengajar adalah menggunakan hasil yang dicapai peserta didik dalam belajar. Meskipun sampai saat ini alat yang dipergunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan belajar belum diketahui tingkat keobjektifan, tingkat ketepatan, atau pun tingkat keterandalannya, namun keberhasilan belajar peserta didik yang dicapai berdasarkan penilaian “sebagaimana adanya” memberikan petujuk bagi para pendidik untuk lebih meningkatkan hasil belajar siswanya.

Upaya untuk meningkatkan keberhasilan peserta didik di antaranya dapat dilakukan melalui upaya perbaikan proses pembelajaran. Dalam proses perbaikan pembelajaran ini peranan pendidik sangat penting, yaitu menetapkan metode pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu sasaran proses pembelajaran adalah peserta didik, maka dalam metode pembelajaran, fokus perhatian pendidik adalah upaya membelajarkan peserta didik. Sesungguhnya mengajar hendaknya dilakukan dengan metode pembelajaran atau cara yang efektif agar diperoleh hasil lebih baik. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan mengajar yang baik pula dengan menguasai metode pembelajaran selain diperlukan juga sikap mental untuk mau memperbaiki atau meningkatkan kemampuan belajar.

Pendidik seharusnya mampu menentukan metode pembelajaran yang dipandang dapat membelajarkan siswa melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan hasil belajarpun diharapkan dapat lebih ditingkatkan. Metode dapat ditentukan oleh pendidik dengan memperhatikan tujuan dan materi pembelajaran. Pertimbangan pokok dalam menentukan proses pembelajaran terletak pada keefektifan proses pembelajaran. Tentu saja orientasi guru adalah peserta didik. Jadi, metode

4

Sumati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV Wahana Priama, 2008), cet. II, h.


(16)

pembelajaran yang digunakan pada dasarnya hanya berfungsi sebagai bimbingan agar peserta didik belajar.

Dalam proses pembelajaran di kelas tidak terkecuali Fiqih Mawaris harus terus diupayakan peningkatan-peningkatan ke arah berkembangnya kemampuan peserta didik baik yang berupa kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pembelajaran yang tradisional yang tidak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan kreatif seharus kombinasikan dengan pendekatan-pendekatan dan metode-metode pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal ini dilakukan utuk menjawab tantangan ilmu pengetahuan yang berkembang semakin pesat.

Peran strategis Fiqih Mawaris adalah untuk menghindari hal-hal negatif yang timbul dari harta peninggalan yang ditinggalkan si mayit. Harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia serigkali menimbulkan sengketa dan pertengkaran dalam sebuah keluarga, yang dapat memutuskan tali silaturahmi atau tali persaudaraan dalam keluarga. Putusnya tali persaudaraan disebabkan masing-masing ahli waris ingin mendapatkan bagian yang lebih banyak jika perlu mendapatkan seluruh harta waris sedangkan ahli waris lain tidak perlu mendapatkan bagian. Bagaimana pengembangan pendidikan Fiqih Mawaris menjadi pendidikan intelektual yang dirasakan manfaatnya oleh peserta didik dan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan produktifitas, pendidik, peserta didik dan kurikulum. Karena ketiga komponen ini merupakan komponen utama untuk berlangsungnya pendidikan disekolah.

Namun fakta di lapangan, pembelajaran Fiqih Mawaris sering kali terkendala minat para peserta didik untuk mempelajari ilmu tersebut. Hal ini muncul, karena anggapan bahwa Fiqih Mawaris merupakan ilmu yang sulit untuk dipelajari. Di samping itu, biasanya pendidik terlalu terpaku pada satu metode, yaitu metode ceramah sehingga mengakibatkan pesertadidik bosan ketika proses pembelajaran berlangsung, yang otomatis membuat perhatian para peserta didik


(17)

kurang fokus. Oleh karena itu, diperlukan metode yang tepat agar proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Salah satu metode yang kerap kali digunakan pendidik dalam proses pembelajaran selain metode ceramah dan tanya jawab adalah metode diskusi. Penggunaan metode diskusi secara tepat yang sesuai dengan prosedur pelaksanaannya tentu akan memberi hasil yang baik kepada siswa.

Menurut Ghufran Ihsan, metode yang tepat untuk pembelajaran Fiqih Mawaris di tingkat PerguruanTinggi adalah metode diskusi.5 Metode ini tepat untuk menumbuhkan sikap kritis dan toleransi bagi siswa. Karena dengan metode ini mahasiswa terbiasa mendegar pendapat orang lain, sekalipun pendapat itu berbeda dengan pendapatnya. Dan juga untuk membiasakan mahasiswa berpikir secara logis dan sistematis, serta melatih keberanian dan keterampilan mahasiswa dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapat, sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan kecakapan mereka dalam belajar.

Berdasarkan hal di atas, maka penulis bermaksud untuk meneliti lebih jauh mengenai masalah ini, dengan judul “EFEKTIVITAS METODE DISKUSI DALAM PEMBELAJARAN FIQIH MAWARIS DI JURUSAN PAI FITK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ”.

B. Identifikasi Masalah

Sebelum penulis membatasi masalah di atas, kiranya dapat di identifikasi beberapa masalah yang berkenaan dengan judul di atas sebagai berikut:

a. Fiqih Mawaris dianggap ilmu yang sulit untuk dipelajari. b. Siswa kurang tertarik dengan metode ceramah.

5

Hasil Wawancara dengan Ghufran Ihsan, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta, Tentang

Metode Yang Tepat untuk Pembelajaran Fiqih Mawaris di Perguruan Tinggi, di Kediaman Ghufran Ihsan, Hari Senin Tanggal 8 September 2014 .


(18)

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan dan terbatasnya kemampuan serta waktu penulis, maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini pada: Efektivitas penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran Fiqih Mawaris.

D. Perumusan Masalah

Dari pembahasan masalah di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan: Bagaimana efektivitas metode diskusi dalam pembelajaran Fiqih Mawaris di Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, di antaranya adalah:

a. Untuk mendeskripsikan data, fakta, dan teori tentang efektivitas metode diskusi dalam pembelajaran Fiqih Mawaris di Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Untuk menyumbang kajian ilmu pendidikan tentang pembelajaran Fiqih Mawaris. Dengan demikian dapat memperkaya khazanah keperpustakaan dalam penyelenggaraan pembelajaran Fiqih Mawaris.

2. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi, referensi, dan bahan perbandingan bagi peneliti lain dalam penulisan ilmiah terkait. b. Menjadi dasar bagi pendidik dan sekolah untuk pembuatan regulasi dan


(19)

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Metode Diskusi

1.

Pengertian Metode Diskusi

Secara etimologi metode berasal dari bahasa Greek (Yunani)

“metodos” yang terdiri dari dua kosa kata, yaitu meta yang berarti melalui atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Jadi metode berarti jalan yang dilalui.1 Sedangkan dalam pendidikan Islam metode dikenal dengan disebutan manhaj, wasilah, kaifiyah, thariqah yang semuanya merupakan sinonim yang mempunyai pengertian jalan atau cara yang harus ditempuh.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode mempunyai arti “cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.3 Sedangkan secara terminologi metode adalah rencana menyeluruh yang berhubungan dengan penyajian mata pelajaran secara teratur dan tidak bertentangan serta didasarkan pada suatu

approach.4

Menurut Runes, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Noor Syam, secara teknis menerangkan bahwa metode adalah:

1

Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat pers,

2002), h. 41.

2

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi

Pendidik), (Bandung: Pt. Remaja Rosda Karya, 2011), cet. XI, h. 136.

3

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat

Bahasa, 2005), cet. III, h. 740.

4

Muljanto Sumarno, Pengajaran Bahasa Asing, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), cet. I, h.


(20)

1. Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan.

2. Suatu prosedur teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.

3. Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.5 Berdasarkan pendapat Runes tersebut, bila dikaitkan dengan proses pendidikan, maka metode adalah suatu prosedur yang digunakan pendidik dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (dari segi pendidik). Sedangkan dari segi peserta didik, metode adalah teknis yang digunakan peserta didik untuk menguasai materi tertentu dalam proses mencari ilmu pengetahuan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa metode adalah seperangkat teknis dan suatu cara yang harus dimiliki dan digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.

Sedangkan diskusi berasal dari bahasa Inggris yaitu Discution yang

mempunyai arti perundingan atau pembicaraan.6 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diskusi adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah.7 Menurut istilah diskusi adalah suatu proses berpikir bersama untuk memahami suatu masalah, menemukan sebab-sebabnya, serta mencari pemecahannya. Sedangkan metode diskusi menurut Killen yang dikutip oleh Wina Sanjaya dalam bukunya Strategi Pembelajaran, metode diskusi adalah metode pembelajaran yang meghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan dari metode ini adalah untuk memecacahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan,

5

Al-Rasyid dan Samsul Nizar, Filsafat Pendndikan IslamPendekatan Historis, Teoritis,

dan Praktis”, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), h. 65.

6

Jhon M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (PT Gramedia: Jakarta,

2005), cet. XXVI, h. 186.

7

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai


(21)

menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta membuat suatu keputusan.8

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode diskusi adalah adalah suatu metode atau cara mempelajari materi pelajaran dengan cara menghadapkan siswa pada suatu permasalahan untuk dipecahkan bersama-sama yang bertujuan untuk menambah pemahanan siswa terhadap materi pembelajaran.

Al-Qur’an telah mengisyaratkan pentingnya penggunaan metode diskusi dalam proses pembelajaran terdapat pada surat an-Nahl ayat 125:









“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl[16]: 125)

2.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi

Ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.

a. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dalam memberikan gagasan atau ide-ide.

b. Dapat melatih siswa untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap masalah.

c. Dapat melatih siswa untuk mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain.9

8

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan, (Bandung,

Kencana Prenada Media Group, 2012), cet. XII, h. 154.

9


(22)

Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:

a. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 orang atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara.

b. Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan kabur.

c. Memerlukan waktu yang panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan keinginan.

d. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.10

3.

Jenis-jenis Diskusi

Terdapat bermacam-macam jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, di antaranya lain;

a. Diskusi Kelas

Diskusi kelas atau juga disebut diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi.

b. Diskusi Kelompok Kecil

Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan cara membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaannya dimulai dengan pendidik menyajikan permaslahan secara umum, kemudian masalah tersebut dibagi-bagi kedalam submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusi.

c. Diskusi Simposium

Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagi sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah penyaji memberikan pandangannya tentang masalah

10 Ibid.


(23)

yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang telah ditentukan sebelunya. d. Diskusi Panel

Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di depan audiens.11 Diskusi panel berbeda dengan jenis diskusi lainya. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat langsung, tetapi berperan hanya sekedar peninjau para panelis yang sedang melaksanakan diskusi. Oleh karena itu, agar diskusi panel efektif perlu digabungkan degan metode lain, misalnya degan etode penugasan. Siswa ditugaskan merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.

Jenis diskusi apapun yang digunakan, dalam proses pelaksanaannya, pendidik harus mengatur kondisi agar: (1) setiap siswa dapat berbicara mengeluarkan pendapatnya; (2) setiap siswa harus saling mendengar pendapat orang lain; (3) setiap siswa harus memberikan respon; (4) setiap siswa harus dapat mengumpulkan atau mencatat ide-ide yang dianggap penting; dan (5) melalui diskusi siswa harus dapat mengembangkan pengetahuannya serta memahami isu-isu yang dibicarakan dalam diskusi.

4.

Langkah-langkah Pelaksanaan Diskusi

Menurut Wina Sanjaya, Agar penggunaan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Langkah Persiapan

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya: 1) Merumuskan tujuan yang akan dicapai, baik tujuan yang bersifat

umum maupun tujuan yang bersifat khusus. Tujuan yang ingin dicapai mesti dipahami oleh setiap siswa sebagai peserta diskusi. Tujuan yang jelas dapat dijadikan sebagai kontrol dalam pelaksanaan.

11


(24)

2) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, apabila tujuan yang ingin dicapai adalah penambahan wawasan siswa tentang suatu persoalan, maka dapat digunakan diskusi panel; sedangkan jika yang diutamakan adalah pengembangan kemampuan siswa dalam mengembangkan gagasan, maka simposium dianggap sebagai diskusi yang tepat.

3) Menetapkan masalah yang akan dibahas. Masalah dapat ditentukan dari isi materi pembelajaran atau masalah-masalah yang aktual yang terjadi dilingkungan masyarakat yang berhubungan dengan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang di ajarkan.

4) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubugan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakal diperlukan.

b. Pelaksanaan Diskusi

Beberapa hal yang perlu diperhatiakan dalam melaksanakan diskusi adalah:

1) Memeriksa segala persiapanyang dianggap dapat mempengaruhi kelancaran diskusi.

2) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang dilaksanakan.

3) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memperhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, ialnya tidak tegang, tidak saling menyudutkan, dan lain sebagainya.

4) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-ide.


(25)

5) Mengendalikan pembicaraan pada pokok persoalan yang sedang dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.

c. Menutup Diskusi

Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi hendaklah dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi.

2) Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.12

B.

Proses Pembelajaran

1.

Pegertian Pembelajaran

Sebelum kita bahas apa itu pembelajaran, sebaiknya dipahami terlebih dahulu konsep belajar dan mengajar. Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan prilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan.13 Jadi perubahan prilaku adalah hasil belajar. Artinya, seseorang dikatakan belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya. Konsep belajar juga telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Menurut Gagne, Belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Driscroll menjelaskan, Belajar yaitu perubahan terus-menerus dalam kinerja atau potensi kerja manusia. Oemar Malik berpendapat, Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Sedangkan menurut Nana Syaodih, Belajar adalah segalaperubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotor dan terjadi melalui pengalaman.14

12

Ibid., h. 158-159.

13

Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung:CV Wacana Prima, 2008), cet. II,

h. 38.

14

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Direktorat Jendral Pendidikan


(26)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan sehingga membuat suatu perubahan perilaku yang berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotor.

Kegiatan belajar erat kaitannya dengan kegiatan mengajar. Sebagai pendidik kita perlu memahami secara cermat tentang konsep mengajar. Pada dasarnya mengajar merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar dan kegiatan mengajar akan bermakna bila terjadi kegiatan belajar siswa. Menurut S. Nasution, Mengajar adalah mengorganisir lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan siswa sehingga terjadi kegiatan belajar.15

Kegiatan belajar dan mengajar dikenal dengan istilah pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mempercepat tujuan pembelajaran.16 Menurut Oemar Malik, Pembelajaran adalah sesuatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Muhammad Surya menjelaskan bahwa Pembelajaran adalah suatu proses yang diakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkugannya. Berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pembelajaran adalah suatu proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Corey, pembelajaran adalah suatu proses dimana

15Ibid., h. 7.

16 Ibid.


(27)

lingkungan secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu.17

Dari beberapa konsep pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dimaknai bahwa di dalam pembelajaran terdapat interaksi antara peserta didik, melibatkan unsur-unsur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan. Pembelajaan menggambarkan kegiatan pendidik mengajar dan siswa sebagai pembelajar dan unsur-unsur lain yang saling mempengaruhi.

2.

Peran Pendidik dalam Diskusi

Peranan seorang pendidik dalam diskusi pada umumnya adalah sebagai berikut:

a. Pengatur jalannya diskusi, yaitu:

1). Menentukan materi atau masalah yang ingin didiskusikan. 2). Menjaga ketertiban pembicaraan

3). Memberi rangsangan kepada siswa untuk berpendapat. 4). Memperjelas suatu pendapat yang dikemukakan.

b. Sebagai dinding penangkis, yaitu menerima dan menyebarkan pertanyaan/pendapat kepada seluruh peserta.

c. Sebagai petunjuk jalan, yaitu memberikan pengarahan tentang tata cara diskusi.18

C.

Mawaris

1.

Pengertian Kewarisan Islam

Ungkapan yang dipergunakan oleh al-Qur’an untuk menunjukan adanya kewarisan islam dapat dilihat pada tiga jenis kalimat, yakni al-irtsi, al-faraidh, dan al-tirkah.

a. Al-Irts

Al-Irts adalah bentuk mashdar dari kata waritsa, yaritsu, irtsan. Bentuk masdhar-nya bukan hanya kata irtsan, melainkan termasuk juga kata waritsan, turatsan, dan wiratsatan. Kata-kata itu berasal dari kata

17

Ibid., h. 8

18


(28)

waritsa, yang berakar dari huruf-huruf waw, ra, dan tsa, yang bermakna dasar pemindahan harta milik, atau perpindahan pusaka.19

Berangkat dari makna dasar ini, maka dari segi makna yang lebih luas, kata al-irts mengandung arti perpindahan sesuatu dari seseorang kepada seseorang, atau perpindahan dari satu kaum ke kaum yang lainya, baik berupa harta ilmu, atau kemuliaan.

Tetapi dalam konsteks ilmu mawarits, al-irts mempunyai makna harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris sesudah diambil untuk kepentingan pengurusan jenazah, pelunasan utang, serta pelaksanaan wasiat.

b. Al-Faraidh

Kata al-Faraidh adalah bentuk jamak dari faridhah yang bermakna

mafrudhah yaitu sesuatu yang diwajibkan. Artinya saham-saham yang telah ditentukan kadarnya. Dengan demikian penyebutan faraidh

didasarkan pada bagian yang diterima ahli waris.

Berdasarkan saham-saham yang sudah menjadi hukum pasti tersebut, ternyata konsteks kata yang merujuk pada kepastian terdiri dari dua kata. Pertama, dalam surat an-Nisaa’ ayat 7:





















Menurut al-Maraghiy kata ضْ ْ dalam ayat ini mengandung makna bahwa saham yang telah ditentukan kadarnya itu, para ahli waris harus mengambil sedikit atau banyak menurut saham yang telah ditetapkan Allah swt. Kedua, dalam surat an-Nisaa’ ayat 11:











19Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran: Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir


(29)























.



Menurut al-Maraghiy, kata ْ ف mengandung makna bahwa saham-saham yang disebutkan itu disertai siapa-siapa ahli waris yang akan memperoleh saham tersebut. Dan ini merupakan ketetapan yang harus diimplementasikan.

Dari dua konsteks kata yang berbeda itu, maka dapat dinyatakan bahwa surat an-Nisaa’ ayat 7 bersifat umum, baik saham-saham maupun jumlah ahli waris belum disebutkan satu persatu. Adapun surat an-Nisaa’ ayat 11 bersifat khusus karena baik saham maupun jumlah ahli waris telah disebutkan secara terperinci.

c. Al-Tirkah

Al-Tirkah dalam bahasa arab adalah bentuk masdar dari kata tunggal taraka. Dan tercatat 28 kali dalam al-Quran dalam berbagai konsteks yaitu taraka 24 kali, tatruku 1 kali, dan tariku 3 kali. Sehingga mengandung dua makna dasar, yakni membiarkan dan peninggalan sebagaimana tercantum pada surat an-Nisaa’ ayat 7, 11, 10 dan 176.20

Keseluruhan kata taraka yang terdapat dalam surat an-Nisaa’ adalah bentuk madhi, rahasianya karena yang meninggal adalah seorang pewaris. Untuk itu Abu Zahra mengatakan bahwa huruf ma pada kata

mimma taraka atau ma taraka yang terdapat dalam ayat tersebut mengandung makna semua yang ditinggalkan oleh pewaris berupa harta yang menjadi milik ahli waris, baik sedikit ataupun banyak.21

20Ibid., h. 30.


(30)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tirkah adalah segala sesuatu yang ditinggalkan ahli waris. Baik yang berupa harta maupun hak. Dan tirkah itu bisa dibagikan kepada ahli warisnya setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah, pelunasan utang, dan wasiat.

Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa konsep kewarisan Islam terdiri dari konsep al-irts, al-faraidh, dan al-tirkah mempunyai unsur yang berbeda. Istilah al-irts mengacu pada sebab terjadinya kewarisan dengan unsur utama adalah perkawinan, hubungan nasab, dan hubungan wala. Istilah faraidh mengacu pada format saham yang akan diterima ahli waris, yakni 1/2, 2/3, 1/4, 1/8, 1/3, dan 1/6. Adapun istilah al-tirkah mengacu pada kewajiban pewaris yang harus dipenuhi oleh ahli warisnya sebelum harta pusakanya dibagi habis kepada ahli warisnya, berupa biaya pengurusan jenazah, pelunasan hutang, dan pemenuhan wasiat.22

2.

Dalil Kewarisan Islam

Dasar dan sumber dari hukum Islam sebagai hukum agama (Islam) adalah nash atau teks yag terdapat dalam al-Quran dan sunnah Nabi. Ayat-ayat al-Quran dan Sunnah Nabi secara langsung mengatur kewarisan tersebut antra lain sebagai berikut.

a. Ayat-ayat al-Quran

1) QS. an-Nisaa’ Ayat 7:























“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.

(QS. an-Nisaa’[4]: 7).


(31)

Ketentuan dalam ayat ini, merupakan landasan utama yang menunjukan bahwa dalam Islam baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai hak waris, dan sekaligus merupakan pengakuan Islam bahwa perempuan merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban. Tidak demikian halnya pada masa jahiliyah, dimana wanita dipandang sebagai objek bagaikan benda yang dapat diwariskan.23

2) QS. an-Nisaa’ Ayat 11:





































“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua. Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang)

23Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum


(32)

orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. an-Nisaa’[4]: 11)

Ayat ini merinci ketentuan tentang bagian masing-masing ahli waris. Pertama: bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Kedua: jika yang meninggal hanya memiliki anak perempuan, dan anak perempuan itu dua orang atau lebih, maka mereka bersekutu dalam mendapatkan dua pertiga (2/3). Ketiga: jika anak perempuan itu seorang diri saja tidak ada anak lain baik anak laki-laki ataupun anak perempuan, maka ia memperoleh setengah (1/2). Keempat: ibu dan bapak masing-masing mendapatkan bagian seperenam (1/6) jika yang meninggal mempunyai anak. Kelima: jika yang meninggal tidak mempunyai anak, dan ia diwarisi ibu-bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga (1/3) dan sisanya untuk bapaknya. Keenam: jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara yakni dua orang saudara atau lebih, baik saudara sekandung, sebapak, seibu, ataupun campuran baik laki-laki ataupun perempuan, dan yang meninggal itu tidak mempunyai anak, maka ibunya, mendapatkan seperenam (1/6), sedangkan sisanya untuk bapaknya, dan saudara-saudara itu tidak mendapatkan sedikitpun warisan.24

3) QS. an-Nisaa’ Ayat 10:











24

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran),


(33)























“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun”. (QS. an-Nisaa’[4]: 12).

Ayat ini masih merupakan lanjutan dari rincian ketentuan tentang bagian masing-masing ahli waris. Pertama: suami mendapatkan setengah bagian (1/2) dari harta yang ditinggalkan isterinya, jika isterinya tidak mempunyai anak. Kedua: suami mendapatkan bagian seperempat (1/4) dari harta yang ditinggalkan isterinya, jika isterinya mempunyai anak. Ketiga: isteri atau beberapa isteri bersekutu dalam mendapatkan bagian seperempat bagian (1/4) dari harta yang ditinggalkan suaminya, jika suaminya tidak mmpunyai anak. Keempat: isteri atau beberapa isteri


(34)

bersekutu dalam mendapatkan bagian seperdelapan bagian (1/8) dari harta yang ditinggalkan suaminya, jika suaminya mmpunyai anak. Kelima: jika seseorang meninggal tidak meninggalkan bapak dan anak, tapi meninggalkan saudara laki-laki seibu atau saudari perempuan seibu, masing-masing dari keduanya mendapatkan seperenam bagian (1/6). Keenam: jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam mendapatkan sepertiga bagian (1/3).25

4) QS. an-Nisaa’ Ayat 13:

















“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar”.(QS. an-Nisaa’[4}: 13).

5) QS. an-Nisaa’ Ayat 14:













“Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”. (QS. an-Nisaa’[4]: 14)

Kedua ayat di atas memberi dorongan, peringatan serta janji dan ancaman dengan menegaskan bahwa bagian-bagian yang ditetapkan di atas, itu adalah batas-batas Allah yakni ketentuan-ketentuan-Nya yang tidak boleh dilanggar. Siapa taat kepada Allah

25


(1)

b. Puas d. Tidak puas 17. Saya puas dengan kesiapan para penyaji dalam diskusi.

a. Sangat puas b. Puas

c. Kurang puas d. Tidak puas

18. Metode diskusi dilaksanakan dengan jumlah mahasiswa yang berjumlah banyak. a. Sangat baik

b. Baik

c. Kurang baik d. Tidak baik

19. Proses perkuliahan dengan menggunakan metode diskusi hasilnya memuaskan. a. Sangat memuaskan

b. Memuaskan

c. Kurang memuaskan d. Tidak memuaskan

20. Saya setuju jika metode diskusi pada mata kuliah fiqih mawaris ditiadakan. a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Kurang setuju d. Tidak setuju


(2)

UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dengan judul “Efektivitas Metode Diskusi dalam Pembelajaran Fiqih Mawaris di Jurusan PAI FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” yang disusun oleh Solehudin NIM 109011000255 Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sudah disetujui Kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada hari ini.

Referensi Bab I

No Referensi Paraf

1. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2004,

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, h.16-17. 2. Lampiran Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem

Pendidikan Nasional, h. 3

3. Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung: PT. Rosdakarya, 2012. Cet. IX, h. 135. 4. Sumati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: CV Wahana Priama,

2008), Cet. II, h. xii.

5. Ghufran Ihsan, Dosen Tarbiyah UIN Jakarta, Wawancara Pribadi, tentang yang tepat untuk pembelajaran Fiqih Mawaris di Perguruan Tinggi, September 2014.

Referensi Bab II

No Referensi Paraf

1. Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat pers, 2002), h. 41.

2. Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru), (Bandung: Pt. Remaja Rosda Karya, 2011), Cet. XI, h. 136.

3. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Pusat Bahasa, 2005), Cet. III, h. 740.

4. Muljanto Sumarno, Pengajaran Bahasa Asing, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), Cet. I, h. 12.

5. Al-Rasyid dan Samsul Nizar, Filsafat Pendndikan IslamPendekatan

historis, teoritis, dan Praktis”, (Ciputat: PT. Ciputat Press 2005), h. 65.


(3)

6. Jhon M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (PT. Gramedia: Jakarta, 2005), Cet. XXVI, h. 186.

7. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Cet. X, h. 238.

8. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan,

(Bandung, Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet. XII, h. 154. 9. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan,

(Bandung, Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet. XII, h. 156. 10. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan,

(Bandung, Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet. XII, h. 156. 11. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan,

(Bandung, Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet. XII, h. 157. 12. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan,

(Bandung, Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet. XII, h. 158-159.

13. Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung:CV Wacana Prima, 2008), Cet. II, h. 38.

14. Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama), Cet. I, h. 3.

15. Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama), Cet. I, h. 7.

16. Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama), Cet. I, h. 7.

17. Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama), Cet. I, h. 8.

18. Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung:CV Wacana Prima, 2008), Cet. II, h. 144.

19. Ali Parman, Kewaisan Dalam Al-Quran: Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada1995), h. 23.

02. Ali Parman, Kewaisan Dalam Al-Quran: Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada1995), h. 30.

21. Ali Parman, Kewaisan Dalam Al-Quran: Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada1995), h. 31.

22. Ali Parman, Kewaisan Dalam Al-Quran: Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada1995), h. 33.

23. Moh. Muhibbin, Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika), Cet. II, h. 12.


(4)

25. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran), (Ciputat: Lentera Hati, 2000), Cet. I, h. 348-349.

26. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran), (Ciputat: Lentera Hati, 2000), Cet. I, h. 350.

27. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran), (Ciputat: Lentera Hati, 2000), Cet. I, h. 655.

28. Al-Hafid ‘Abdul Azhim bin ‘Abdul Qowi Zakiyyudin al-MunDziri,

Ringkasan Hadits Shahih Bukhariy, Terj. dari Mukhtashar Shahih Bukhari oleh Imam al-Mundziri, (Jakarta: Pustaka Amani) Cet. II, h. 1035.

29. Al-Hafid ‘Abdul Azhim bin ‘Abdul Qowi Zakiyyudin al-MunDziri,

Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Ringkasan Hadits Shahih Muslim oleh Imam al-Mundziri, (Jakarta: Pustaka Amani) Cet. II, h. 545.

30. Ali Parma, Kewarisan Dalam Al-Quran: Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.1995), h. 62.

31. Ali Parma, Kewarisan Dalam Al-Quran: Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.1995), h. 65.

32. Komite Fakultas Syariah Univesitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), h. 338.

33. Ali Parma, Kewarisan Dalam Al-Quran: Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.1995), h. 68.

34. Budi Ali Hidayat, Memahami Dasar-Dasar Ilmu Fara’id , (Bandung: Titian ilmu, 2009). h. 20.

35. Al-Hafid ‘Abdul Azhim bin ‘Abdul Qowi Zakiyyudin al-MunDziri,

Ringkasan Shahih Muslim, Terj. Ringkasan Hadits Shahih Bukhariy

oleh Imam al-Mundziri, (Jakarta: Pustaka Amani) Cet. II, h. 545. 36. Ali Parma, Kewarisan Dalam Al-Quran: Suatu Kajian Hukum Dengan

Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.1995), h.51.

37. Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Tirmidzi, Terj.

Seleksi Hadits Shahih dari Kitab Sunan Tirmidzi oleh Fachrurrazi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), Cet. I, h. 635.

38. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid XIV, (Bandung: PT. Al-Ma’arif ), h. 239.

39. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 42.

40. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 43.

41. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 33.

42. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 33.


(5)

43. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 35.

44. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 35.

45. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 36.

46. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 39.

47. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 38.

48. Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 45.

49. Alyasa Abu Bakar. Ahli waris Sepertalian Darah, (Jakarta: Inis, 1998), h. 252.

50. Hasbi Ash-Siddieqy. Fiqhul Mawarits, (Jakarta: Bulan Bintang. 1973). h. 142.

51. Hasbi Ash-Siddieqy. Fiqhul Mawarits, (Jakarta: Bulan Bintang. 1973). h. 147.

52. Hasbi Ash-Siddieqy. Fiqhul Mawarits, (Jakarta: Bulan Bintang. 1973). h. 153.

53. Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah, Hukum Waris: Pembagian Warisan Berdasarkan Syariat Islam, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pusaka Mandiri. 2007), h. 541.

54. Budi Ali Hidayat, Memahami Dasar-Dasar Ilmu Fara’id , (Bandung: Titian ilmu, 2009), h.61.

Referensi Bab III

No. Referensi Paraf

1. Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. XXI, h. 36.

2. Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. XXI, h. 217.

Referensi Bab IV

No. Referensi Paraf

1. http://pai.fitk.uinjkt.ac.id/index.php/profil/sejarah-fakultas.html, pada tanggal 19 Mater 2015 pukul 10.18

2. http://pai.fitk.uinjkt.ac.id/index.php/profil/visi-a-misi.html, pada tanggal 19 Mater 2015 pukul 10.20


(6)

tanngal 19 Maret 2015 pukul 10.23

4. http://pai.fitk.uinjkt.ac.id/index.php/staf-dosen.html, pada tanggal 19 Mater 2015 pukul 13.07

Jakarta, 4 April 2015 Dosen Pembimbing,

Dr. H. Sapiudin Shidiq, M.Ag. NIP. 196703382000031001


Dokumen yang terkait

Korelasi kemampuan akademik mahasiswa terhadap penyelesaian studi di program studi pendidikan fisika

0 6 65

Pengaruh konsep diri terhadap minat menjadi guru pada mahasiswa jurusan pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5 23 165

Problematika Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Dalam Mengakses Layanan Administrasi Via Internet : studi simak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 22 77

Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Mutu Layanan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3 29 73

Perilaku pencarian informasi dosen jurusuan komunikasi fakultas ilmu dakwah ilmu komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam memenuhi kebutuhan berdakwah

0 12 0

Pengaruh self-regulated learning dan dukungan sosial terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

0 21 0

Hubungan Motivasi Mahasiswa/i Memilih Jurusan Pendidikan IPS dengan Prestasi Belajar angkatan Tahun 2012 di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 14 0

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan mahasiswa dalam memilih jurusan pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 11 193

Kepuasan Mahasiswa Terhadap Layanan Sarana dan Prasarana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 3 97

KAJIAN TINGKAT PEMAHAMAN KONSEP INTEGRASI ILMU DAN ISLAM ANTARA DOSEN BIDANG ILMU UMUM DENGAN DOSEN BIDANG ILMU AGAMA DI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Ansharullah Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Ind

0 0 14