berpengaruh dibuang Pratisto, 2009. Maka, selanjutnya diperoleh model akhir yang terdiri dari variabel-variabel yang berpengaruh saja. Berikut adalah model
akhir yang diperoleh : Tabel. 25 Parameter-Parameter Persamaan Regresi
Dimensi B
t Sig.
Konstanta 24.930
Dukungan Penghargaan
0.775 9.350
0.000
Berdasarkan tabel dilihat dari nilai B dan signifikansi, maka dimensi dukungan penghargaan merupakan dimensi yang paling berpengaruh dengan nilai
B = 0.775 dan p = 0.000 p0,05.
D. Pembahasan
Hasil utama penelitian dengan menggunakan analisa regresi linier sederhana R = 0.744, p = 0.000 menunjukkan ada pengaruh yang sangat
signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan penyesuaian diri di masa pensiun pada pegawai negeri sipil, dimana terdapat hubungan yang positif antara
dukungan sosial keluarga dengan penyesuaian diri di masa pensiun. Dari hasil analisis penelitian tersebut maka hipotesa yang menyatakan bahwa ada pengaruh
positif dukungan sosial keluarga dengan penyesuaian diri di masa pensiun dapat diterima. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock 2004, yang mengungkapkan
bahwa faktor terpenting yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang di masa pensiun adalah sikap dari anggota keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Septanti 2009 yang menyatakan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh seseorang,
maka semakin tinggi pula penyesuaian dirinya di masa pensiun. Winarini 2009, juga menyatakan bahwa adanya dukungan dan pengertian dari orang-orang
terdekat, khususnya keluarga akan sangat membantu pensiunan dalam menyesuaikan dirinya. Perilaku keluarga seperti menggerutu, menyindir, atau
mengolok-olok akan mempersulit penyesuaian diri pada pensiunan. Karena itu diperlukan pemahaman dan pengertian keluarga kepada pensiunan agar dapat
mendongkrak kondisi psikologis mereka. Nilai koefisien determinasi R² yang diperoleh sebesar 0.553
menunjukkan sumbangan efektif yang diberikan variabel dukungan sosial keluarga dalam mempengaruhi penyesuaian diri di masa pensiun, yaitu 55.3 .
Sedangkan 44.7 sisanya menunjukkan besar pengaruh keberadaan variabel- variabel lain yang juga mempengaruhi penyesuaian diri di masa pensiun.
Variabel- variabel lain itu adalah kesukarelaan dalam memasuki masa pensiun, kondisi kesehatan, bertahap atau tidaknya proses saat berhenti dari pekerjaan, ada
atau tidaknya bimbingan dan perencanaan pra pensiun, ada atau tidaknya aktivitas pengganti pekerjaan sesudah pensiun, kontak sosial, perubahan-perubahan yang
muncul saat memasuki masa pensiun, status ekonomi, status perkawinan, kepuasan kerja, dan tempat tinggal seseorang.
