Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES KERJA PADA POLISI LALU LINTAS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh : Lutfiyah NIM: 107070002761

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES KERJA PADA POLISI LALU LINTAS

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh: LUTFIYAH NIM: 107070002761

Di bawah bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Yunita Faela Nisa, M.Psi., Psi Liany Luzvinda,M.si, Psi NIP: 19770608 200501 2 003 NIP: 150 411 152

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Lutfiyah

NIM : 107070002761

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 10 September 2011

Lutfiyah NIM: 107070002761


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

“Berfokuslah pada KEKUATAN, bukan pada KElEMAHAN.” , Mario Teguh.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. 55:25)

“It is not length of life, but depth of life..“ Ralph Waldo Emerson “A person who never made a mistake never tried anything new.“ Albert Einstein

“Everything has its wonders, even darkness and silence, and I learn, whatever state I may be in, therein to be content.” Helen Kelller. “Apa yang kita inginkan dan harapkan belum tentu selalu yang terbaik untuk kita. ” Me

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini saya persembahkan untuk Tuhan, keluarga saya

tercinta dan diri saya sendiri, kita tidak akan pernah tahu apa

yang akan terjadi dan yang akan kita dapatkan sampai kita

melakukannya.


(5)

v

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) September 2011

(C) Lutfiyah

(D) xv + 139 halaman + lampiran

(E) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas

(F) Stres kerja adalah respon adaptif, tanggapan, penyesuaian diri pada suatu kondisi antar individu dan lingkungan. Pekerjaan sebagai polisi lalu lintas rentan terhadap stres kerja karena pekerjaan mereka yang mencakup banyak aspek, berbahaya, tidak mudah dan stresful. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas adalah beban kerja, konflik peran yang terdiri dari time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict, pengembangan karir, iklim organisasi, tipe kepribadian Big Five yang terdiri dari

agreeableness, conscientiousness, neuroticism, extraversion dan openness, umur, masa kerja

dan sub divisi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor tersebut terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas. Penelitian kuantitatif dengan analisis regresi melibatkan 113 sampel pada polisi lalu lintas di Polda Metro Jaya yang memenuhi kriteria (masih aktif bekerja). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur stres kerja mengacu pada teori Beehr dan Newman tahun 1978, kemudian untuk mengukur beban kerja mengacu pada teori Munandar tahun 2006, untuk varibel konflik peran mengacu pada teori Greenhaus dan Beutell tahun 2000, untuk pengembangan karir mengacu pada teori Munandar tahun 2006, untuk iklim organisasi mengacu pada teori Kolb dan Rubin tahun 1984, untuk mengukur tipe kepribadian menggunakan alat ukur baku yang diambil dari IPIP

(International Personality Item Pool) milik Goldberg, dan untuk umur, masa kerja serta sub

divisi diperoleh melalui data diri responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja secara signifikan pada polisi lalu lintas adalah beban kerja, pengembangan karir dan sub divisi. Ketiga variabel tersebut memiliki proporsi varians yang mempengaruhi stres kerja pada polisi dalam jumlah yang berbeda. Beban kerja mempengaruhi stres kerja sebanyak 19,5%, pengembangan karir 5,4% dan sub divisi sebesar 2,1%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa beban kerja adalah variabel yang paling besar mempengaruhi stres kerja, sedangkan variabel yang paling kecil mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas adalah variabel sub divisi.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, kekuatan, dan keajaiban yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas”. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Penulisan laporan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari kemualiaan hati berbagai pihak yang telah memberikan peneliti motivasi, semangat, bimbingan, tenaga, kemudahan, pemikiran dan kekuatan yang selama ini telah mendorong peneliti untuk mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Jahja Umar.Phd, sebagai Dekan Faktultas Psikologi, terima kasih atas segala bimbingan, waktu dan tenaga yang diberikan selama saya menjalani perkuliahan.

2. Ibu Yunita Faela Nisa, M.Psi., Psi., sebagai Dosen Pembimbing I, terima kasih atas bimbingan, kritikan, pemikiran, dan kemudahan yang telah diberikan kepada saya. Terima kasih telah menyempatkan waktu dan tenaga selama proses pengerjaan skripsi ini.

3. Ibu Liany Luzvinda. M.si,.Psi., sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, arahan, saran kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

vii

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan pengetahuan kepada penulis dna inspirasi baik itu dalam pendidikan maupun pelajaran hidup.

5. Bapak Jamaluddin Harahap, mantan direktur pengamanan kepolisian, terima kasih telah membantu saya dalam memberikan kemudahan berhubungan dengan pihak-pihak tertentu ketika penelitian di Polda Metro Jaya.

6. Seluruh pihak di kepolisian Polda Metro Jaya, teurtama Direktorat Lalu Lintas, terima kasih atas kemudahan, kesempatan dan kebaikan yang telah diberikan peneliti dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu saya dalam menjalani proses perkuliahan dan menyelesaikan skripsi.

8. Keluarga besar saya. Ayah saya, Prof.Dr. Muslim Nasution, terima kasih atas motivasi, semangat, bantuan fisik dan psikis serta bantuan yang diberikan kepada saya. Ibu saya, Nurmiah Lubis S.Hi, terima kasih atas dukungan psikologis, perhatian, dan kesabaran yang selama ini tidak pernah berhenti dicurahkan kepada saya. Kakak-kakak dan adik-adikku, Mufidah, Uswah, Sakinah, Izzah, Iffah dan Muhammad Ihsan atas keceriaan yang selalu menghibur saya. Terima kasih yang tak terbatas atas yang cinta, doa, dukungan moril dan materiil, dan segala-galanya yang kalian berikan. (Aku cinta kalian dengan segala kesempurnaan dan ketidaksempurnaan yang ada, kalian adalah karunia terindah dari Allah untukku dan idak ada yang bisa mengganti kalian di hidupku.)

9. Sahabat saya, Muna, terima kasi atas segala kebaikan, kesabaran yang sangat amat dicurahkan meski sering dijadikan pelampiasan emosi dan keegoisan. Terima kasih karena


(8)

viii

tetap setia, tetap pengertian, tetap menjadi pendengar , tetap menjadi sandaran keluh kesah saya selama bertahun-bertahun sampai skripsi ini akhirnya selesai.

8. “Dbibiers”, teman-teman special saya sejak awal perkuliahan, Anya, Farah, Laras, Winda, Uty, Rara, Nuran dan Lala. Terima kasih atas segala kebahagiaan, suka dan duka, obrolan yang tidak penting tapi asik untuk dibahas. Banyak hadiah hidup, kebahagian, kesedihan dan pelajaran yang saya terima dari mereka, dan yang terpenting terima kasih atas sangat banyaknya canda dan tawa yang kalian berikan, terima kasih banyak dari awal perkuliahan sampai kelulusan.

9. Teman-teman dekat saya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terutama teman-teman angkatan 2007, khususnya kelas C yang banyak variasi nya. Terima kasih atas suka dan duka selama empat tahun ini, abnormal bareng di kelas, sharing dan diskusi bersama saya. Risna dan Adiyo, terima kasih atas bantuan yang memudahkan kelancaran peneliti dalam menyelesaikan analisis data skripsi ini. Terutama Risna, teman seperjuangan dan senasib, terima kasih atas segala bantuan yang sangat banyak diberikan kepada peneliti.

14. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis sebagai bahan penyempurnaan

Jakarta, 28 Maret 2011 Penulis


(9)

ix DAFTAR ISI Halaman Judul

Lembar Pengesahan Pembimbing ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Pernyataan Orisinal... ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB 1 Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... ... 10

1.3. Pembatasan Masalah ... 11

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 12

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 12

1.5. Sistematika Penelitian ... 13

BAB 2 Kerangka Teori ... 15

2.1. Stres ... 15

2.1.1. Definisi Stres ... 15

2.2. Stres Kerja ... 16

2.2.1. Tahapan Stres Kerja ... 17

2.2.2. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja ... 18

2.2.3. Gejala-Gejala Stres ... 25

2.3. Beban Kerja ... 28

2.4. Konflik Peran ... 29

2.5. Pengembangan Karir ...,... 33

2.6.Iklim Organisasi... 37

2.6.1 Aspek Iklim Organisasi... 38


(10)

x

2.8. Umur ... 45

2.9. Masa Kerja ... 46

2.10. Polisi Republik Indonesia ... 47

2.10.1. Sub Divisi DitLantas ... 49

2.11. Kerangka Berpikir ... 50

2.12. Hipotesis Penelitian ... 54

2.12.1. Hipoptesis Mayor ... 54

2.12.2. Hipotesis Minor ... 54

BAB 3 Metode Penelitian ... 56

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 56

3.2. Populasi dan Sampel ... 56

3.2.1. Populasi ... 56

3.2.2. Sampel ... 57

3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 57

3.3. Variabel dan Definisi Variabel ... 57

3.3.1. Variabel Penelitian ... 57

3.3.2. Definisi Konseptual ... 58

3.3.3. Definis Operasional ... 59

3.4. Pengumpulan Data ... 61

3.4.1.Teknik Pengambilan Data ... 61

3.4.2. Instrumen Penelitian ... 62

3.5.Prosedur Penelitian ... 67

3.6. Metode Analisis Data... 69

3.7. Uji Validitas ... 72

3.7.1. Uji Validitas Skala Stres Kerja ... 73

3.7.1.1. Gejala Fisik ... 73

3.7.1.2. Gejala Perilaku ... 76

3.7.1.3. Gejala Psikologis ... 78

3.7.2. Beban Kerja ... 79

3.7.2.1 Kualitatif ... 79

3.7.2.2. Kuantitatif ... 80

3.7.3. Konflik Peran ... 82


(11)

xi

3.7.3.2. Strain Based Conflict ... 83

3.7.3.3. Behavior Based Conflict ...84

3.7.4. Pengembangan Karir ... 85

3.7.4.1 . Ketidakpastian Kerja ... 85

3.7.4.2. Promosi Kurang ... 86

3.7.4.3. Promosi Berlebih ... 87

3.7.5. Iklim Ogranisasi ... 88

3.7.5.1. Konformitas ... 88

3.7.5.2. Tanggung Jawab ... 89

3.7.5.3. Standar ... 90

3.7.5.4. Imbalan ... 91

3.7.5.5. Kejelasan Organisasi ... 92

3.7.5.6. Kehangatan dan Dukungan ... 93

3.7.5.7. Kepemimpinan ... 94

3.7.6. Tipe Kepribadian Big Five ... 95

3.7.6.1. Agreeableness ... 95

3.7.6.2. Conscientiousness ... 96

3.7.6.3. Neuoriticism ... 98

3.7.6.4. Extraversion ... 99

3.7.6.5. Openness ... 100

BAB 4 Hasil Penelitian ... 102

4.1. Analisis Deskriptif ... 102

4.2. Uji Hipotesis ... 105

4.2.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian ... 105

4.2.2. Hasil Uji Hipotesis 1 ... 108

4.2.3. Hasil Uji Hipotesis 2 ... 108

4.2.4. Hasil Uji Hipotesis 3 ... 110

4.2.5. Hasil Uji Hipotesis 4 ... 110

4.2.6. Hasil Uji Hipotesis 5 ... 111

4.2.7. Hasil Uji Hipotesis 6 ... 112

4.2.8. Hasil Uji Hipotesis 7 ... 113

4.2.9. Hasil Uji Hipotesis 8 ... 113


(12)

xii

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran ... 120

5.1. Kesimpulan ... 120

5.2. Diskusi ... 121

5.3. Saran ... 129

5.3.1. Saran Teoritis ... 129

5.3.2. Saran Praktis ... 130

Daftar Pustaka ... 137 Lampiran


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor-Faktor Trait Big Five ... 46

Tabel 3.1 Blue Print Skala Stres Kerja ... ... 65

Tabel 3.2 Blue Print Skala Beban Kerja ... ... 67

Tabel 3.3 Blue Print Skala Konflik Peran ... 67

Tabel 3.4 Blue Print Skala Pengembangan Karir ... 68

Tabel 3.5 Blue Print Skala Iklim Organisasi ... 69

Tabel 3.6 Blue Print Skala Tipe Kepribadian Big Five ... 69

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Stres Kerja Dimensi Gejala Fisik ... 77

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Stres Kerja Dimensi Gejala Perilaku ... 79

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Stres Kerja Dimensi Gejala Psikologis ... 81

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Beban Kerja Dimensi Kualitatif ... 83

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Beban Kerja Dimensi Kuantitatif ... 84

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Konflik Peran Dimensi Time Based Conflict... 85

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Konflik Peran Dimensi Strain Based Conflict ... 86

Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Konflik Peran Dimensi Behavior Based Conflict ... 87

Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Pengembangan Karir Dimensi Ketidakpastian Deskripsi Kerja ... 89

Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Pengembangan Karir Dimensi Promosi Kurang ... 90

Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Pengembangan Karir Dimensi Promosi Berlebih ... 90

Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Konformitas ... 92

Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Tanggung Jawab ... 93


(14)

xiv

Tabel 3.21 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Imbalan ... 94

Tabel 3.22 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Kejelasan Organisasi ... 95

Tabel 3.23 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Kehangatan dan Dukungan ... 96

Tabel 3.24 Muatan Faktor Item Iklim Organisasi Dimensi Kepemimpinan ... 98

Tabel 3.25 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Big Fve Dimensi Agreeableness ... 99

Tabel 3.26 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Big Fve Dimensi Conscientiousness .... 100

Tabel 3.27 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Big Fve Dimensi Neuroticism ... 101

Tabel 3.28 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Big Fve Dimensi Extraversion ... 102

Tabel 3.29 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Big Fve Dimensi Openness ... 104

Tabel 4.1 Tabel Responden Berdasarkan Usia ... 105

Tabel 4.2 Tabel Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 106

Tabel 4.3 Tabel Responden Berdasarkan Sub Divisi ... ... 107

Tabel 4.4 Tabel Anova ... 108

Tabel 4.5 Tabel Rsquare ... 109

Tabel 4.6 Tabel Koefisien Regresi ... 110


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner

Lampiran 2 Analisis Faktor Konfirmatorik FISIK Analisis Faktor Konfirmatorik PERILAKU Analisis Faktor Konfirmatorik PSIKOLOGI Analisis Faktor Konfirmatorik BEBANKERJA Analisis Faktor Konfirmatorik KUANTITATIF Analisis Faktor Konfirmatorik TIME

Analisis Faktor Konfirmatorik STRAIN Analisis Faktor Konfirmatorik BEHAVIOR

Analisis Faktor Konfirmatorik KETIDAKPASTIANKERJA Analisis Faktor Konfirmatorik PROMOSIKURANG

Analisis Faktor Konfirmatorik BERLEBIH Analisis Faktor Konfirmatorik KONFORMITAS Analisis Faktor Konfirmatorik TJ

Analisis Faktor Konfirmatorik STANDAR Analisis Faktor Konfirmatorik IMBALAN Analisis Faktor Konfirmatorik KO

Analisis Faktor Konfirmatorik KD

Analisis Faktor Konfirmatorik KEPEMIMPINAN Analisis Faktor Konfirmatorik AGREEABLENESS

Analisis Faktor Konfirmatorik CONSCIENTIOUSNESS

Analisis Faktor Konfirmatorik NEUROTICISM

Analisis Faktor Konfirmatorik EXTRAVERSION

Analisis Faktor Konfirmatorik OPENNESS


(17)

(18)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Stres dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stres tidak hanya dapat berdampak positif tetapi juga dapat berdampak negatif. Jika stres tersebut berdampak negatif pada orang yang sehari-hari berhubungan langsung dengan masyarakat dan bekerja dengan menggunakan senjata seperti polisi, maka hal itu dapat mengakibatkan sesuatu yang buruk terjadi, seperti salah satunya penyalahgunaan senjata api. Selama ini banyak ditemukan perilaku anggota polisi yang menyimpang dari aturan yang dapat menimbulkan antipati dan menurunkan citra polisi, antara lain yaitu diberitakan mengenai penembakan terhadap Wakapoltabes Semarang yang dilakukan oleh anak buahnya (Hermanto, 2007). Sedangkan kasus lainnya diberitakan bahwa seorang polisi menembak istrinya karena konflik rumah tangga (Rusli, 2011). Di sepanjang tahun 2005 sampai tahun 2008 banyak sekali kasus penyalahgunaan senjata api di lingkungan kepolisian yang dilatarbelakangi oleh stres. Hal serupa juga dibenarkan oleh pensiunan Jenderal polisi yang pernah bekerja sebagai direktur bagian pengamanan kepolisian (Komunikasi personal, 10 Juni 2011). Ia membenarkan bahwa terdapat perilaku-perilaku yang menyimpang pada anggota kepolisian


(19)

2

terutama dalam hal penyalahgunaan wewenang. Tindakan-tindakan seperti penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, asusila, narkoba / miras dan kasus penembakan serta bunuh diri merupakan gambaran fenomena perilaku polisi yang mengalami stres.

Penelitian yang pernah dilakukan mengenai stres kerja dengan sampel polisi mendapatkan hasil penelitian bahwa derajat stres kerja polisi secara keseluruhan berada pada tingkat menengah (Jayanegara, 2007). Selan itu, direktur utama ACLU (American Civil Liberties Union), Ira Glasser (dalam Amaranto, 2003) juga menyatakan bahwa polisi adalah pekerjaan yang mencakup banyak aspek, sulit, berbahaya, dan stressfull.

He, Zhao, dan Archbold (dalam Magdalena, 2008) menyebutkan bahwa secara umum, petugas polisi menempati posisi dimana ia mengalami interaksi yang langsung dan sering dengan publik dan dihadapkan pada elemen-elemen masyarakat yang paling mengancam, antisosial dan tidak dapat dipercaya. Mereka ini adalah orang-orang yang melanggar hukum dan melakukan tindakan yang membahayakan orang lain. Misalnya saja pembunuh, teroris atau massa yang mengamuk. Kontak langsung dan sering dengan publik membuat polisi rentan terhadap efek negatif dari stres. Howard juga menuliskan bahwa pekerjaan sebagai polisi juga dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang stresful karena petugas polisi tidak memiliki kontrol atas penugasan yang diberikan kepadanya dan sulitnya pelaku kejahatan yang dihadapi. (Howard,dkk, 2004, dalam Magdalena, 2008).


