Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
dibutuhkan untuk mengalihkan risiko kerugian yang mungkin terjadi melalui suatu imbalan premi dalam jumlah tertentu. Asuransi jiwa menjamin risiko-risiko
yang dapat menimpa seseorang atau tertanggung.maksudnya ialah tidak semua risiko ditanggung. Dalam pencairan dana asuransi membutuhkan proses yang
mesti dimengerti. Kemudian pada abad Sembilan belas ini, seiring dengan makin
berpengaruhnya doktrin pemikiran ekonomi laissez faire, kebebasan berkontrak menjadi prinsip umum dalam mendukung persaingan bebas.
2
Saat ini kebebasan berkontrak masih menjadi asas penting dalam hukum kontrak baik dalam civil
law maupun common law
3
, tetapi ia tidak lagi muncul seperti kebebasan berkontrak yang berkembang pada abad Sembilan belas. Sekarang, kebebasan
berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas. Negara telah melakukan sejumlah pembatasan kebebasan berkontrak melalui peraturan perundang-undangan dan
putusan pengadilan.
4
Kebebasan berkontrak
tersebut setidak-tidaknya
dipengaruhi oleh dua faktor, yakni: seperti makin berpengaruhnya ajaran itikad baik dimana itikad baik tidak hanya ada pada pelaksanaan kontrak,
5
tetapi juga
2
Ridwan Khairandy, Itikad baik dalam kebebasan berkontrak, Katalog Dalam Terbitan KDTFHUI 2003, h.1.
3
Peter de Cruz, A modern approach Comparative law Deventer:Kluwer,1993, h.183.
4
Setiawan, Aneka masalah hukum dan hukum acara perdata, Bandung:Alumni,1992, h.179.
5
Jack Beatson dan Daniel Friedmann, eds, Good faith and faulth in contract law Oxford: Clarendon Press,1995, h.28.
harus ada pada saat dibuatnya kontrak dan faktor kedua ialah makin berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandigheden
atau undue influence.
6
Itikad baik menjadi asas yang paling penting dalam hukum kontrak dan diterima dalam berbagai sistem hukum, tetapi hingga kini
doktrin itikad baik masih merupakan sesuatu yang kontroversial.
7
Perdebatan utama yang timbul disini adalah berkaitan dengan definisi itikad baik itu. Dengan
perkataan lain, perdebatan ini berkaitan dengan apa sebenarnya yang dimaksud dengan itikad baik itu.
Dalam kenyataanya sangat sulit menemukan pengertian yang jelas tentang itikad baik. Allan E. Farnsworth bahkan menyatakan, dimana doktrin itikad baik
diterima, maka di situ pasti timbul perbedaan dalam mengartikan itikad baik tersebut
8
. Akibatnya tidak ada makna tunggal itikad baik dan berkembang banyak definisi itikad baik. Hal itu dapat dipahami, karena pengaturan itikad baik
dalam hukum kontrak sangat minim. Bahkan Negara-negara civil law yang memasukkan ketentuan itikad baik ke kitab undang-undang hukum perdata hanya
mengatur sedikit saja. Pasal 242 BGB Jerman, Pasal 1134 ayat 3 Civil Code Perancis, dan 1374 ayat 3 BW Belanda lama serta pasal 1338 ayat 3 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata KUHPer Indonesia, hanya menyebutkan
6
Ridwan Khairandy, Itikad baik dalam kebebasan berkontrak, KDT FHUI. 2003, h.1.
7
David Stack, “The two standard of good faith in canadian contract law”, vol.62Saskatchewan law review, 1999, h.202.
8
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Buku II Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, h.166.
bahwa semua kontrak dilaksanakan dengan itikad baik. Tidak ada penjelasan lebih lanjut apa yang dimaksud itikad baik tersebut. Kalaupun ada ketentuan
yang mencoba mendefinisikan itikad baik tersebut, tetapi definisi itupun masih juga menimbulkan kebingungan. Oleh karena itu, untuk dapat memahami makna
itikad baik yang lebih jelas harus dilihat pada penafsiran itikad baik dalam praktik peradilan. Bahkan, menurut J.Satrio, ketentuan pengaturan itikad baik
tersebut merupakan ketentuan yang ditujukan kepada pengadilan.
9
Dikatakan demikian karena sengketa mengenai itikad baik dalam prakteknya hampir selalu
dimintakan penyelesaiannya kepada pengadilan. Termasuk pada kasus sengketa yang terjadi pada proses penyelesaian klaim asuransi jiwa di Indonesia seperti
yang dialami oleh salah satu nasabah asuransi jiwa PT.Prudential di tahun 2011. Dimana di awal perjanjian nasabah atau yang disebut dengan tertanggung atau
pemegang polis ini telah memberikan penjelasan mengenai dirinya dengan tidak ada yang ditutupi dari kesehatan dirinya sendiri sepengetahuannya kepada pihak
prudential sebagai pemenuhan pengajuan polis, namun dimasa perjalanan setelah dua tahun lebih nasabah ini mengikuti asuransi kemudian nasabah ini meninggal
yang ternyata setelah diperiksa oleh tim dokter diduga nasabah ini meninggal akibat penyakit jantung yang dideritanya sejak empat tahun lalu. Itu berarti dua
tahun sebelum mengajukan polis asuransi jiwa si nasabah telah mengidap penyakit jantung namun entah mengetahui atau tidak karena nasabah tidak
9
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari pejanjian, buku II Bandung:Citra Aditya Bakti, 1995, h.166.
pernah melakukan check up dan pihak PT.Prudential pun tidak mewajibkan adanya syarat ketentuan surat medical check up bagi nasabahnya yang ingin
menerbitkan polis. Namun ada ketentuan pada perjanjian asuransi jiwa ini yaitu apabila terdapat penyakit yang sudah diderita nasabah sebelum ia mengikuti
asuransi jiwa atau penerbitan polis maka penyakit tersebut tidak akan di cover. Maksudnya ialah apabila si nasabah tersebut dirawat karena penyakit tersebut
maka biaya tidak akan ditanggung, dan apabila nasabah meninggal karena penyakit tersebut maka uang pertanggungan tidak akan dibayarkan. Disinilah
timbul permasalahan, apakah si nasabah mengetahui atau tidak penyakit yang dideritanya sebelum mengikuti asuransi dengan tidak berniat mencari
keuntungan, dan apakah memang pihak asuransi memiliki itikad baik dengan perjanjian asuransi yang telah dibuatnya karena selama ini tidak mengharuskan
nasabah untuk melampirkan surat medical check up lengkap dari dokter sebelum ia mengajukan polis asuransi. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan
di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi dengan
judul ANALISIS YURIDIS ASAS UTMOST GOOD FAITH DALAM SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA PT.PRUDENTIAL LIFE
ASSURANCE Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 407Pdt.G2011PN.Jkt. Sel