Berdasarkan mean hipotetik, dukungan sosial keluarga subjek penelitian berada dalam kategori tinggi, yaitu sebanyak 31 orang 51.7, sedangkan
berdasarkan mean empirik, dukungan sosial keluarga subjek penelitian berada
Universitas Sumatera Utara
dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 52 orang 86.7. Adapun pada variabel penyesuaian diri di masa pensiun, berdasarkan mean hipotetik ditemukan bahwa
subjek penelitian berada dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 42 orang 70, dan berdasarkan mean empirik, subjek penelitian berada dalam kategori sedang,
yaitu sebanyak 44 orang 73.3. Hasil tambahan penelitian untuk melihat perbedaan penyesuaian diri di
masa pensiun berdasarkan jenis kelamin dilihat dengan menggunakan teknik statistik independent sample t-test, yang menunjukkan p = 0.488 dimana p 0.05
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan penyesuaian diri di masa pensiun pada laki-laki dan perempuan. Bahkan, jika ditinjau dari nilai mean, dapat
dilihat bahwa pria memiliki penyesuaian diri yang lebih baik dibandingkan wanita. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Hurlock 2004 yang
mengemukakan bahwa masalah penyesuaian diri di masa pensiun ini berbeda antara pria dan wanita, dimana secara umum wanita menyesuaikan diri dengan
lebih baik daripada pria terhadap masa pensiun. Hal ini terjadi karena tiga hal, yaitu pertama, perubahan peran yang terjadi tidak begitu radikal karena dalam
berbagai hal wanita selalu memainkan peran domestik entah ketika mereka masih belum menikah ataupun sudah menikah, sepanjang hidup mereka. Kedua, karena
pekerjaan menghasilkan lebih sedikit manfaat psikologis dan dukungan sosial bagi wanita, pensiun kurang menimbulkan trauma bagi wanita ketimbang bagi
pria. Ketiga, karena lebih sedikit wanita memegang posisi eksekutif mereka tidak merasa bahwa mereka tiba-tiba kehilangan kuasa dan prestis. Namun hasil
penelitian ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh
Universitas Sumatera Utara
Gautam dalam Nauly 2003 yang menyatakan bahwa saat ini terjadi perubahan peran diantara laki-laki dan perempuan, dimana keduanya kini memiliki peran
yang lebih berimbang. Dewasa ini, perempuan diasumsikan mengalami peningkatan kemampuan ekonomi, emosi, sosial, serta peningkatan tanggung
jawab akan kesejehateraan anak-anak dan keluarga. Di sisi lain pada kondisi demikian, laki-laki memiliki kebutuhan untuk mampu mengembangkan identitas
baru termasuk memperbesar bagiannya dalam peran-peran pengasuhan dan perawatan. Dengan demikian, perempuan tidak dibebani secara berlebihan dan
laki-laki dapat memiliki kebanggan akan perannya sebagai ayah. Teori Gautam tersebut memperjelas bahwa perempuan dan laki-laki kini memiliki peran yang
cukup seimbang baik ditinjau dari segi pencarian nafkah ataupun pengurusan rumah tangga. Hal ini menjadikan wanita tidak lagi sepenuhnya menjalankan
peran-peran tradisional sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock di atas, sehingga ketika menghadapi masa pensiun, tidak lagi ditemukan adanya
perbedaan penyesuaian diri antara laki-laki dan perempuan. Hasil tambahan penelitian untuk melihat perbedaan penyesuaian diri di
masa pensiun berdasarkan jabatan terakhir yang diduduki menjelang pensiun dilihat dengan menggunakan teknik statistik one way ANOVA, yang menunjukkan
p = 0.409 dimana p 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan penyesuaian diri di masa pensiun pada pensiunan yang diakhir masa jabatannya
menduduki jabatan staf, fungsional, maupun struktural. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Prawitasari dalam Raharjo, 2007 yang mengemukakan bahwa
umumnya orang-orang yang memiliki jabatan sebagai kepala bagian atau staf
Universitas Sumatera Utara
akan mengalami gejala post power syndrome saat memasuki masa pensiun. Orang-orang tersebut menolak realita bahwa ia tidak lagi mempunyai kekuasaan,
sehingga muncullah berbagai gangguan mental dan fisik. Perbedaan ini dapat dijelaskan dengan melihat hasil penelitian Raharjo 2007 yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan negatif antara gejala post power syndrome dengan penyesuaian diri seseorang di masa pensiun, dimana seseorang dengan
penyesuaian diri yang baik belum tentu tidak menunjukkan gejala post power syndrome dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa post power syndrome yang umumnya dialami oleh mantan pejabat struktural ternyata tidak selalu berkaitan dengan baik-buruknya