(20)

3

Sebagai studi pendahuluan, peneliti melakukan wawancara dengan 4 sumber penting di kepolisian, yaitu Kabag psikologi di Polda Metro Jaya, Kabag polisi Lantas bagian Laka (kecelakaan lalu lintas) Jakarta Timur, staff polisi bagian Reksa (pemeriksaan bagian lalu lintas) Jakarta Timur dan mantan direktur kepolisian bagian pengamanan kepolisian. Dari wawancara peneliti dengan Kabag Psikologi, Nurcahyo, ia membenarkan bahwa memang terdapat perilaku-perilaku menyimpang dari polisi yang mungkin diakibatkan oleh stres misalnya yaitu melakukan penyalahgunaan senjata api dan melakukan perilaku menyimpang seperti mencuri, disersi (lari dari tugas) atau memukul. Ia berpendapat pekerjaan yang paling stresful adalah polisi yang bekerja di lapangan yaitu polisi lalu lintas dibandingkan dengan yang bekerja di kantor (Komunikasi personal, 14 Juni 2011). Berdasarkan data anggota bermasalah yang diperoleh dari Direktorat Lantas Polda Metro Jaya bagian psikologi tahun 2010 diketahui bahwa terdapat 13 anggota yang bermasalah sejak 19 Januari 2010 – 13 November 2010. Perilaku bermasalah mereka antara lain adalah pencurian, disersi (lari dari tugas), sering absen dinas, penyalahgunaan senjata api dan pemukulan. Beberapa dari anggota bermasalah tersebut berhubungan dengan psikis antara lain depresi, permasalahan dengan rumah tangga, jenuh, dan permasalahan keuangan.

Nurcahyo mengatakan bahwa pekerjaan sebagai polisi lalu lintas merupakan sandaran terdepan kepolisian yang bekerja di lapangan dan diamati oleh masyarakat secara langsung. Hal ini menyebabkan banyak aspek pekerjaan sebagai stressor antara lain beban kerja yang banyak, personil yang belum cukup memadai, dan kondisi fisik di lapangan (Komunikasi Personal, 14 Juni 2011).


(21)

4

Polisi peka terhadap variasi yang luas dari tekanan pekerjaan atau penyebab stres. Penyebab stres ini dapat dikelompokkan dalam kategori yang berikut: (1) di luar departemen polisi, yang meliputi keputusan pengadilan yang tak menguntungkan, ketiadaan dukungan masyarakat, dan potensi kekerasan warga bahkan ketika berhadapan dengan penyelidikan lalu-lintas rutin atau pertengkaran rumah tangga; (2) sumber internal, yang meliputi gaji rendah, kemajuan karir yang terbatas, pengembangan atau perangsang profesional yang kecil, dan ketiadaan dukungan administratif; dan (3) penyebab stres yang berasal pada peran polisi itu sendiri, termasuk perputaran shift, kerja administratif yang berlebihan. (Eisenberg, 1975; Stratton, 1978, dalam Murtiningrum, 2005).

Menurut Seyle (1976, Munandar, 2006), stres adalah keadaan didalam karateristik mahluk hidup dengan sindrom adaptasi umum. Dengan kata lain, adalah respon non spesifik dari tubuh terhadap permintaan yang dibuat untuk itu. Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi secara optimal, atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit stres, tetapi datang dari beberapa macam pembangkit stres, dan sebagian besar adalah dari waktu manusia bekerja, karena lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan pekerja ( Ferdy, 2010).

Dalam profesi sebagai polisi, lingkungan kerja mereka memiliki kemungkinan tinggi mengalami hal-hal yang menakutkan, mengejutkan atau mengakibatkan trauma psikologis sehingga dapat menimbulkan terjadinya stres dan terjadi perubahan dalam kepribadian seseorang dari pengalaman yang dialaminya.


(22)

5

Faktor-faktor penyebab stres dalam pekerjaan sangatlah banyak. Pada polisi, stresor yang dapat mempengaruhi stres mereka dapat dikarenakan oleh banyak faktor, baik karena faktor kondisi pekerjaan ataupun faktor organisasi. (Indri, 2010).

Diantara stresor-stresor yang ada, beban kerja adalah salah satu faktor yang merupakan stresor stres kerja pada polisi lalu lintas. Beban kerja merupakan salah satu yang mengakibatkan stres pada polisi. Kompleksitas tugas polisi menyebabkan hampir tidak ada waktu santai karena kasus datang susul menyusul dan polisi harus melayani masyarakat yang jumlahnya pasti lebih besar dari jumlah anggota polisi itu sendiri.

Hal itu juga diperkuat dengan hasil wawancara peneliti dengan salah satu polisi lalu lintas di wilayah Jakarta Timur yang bekerja di bagian Reksa. Ia mengatakan bahwa ia dan teman sekerjanya merasakan stres saat bekerja. Hal yang paling membuatnya stres adalah saat ia harus mencari dan menetapkan pelaku dari suatu kejadian, banyaknya kasus yang harus ditangani dan kekurangan anggaran dalam melakukan tugas di lapangan. Sehubungan dengan beban kerja yang diembannya, ia juga mengatakan diperkirakan pada tahun 2010-2011 terdapat 38%-40% kasus tabrak lari oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Banyak kasus yang harus ditangani rata-rata setiap harinya adalah 6 buah kasus.

Kepala bidang penerangan umum Polri tahun 2005, Komisaris besar Zainuri Lubis menyatakan bahwa para petugas polisi khususnya yang bertugas di


(23)

6

lapangan diduga mempunyai pekerjaan yang mempunyai derajat stres yang lebih tinggi (Daryanto, 2005).

Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap kepala polisi lalu lintas bagian Laka di wilayah Jakarta Timur yaitu AKP Purwito diketahui bahwa terdapat stres pada polisi, terutama pada polisi yang bekerja di lapangan dibandingkan polisi yang bekerja dikantor. Hal-hal yang menjadi penyebab stres pada polisi yang bekerja dibagian Laka adalah beban tugas yang berat, sulitnya mencari pelaku dari suatu kejadian, dan sulitnya mengatur lalu lintas terutama saat banjir (Komunikasi Personal, 7 Juni 2011).

Hal lain yang dapat menjadi sumber stres pada polisi adalah konflik peran. Dimana konflik peran ini mengenai harapan-harapan dari seseorang untuk aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan peran yang mereka jalankan. Harapan yang diinginkan akan mengakibatkan tekanan pada pemegang peranan untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik antara satu dengan yang lain. Hal ini dapat mengarah pada konflik peran, dimana pelaksanaan kegiatan atau kerja dengan satu tekanan dapat menyulitkan hal yang lain dengan tekanan yang menyertainya.

Pinto Jayanegara melakukan wawancara dengan salah satu perwira tinggi Polri (tanggal 7 Mei 2007), ia mengatakan bahwa penyebab stres yang dialami anggota polisi di Indonesia salah satunya yang berhubungan dengan konflik peran ini adalah keharusan melaksanakan perintah atasan yang seringkali tidak mudah untuk dilaksanakan karena bertentangan antara dia sebagai polisi dan dia sebagai


(24)

7

manusia. Hal itu juga diutarakan oleh pensiunan jenderal polisi yaitu pada tingkat jabatan yang lebih tinggi misalnya kolonel, diduga terdapat konflik peran dan batin. Ketika masih menjalani profesi sebagai polisi, ia sendiri mengalami pertentangan antara tuntutan tugas dengan hati nuraninya (Komunikasi personal, 10 Juni 2011). Berhubungan dengan konflik peran yang dikaitkan dengan keluarga, AKP Purwito mengatakan bahwa dalam hubungan dengan masalah keluarga, dikatakan tidak begitu menjadi hal yang menimbulkan stres pada polisi (Komunikasi Personal, 14 Juni 2011).

Demikian pula halnya dengan konflik peran, pengembangan karir dan iklim organisasi juga merupakan pembangkit stres potensial. Dalam hal ini pengembangan karir mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih dan promosi yang kurang. Kepuasan dan ketidakpastian kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi. Faktor stres yang ditemui terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dalam organisasi.

Studi empiris mengenai stres polisi menemukan bahwa sepanjang 13 tahun pertama pengabdian, stres meningkat sebab petugas baru tak percaya pada kemampuan mereka sendiri, harus melaksanakan sejumlah pekerjaan administrasi besar, dan merasa suatu gap antara pelatihan akademi formal dan keterampilan yang nyata diperlukan untuk menjadi efektif di jalanan. Stres berkurang ketika petugas menjadi lebih nyaman dengan tuntutan pekerjaan mereka dan promosi keuntungan dan ranking di departemen itu. (Violanti, 1983, dalam Yusuf, 2009).


(25)

8

Namun, berhadapan dengan suatu stresor tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991, dalam Widyasari, 2011). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa. Penilaian kognitif individu dalam stres di tentukan oleh individunya sendiri, sejauhmana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Sehubungan dengan ini, ciri individu salah satunya tipe kepribadian dapat berpengaruh dalam menimbulkan stres. Pada penelitian ini tipe kepribadian yang peneliti pilih untuk di analisis adalah tipe kepribadian Big Five.

Hal lain yang dapat mempengaruhi stres kerja pada polisi yaitu adalah umur dan masa kerja. Nurcahyo membenarkan bahwa umur memiliki pengaruh dalam stres, karena dari umur tersebut berhubungan dengan kematangan seseorang secara psikologis maupun fisik. Sedangkan masa kerja pada polisi dihubungkan dengan adaptasi dengan pekerjaan dan kenaikan jabatan/ karir dalam pekerjaannya.Selain itu, pada polisi lalu lintas hal yang dimungkinkan menjadi stresor bagi pekerja adalah perbedaan penempatan kerja di bagian lalu lintas, karena dari komunikasi personal yang didapat oleh peneliti, terdapat sub divisi dalam DitLantas, beberapa diantaranya yaitu Bin Operasional, Pamwal Pengamanan dan Pengawalan), PJR (Patroli Jalan Raya) dan Gatur (Penjagaan dan Pengaturan). Masing-masing dari subdivisi tersebut memiliki perbedaan baik dari tempat mereka bertugas maupun jam kerja mereka.


(26)

9

Kemungkinan besar beban dan tuntutan tugas serta tuntutan di luar tugas melebihi kemampuan yang dimiliki para anggota, kondisi ini akan memberikan dampak pada munculnya stres kerja yang berkepanjangan. Stres yang berkepanjangan ini dapat mengubah perilaku anggota menjadi perilaku yang tidak diterima di lingkungan tugas maupun di luar lingkungan tugas. Hubungan antar sesama anggota menjadi kurang harmonis, penuh kecurigaan yang dapat menimbulkan kemarahan serta perilaku agresi, seperti yang telah ditunjukkan oleh beberapa anggota Polri (Sumantri, 2011).

Dampak stres pada polisi dijelaskan oleh Morash dan Haar (Morash, Haar & Kwak, 2006) dimana petugas polisi yang mengalami tingkat stres kerja yang tinggi mengalami masalah psikologis dan fisik yang tinggi. Pada umumnya, mereka mengalami kesehatan yang buruk, sering absen dari pekerjaan, mengalami

burnout, dan tidak puas terhadap pekerjaan mereka, dan karena lemahnya

komitmen organisasi yang dimiliki maka mungkin petugas polisi tidak seutuhnya melibatkan diri dalam pekerjaan atau mereka mungkin akan berhenti dari pekerjaannya lebih awal.

Sedangkan Arnold (1986, dalam Adypato, 2011) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performa, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.

Oleh karena itu, berdasarkan berbagai penelitian tentang stres pada polisi pada umumnya dan khususnya stres pada polisi lalu lintas di Indonesia yang


(27)

10

dikemukakan di atas, peneliti melihat bahwa penting dilakukan penelitian untuk mengkaji berbagai faktor yang mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas dan juga melihat faktor mana yang paling berpengaruh besar terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas. Karena itu peneliti melakukan penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas.”

1.2. Perumusan Masalah

Secara umum, rumusan masalah pada penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh yang signifikan faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas?”.

Sedangkan secara khusus rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan beban kerja terhadap stres kerja

pada polisi lalu lintas?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan konflik peran yaitu Time Based Conflict, Strain Based Conflict dan Behavior Based Conflict terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan pengembangan karir terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan iklim organisasi terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas?


(28)

11

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan kepribadian Big Five yaitu

Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism, Extrovertion, dan

Openness terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas?

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan umur terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas?

7. Apakah ada pengaruh yang signifikan masa kerja terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas?

8. Apakah ada pengaruh yang signifikan sub divisi terhadap stres kerja pada polisi lalu lintas?

1.3. Pembatasan masalah :

Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah peneliti menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas dengan melihat faktor mana yang secara signifikan dan paling besar mempengaruhi stres kerja. Faktor-faktor yang akan diteliti adalah beban kerja, konflik peran yang terdiri dari

time based conflict, strain based conflict dan behavior based conflict,

pengembangan karir, iklim organisasi, tipe kepribadian Big Five yang terdiri dari

agreeableness, conscientiousness, neuroticism, extraversion, dan openness, umur,

masa kerja, dan sub divisi.


(29)

12 1.4.1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja yaitu beban kerja, konflik peran yang terdiri dari dari time based conflict, strain based conflict dan

behavior based conflict, pengembangan karir, iklim organisasi, tipe kepribadian

Big Five yang terdiri dari agreeableness, conscientiousness, neuroticism,

extraversion dan openness, umur, masa kerja dan sub divisi pada polisi lalu lintas sehingga dapat dijadikan bahan sekaligus informasi dalam meminimalisir stres kerja yang ada pada polisi lalu lintas.

1.4.2. Manfaat Penelitian Teoritis :

 Penelitian ini diharapkan mampu mendapatkan dimensi yang paling mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas sehingga dapat diminimalisir .

Praktis :

 Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya bagi pengembangan teori-teori psikologi terutama yang berkaitan dengan bidang psikologi kesehatan, klinis dan industri dan organisasi.


(30)

13

 Memberikan informasi dari hasil analisis peneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja sehingga dapat dijadikan bahan kebijakan untuk mengontrol stres kerja pada polisi lalu lintas.

1.5. Sistematika Penulisan

Berikut ini adalah sistematika penulisan dari laporan penelitian yang akan dilakukan.

BAB I : Pendahuluan

Berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini meliputi pendekatan dan jenis penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi konseptual dan


(31)

14

operasional, pengumpulan data, prosedur penelitian, metode analisis data, baik uji validitas dan uji hipotesis.

BAB IV : Analisis Hasil Penelitian

Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai gambaran responden penelitian, deskripsi data dan hasil uji hipotesis.

BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.

BAB 2


(32)

15

Bab ini akan membahas teori-teori yang dipakai sebagai dasar dalam melaksanakan penelitian. Teori yang terdapat dalam kajian teori adalah mengenai faktor-faktor stres kerja yaitu beban kerja, konflik peran, pengembangan karir, iklim organisasi, tipe kepribadian Big Five, umur, masa kerja dan sub divisi polisi lalu lintas.

2.1. Stres

2.1.1. Definisi Stres

Kata stres diartikan oleh Oxford Dictionary yaitu “as a state of affair involving demand of physical or mental energy” atau dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang melibatkan tuntutan energi fisik atau mental. Stres adalah ketegangan dan tekanan yang dihasilkan ketika individu melihat situasi yang menampilkan suatu tuntutan yang mengancam dari kemampuan yang ia punyai (Bisen, Priya, 2010).

Stres adalah emosi negatif, kognitif, tingkah laku dan proses fisiologi yang terjadi pada individu untuk mencoba menyesuaikan atau menawar dengan stresor yang ada. Dimana, dapat mengganggu atau mengancam fungsi sehari-hari individu dan menyebabkan individu tersebut untuk membuat penyesuaian. Dalam menghadapi stresor tersebut dapat ditandai dengan adanya adanya respon fisik, psikologis dan tingkah laku. (Taylor, 2002, Bernstein, Penner, Stewart, Roy, 2008). Dalam kata lain, stress meliputi sebuah transaksi antara orang dan fisik mereka dan lingkungan psikologikal. (Bernstein, Penner, Stewart, Roy, 2008).


(33)

16

Menurut Seyle (1976, Munandar, 2006), stres adalah keadaan didalam karateristik mahluk hidup dengan sindrom adaptasi umum. Dengan kata lain, adalah respon non spesifik dari tubuh terhadap permintaan yang dibuat untuk itu.

Fincham dan Rhodes (1988, Munandar, 2006) mengasumsikan bahwa stres dapat disimpulkan dari gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagi tuntutan terhadap dirinya secara efektif.

Dari berbagai pendapat yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah respon biologis dan psikologis pada seseorang yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. 2.2 Stres Kerja

Menurut Munandar (2006) stres kerja adalah respon individu terhadap stresor yang ada pada pekerjaan yang dapat menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal. Reaksi yang dapat terjadi yaitu dapat berupa reaksi fisik, psikologis atau tingkah laku.

Robin (dalam Supardi, 2007) memberikan definisi stres kerja sebagai suatu kondisi dinamis dimana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan.


(34)

17

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stress kerja adalah respon adaptif, tanggapan, penyesuaian diri pada suatu kondisi antara individu dan lingkungan.

2.2.1 Tahapan Stres Kerja

Menurut Hans Selye (Rice, 2000), bahwa ada tiga fase atau tahapan stress adalah sebagai berikut :

a. Tahap reaksi waspada, pada tahap ini dapat terlihat reaksi psikologis ”fight or

flight syndrome” dan reaksi fisiologis. Pada tahap ini individu mengadakan reaksi

pertahanan terekspos pada stressor. Tanda fisik akan muncul adalah curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Sehingga banyak organ tubuh yang terpengaruh, maka gejala stress akan mempengaruhi denyut nadi dan ketegangan otot. Pada saat yang sama daya tahan tubuh akan berkurang dan bahkan bila stressor sangat besar atau kuat dapat menimbulkan kematian.

b. Tahap melawan, pada tahap ini individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi untuk mengatasi stressor. Tubuh berusaha menyeimbangkan proses fisiologis yang telah dipengaruhi selama reaksi waspada untuk sedapat mungkin kembali keadaan normal dan pada waktu yang sama pula tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Apabila proses fisiologis telah teratasi maka gejala- gejala stress akan menurun, tubuh akan secepat mungkin berusaha normal kembali karena ketahanan tubuh ada batasnya dalam beradaptasi. Jika stressor tidak dapat diatasi


(35)

18

atau terkontrol maka ketahanan tubuh beradaptasi akan habis dan individu tidak akan sembuh.

c. Tahap kelelahan, tahap ini terjadi ketika ada suatu perpanjangan tahap awal stress yang tubuh individu terbiasa. Energi penyesuaian terkuras dan individu tersebut tidak dapat lagi mengambil dari berbagai sumber penyesuaian yang digambarkan pada tahap kedua. Akan timbul gejala penyesuaian terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, bisul, dan kolitis. Tanpa ada usaha untuk melawan atau mencegahnya kelelahan bahkan kematian dapat terjadi. Bila tubuh terekspos pada stressor yang sama pada waktu yang lama secara terus menerus, maka tubuh yang semula telah terbiasa menyesuaikan diri akan kehabisan energi untuk beradaptasi. Daya tahan tubuh terhadap stressor tidak dapat dianggap dapat bertahan selamanya karena suatu saat energi untuk adaptasi itu akan habis.

2.2.2. Faktor – faktor Penyebab Stres Kerja

Penyebab-penyebab umum stres pada tempat kerja menurut Bisen dan Priya (2010) adalah :

a. Ketakutan akan kehilangan pekerjaan.

b. Tuntutan yang tidak masuk akal terhadap kinerja. c. Kurangnya hubungan interpersonal antara pekerja.


(36)

19 e. Lamanya jam kerja.

f. Sedikitnya waktu untuk menghabiskan waktu dengan keluarga. g. Upah yang tidak sesuai.

h. Promosi yang tidak terlaksana.

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar waktu manusia adalah bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres dipekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Menurut Hurrel, faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi (Munandar, 2006) :

1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan

Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik meliputi: bising, vibrasi dan hygiene. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.


(37)

20

a. Tuntutan fisik : kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit stres (stressor). Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis kita. Kondisi demikian memudahkan timbulnya kecelakaan.

Misalnya tidak mendengar suara-suara peringatan sehingga timbul kecelakaan. Ivancevich & Matteson (dalam Munandar, 2006) bependapat bahwa bising yang berlebih (sekitar 80 desibel) yang berulangkali didengar, untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan stres. Dampak psikologis dari bising yang berlebih ialah mengurangi toleransi dari tenaga kerja terhadap pembangkit stres yang lain, dan menurunkan motivasi kerja.

b. Tuntutan tugas :

 Shift kerja : penelitian menunjukkan para pekerja shift malam lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada para pekerja pagi/siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan perut (Monk & Tepas dalam Munandar, 2006:383-389).

 Beban kerja : Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit juga merupakan pembangkit stres. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebih/terlalu sedikit "kuantitatif”, yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban


(38)

21

kerja berlebih/terlalu sedikit "kualitatif” yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan ketrampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja (Munandar, 2006).

2. Peran Individu dalam Organisasi

Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meliputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).

Menurut Kahn, dkk (dalam Munandar , 2006) stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah ketidakpuasan pekerjaan, ketegangan pekerjaan yang lebih tinggi, dan menimbulkan stres fisiologikal.

3. Pengembangan Karir

Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi (Evelyn, Girdano, dalam Munandar, 2006):

 Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya  Peluang mengembangkan keterampilan yang baru

 Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir.


(39)

22

Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bcntuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Kahn dkk, dalam Munandar, 2006).

5. Struktur dan iklim Organisasi

Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2006).

6. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan

Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja didalam suatu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam


(40)

23

pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi (Munandar, 2006).

7. Ciri-ciri Individu

Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat situasinya scbagai penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mcncakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial (Munandar, 2006).

a. Kepribadian : mereka yang berkepribadian introvert bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan yang lebih besar daripada mereka yang berkepribadian extrovert, pada konflik peran. Kepribadian yang flexible (orang yang lebih lerbuka terhadap pengaruh dari orang lain sehingga lebih mudah mendapatkan beban yang berlebihan) mengalami ketegangan yang lebih besar dalam situasi


(41)

24

konflik, dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian kaku (Munandar, 2006).

b. Kecakapan : merupakan variabel yang ikut menentukan stres atau tidaknya suatu situasi yang sedang dihadapi. Jika seorang pekerja menghadapi masalah yang ia rasakan tidak mampu ia pecahkan, sedangkan situasi tersebut mempunyai arti yang penting bagi dirinya, situasi tersebut akan ia rasakan sebagai situasi yang mengancam dirinya sehingga ia mengalami stres. Ketidakmampuan menghadapi situasi menimbulkan rasa tidak berdaya. Sebaliknya jika merasa mampu menghadapi situasi orang justru akan merasa ditantang dan motivasinya akan meningkat (Munandar, 2006).

c. Nilai dan kebutuhan : setiap organisasi mempunyai kebudayaan masing-masing. Kebudayaan yang terdiri dari keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan norma-norma perilaku yang menunjang organisasi dalam usahanya mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan internal. Para tenaga kerja diharapkan berperilaku sesuai dengan norma-norma perilaku yang diterima dalam organisasi (Munandar, 2006).

Teori lain mengatakan terdapat dua faktor penyebab atau sumber stress yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen atau hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal berupa kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi keluarga, dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. (Dwiyanti, 2001, dalam Prihatini, 2007).


(42)

25

Menurut Cooper dan Marshall (1976), terdapat enam kategori utama sumber-sumber stres pada kerja, yaitu:

a. Faktor Intrinsik pada pekerjaan b. Peran dalam organisasi

c. Pengembangan karir

d. Struktur dan iklim organisasi e. hubungan dalam pekerjaan f. sumber-sumber ekstra-organisasi 2.2.3. Gejala – gejala Stres

Menurut Bisen dan Priya (2010), gejala stres pada individu dapat dilihat dari :

a. Gejala fisik yaitu pusing, sakit leher, nyeri punggung, lemah, gangguan perut, kelelahan kronik, nafas cepat/ sulit dan tidur terlampau banyak.

b. Gejala emosional yaitu depresi, mimpi buruk, sensitif, mudah marah, cemas, perilaku neurotik, adanya pikiran untuk bunuh diri, frustasi, tidak berdaya dan gelisah.

c. Gejala fisik yaitu gigi menggretak, menggigit jari, makan kompulsif, penggunaan rokok meningkat, mengetuk jari, kehilangan minat pada penampilan fisik, dan peningkatan penggunaan alkohol atau resep obat.


(43)

26

Teori Terry Beehr dan Newman (1978, Rout, 2002) membagi gejala stress menjadi tiga aspek yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku.

Gejala psikologis terdiri dari : - Kecemasan, ketegangan - Bingung, marah, sensitif - Memendam perasaan

- Komunikasi tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual - Mengurung diri, ketidak puasan bekerja

- Depresi, kebosanan, lelah mental

- Merasa terasing dan mengasingkan diri,kehilangan daya konsentrasi - Kehilangan spontanitas dan kreativitas

- Kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri Gejala fisik :

- Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah - Meningkatnya sekresi adrenali dan non adrenalin - Gangguan gastrointestial, misalnya gangguan lambung - Mudah terluka, kematian, gangguan kardiovaskuler - Mudah lelah secara fisik, gangguan pernafasan


(44)

27 - Lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit - Kepala pusing, migrain, kanker

- Ketegangan otot, problem tidur. Gejala perilaku :

- Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas - Penurunan prestasi dan produktifitas

- Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk - Perilaku sabotase

- Meningkatnya frekuensi absensi - Perilaku makan yang tidak normal

- Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan

- Kecendrungan perilaku yang beresiko tinggi seperti ngebut,berjudi - Meningkatnya agresivitas dan kriminalitas

- Penurunan kualitas hubungan interpersoal dengan keluarga dan tema - Kecenderungan bunuh diri.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala stress kerja terdiri dari gejala psikologis,gejala fisik dan gejala perilaku.


(45)

28

Beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan dalam batas waktu tertentu. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres. Beban kerja secara kuantitatif timbul akibat tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan secara kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu untuk melakukan tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari tenaga kerja. Beban kerja selama jumlah jam kerja yang sangat banyak, hal ini merupakan sumber tambahan stres (Munandar, 2006). Everly & Girdano (dalam Munandar, 2006), menambahkan kategori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif. Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stres pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah kondisi kerja, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat. Pada saat tertentu hal ini merupakan motivasi dan menghasilkan prestasi, namun bila desakan waktu menyebabkan banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantatif. Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.


(46)

29

Beban berlebihan kualitatif merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia makin beralih titik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan makin menjadi majemuk. Kemajemukan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang dimiliki. Pada titik tertentu kemajemukan pekerjaan tidak lagi produktif, tetapi menjadi destrutif. Pada titik tersebut kita telah melewati kemampuan kita untuk memecahkan masalah dan menalar dengan cara yang konstruktif. Timbulah kelelahan mental, sakit kepala, dan gangguan-gangguan pada perut merupakan hasil dari kondisi kronis dari beban berlebihan kualitatif. Sedangkan beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan ketrampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarahkan semangat dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia “tidak maju-maju” dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan ketrampilannya (Sutherlan & Cooper, Munandar, 2006).

2. 4. Konflik peran

Konflik peran terjadi ketika harapan terhadap kerja kita dan apa yang kita pikir harus dilakukan tidak sama dengan pekerjaan yang sebetulnya harus kita lakukan. Konflik peran juga dapat terjadi ketika pekerja memiliki peran yang berlawanan. Misalnya, peran seorang pekerja sebagai manajer mungkin memerlukan ia untuk bekerja pada hari Sabtu, tetapi peran ia sebagai ibu


(47)

30

memerlukan ia untuk menghadiri pertandingan olahraga anaknya pada hari yang sama (Aamodt, 2010).

Menurut Greenhaus dan Beutell peran adalah satu set ekspektasi yang dikenakan oleh pengirim peran (Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek, dan Rosenthal, 1964, dalam Shien & Chen, 2011). Kahn dan Quinn (Edwards & Rothbard, 2000, Shein & Chen, 2011) lebih lanjut menjelaskan bahwa harapan peran didefinisikan seperti ketika individu fokus menciptakan harapan yang didasarkan pada nilai-nilai nya sendiri mengenai pekerjaan atau perilaku keluarga peran. Konflik antar peran terjadi ketika harapan yang terkait dengan satu peran mengganggu kemampuan seseorang untuk secara memadai memenuhi peran lainnya.

Konflik peran adalah hasil ketika individu menerima dua atau lebih peran yang menyebabkan konflik satu dengan yang lain. Dalam hal ini individu tersebut merasa tidak mampu dengan tekanan yang ada dan menjadi demokratik pada saat yang sama (Altman, Valenzi, Hodgetts, 1985).

Tidak jauh berbeda, Kahn (1964, Cooper, Dewe, 2004) juga mendefinisikan konflik peran sebagai “simultaneous occurence of two (or more) sets of pressures such that compliance with one would make more difficult compliance with the other”. Atau dapat diartikan yaitu terjadinya simultan dari dua (atau lebih) kumpulan tekanan seperti keharusan patuh dengan yang satu dimana akan menimbulkan kepatuhan yang lebih sulit dengan yang lain.

Maka konflik peran dapat disimpulkan sebagai suatu kesulitan yang dialami individu dalam memenuhi peran dan tuntutan dari peran tersebut dalam


(48)

31

waktu yang bersamaan serta adanya pertentangan antara individu dengan perannya.

Myers (1988, dalam Marfizal, 2006) membagi konflik peran menjadi 3 yaitu :

1. Konflik antara individu dengan peran.

Pertentangan antara kepribadian atau sikap individu dengan harapan atau tuntutan dari perannya, misalnya : seorang polisi harus menangkap seorang pencuri yang ternyata adalah keponakannya. Polisi akan mengalami konflik peran antara membantu keponakannya atau menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum.

2. Intrarole conflict

Ketegangan yang ditimbulkan oleh tuntutan atau harapan yang bertentangan mengenai bagaimana suatu peran harus dilakukan. Salah satu contohnya adalah seorang kakak dituntut untuk selalu membantu adiknya oleh ibunya, sedangkan ayahnya melarang ia membantu adiknya supaya adiknya menjadi mandiri. Hal ini akan menimbulkan konflik peran karena ada harapan yang bertentangan.

3. Interrole conflict

Ketegangan atau konflik yang terjadi karena tuntutan dari dua peran yang berbeda yang harus dilakukan secara bersamaan, misalnya : konflik yang dialami


(49)

32

ibu yang bekerja, pada saat yang sama ia harus berperan sebagai pekerja dan sebagai ibu rumah tangga.

Selanjutnya Duxbury dan Higgins (1991, dalam Marfizal, 2006) mengatakan bahwa akibat dari berbagai peran yang dimiliki (multiple roles)

individu akan menghasilkan ketegangan fisik dan psikologis dalam dua cara yaitu: a. Beban peran yang berlebih (role overload), yang menimbulkan kesulitan untuk menentukan prioritas peran mana yang akan didahulukan.

b. Tuntutan terhadap kedua peran akan menimbulkan kesulitan untuk memenuhi harapan dari masing-masing peran tersebut.

Konflik antara keluarga dan pekerjaan dapat disebabkan oleh dua aspek utama dari lingkungan pekerjaan atau keluarga yaitu :

a. Faktor yang berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menampilkan peran pekerjaan dan keluarga.

b. Keadaan psikologis yang disebabkan oleh tekanan dari satu peran ke peran yang lain. (Greenhaus dan Beutell, 1985; Piotrkowski, Voydanoff, dalam Marfizal 2006).

Greenhaus dan Beutell (Edwards, Rothbard, 2000) mengemukakan tiga bentuk konflik keluarga dan pekerjaan :


(50)

33

Konflik yang terjadi karena tuntutan waktu dari peran yang satu mempengaruhi partisipasi dalam peran yang lain. Konsep-konsep yang termasuk dalam konflik ini diantaranya : waktu bekerja yang berlebihan, kurangnya waktu untuk pasangan atau anak dan jadwal yang tidak fleksibel.

b. Strain-based conflict

Konflik yang disebabkan oleh gejala-gejala stres seperti kelelahan dan mudah marah, yang diakibatkan oleh satu peran mengganggu peran yang lain. Konflik ini melibatkan stres dalam keluarga dan pekerjaan.

c. Behavior- based conflict

Konflik yang terjadi jika tingkah laku tertentu dituntut oleh satu peran mempersulit individu dalam memenuhi tuntutan dari peran yang lain, misalnya tuntutan peran keluarga dengan tuntutan peran pekerjaan.

2.5. Pengembangan karir

Ada empat fase siklus kehidupan karir, yaitu (Kitchi, 2010) :

1. Memulai karir, stres yang timbul adalah dari keharusan untuk mempelajari budaya oganisasi dan struktur organisasi di tempat kerja.

2. Pengembangan karir, yaitu di mana pilihan mungkin harus dibuat antara karir dan keluarga.

3. Memelihara karier, di mana individu mungkin harus melihat apakah karir mereka nantinya akan sukses atau tidak, dan ini dapat meningkatkan konflik


(51)

34 antara karir dan keluarga.

4. Karir berakhir.

Dalam bukunya, Rout (2002) mengatakan bahwa pengembangan karir meliputi sejumlah isu yang dapat bertindak sebagai stressor potensial untuk karyawan. Misalnya, kurangnya keamanan pekerjaan, over atau under promosi, takut pensiun, dan banyak penilaian kinerja lainnya dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Pada stressor keamanan pekerjaan, ancaman kehilangan pekerjaan merupakan sumber potensial dari stres. Beberapa orang mungkin harus tetap pada pekerjaan mereka bahkan jika mereka tidak menyukainya karena mereka tidak memiliki alternatif yang cocok untuk perubahan. Sedangkan pada permasalahan promosi di tempat kerja, ketika seorang individu dipromosikan terlalu cepat, tanpa memiliki keterampilan yang dibutuhkan atau sudah bekerja keras di pekerjaan sebelumnya, ia mungkin mengalami self-esteem rendah. Kurangnya prospek promosi juga dapat menjadi sumber stres ketika seorang individu telah menguasai pekerjaannya. Pada kinerja kerja, penilaian kinerja dapat menjadi sumber potensial stres bagi penilai dan yang dinilai. Dalam praktek umum penilaian rutin karyawan oleh manajer dapat menyebabkan stres terutama ketika harus mengambil keputusan. Stressor yang terakhir pada pengembangan karir adalah pensiun. Tekanan tertentu dapat timbul bagi individu yang dipaksa untuk pensiun dini. Misalnya, Fryer dan Payne (1986, Rout, 2002) menunjukkan bahwa seseorang mungkin akan menderita dari hilangnya pekerjaan, merasa gagal, menurunnya harga diri, kepuasan hidup yang rendah, depresi, kesepian dan isolasi, dan masalah perilaku lainnya.


(52)

35

Sumber stres lain yang menyebabkan stres pada pekerja adalah masalah dalam pengembangan karir, jika aspirasi karir tidak memuaskan, frustasi dapat menjadi intens (Schultz, 2006).

Di sisi lain, Munandar (2006) merumuskan unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi :

-

Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya

-

Peluang mengembangkan ketrampilan yang baru

-

Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir.

Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang (Munandar, 2006) :

a. Job Insecurity : perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru

yang dapat mempunyai dampak pada perusahaan. Reorganisasi dirasakan perlu untuk dapat mcnghadapi perubahan lingkungan dengan lebih baik. Sebagai akibatnya ialah adanya pekerjaan lama yang hilang dan adanya pekerjaan yang baru. Dapat terjadi bahwa pckerjaan yang baru memerlukan keterampilan yang baru. Setiap reorganisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang potensial (Munandar, 2006).

b. Over dan Under-promotion : setiap organisasi industri mempunyai proses


(53)

36

ada pula yang tidak tumbuh atau setelah tumbuh besar mengalami penurunan, organisasi menjadi lebih kecil. Pola pertumbuhan organisasi industri berbeda-beda. Salah satu akibat dari proses pertumbuhan ini ialah tidak adanya kesinambungan dari mobilitas vertical dari para tenaga kerjanya. Peluang dan kecepatan promosi tidak sama setiap saat. Dalam pertumbuhan organisasi yang cepat, banyak kedudukan pimpinan mcmerlukan tenaga, dalam keadaan sebaliknya, organisasi terpaksa harus mcmperkecil diri, tidak ada peluang untuk mendapatkan promosi, malahan akan timbul kecemasan akan kehilangan pekerjaan. Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan pembangkit stres bagi tenaga kerja yang rnerasa sudah waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan antarpribadi yang bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan. (Munandar, 2006).

Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion memberikan kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan ketrampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya (Schultz, 2006).

2.6. Iklim Organisasi

Sumber stres potensial lainnya di dalam pekerjaan muncul dari organisasi di tempat kerja itu sendiri, yaitu struktur dan iklim organisasi. Iklim organisasi


(54)

37

dapat membuat kehidupan kerja menjadi stressful atau memuaskan, seperti misalnya sedikit atau tidak adanya partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya komunikasi efektif dan konsultasi serta batasan dalam tingkah laku (Cooper & Marshal, 1976, Rout, 2002).

Tidak jauh berbeda, Kitchin (2010) juga mengatakan bahwa struktur dan iklim organisasi adalah salah satu sumber potensial di dalam organisasi yang dapat mengancam kebebasan individu, otonomi dan identitas. Masalah utama dari iklim organisasi yaitu dalam hal partisipasi seperti pengambilan keputusan, tidak ada rasa memiliki, kurangnya konsultasi yang efektif, komunikasi yang buruk, pembatasan pada perilaku dan politik kantor.

Kolb dan Rubin (1984, h.333 dalam Rani 2007) mengatakan bahwa iklim organisasi merupakan suatu perangkat manajemen yang efektif untuk memadukan motivasi individu dengan tujuan serta tugas-tugas dalam organisasi. Sedangkan menurut Lumsdaine (1995, h.271, dalam Rani 2007), iklim organisasi merupakan persepsi karyawan terhadap karakteristik dari prosedur yang ada dalam sebuah perusahaan.

Setiap organisasi memiliki budaya, tradisi dan metode yang berbeda-beda, yang secara keseluruhan akan membentuk iklim dalam hubungan antar manusia di dalam organisasi tersebut. Iklim dalam suatu organisasi seperti halnya kepribadian dalam diri manusia. Dalam membangun iklim yang dapat memotivasi karyawan untuk berproduksi dan memperoleh kepuasan, pihak manajemen perlu untuk


(55)

38

menyadari beberapa hal dasar, seperti membangun hubungan antar individu yang efektif (Davis, 1962, h. 58, dalam Rani 2007).

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah persepsi pekerja terhadap lingkungan organisasi dimana hal itu dapat mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. 2.6.1. Aspek Iklim Organisasi

Menurut Kolb & Rubin (1984, h. 343, dalam Rani, 2007) terdapat tujuh aspek yang dapat mengidentifikasikan iklim organisasi dalam suatu perusahaan, yaitu:

a. Konformitas

Konformitas terbentuk karena adanya perasaaan yang sama diantara para karyawan mengenai banyaknya peraturan, prosedur dan hukum dalam menjalankan pekerjaan.

b. Tanggung jawab

Setiap anggota dalam organisasi atau karyawan memiliki tanggung jawab masing-masing untuk mewujudkan tujuan perusahaan.

c. Standar

Tekanan dari organisasi pada kualitas tampilan serta membuat produknya terkenal, membuat karyawan merasa tertantang untuk menjalankan komitmen. d. Imbalan


(56)

39

Perasaan dari karyawan, bahwa kerja keras karyawan pasti akan diketahui dan mendapatkan imbalan yang pantas atas usahanya.

e. Kejelasan organisasi

Perasaan para karyawan bahwa perusahaan, terorganisir dengan baik serta memiliki tujuan yang jelas.

f. Dukungan dan Kehangatan

Persahabatan di antara seluruh anggota organisasi merupakan nilai yang sangat penting untuk membentuk hubungan yang baik dalam lingkungan kerja. g. Kepemimpinan

Karyawan menerima kepemimpinan yang ada dalam perusahaan dan segala keputusannya. Mereka menyadari bahwa terpilihnya seorang pemimpin pasti berdasarkan keahlian yang dimilikinya.

Selain itu, Jonas dan James (1979, Dahesihsari, 2008) juga mengemukakan dimensi dari iklim organisasi yaitu :

1. Karakteristik pekerjaan dan peran karyawan 2. kepemimpinan

3. kelompok kerja

4. kebijakan dalam sistem organisasi, seperti imbalan, peraturan dan dukungan organisasi.


(57)

40 2.7. Tipe Kepribadian Big Five

Tipe kepribadian Big Five merupakan kepribadian dengan pendekatan trait

yang didukung oleh penelitian yang mendalam dan menghasilkan bahwa kepribadian dapat dilihat dalam lima dimensi. Kelima dimensi ini muncul dari penelitian faktor analisis melalui berbagai tes dan skala kepribadian (Goldberg, 1981, Pervin, Cervone, & John, 2005).

Big” memiliki arti bahwa setiap faktor menggolongkan traits yang lebih spesifik dalam jumlah yang besar. Kelima faktor tersebut adalah Extraversion,

Agreeableness, Conscientiousness, Neuoriticism, dan Openness (Goldberg, 1981,

Pervin, Cervone, & John, 2005). Berikut penjelasan mengenai dimensi Big Five

tersebut:

A. Agreeableness (A)

Agreeableness merupakan sebuah dimensi interpersonal dan

menggambarkan beragam interaksi yang individu pilih, baik dari perasaan kasih sampai ke hal yang antagonis. Digman (1990, dalam Costa & John, 1996) menuliskan bahwa agreeableness meliputi aspek-aspek kemanusiaan, seperti sikap penolong, kasih sayang, perhatian, cemburu, dan iri hati pada ornag lain. Orang-orang dengan A yang tinggi cenderung berhati lembut, percaya, suka menolong, pemaaf, altruistis, dan pada dasarnya baik. Memiliki hasrat untuk menolong orang lain, mereka cenderung tanggap dan empatik serta percaya bahwa orang lain akan melakukan hal yang sama sepertinya. Sebaliknya, mereka dengan A yang rendah (disebut antagonis) cenderung sinis, tidak sopan bahkan kasar,


(58)

41

penuh curiga, tidak kooperatif, dan mudah marah, serta dapat manipulatif, penuh dendam, dan kejam (Costa & Widiger, 2002 dalam Lastianto, 2011).

B. Conscientiousness (C)

Individu dengan karakteristik C dihubungkan dengan kerapian, keteraturan, rajin, dan berorientasi pada prestasi (McCrae & Costa, 1987, 1996). Orang-orang dengan C yang tinggi cenderung terorganisir, dapat diandalkan, pekerja keras, tepat waktu, cermat, ambisius, dan tekun. Sedangkan orang-orang dengan C yang rendah cenderung tidak dapat diandalkan, malas, ceroboh, lalai, hedonistis, dan tanpa arah/tujuan (Costa & Widiger, 2002, dalam Lastianto, 2011).

C. Neuroticism (N)

Skor yang tinggi pada N dirasakan mengalami pengaruh negatif yang kronik (Watson & Clark, 1984, Costa & John, 1996) dan rentan terhadap perkembangan berbagai gangguan kejiwaan (Zonderman, Batu, & Costa, 1989, 1996). Ketegangan saraf berulang, depresi, frustrasi, rasa bersalah, dan kesadaran diri bahwa individu tersebut merasa sering dikaitkan dengan pemikiran rasional, rendah diri, miskin kontrol impuls dan keinginan, keluhan somatik, dan tidak efektif dalam respon coping (McCrae, Costa, 1996).

Neuroticism menggambarkan level ketidakstabilan dan penyesuaian

emosional. N yang tinggi memiliki nama lain yaitu Negative Affectivity. Hal ini mengidentifikasikan bahwa individu tersebut mudah mengalami masalah psikologis seperti memiliki ide yang tidak realistis, dan kemauan yang berlebihan


(59)

42

atau sulit dalam mentoleransi kegagalan yang disebabkan oleh tidak turut sertanya individu tersebut dalam kepentingan seseorang. N yang tinggi ini mencangkup facet kecemasan, depresi, impulsivitas, dan mudah tersinggung (Costa & Widiger, 2002, dalam Lastianto 2011). Individu dengan N yang tinggi cemas akan pendapat orang lain tentang mereka, ingin simpati dan dirawat. (Costa & McCrae, 1988, 2003)

Sedangkan orang-orang yang memiliki tingkat N yang rendah, bukan berarti mereka dalam keadaan mental yang sehat (positif), namun dapat disebutkan bahwa mereka mudah tenang, santai, berwatak lembut, dan tidak mudah terganggu/tersinggung (McCrae & John, 1991).

D. Extraversion (E)

Watson dan Clark (Costa & John, 1996) menggambarkan inti dari individu E adalah memiliki emosi positif. E menggambarkan kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal yang lebih disukai, tingkat aktivitas, kebutuhan akan dorongan/rangsangan, dan kapasitas untuk kegembiraan. Individu yang tinggi pada E cenderung mudah bersosialisasi, aktif, senang berbicara, optimistis, menyukai keceriaan, dan penyayang. (Costa & John, 1996) Sedangkan individu yang memiliki nilai E yang rendah cenderung tidak ramah (dalam arti bukan jahat), tenang, penyendiri, tidak mau terikat, dan pendiam. Introvert bukanlah orang yang tidak gembira atau pesimistis, tetapi mereka hanya tidak mengalami tingginya semangat keceriaan yang mencirikan extravert (Costa & Widiger, 2002, dalam Lastianto, 2011).


(60)

43 E. Openness (O)

O jauh kurang dikenal daripada N atau E, dan pada kenyataannya, sering dijelaskan secara berbeda sebagai Intellect, label alternatifnya. Akan tetapi O berbeda dari kemampuan (bakat) dan intelegensi, O termasuk hal yang aktif dalam menggali sesuatu, memiliki apresiasi akan pengalaman untuk kebaikan mereka sendiri, perubahan, stimulasi intelektual, dan tidak konvensional (Costa & John, 1996). Menurut Zhao & Zeibert (2006), O adalah dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang penasaran secara intelektual dan cenderung untuk mencari pengalaman baru dan mengeksplorasi ide-ide baru. Individu yang terbuka ialah individu yang ingin tahu, imaginatif, dan mau menghibur dengan ide yang baru dan tidak mengharapkan imbalan; mereka mengalami semua emosi secara keseluruhan lebih jelas daripada individu yang tertutup. Untuk membedakannya, individu yang tertutup (mereka dengan O yang rendah) cenderung berperilaku menurut kepercayaan atau pendiriannya, berselera konservatif, serta dogmatis dan keras pada kepercayaan yang dianutnya; mereka telah memasang perilaku dengan cara mereka sendiri dan emotionally unresponsive (Costa & Widiger, 2002, dalam Lastianto, 2011).

Tabel 2.1. Faktor-Faktor Trait Big Five Karakteristik Skor

Tinggi

Faktor Karakteristik Skor

Rendah khawatir,gugup,

emosional,

tidak aman, merasa tidak

mampu, mudah panik

Neuroticism tenang, rileks, tidak

emosional, memiliki daya tahan terhadap stress, merasa aman, puas atas diri sendiri


(61)

44 suka bergaul, aktif,

banyak bicara, orientasi pada orang lain, optimis, terbuka terhadap

perasaannya,penuh kasih

sayang

Extraversion pendiam/suka menyendiri,

sederhana,tidak berlebihan dalam

kesenangan, menjauhkan diri, orientasi pada tugas, pemalu, serius

memiliki rasa ingin tahu yang besar, minat yang luas, kreatif, modern

Openness konvensionil/biasa, sederhana, minat yang menetap, tidak artistik, tidak analitis, rendah hati, menjaga tradisi

lembut hati, baik hati, mudah percaya, penolong, pemaaf, penurut, jujur

Agreebleness suka mengejek, tidak sopan, kasar, curiga, tidak kooperatif, pendendam, bengis/kejam, cepat marah, suka memerintah, manipulatif

mengatur, dapat diandalkan, pekerja keras, disiplin diri , rapi, ambisius, tekun/keras hati

Conscientiousness tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, lalai, pemalas, tidak perhatian/cuek, ceroboh, kemauan yang lemah, hedonistik Sumber : (Costa & McCrae, 1992, Pervin, Cervone & John, 2005)

2.8. Umur

Umur mempengaruhi stres pada kebanyakan orang dalam melewati tahap-tahap kehidupan dan respon terhadap stres pun berbeda-beda. (Cooper, 1987). Pekerja mungkin menjadi kurang kompeten setelah usia mereka menginjak empat puluh. Pengurangan itu cenderung pada tugas yang menekankan kecepatan,


(1)

e. Predictors: (Constant), Conscientiousness, BebanKerja, TBC, PengembanganKarir, SBC, BBC, IklimOrganisasi, Agreeableness, NEuroticism, Extraversion, Openness, Umur

f. Predictors: (Constant), Conscientiousness, BebanKerja, TBC, PengembanganKarir, SBC, BBC, IklimOrganisasi, Agreeableness, NEuroticism, Extraversion, Openness, Umur, MasaKerja

g. Predictors: (Constant), Conscientiousness, BebanKerja, TBC, PengembanganKarir, SBC, BBC, IklimOrganisasi, Agreeableness, NEuroticism, Extraversion, Openness, Umur, MasaKerja, SubDivisi

h. Dependent Variable: StresKerja

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 22.022 8.420 2.616 .010

BebanKerja .180 .066 .180 2.714 .008

TBC .061 .080 .061 .762 .448

SBC .047 .078 .047 .604 .547

BBC .075 .088 .075 .853 .396

PengembanganK arir

.135 .082 .135 1.639 .104

IklimOrganisasi .334 .090 .334 3.716 .000

Agreeableness -.272 .092 -.272 -2.971 .004

1

Conscientiousnes s

.000 .104 .000 .005 .996

(Constant) 22.019 8.461 2.602 .011

BebanKerja .180 .067 .180 2.701 .008

TBC .062 .083 .062 .744 .459

SBC .047 .079 .047 .601 .549

BBC .075 .089 .075 .841 .403

PengembanganK arir

.134 .083 .134 1.617 .109

IklimOrganisasi .336 .106 .336 3.170 .002

Agreeableness -.271 .098 -.271 -2.767 .007

Conscientiousnes s

7.464E-5 .105 .000 .001 .999

2


(2)

(Constant) 21.708 8.544 2.541 .013

BebanKerja .180 .067 .180 2.693 .008

TBC .064 .084 .064 .766 .445

SBC .050 .079 .050 .628 .531

BBC .073 .089 .073 .819 .414

PengembanganK arir

.134 .083 .134 1.612 .110

IklimOrganisasi .335 .106 .335 3.153 .002

Agreeableness -.282 .103 -.282 -2.732 .007

Conscientiousnes s

-.007 .108 -.007 -.067 .947

NEuroticism -.010 .088 -.010 -.109 .913

3

Extraversion .028 .080 .028 .346 .730

(Constant) 22.037 8.639 2.551 .012

BebanKerja .182 .067 .182 2.700 .008

TBC .068 .085 .068 .802 .424

SBC .049 .080 .049 .613 .541

BBC .069 .091 .069 .755 .452

PengembanganK arir

.136 .084 .136 1.623 .108

IklimOrganisasi .330 .108 .330 3.061 .003

Agreeableness -.267 .113 -.267 -2.375 .019

Conscientiousnes s

.003 .113 .003 .030 .976

NEuroticism -.006 .090 -.006 -.063 .950

Extraversion .028 .080 .028 .351 .726

4

Openness -.033 .101 -.033 -.332 .741

(Constant) 22.111 9.841 2.247 .027

BebanKerja .182 .068 .182 2.686 .008

TBC .068 .085 .068 .797 .427

SBC .049 .081 .049 .601 .549

BBC .068 .092 .068 .741 .461

PengembanganK arir

.136 .085 .136 1.608 .111

5


(3)

Agreeableness -.267 .113 -.267 -2.360 .020 Conscientiousnes

s

.003 .113 .003 .030 .976

NEuroticism -.006 .090 -.006 -.061 .952

Extraversion .028 .082 .028 .342 .733

Openness -.034 .103 -.034 -.328 .744

Umur -.001 .080 -.001 -.016 .987

(Constant) 23.187 10.235 2.265 .026

BebanKerja .181 .068 .181 2.662 .009

TBC .068 .086 .068 .786 .434

SBC .047 .081 .047 .574 .567

BBC .070 .093 .070 .753 .453

PengembanganK arir

.137 .085 .137 1.611 .110

IklimOrganisasi .325 .110 .325 2.955 .004

Agreeableness -.264 .114 -.264 -2.314 .023

Conscientiousnes s

-.003 .115 -.003 -.023 .982

NEuroticism -.001 .091 -.001 -.011 .991

Extraversion .032 .083 .032 .387 .700

Openness -.033 .103 -.033 -.325 .746

Umur -.060 .165 -.049 -.361 .719

6

MasaKerja .071 .176 .055 .404 .687

(Constant) 19.704 10.086 1.954 .054

BebanKerja .176 .067 .176 2.640 .010

TBC .053 .084 .053 .627 .532

SBC .053 .079 .053 .662 .509

BBC .076 .091 .076 .841 .402

PengembanganK arir

.172 .084 .172 2.048 .043

IklimOrganisasi .216 .116 .216 1.861 .066

Agreeableness -.217 .113 -.217 -1.925 .057

Conscientiousnes s

.007 .112 .007 .059 .953

7


(4)

Extraversion -.001 .082 -.001 -.012 .990

Openness -.012 .101 -.012 -.117 .907

Umur -.114 .163 -.094 -.700 .485

MasaKerja .073 .172 .056 .423 .673

SubDivisi 1.602 .653 .193 2.452 .016

a. Dependent Variable: StresKerja

Excluded Variablesg

Collinearity Statistics

Model Beta In t Sig. Partial Correlation Tolerance

NEuroticism -.003a -.032 .974 -.003 .486

Extraversion .026a .332 .741 .033 .595

Openness -.033a -.330 .742 -.032 .367

Umur -.001a -.019 .985 -.002 .904

MasaKerja .010a .159 .874 .016 .909

1

SubDivisi .171a 2.399 .018 .230 .669

Extraversion .028b

.346 .730 .034 .565

Openness -.033b

-.327 .745 -.032 .360

Umur -.001b -.018 .985 -.002 .903

MasaKerja .010b

.156 .876 .015 .906

2

SubDivisi .179b

2.446 .016 .235 .634

Openness -.033c -.332 .741 -.033 .359

Umur .003c

.041 .967 .004 .877

MasaKerja .015c

.232 .817 .023 .868

3

SubDivisi .179c 2.409 .018 .233 .626

Umur -.001d

-.016 .987 -.002 .852

MasaKerja .012d

.183 .855 .018 .848

4

SubDivisi .179d 2.373 .020 .231 .615

5 MasaKerja .055e


(5)

SubDivisi .193e 2.461 .016 .240 .571

6 SubDivisi .193f 2.452 .016 .240 .571

a. Predictors in the Model: (Constant), Conscientiousness, BebanKerja, TBC, PengembanganKarir, SBC, BBC, IklimOrganisasi, Agreeableness

b. Predictors in the Model: (Constant), Conscientiousness, BebanKerja, TBC, PengembanganKarir, SBC, BBC, IklimOrganisasi, Agreeableness, NEuroticism

c. Predictors in the Model: (Constant), Conscientiousness, BebanKerja, TBC, PengembanganKarir, SBC, BBC, IklimOrganisasi, Agreeableness, NEuroticism, Extraversion

d. Predictors in the Model: (Constant), Conscientiousness, BebanKerja, TBC, PengembanganKarir, SBC, BBC, IklimOrganisasi, Agreeableness, NEuroticism, Extraversion, Openness

e. Predictors in the Model: (Constant), Conscientiousness, BebanKerja, TBC, PengembanganKarir, SBC, BBC, IklimOrganisasi, Agreeableness, NEuroticism, Extraversion, Openness, Umur

f. Predictors in the Model: (Constant), Conscientiousness, BebanKerja, TBC, PengembanganKarir, SBC, BBC, IklimOrganisasi, Agreeableness, NEuroticism, Extraversion, Openness, Umur, MasaKerja


(6)