Pengobatan Psikologis Analisis Konsep Zakiah Daradjat dalam Perawatan Kesehatan Jiwa
                                                                                69 Atas  kejadian  tersebut  dia  kadang-kadang  terserang  psikosomatik,
kepala  pusing,  dada,  dan  hatin
¼
a  sesak,  seolah-olah  dalam  dirin
¼
a berkecamuk
perang amat
das
¼
at, diantara
perasaan
¼
ang tidak
men
¼
enangkan,  untunglah  ia  lari    kepada  Allah  memohon  kesabaran, kesabaran dan kesabaran.
Akhirn
¼
a dia memohon kepada Allah, agar diberi-N
¼
a petunjuk dan sabar dalam menerima musibah tersebut. Dia menangis dan meratap kepada
Allah  dan  mohon  agar  ia  tetap  sehat  jasmani  dan  rohani,  ia  sangat-sangat takut akan terserang gangguan kejiwaan.  Setelah berjuang cukup lama, sabar
benar-benar  dia  rasakan,  dia  semakin  rajin  beribadah,  hampir  setiap  hari membaca  al-Qur’an  dan  melaksanakan  shalat  wajib  dan  shalt  sunnah,  dia
menjadi  pen
¼
abar,  tidak  tersinggung  atau  balas  dendam  atas  kejadian
¼
ang menimpa dirin
¼
a. Dari  kejadian di atas dapat kita ambil hikmah, bahwa mendekatkan
diri  kepada  Allah  dan  menjalankan  seluruh  perintah-N
¼
a,  ins
¼
a  Allah keadaan  diri  kita,  baik  jasmani  maupun  rohani  akan  terjaga  dari  gangguan
kejiawaan. Kedua  Taubat  Nasuha,  salah  satu  pen
¼
ebab  gangguan  kejiwaan adalah perasaan berdosa. Ba
½ ¼
ak orang
¼
ang merasa sangat menderita, bila ia merasa  dirin
¼
a  berdosa,  jika  perasaan  dosa  lama  tidak  diatasi  mungkin  saja orang tersebut akan mengalami  gangguan  kejiwaan dengan berbagai macam
70 gejala antara  lain pen
¾
akit fisik, seperti  lumpuh, kemampuan melihat  hilang buta.
5
Dalam  Islam  dijelaskan  bahwa  Allah  Maha  Pengampun  Maha Penerima  tobat  dan  orang
¾
ang  bersalah  dianjurkan  agar  bertobat,  bahkan setiap  orang
¾
ang  beriman  disarankan  suapa
¾
a  membiasakan  diri  untuk memohon  ampun  kepada  Allah,  baik  dia  merasa  bersalah  ataupun  tidak,
karena  orang  tidak  selaman
¾
a  sadar  atas  perkataann
¾
a,  perbuatan  dan kelakuann
¾
a. Orang
¾
ang  merasa  dirin
¾
a  bersalah  sehingga  hati  dan  perasaan goncang,  diharapkan  dapat  melakukan  taubat  nasuha  agar  kegoncangan
tersebut  tidak  bertambah  berat  dan  makin  parah.  Mengadu  dan  memohon kepada  Allah  merupakan  satu-satu
¿ ¾
a  cara  agar
¾
ang  bersangkuta  dapat tertolong.
Fiman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa’ a
¾
at 48.
Artin
¾
a:  “Sesungguhnya  Allah  tidak  akan  mengampuni  dosa  syirik,  dan  Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya.  Barangsiapa  yang  mempersekutukan  Allah,  maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.surat An-Nisaa’ a
¾
at 48.
6
5
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002, h. 149.
6
Departemen  Agama  RI,  Al-Qur’an  Tajwid  dan  Terjemahan,  Jakarta:  PT.  Pena  Pundi Aksara, 2002, h. 180.
71 A
À
at di atas menegaskan bahwa han
À
a dosa s
À
irik
À
ang tidak dapat diampuni  oleh  Allah,  jika  kita  tinjau  dalam  psikoterapi  Islam  akan  terbukti
bahwa s
À
irik itu menimbulkan kebimbangan. Ketiga  Tawakkal  Kepada  Allah,  tawakkal  adalah  perbuatan  hati,
pikiran dan seluruh jiwa dan ragan
À
a. Karena itu proses untuk dapat tawakkal kepada Allah itu membutuhkan iman
À
ang kokoh dan mengerti tentang ajaran agama, serta mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tawakkal memang
tidak  mudah  bagi
À
ang  imann
À
a  kurang  kuat,  serta  pemahaman  terhadap ajaran  agama  kurang.  Boleh  jadi  orang
À
ang  belum  selesai  perkembangan kecerdasan  dan  kepribadiann
À
a  juga  tidak  mampu  mencapai  tawakkal
À
ang sesungguhn
À
a kepada Allah.
7
Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran a
À
an 159.
Artin
À
a:  “Maka  disebabkan  rahmat  dari  Allah-lah  kamu  berlaku  lemah  lembut terhadap  mereka.  Sekiranya  kamu  bersikap  keras  lagi  berhati  kasar,
tentulah  mereka  menjauhkan  diri  dari  sekelilingmu.  Karena  itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah  ampun
bagi mereka,  dan
bermusyawaratlah  dengan  mereka  dalam  urusan  itu  [246].  Kemudian apabila  kamu  telah  membulatkan  tekad,  maka  bertawakkallah  kepada
Allah.  Sesungguhnya  Allah  menyukai  orang-orang  yang  bertawakkal kepada-Nya”. surat Ali-Imran a
À
at: 159.
8
7
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002, hal. 153.
8
Departemen  Agama  RI,  Al-Qur’an  Tajwid  dan  Terjemahan,  Jakarta:  PT.  Pena  Pundi Aksara, 2002, h. 159-160.
72 Dalam  a
Á
at  diatas  terdapat  suatu  bimbingan  Allah  terhadap  Nabi Muhammad  dalam  menghadapi  ummat
 Á
a.  Bimbingan  akhlak
Á
ang  oleh Allah  telah  diakui  bahwa  cara  beliau  cara  beliau  lemah-lembut  dalam
menghadapi mereka. Memohon ampon atas segala kesalahan dan kekeliruan
Á
ang telah mereka lakukan. Tawakkal  memang  tidak  mudah,  bagi  orang
Á
ang  imann
Á
a  kurang kuat,  serta  pemahamann
Á
a  terhadap  ajaran  agama  kurang.  Dalam  proses psikoterapi  Islam
Á
ang  dilaksanakan  dengan  bantuan  konselor
Á
ang berwenang dan terlatih, ins
Á
a Allah hasiln
Á
a bisa menolong.
9
Bila  seseorang  telah  berketetapan  hati  tentang  sesuatu,  maka selanjut
 Á
a,  jangan  takut  atau  ragu-ragu  lagi,  serahkan  sepenuhn
Á
a  kepada Allah.
Keempat  Pembinaan  Moral,  moral  adalah  kelakuan
Á
ang  sesuai dengan  ukuran-ukuran  nilai-nilai  mas
Á
arakat
Á
ang  timbul  dari  hati  dan bukan paksaan dari luar,
Á
ang disertai pula oleh rasa bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
10
Menurut Fran
Ã
Magnis Suseno, moral dipahami sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan,  khotbah-khotbah,  peraturan-peraturan,  patokan-patokan
tentang  bagaimana  manusia  harus  hidup  dan  bertindak  agar  ia  menjadi manusia
Á
ang  baik.  Sumber  langsung  ajaran  moral  dapat  berupa  agama, nasehat  para bijak,  orang  tua,  guru dan  sebagain
Á
a. Dari  sini  dapat dipahami
9
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002, h. 154.
10
Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, 1983, Cet. Ke-7, hal. 63
73 bahwa  sumber  ajaran  moral  meliputi  agama,  tradisi,  adat  istiadat,  dan
ideologi-ideologi tertentu.
11
Pembinaan  kehidupan  moral  itu  lebih  ban
Ä
ak  terjadi  melalui pengalaman  hidup  daripada  melalui  pendidikan  formal  dan  pengajaran.
12
Karena moral  itu tumbuh melalui pengalaman  langsung dalam  lingkungan di mana  seseorang  hidup  kemudian  berkembang  menjadi  kebiasaan,  mengerti
mana
Ä
ang  baik
Ä
ang  perlu  dilakukan  dan  mana
Ä
ang  buruk
Ä
ang  perlu dihindari.  Kelakuan  adalah  hasil  dari  pembinaan
Ä
ang  terjadi  secara langsung.
13
Menurut  Zakiah  Daradjat,  pembinaan  moral
Ä
ang  berdampak  positif terhadap  perkembangan  jiwa  keagamaan  remaja  adalah  pembinaan
Ä
ang dilakukan  secara  terus-menerus  semenjak  seseorang  dilahirkan  melalui
pencontohan  oleh  orang  tua,  pengalaman  langsung  dalam  kehidupan  sehari- hari  dengan  membiasakan  anak  mematuhi  ajaran  agama  dan  menjauhi
larangann
Ä
a  sehingga  menjadi  pola  hidup
Å Ä
a  dan  terjalin  kuat  dalam pribadin
Ä
a Kegoncangan-kegoncangan  dalam  jiwa  dalam  setiap  individu  sangat
berpotensi  menjerumuskan
Ä
ang  bersangkutan  pada  tindakan-tindakan
Ä
ang negatif. Jika saja kepribadian individu tersebut lemah dan ia kurang mendapat
didikan  nilai-nilai  moralagama,  maka  bisa  dipastikan  kegoncangan-
11
Fra
ÆÇ
Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Y
ÈÉÊ
akarta: Kanisius, 1987, hal. 14.
12
Zakiah  Daradjat,  Ilmu  Jiwa  Agama,  Jakarta:  Bulan  Bintang,  2005,  Cet.  Ke-17,  hal. 134.
13
Daradjat,  Zakiah,  Membina  Nilai-nilai  Moral  di  Indonesia,  Jakarta:  Bulan  Bintang, 1977, Cet. 4, hal. 119.
74 kegoncangan tersebut menimbulkan ekses-ekses
Ë
ang negatif
Ë
ang merugikan dirin
Ë
a sendiri dan mas
Ë
arakat di mana dia hidup. Menurut  hemat  penulis  bahwa  konsep  keempat
Ë
ang  ditawarkan Zakiah Daradjat bisa dimengerti karena pemahaman bahwa moral merupakan
perbuatan
Ë
ang  didasarkan  pada  ajaran  agama  dan  unsur  sosial  buda
Ë
a
Ë
ang diakui  sebagai  kebenaran  dalam  mas
Ë
arakat
Ë
ang  dilakukan  dengan  penuh kesadaran pribadi
Ë
ang bersangkutan. Penulis  berpendapat  pembinaan  moral  terhadap  seseorang  harus
dilakukan secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit, wajar, sehat dan harus memperhatikan perkembangan dan ciri khas dari setiap umur
Ë
ang dilalui oleh seseorang tersebut. Pembinaan ini diupa
Ë
akan sejak seorang anak masih kecil dengan jalan pembiasaan secara langsung
Ë
aitu, membiasakan anak mematuhi ajaran agama dan menjauhi larangann
Ë
a, karena anak kecil belum memahami konsep-konsep
Ë
ang abstrak. Setelah si anak mampu memahami hal-hal
Ë
ang abstrak  barulah  pengertian-pengertian  tentang  baik  dan  buruk
Ë
ang  abstrak boleh diajarkan.
Kelima  Pembinaan  Jiwa  Taqwa.  Menurut  Zakiah  Dardjat,  jiwa
Ë
ang sehat  ialah
Ë
ang  menjalankan  seluruh  perintah  dan  menjauhi  larangan  Allah S.W.T, dan jiwa
Ë
ang beginilah
Ë
ang akan membawa perbaikan hidup dalam mas
Ë
arakat dan bangsa.
14
Sikap taqwa sering diulang oleh khotib pada setiap hari Jum’at, namun realitan
Ë
a  kefahaman mas
Ë
arakat terhadap taqwa masih pada tahap kulit dan tidak  pada  isin
Ë
a.  Pada  era  modern  seperti  sekarang  ini  taqwa  tidak  lagi
14
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,Jakarta: Bulan Bintang 1970, h. 39-40.
75 difahami dengan betul. Taqwa pada umum
ÌÍ
a difahami dalam ruang lingkup spiritual  dan  peribadi
Í
ang  sempit.  Akhirn
Í
a  ia  menjadi  konsep
Í
ang  asing dan terpisah daripada pelbagai aspek kehidupan lainn
Í
a. Zakiah Daradjat berpendapat, jika setiap orang mempu
Ì Í
ai ke
Í
akinan beragama, dan menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu ada
polisi  dalam  mas
Í
arakat  karena  setiap  orang  tidak  mau  melanggar  larangan- larangan  agama  karena  merasa  bahwa  Tuhan  Maha  Melihat  dan  selanjutn
Í
a mas
Í
arakat  adil  makmur  akan  tercipta,  karena  semua  potensi  manusia  man power dapat digunakan dan dikerahkan untuk dirin
Í
a sendiri.
15
Menurut  penulis,  sejak  dahulu  agama  dengan  ketentuan  dan  hukum- hukumn
Í
a  telah  dapat  membendung  terjadin
Í
a  gangguan  kejiwaan,
Í
aitu dengan  dihindarkann
Í
a  segala  kemungkinan-kemungkinan  sikap,  perasaan dan kelakuan
Í
ang membawa kepada kegelisahan. Jika terjadi kesalahan
Í
ang akhirn
Í
a  membawa  kepada pe
Ì Í
esalan  pada orang
Í
ang  bersangkutan,  maka agama  memberi  jalan  untuk  mengembalikan  ketenangan  batin  dengan  minta
ampun kepada Tuhan. Dengan  cara  memberi  nasehat  dan  bimbingan-bimbingan  khusus
dalam  kehidupan  manusia.  Para  pemimpin  agama  pada  masa  lalu  telah berhasil memperbaiki  jiwa taqwa dan memperhubungkan silaturahmi  sesama
manusia,  sehingga  kehidupan  sa
Í
ang-men
Í
a
Í Î
ngi  jelas  tampak  dalam kalangan orang-orang
Í
ang hidup menjalankan agaman
Í
a.
15
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,Jakarta: Bulan Bintang 1970, h. 42.
76
                