27
-  Lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit -  Kepala pusing, migrain, kanker
-  Ketegangan otot, problem tidur. Gejala perilaku :
-  Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas -  Penurunan prestasi dan produktifitas
-  Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk -  Perilaku sabotase
-  Meningkatnya frekuensi absensi -  Perilaku makan yang tidak normal
-  Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan -  Kecendrungan perilaku yang beresiko tinggi seperti ngebut,berjudi
-  Meningkatnya agresivitas dan kriminalitas -  Penurunan kualitas hubungan interpersoal dengan keluarga dan tema
-  Kecenderungan bunuh diri. Dari  uraian  di  atas  dapat  disimpulkan    bahwa  gejala-gejala  stress  kerja
terdiri dari gejala  psikologis,gejala fisik dan gejala perilaku.
2.3. Beban Kerja
28
Beban  kerja  adalah  keadaan  dimana  pekerja  dihadapkan  pada  tugas  yang harus  diselesaikan  dalam  batas  waktu  tertentu.  Beban  kerja  berlebih  dan  beban
kerja  terlalu  sedikit  merupakan  pembangkit  stres.  Beban  kerja  secara  kuantitatif timbul akibat tugas-tugas terlalu  banyak atau sedikit, sedangkan secara kualitatif
jika  pekerja  merasa  tidak  mampu  untuk  melakukan  tugas,  atau  tugas  tidak menggunakan  keterampilan  atau  potensi  dari  tenaga  kerja.  Beban  kerja  selama
jumlah  jam kerja  yang sangat banyak, hal  ini  merupakan  sumber tambahan stres
Munandar,  2006.  Everly    Girdano  dalam  Munandar,  2006,  menambahkan
kategori  lain  dari  beban  kerja,  yaitu  kombinasi  dari  beban  kerja  berlebih kuantitatif dan kualitatif. Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus
melakukan  terlalu  banyak  hal,  merupakan  kemungkinan  sumber  stres  pekerjaan. Unsur  yang  menimbulkan  beban  berlebih  kuantitatif  ialah  kondisi  kerja,  yaitu
setiap  tugas  diharapkan  dapat  diselesaikan  secepat  mungkin  secara  tepat  dan cermat. Pada saat tertentu hal ini merupakan motivasi dan menghasilkan prestasi,
namun  bila  desakan  waktu  menyebabkan  banyak  kesalahan  atau  menyebabkan kondisi  kesehatan  seseorang  berkurang,  maka  ini  merupakan  cerminan  adanya
beban  berlebih  kuantatif.  Beban  kerja  terlalu  sedikit  kuantitatif  juga  dapat mempengaruhi  kesejahteraan  psikologis  seseorang.  Pada  pekerjaan  yang
sederhana,  dimana  banyak  terjadi  pengulangan  akan  timbul  rasa  bosan,  rasa monoton.  Kebosanan  dalam  kerja  rutin  sehari-hari,  sebagai  hasil  dari  terlampau
sedikitnya  tugas  yang  harus  dilakukan,  dapat    menghasilkan  berkurangnya perhatian.  Hal  ini  secara  potensial  membahayakan  jika  tenaga  kerja  gagal  untuk
bertindak tepat dalam keadaan darurat.
29
Beban  berlebihan  kualitatif  merupakan  pekerjaan  yang  dilakukan  oleh manusia  makin  beralih  titik  beratnya  pada  pekerjaan  otak.  Pekerjaan  makin
menjadi  majemuk.  Kemajemukan  teknikal  dan  intelektual  yang  lebih  tinggi daripada  yang  dimiliki.  Pada  titik  tertentu  kemajemukan  pekerjaan  tidak  lagi
produktif,  tetapi  menjadi  destrutif.  Pada  titik  tersebut  kita  telah  melewati kemampuan  kita  untuk  memecahkan  masalah  dan  menalar  dengan  cara  yang
konstruktif.  Timbulah  kelelahan  mental,  sakit  kepala,  dan  gangguan-gangguan pada  perut  merupakan  hasil  dari  kondisi  kronis  dari  beban  berlebihan  kualitatif.
Sedangkan  beban  terlalu  sedikit  kualitatif  merupakan  keadaan  dimana  tenaga kerja  tidak  diberi  peluang  untuk  menggunakan  ketrampilan  yang  diperolehnya,
atau  untuk  mengembangkan  kecakapan  potensialnya.  Beban  terlalu  sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarahkan semangat dan motivasi
yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan  merasa bahwa  ia “tidak  maju-maju” dan  merasa  tidak  berdaya  untuk  memperlihatkan  bakat  dan  ketrampilannya
Sutherlan  Cooper, Munandar, 2006.
2. 4. Konflik peran
Konflik peran terjadi ketika harapan terhadap kerja kita dan apa yang kita pikir  harus  dilakukan  tidak  sama  dengan  pekerjaan  yang  sebetulnya  harus  kita
lakukan.  Konflik  peran  juga  dapat  terjadi  ketika  pekerja  memiliki  peran  yang berlawanan.  Misalnya,  peran  seorang  pekerja  sebagai  manajer  mungkin
memerlukan  ia  untuk  bekerja  pada  hari  Sabtu,  tetapi  peran  ia  sebagai  ibu
30
memerlukan  ia untuk  menghadiri pertandingan olahraga anaknya pada  hari  yang sama Aamodt, 2010.
Menurut  Greenhaus  dan  Beutell  peran  adalah  satu  set  ekspektasi  yang dikenakan  oleh  pengirim  peran  Kahn,  Wolfe,  Quinn,  Snoek,  dan  Rosenthal,
1964, dalam Shien  Chen, 2011. Kahn dan Quinn Edwards  Rothbard, 2000, Shein  Chen, 2011 lebih lanjut menjelaskan bahwa harapan peran didefinisikan
seperti  ketika  individu  fokus  menciptakan  harapan  yang  didasarkan  pada  nilai- nilai  nya sendiri  mengenai pekerjaan atau perilaku keluarga peran.  Konflik antar
peran  terjadi  ketika  harapan  yang  terkait  dengan  satu  peran  mengganggu kemampuan seseorang untuk secara memadai memenuhi peran lainnya.
Konflik peran adalah hasil ketika individu menerima dua atau lebih peran yang menyebabkan konflik satu dengan yang lain. Dalam hal ini individu tersebut
merasa tidak mampu dengan tekanan yang ada dan menjadi demokratik pada saat yang sama Altman, Valenzi, Hodgetts, 1985.
Tidak  jauh  berbeda,  Kahn  1964,  Cooper,  Dewe,  2004    juga mendefinisikan konflik peran sebagai  “simultaneous occurence of two or more
sets  of  pressures  such  that  compliance  with  one  would  make  more  difficult compliance  with  the  other”.  Atau  dapat  diartikan  yaitu  terjadinya  simultan  dari
dua  atau  lebih  kumpulan  tekanan  seperti  keharusan  patuh  dengan  yang  satu dimana akan menimbulkan kepatuhan yang lebih sulit dengan yang lain.
Maka  konflik  peran  dapat  disimpulkan  sebagai  suatu  kesulitan  yang dialami  individu  dalam  memenuhi  peran  dan  tuntutan  dari  peran  tersebut  dalam
31
waktu  yang  bersamaan  serta  adanya  pertentangan  antara  individu  dengan perannya.
Myers  1988,  dalam  Marfizal,  2006  membagi  konflik  peran  menjadi  3 yaitu :
1. Konflik antara individu dengan peran. Pertentangan  antara  kepribadian  atau  sikap  individu  dengan  harapan  atau
tuntutan  dari  perannya,  misalnya  :  seorang  polisi  harus  menangkap  seorang pencuri yang ternyata adalah keponakannya. Polisi akan mengalami konflik peran
antara  membantu  keponakannya  atau  menjalankan  tugasnya  sebagai  penegak hukum.
2. Intrarole conflict Ketegangan  yang  ditimbulkan  oleh  tuntutan  atau  harapan  yang
bertentangan  mengenai  bagaimana  suatu  peran  harus  dilakukan.  Salah  satu contohnya  adalah  seorang  kakak  dituntut  untuk  selalu  membantu  adiknya  oleh
ibunya,  sedangkan  ayahnya  melarang  ia  membantu  adiknya  supaya  adiknya menjadi  mandiri.  Hal  ini  akan  menimbulkan  konflik  peran  karena  ada  harapan
yang bertentangan. 3. Interrole conflict
Ketegangan atau konflik yang terjadi karena tuntutan dari dua peran yang berbeda yang harus dilakukan secara bersamaan, misalnya : konflik yang dialami
32
ibu  yang  bekerja,  pada  saat  yang  sama  ia  harus  berperan  sebagai  pekerja  dan sebagai ibu rumah tangga.
Selanjutnya  Duxbury  dan  Higgins  1991,  dalam  Marfizal,  2006 mengatakan  bahwa  akibat  dari  berbagai  peran  yang  dimiliki  multiple  roles
individu akan menghasilkan ketegangan fisik dan psikologis dalam dua cara yaitu: a. Beban peran yang berlebih role overload, yang menimbulkan kesulitan untuk
menentukan prioritas peran mana yang akan didahulukan. b.  Tuntutan  terhadap  kedua  peran  akan  menimbulkan  kesulitan  untuk  memenuhi
harapan dari masing-masing peran tersebut. Konflik  antara  keluarga  dan  pekerjaan  dapat  disebabkan  oleh  dua  aspek
utama dari lingkungan pekerjaan atau keluarga yaitu : a. Faktor  yang  berhubungan dengan waktu  yang  dibutuhkan untuk  menampilkan
peran pekerjaan dan keluarga. b.  Keadaan  psikologis  yang  disebabkan  oleh  tekanan  dari  satu  peran  ke  peran
yang lain. Greenhaus dan Beutell, 1985; Piotrkowski, Voydanoff, dalam Marfizal 2006.
Greenhaus  dan  Beutell  Edwards,  Rothbard,  2000  mengemukakan  tiga bentuk konflik keluarga dan pekerjaan :
a. Time- based conflict
33
Konflik  yang  terjadi  karena  tuntutan  waktu  dari  peran  yang  satu mempengaruhi partisipasi dalam  peran  yang  lain. Konsep-konsep  yang termasuk
dalam konflik ini diantaranya : waktu bekerja yang berlebihan, kurangnya waktu untuk pasangan atau anak dan jadwal yang tidak fleksibel.
b. Strain-based conflict Konflik  yang  disebabkan  oleh  gejala-gejala  stres  seperti  kelelahan  dan
mudah  marah,  yang  diakibatkan  oleh  satu  peran  mengganggu  peran  yang  lain. Konflik ini melibatkan stres dalam keluarga dan pekerjaan.
c. Behavior- based conflict Konflik  yang  terjadi  jika  tingkah  laku  tertentu  dituntut  oleh  satu  peran
mempersulit  individu  dalam  memenuhi  tuntutan  dari  peran  yang  lain,  misalnya tuntutan peran keluarga dengan tuntutan peran pekerjaan.
2.5. Pengembangan karir