penyesuaian diri yang dilakukannya, karena itu tidak terdapat perbedaan penyesuaian diri antara pejabat struktural maupun non struktural fungsional dan
staf. Hasil tambahan penelitian untuk melihat perbedaan penyesuaian diri di
masa pensiun berdasarkan status pekerjaan istri dilihat dengan menggunakan teknik statistik independent sample t-test, yang menunjukkan p = 0.217 dimana p
0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan penyesuaian diri di masa pensiun pada pensiunan pria yang status istrinya masih bekerja atau tidak.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Tiesnovyta 2007 yang menyatakan bahwa masalah umumnya akan melanda pasangan suami istri saat suami pensiun
sementara istri bekerja. Masalah timbul karena sikap suami yang tidak siap untuk pensiun dan adanya ego yang muncul karena posisi kepemimpinan keluarga
diambil alih oleh istri. Meskipun begitu, perbedaan hasil yang ditemukan dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini dapat dijelaskan dengan melihat penelitian dalam The International Journal Of Aging and Human Development 2001 yang menyatakan bahwa
pasangan suami istri dengan status suami pensiun dan istri bekerja umumnya memiliki pembagian peran yang lebih egaliter, dimana tugas-tugas yang
umumnya dilakukan oleh istri feminine task juga dilakukan oleh suami, sehingga pembagian peran suami-istri menjadi lebih merata. Pendapat ini dapat diperjelas
dengan teori Prindville dalam Nauly, 2003 yang menyatakan bahwa aturan- aturan yang cenderung egaliter memandang laki-laki dan perempuan tidak terlalu
menyumbang banyak konflik peran gender pada anggota laki-laki di masyarakat. Dukungan kuat dari perempuan untuk menyediakan nafkah bagi keluarga,
membuat beban sebagai pencari nafkah utama menjadi terbagi. Hal ini menjadikan tuntutan “menjadi laki-laki” tidaklah berlebihan dan sekuat pada
masyarakat patriarkhat, berbagai peran cenderung dibebankan bersama dan saling melengkapi di antara laki-laki dan perempuan Nauly 2003.
Hasil tambahan penelitian untuk melihat dimensi dukungan sosial keluarga mana yang paling mempengaruhi penyesuaian diri di masa pensiun dianalisa
dengan menggunakan metode backward. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dimensi dukungan penghargaan merupakan dimensi yang paling mempengaruhi
penyesuaian diri di masa pensiun. Berdasarkan penelitian ini dapatlah dikatakan bahwa jika ditarik dari teori House dalam Smet, 1994, dimensi dukungan
penghargaan merupakan dimensi yang dapat diartikan sebagai bentuk ungkapan hormat penghargaan positif untuk seseorang, dorongan maju atau persetujuan
dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu
Universitas Sumatera Utara
denhgan orang-orang lain. Kondisi ini dapat diartikan sebagai bentuk penghargaan terhadap pensiunan, dimana gagasan-gasasan yang diberikannya selalu didengar,
perasaannya dipahami dan dihargai, serta hal-hal baik yang dilakukannya selalu mendapatkan penghargaan dari keluarganya, seperti diberi pujian dan lain
sebagainya. Kondisi ini tampaknya sangat diperlukan oleh seorang pensiunan untuk membantunya menyesuaikan diri di masa pensiunnya. Hal ini senada
dengan pendapat Winarini 2009 yang menyatakan bahwa untuk mendongkrak kondisi psikologis seorang pensiunan, keluarga dapat menyampaikan pemahaman
kepada para pensiunan bahwa meskipun tidak lagi berkuasa, seseorang tetap dapat bermanfaat bagi keluarga maupun masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian pertama akan berisi rangkuman
hasil penelitan yang dibuat berdasarkan analisa, interpretasi dan pembahasan. Pada bagian akhir akan dikemukakan saran-saran yang mungkin dapat berguna
bagi penelitian yang akan datang dengan tema yang sama.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan mengenai hasil penelitian, bahwa :
1. Ada pengaruh positif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga terhadap penyesuaian diri di masa pensiun R = 0.744 ; p = 0.000 artinya
semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin tinggi pula penyesuaian diri di masa pensiun.
2. Sumbangan efektif yang diberikan variabel dukungan sosial keluarga terhadap penyesuaian diri di masa pensiun adalah adalah 55.3 R
2
= 0.553, yang berarti bahwa dalam penelitian ini dukungan sosial keluarga mempengaruhi
penyesuaian diri di masa pensiun sebesar 55.3 dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
3. Berdasarkan mean empirik, dukungan sosial keluarga subjek penelitian berada pada kategori sedang, yaitu sebanyak subjek 52 subjek 86.7. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara