Asas Utmost Good Faith Dalam Sengketa Klaim Asuransi Jiwa Pt.Prudential Life Assurance (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 407/Pdt.G/2011/Pn.Jkt.Sel)

(1)

i

Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

OLEH : ARIF PRASETIYO NIM : 109048000056

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI I L M U HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

(3)

(4)

(5)

iv ABSTRAK

Arif Prasetiyo. NIM 109048000056. ANALISIS YURIDIS ASAS UTMOST GOOD FAITH DALAM SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA PT.PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel). Progam Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1434 H/2013 M. x + 75 halaman + halaman lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana eksistensi dari prinsip asas utmost good faith dalam bisnis perjanjian asuransi jiwa yang memang sudah merupakan salah satu kebutuhan di era globalisasi seperti sekarang ini. Penulis ingin mengetahui bagaimana penerapan asas itikad baik pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi pustaka dengan menggunakan data-data primer yang ada yaitu putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, perundang-undangan, KUH Dagang.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada Putusan Pengadilan Negeri No 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel Hakim berkesimpulan bahwa baik Pihak Penanggung maupun Pihak Tertanggung sama-sama tidak memiliki itikad baik sehingga hakim dalam Putusan ini memutuskan kerugian atas perjanjian yang telah dibuat ditanggung oleh kedua belah pihak.

Kata Kunci: Asas utmost good faith, PT.Prudential Life Assurance, Asuransi Jiwa

Pembimbing : 1. Dedy Nursamsi, SH. M.Hum.

2. Ismail Hasani, SH. MH.


(6)

v Assalamu’alaikumWr. Wb

Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmatnya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS ASAS

UTMOST GOOD FAITH DALAM SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA

PT.PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel)” ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penulisan ini, penulis banyak sekali mendapat bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. K.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Drs. Abu Thamrin, SH, M.Hum. Selaku Kepala dan Sekretaris Prodi Ilmu Hukum yang sudah


(7)

vi

Bapak Ismail Hasani, SH.,MH. Selaku dosen Pembimbing 2 yang dengan sabar telah memberikan arahan dan masukan serta bimbingan terhadap proses penyusunan skripsi ini.

4. Kedua orang tuaku ayahanda Jayus, dan Ibunda Kasirah yang sangat penulis sayangi dan hormati, terima kasih tak terhingga atas kasih sayang, do’a, bimbingan, nasihat, materi serta segala yang tercurah untuk ananda.

5. Adikku tercinta Nurhalimah, yang juga selalu menyemangatiku, mengingatkanku dan terkadang menjahiliku yang dapat memberi energi baru.

6. Teman-teman UIN ilmu Hukum angkatan 2009, Abdullah, Abi, Aldo, Anto, Dhani, Daus, Indirawati, Iasha, Inayah, Gagat, Galih, Gretha, Farhan, Harum, Holil, Ihsan, Imam, Jajang, Maul, Muchtar, Naomi, Pita, Ratno, Reza, Rhoma, Siska, Silmi, Syifa, Saddam, Thoink, Vera, Vina, Wildan, Zaki dan kawan-kawan semua yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. 7. Teman-teman semasa kuliah dan dalam organisasi, PSM Uin Jakarta, HMI

fsh, KKS Sembako 2012, Macco Management, dan Kahfi Motivator School yang telah banyak memberi support.

8. Kawan-kawanku semasa perjalanan sekolah, yaitu teman SDN 09 Jatiasih 1996, SMPN 9 Bekasi 2003, SMAN 6 Bekasi 2006, UIN Syarif


(8)

vii

9. Kepada PT Soerjono Soekamto, PT Prudential, dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. 10.Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Jakarta,9 Januari 2014

Penulis,


(9)

viii DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 10

E. Kerangka Konseptual ... 12

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penelitian ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ASURANSI JIWA DAN ASAS UTMOST GOOD FAITH ... 18

A. Pengertian Asuransi Jiwa ... 18


(10)

ix

1. Pengertian Perjanjian Asuransi jiwa……… ... 20

2. Syarat Sah Perjanjian Asuransi Jiwa……… ... ……21

3. Asas Hukum Perjanjian Asuransi Jiwa……… ... ….25

4. Dasar Hukum Perjanjian Asuransi Jiwa… ... ………...29

5. Prinsip Perjanjian Asuransi Jiwa……… ... ………….….30

6. Hak dan Kewajiban Para Pihak……… ... ………32

C. Asas Utmost Good Faith dalam Perjanjian Asuransi Jiwa……… ... 35

BAB III SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE ... .40

A. PT.Prudential Life Assurance ... ………..40

B. Prosedur pengajuan klaim asuransi di PT.Prudential Life Assurance ... ..46

C. Sengketa klaim sampai di Pengadilan ... 48

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PN JAKARTA SELATAN NOMOR 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel TENTANG SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA ... 51

A.Duduk Perkara……….…. .. 53

B.Pertimbangan Hukum Majelis Hakim……….. . .57

C.Amar Putusan……… .. 65

D.Analisis Putusan……… . .66

BAB V PENUTUP ... 71


(11)

x

B.Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 76


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN


(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Asuransi jiwa merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang ingin mengurangi atau menghindarkan risiko-risiko hari tua, dan kecelakaan. Adapun unsur yang terdapat dalam asuransi ialah seperti unsur premi, unsur ganti rugi, unsur peristiwa yang belum terjadi.1Sangat tidak mungkin bagi seseorang untuk mengetahui apa yang akan terjadi dikemudian hari contohnya kematian. Kematian adalah suatu peristiwa yang alamiah yang pasti akan terjadi, yang tidak pasti adalah kapan kematian tersebut akan terjadi. Kita tidak tahu kapan kematian akan terjadi pada diri kita, namun bila kematian tersebut menimpa seorang kepala keluarga, maka hal tersebut akan menimbulkan kerugian materiil dan immateriil yang ditinggalkan.

Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko-risiko yang mungkin timbul akibat terjadi hal-hal tersebut, maka orang-orang mengadakan perjanjian asuransi yang dibuat bersifat ‘timbal-balik’, artinya dalam diri masing-masing pihak terdapat hak-hak dan juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan. Saat ini banyak cara untuk mengerahkan dana termasuk yang ada di masyarakat, salah satu contohnya adalah melalui usaha perasuransian yang peranannya diharapkan

1

C.S.T. Kansil Haddad, Pokok-pokok pengetahuan hukum dagang indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2002) h.178.


(14)

dapat meningkatkan pengerahan dana dari masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dengan adanya usaha perasuransian adalah suatu kebutuhan dalam kehidupan masyarakat, terutama adalah kebutuhan akan asuransi jiwa, dimana ancaman kematian tidak akan pernah bisa diduga kapan dan dimana akan menimpa seseorang.

Siklus kehidupan manusia adalah perjalanan hidup manusia yang selalu dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan meninggalnya individu tersebut. Secara normal, suatu siklus kehidupan dimulai dari kelahiran, masa kanak-kanak, masa dewasa, lajang, masa pernikahan, masa orang tua, masa pensiun, dan kemudian meninggal. Setiap orang akan mengalami siklus kehidupan yang hampir sama, dalam artian bahwa tidak semua orang akan selalu melalui setiap masa dalam siklus kehidupan, sebagai contoh adalah meninggal dalam masa lajang, maka ia tidak akan mengalami masa menikah, masa hari tua, dan masa-masa selanjutnya dalam siklus kehidupan manusia.

Kematian seseorang akan menimbulkan kerugian materiil, terutama jika yang meninggal itu adalah pencari nafkah atau tulang punggung dari keluarga, dan kapan datangnya kematian itu adalah suatu hal yang tidak dapat kita duga datangnya walaupun kita tahu bahwa kematian pasti akan kita alami. Risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya suatu hal yang atau keadaan yang tidak di inginkan atau tidak terjadinya hal yang di inginkan. Untuk mengurangi kerugian yang disebabkan karena datangnya bahaya atau risiko yang tidak dapat kita duga sebelumnya maka dibutuhkan suatu lembaga atau perusahaan yang berusaha


(15)

yang bersedia untuk mengambil alih risiko kerugian tersebut. Lembaga atau perusahaan yang dimaksud disini adalah perusahaan asuransi yang sanggup untuk mengambil alih risiko dengan cara mengadakan perjanjian asuransi.

Usaha perasuransian pada dewasa ini dapat dikatakan sebagai salah satu sarana investasi selain lembaga keuangan lainnya misalkan bank. Perbedaan antara berinvestasi di bank dengan asuransi adalah bahwa berinvestasi di bank hanya akan mendapatkan dana awal dan bunganya dengan presentase tertentu. Namun apabila pada suatu saat kita meninggal dunia, maka tidak mendapatkan uang pertanggungan. Investasi di perusahaan asuransi misalnya asuransi jiwa maka kita akan mendapatkan proteksi jiwa disamping nilai tunai. Apabila kita meninggal, uang pertanggungan akan diberikan penuh meskipun kontrak baru berjalan beberapa bulan. Untuk mendapatkan akumulasi dana tertentu kita harus menabung di bank dalam jangka waktu tertentu. Nasabah harus membayar penuh dalam kurun waktu tersebut. Jika meninggal ditengah masa menabung, ia akan mendapatkan sejumlah uang sampai dengan waktu tersebut ditambah bunga. Pada asuransi jiwa dengan membayar premi tertentu, walaupun terjadi sesuatu yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung maupun keluarganya, ada kepastian dana meskipun masa asuransi baru berjalan berlangsung beberapa waktu sejak perjanjian ditutup. Menabung di bank membutuhkan kepastian waktu, sedangkan di asuransi jiwa kita terjamin dari risiko ketidak pastian dari waktu yang dimiliki. Namun ternyata banyak masyarakat Indonesia yang masih belum paham akan proses pencairan klaim dan apa itu asuransi jiwa. Asuransi


(16)

dibutuhkan untuk mengalihkan risiko kerugian yang mungkin terjadi melalui suatu imbalan premi dalam jumlah tertentu. Asuransi jiwa menjamin risiko-risiko yang dapat menimpa seseorang atau tertanggung.maksudnya ialah tidak semua risiko ditanggung. Dalam pencairan dana asuransi membutuhkan proses yang mesti dimengerti.

Kemudian pada abad Sembilan belas ini, seiring dengan makin berpengaruhnya doktrin pemikiran ekonomi laissez faire, kebebasan berkontrak menjadi prinsip umum dalam mendukung persaingan bebas.2Saat ini kebebasan berkontrak masih menjadi asas penting dalam hukum kontrak baik dalam civil law maupun common law3, tetapi ia tidak lagi muncul seperti kebebasan berkontrak yang berkembang pada abad Sembilan belas. Sekarang, kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas. Negara telah melakukan sejumlah pembatasan kebebasan berkontrak melalui peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.4 Kebebasan berkontrak tersebut setidak-tidaknya dipengaruhi oleh dua faktor, yakni: seperti makin berpengaruhnya ajaran itikad baik dimana itikad baik tidak hanya ada pada pelaksanaan kontrak,5 tetapi juga

2

Ridwan Khairandy, Itikad baik dalam kebebasan berkontrak, Katalog Dalam Terbitan (KDT)FHUI 2003, h.1.

3

Peter de Cruz, A modern approach Comparative law (Deventer:Kluwer,1993), h.183. 4

Setiawan, Aneka masalah hukum dan hukum acara perdata, (Bandung:Alumni,1992), h.179.

5

Jack Beatson dan Daniel Friedmann, eds, Good faith and faulth in contract law (Oxford: Clarendon Press,1995), h.28.


(17)

harus ada pada saat dibuatnya kontrak dan faktor kedua ialah makin berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden

atau undue influence).6 Itikad baik menjadi asas yang paling penting dalam hukum kontrak dan diterima dalam berbagai sistem hukum, tetapi hingga kini doktrin itikad baik masih merupakan sesuatu yang kontroversial.7 Perdebatan utama yang timbul disini adalah berkaitan dengan definisi itikad baik itu. Dengan perkataan lain, perdebatan ini berkaitan dengan apa sebenarnya yang dimaksud dengan itikad baik itu.

Dalam kenyataanya sangat sulit menemukan pengertian yang jelas tentang itikad baik. Allan E. Farnsworth bahkan menyatakan, dimana doktrin itikad baik diterima, maka di situ pasti timbul perbedaan dalam mengartikan itikad baik tersebut8. Akibatnya tidak ada makna tunggal itikad baik dan berkembang banyak definisi itikad baik. Hal itu dapat dipahami, karena pengaturan itikad baik dalam hukum kontrak sangat minim. Bahkan Negara-negara civil law yang memasukkan ketentuan itikad baik ke kitab undang-undang hukum perdata hanya mengatur sedikit saja. Pasal 242 BGB Jerman, Pasal 1134 ayat (3) Civil Code Perancis, dan 1374 ayat (3) BW Belanda (lama) serta pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) Indonesia, hanya menyebutkan

6

Ridwan Khairandy, Itikad baik dalam kebebasan berkontrak, KDT FHUI. 2003, h.1.

7David Stack, “The two standard of good faith in canadian contract law”,

vol.62(Saskatchewan law review, 1999), h.202. 8

J. Satrio, Hukum Perikatan,Perikatan yang lahir dari perjanjian, Buku II (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), h.166.


(18)

bahwa semua kontrak dilaksanakan dengan itikad baik. Tidak ada penjelasan lebih lanjut apa yang dimaksud itikad baik tersebut. Kalaupun ada ketentuan yang mencoba mendefinisikan itikad baik tersebut, tetapi definisi itupun masih juga menimbulkan kebingungan. Oleh karena itu, untuk dapat memahami makna itikad baik yang lebih jelas harus dilihat pada penafsiran itikad baik dalam praktik peradilan. Bahkan, menurut J.Satrio, ketentuan pengaturan itikad baik tersebut merupakan ketentuan yang ditujukan kepada pengadilan.9 Dikatakan demikian karena sengketa mengenai itikad baik dalam prakteknya hampir selalu dimintakan penyelesaiannya kepada pengadilan. Termasuk pada kasus sengketa yang terjadi pada proses penyelesaian klaim asuransi jiwa di Indonesia seperti yang dialami oleh salah satu nasabah asuransi jiwa PT.Prudential di tahun 2011. Dimana di awal perjanjian nasabah atau yang disebut dengan tertanggung atau pemegang polis ini telah memberikan penjelasan mengenai dirinya dengan tidak ada yang ditutupi dari kesehatan dirinya sendiri sepengetahuannya kepada pihak prudential sebagai pemenuhan pengajuan polis, namun dimasa perjalanan setelah dua tahun lebih nasabah ini mengikuti asuransi kemudian nasabah ini meninggal yang ternyata setelah diperiksa oleh tim dokter diduga nasabah ini meninggal akibat penyakit jantung yang dideritanya sejak empat tahun lalu. Itu berarti dua tahun sebelum mengajukan polis asuransi jiwa si nasabah telah mengidap penyakit jantung namun entah mengetahui atau tidak karena nasabah tidak

9

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari pejanjian, buku II (Bandung:Citra Aditya Bakti, 1995), h.166.


(19)

pernah melakukan check up dan pihak PT.Prudential pun tidak mewajibkan adanya syarat ketentuan surat medical check up bagi nasabahnya yang ingin menerbitkan polis. Namun ada ketentuan pada perjanjian asuransi jiwa ini yaitu apabila terdapat penyakit yang sudah diderita nasabah sebelum ia mengikuti asuransi jiwa atau penerbitan polis maka penyakit tersebut tidak akan di cover. Maksudnya ialah apabila si nasabah tersebut dirawat karena penyakit tersebut maka biaya tidak akan ditanggung, dan apabila nasabah meninggal karena penyakit tersebut maka uang pertanggungan tidak akan dibayarkan. Disinilah timbul permasalahan, apakah si nasabah mengetahui atau tidak penyakit yang dideritanya sebelum mengikuti asuransi dengan tidak berniat mencari keuntungan, dan apakah memang pihak asuransi memiliki itikad baik dengan perjanjian asuransi yang telah dibuatnya karena selama ini tidak mengharuskan nasabah untuk melampirkan surat medical check up lengkap dari dokter sebelum ia mengajukan polis asuransi. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi dengan judul ANALISIS YURIDIS ASAS UTMOST GOOD FAITH DALAM SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA PT.PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah


(20)

Dalam penelitian skripsi ini, penulis membatasi hanya akan membahas mengenai sengketa klaim asuransi yang terjadi pada victor joe sinaga dengan PT. Prudential Life Insurance.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ;

a. Bagaimana penerapan asas utmost good faith dalam perjanjian asuransi jiwa ?

b. Bagaimana sengketa klaim pada PT.Prudential Life Assurance yang terkait asas utmost good faith pada putusan NOMOR 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel ?

c. Bagaimana dasar pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Selatan dalam memutuskan perkara NOMOR 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel tentang klaim asuransi jiwa PT.Prudential life assurance terkait asas

utmost good faith ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah seperti yang diuraikan di atas penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis praktek penerapan asas utmost good faith dalam perasuransian di Indonesia dengan studi kasus


(21)

putusan PT Jakarta ditinjau dari UU No. 2 Tahun 1992 dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan: a. Untuk mengetahui penerapan asas utmost good faith dalam perjanjian

asuransi jiwa.

b. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian sengketa klaim asuransi jiwa pada PT. Prudential life assurance.

c. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi Negeri dalam memutuskan perkara NOMOR 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel. tentang asuransi PT.Prudential life assurance terkait asas utmost good faith.

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai analisis yang dilakukan terhadap putusan PT Jakarta tentang sengketa klaim asuransi kesehatan.

b. Adapun manfaat praktis dari penelitian ini, yaitu:

Hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan sebuah masukan bagi perkembangan Hukum tentang kegiatan perasuransian di Indonesia untuk mengetahui penerapan asas-asas yang dilakukan dalam menangani kasus sengketa klaim Prudential.


(22)

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam penelitian atau pembuatan skripsi terkadang ada tema yang berkaitan dengan penelitian yang kita jalankan, sekalipun arah dan tujuan yang diteliti berbeda. Dari penelitian ini, penulis menemukan beberapa penelitian lain yang telah lebih dahulu membahas klaim asuransi kesehatan di Indonesia. Diantara beberapa penelitian dimaksud adalah:

- Skripsi milik Wiyono yang berjudul “Penyelasian klaim asuransi kesehatan

pada rumah sakit X”, FH UI 2011. Skripsi ini menganalisis tentang

bagaimana prosedur dan kendala-kendala yang dialami selama proses pencairan klaim asuransi terkait dengan rumah sakit X, perbedaan penelitian Wiyono dengan penulis terletak pada materi yang dikaji, dimana penulis mengkaji tentang penerapan asas Utmost Good Faith.

- Katalog Dalam Terbitan (KDT) karya Ridwan Khairandy, yang berjudul “Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak”, FH UI 2009. Dalam buku ini dibahas mengenai bagaimana peran itikad baik dalam kebebasan berkontrak masa terdahulu dan saat ini. Sementara penulis akan membahas asas utmost good faith (itikad baik) pada perjanjian asuransi jiwa yang terjadi saat ini. - Skripsi milik Nurhidayati yang berjudul Kendala Dan Solusi Pelaksanaan

Prinsip Amanah (Itikad Baik) Pada Perjanjian Pembiayaan Murabahah”, FH Universitas Brawijaya 2011. Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas masalah kendala dan solusi pelaksanaan prinsip amanah


(23)

(itikad baik) pada perjanjian pembiayaan murabahah (Studi di Bank Syariah Mandiri Cabang Malang). Hal ini dilatarbelakangi dari prinsip itikad baik pasal 1338 ayat (3) dan prinsip amanah dalam Al Qur’an dan Hadits. Perbedaan penelitian Nurhayati dengan penulis terletak pada objek penelitiannya, dimana penulis nantinya akan meneliti asas utmost good faith

(itikad baik) dalam perjanjian asuransi jiwa.

E. Kerangka Konseptual

Suatu kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti tetapi merupakan abstraksi dari gejala tersebut. Gejala biasanya dinamakan fakta sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut. Penulis skripsi ini menggunakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Asuransi Dasar

Asuransi Dasar adalah jenis pertanggungan yang merupakan pertanggungan dasar polis.

2. Asuransi Tambahan (Riders)

Asuransi tambahan adalah jenis pertanggungan yang ditambahkan kepada Asuransi Dasar untuk meningkatkan perlindungan dan/atau manfaat asuransi. 3. Klaim


(24)

Klaim menurut modul lisensi AAJI adalah tuntutan yang diajukan pemegang polis terhadap pelayanan atau janji yang diberikan penanggung pada kontrak asuransi yang dibuat.

4. Asas Utmost Good Faith

Asas utmost good faith ialah prinsip yang mengharuskan tertanggung untuk memberitahukan secara jelas dan teliti mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan objek yang diasuransikan serta tidak mengambil untung dari asuransi. Prinsip ini juga berlaku bagi perusahaan asuransi, yaitu kewajiban menjelaskan risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan secara jelas dan teliti.

5. Polis

Polis ialah Dokumen yang dikeluarkan oleh PT.Asuransi termasuk ringkasan, tabel-tabel,rumusan perhitungan, ketentuan umum, ketentuan khusus dan ketentuan lainnya (apabila diadakan) beserta segala tambahan/pengubahannya yang membuat syarat-syarat perjanjian pertanggungan.

6. Tertanggung

Tertanggung adalah Orang yang atas dirinya diadakan pertanggungan dimana jenis pertanggungannya diuraikan dalam ringkasan polis. Apabila tertanggung meninggal, manfaat polis akan dibayarkan kepada pemegang polis.

7. Uang Pertanggungan

Uang Pertanggungan ialah Sejumalah uang yang dibayarkan perusahaan asuransi dengan ketentuan dan syarat-syarat dalam polis.


(25)

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research), yang bersifat yuridis normative, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang ada dalam peraturan perundang-undangan, literature, pendapat ahli, makalah-makalah dan hasil penelitian yang berkaitan kasus klaim asuransi jiwa.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan dalam skripsi ini dengan tipe yang digunakan adalah yuridis normative.

3. Bahan Hukum

Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, yaitu: a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum Primer adalah bahan hukum yang mencakup ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat10. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Undang-undang nomor 2 Tahun 1992

10

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, (Jakarta :Penerbit Universitas Indonesia,1986), h.52.


(26)

2) Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 251 tentang asas

utmost good faith dalam asuransi b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari penelusuran buku-buku dan artikel-artikel yang berkaitan dengan penelitian ini, yang memberikan penjelasan mendalam mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah buku-buku, skripsi, tesis, dan disertasi mengenai hukum persaingan usaha serta artikel ilmiah dan tulisan di internet.

c. Bahan non-hukum

Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Hukum, Ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan lain-lain. 4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui bagaimana eksistensi asas utmost good faith pada pasal 251 KUHD dalam melindungi semua pihak yang berkepentingan.


(27)

5. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukkum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.

G. Sistematika Penelitian

Skripsi disusun dengan sistematika yang tebagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab guna lebih memperjelaskan ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut.

BAB I: Pendahuluan, memuat: Latar Belakang, dilanjutkan dengan Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II: Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Asuransi Jiwa dan Asas Utmost Good Faith: Bab ini membahas tentang Pengertian Asuransi Jiwa, Perjanjian Asuransi Jiwa, Dasar Hukum Asuransi Jiwa, Prinsip-prinsip Asuransi, Asas Utmost Good Faith.

BAB III: Sengketa Klaim Asuransi Jiwa pada PT.Prudential Life Assurance: Pada bab ini penulis akan bahas mengenai PT.Prudential Life Assurance, Prosedur Klaim Asuransi di PT. Prudential Life Assurance, Sengketa klaim asuransi jiwa sampai di pengadilan.


(28)

BAB IV: Analisis Penerapan Asas Utmost Good Faith dalam Sengketa Klaim Asuransi (Studi Kasus Putusan PT Jakarta Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel): Bab ini akan menggambarkan bagaimana kronologi kasus sengketa victor joe sinaga dapat terjadi, Bagaimana gambaran sengketa klaim yang terjadi, Apa yang menjadi dasar Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perkara, Analisis dari putusan itu sendiri.

BAB V: Penutup, Berisi tentang Kesimpulan dan Saran: Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis menengahkan beberapa saran yang dianggap perlu.


(29)

17 A. Pengertian Asuransi Jiwa

Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, insurance. Insurance mempunyai pengertian: (a) asuransi, dan (b) jaminan.1 Kata asuransi dalam bahasa Indonesia telah diadopsi ke dalam kamus besar bahasa Indonesia dengan padanan kata pertanggungan2. Asuransi dimaksud menurut Wirjono Prodjodikoro adalah suatu persetujuan pihak yang menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.3

Pengertian asuransi di atas, akan lebih jelas bila dihubungkan dengan pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang menjelaskan bahwa asuransi adalah “suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu” namun definisi tersebut merupakan definisi

1

Lihat, Jhon M.Echols dan Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1990), h.326.

2

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka, 1996), h.63.

3


(30)

asuransi kerugian dan untuk saat ini sudah tidak sesuai lagi bagi definisi asuransi jiwa, maka ada beberapa sarjana yang mendefinisikan asuransi jiwa secara sistematis, salah satunya adalah H.M.N Purwosutjipto.

Definisi pertanggungan jiwa menurut purwosutjipto H.M.N Purwosutjipto, yaitu bahwa:

“Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan, sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya di pertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang di perjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi sebagai penikmat”4

Asuransi jiwa merupakan bentuk konkrit dari asuransi sejumlah uang, yang artinya si penjamin berjanji memberikan uang yang jumlahnya sudah di tentukan sebelumnya, dengan tidak disandarkan pada suatu kerugian tertentu. Sedangkan arti kata asuransi atau dalam bahasa belanda disebut “Verzekering” yang berarti pertanggungan. Dalam suatu pertanggungan jiwa terdapat 2 (dua) pihak, yaitu pihak penanggung yang bersedia membayar uang jaminan (uang pertanggungan ) apabila sampai habis masa pertanggungan (perjanjian asuransi jiwa )tertanggung tidak meninggal dunia/sakit. Sedangkan pihak lainnya, yaitu pihak pemegang (pengambil asuransi) yang berkewajiban untuk membayar sejumlah uang (premi) kepada pihak penanggung.5

4

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 6,cet.III, (Jakarta: Djambatan, 1990), h.141.

5

Maryadi Kusdian, “Peranan asuransi jiwa bersama bumiputera 1912 cianjur terhadap pemegang polis dan permasalahannya,” (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Pakuan Bogor, 2003), h.18.


(31)

Definisi lain tentang pertanggungan jiwa terdapat di dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yaitu:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antar dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung , dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan di derita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”6

Kedua definisi pertanggungan tersebut telah menjelaskan bahwa pertanggungan jiwa (asuransi jiwa) merupakan suatu perjanjian timbal balik, artinya suatu perjanjian yang kedua belah pihak masing-masing mempunyai kewajiban untuk membayar premi yang jumlahnya ditentukan oleh penanggung, sedangkan penanggung mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung.

Hal ini sesuai dengan Pasal 1774 KUH Perdata, yaitu bahwa perjanjian pertanggungan jiwa maupun perjanjian pertanggungan lainnya, termasuk ke dalam perjanjian kemungkinan (kansovereenkomst), dikarenakan kewajiban penanggung untuk mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung tergantung dari ada atau tidak adanya peristiwa tidak tertentu (onzeker voorval).

B. Perjanjian Asuransi Jiwa 1. Pengertian Perjanjian

6

Arif Djohan Tunggal, Peraturan Perundang-undangan Perasuransian Di Indonesia, Buku 1, (Jakarta: Harvarindo, 1998), h.3.


(32)

Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa yang seorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.7

Perjanjian asuransi disebutkan sebagai sebuah perjanjian di mana atas imbalan sejumlah premi yang telah disepakati, satu pihak menyanggupi untuk memberikan ganti kerugian kepada pihak yang lain atas subjek tertentu sebagai akibat dari bahaya tertentu.8 Hukum asuransi pada dasarnya berisikan ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak sebagai akibat dari perjanjian pengalihan dan penerimaan risiko oleh para pihak. Hukum asuransi pada pokoknya merupakan objek hukum perdata. Dengan demikian, dapat disimpulkan kecuali telah ditentukan lain dalam KUH Dagang sebagai suatu ketentuan yang bersifat khusus, sebagai sebuah perjanjian, perjanjian asuransi diatur dibawah KUH Perdata.9

2. Syarat Sah Perjanjian Asuransi Jiwa

7

Subekti, Hukum Perjanjian, cet.II, (Intermassa, 2008), h.1. 8

Malcom A.Clarke, a contract whereby, for an agreed premium one party undertakes

to compensate the other for loss on a specified subject by specified perils, h.4-5.

9

Man S. Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung


(33)

Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan bahwa terdapat empat syarat sahnya sebuah perjanjian, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Ketentuan tersebut dapat dibandingkan dengan elemen-elemen perjanjian asuransi pada umumnya, yaitu10 offer and acceptance, consideration, legal object, competent parties, dan legal form sebagaimana tercantum dibawah ini.

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri dimulai dengan terjadinya proses offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan) antara tertanggung dan elemen perjanjian asuransi yang menjadi dasar bagi para pihak bersepakat untuk mengikatkan diri. Berbeda dengan penerapan istilah penawaran dan penerimaan pada umumnya, dalam perjanjian asuransi, penawaran berasal dari tertanggung, sedangkan penerimaan (risiko) berasal dari penanggung.

Suatu penawaran adalah sebuah pernyataan dari sebuah kehendak untuk mengikatkan diri berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu yang dilakukan dengan tujuan bahwa sebuah

10

Emmet J.Vaughan dan Therese Vaughan, Essential of Insurance: A Risk Management


(34)

perjanjian yang mengikat akan timbul setelah sebuah penawaran diterima.11

Definisi Penerimaan (acceptance) dan tuntutan atas keberadaan tujuannya memunculkan dua prinsip. Pertama, pernyataan tujuan untuk menerima penawaran (offer) harus merupakan tanggapan atas suatu penawaran dan menyamai (match) penawaran sepenuhnya. Oleh karena itu, penerimaan harus nyata (unequivocal) dan tidak bersyarat. Kedua, sekadar pengakuan terhadap penawaran saja tidak mencukupi dan harus ada komunikasi penerimaan kepada pihak yang menawarkan.12 Penerimaan harus dikomunikasikan dan, kecuali ditentukan lain, harus sesuai dengan syarat-syarat penawaran. Pemberi penawaran, kecuali telah ditentukan lain, tidak dapat berasumsi atas keberadaan suatu perjanjian tidak adanya penolakan yang diberitahukan oleh penerima dalam jangka waktu tertentu. Keperluan terhadap pemberitahuan tunduk pada 2 (dua) pengecualian, yaitu penerimaan berdasarkan aturan pos dan penerimaan atas dasar tindakan.13

11

Paul Richards, Law of Contract, Longman, 5th Edition, 2002, h.14. 12

Ibid, h.24. 13


(35)

Dalam bisnis asuransi, acceptance timbul pada saat pertanggungan dimulai atau polis diterbitkan, mana saja yang lebih dahulu, tetapi proses offer dan acceptance akan tetap menjadi bagian tidak terpisahkan dari polis asuransi yang diterbitkan kemudian. Dengan demikian, tertanggung terikat dengan semua informasi yang diberikan yang menjadi dasar bagi penanggung untuk melakukan penutupan asuransi.

b. Cakap untuk membuat perikatan, yaitu bahwa para pihak adalah pihak yang kompeten untuk membuat perikatan dalam elemen

competent parties, yaitu mereka yang telah dewasa, waras, tidak dalam paksaan ataupun dalam pengampunan.

c. Suatu hal tertentu yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah objek yang menjadi dasar lahirnya perjanjian, dalam hal ini janji dari penanggung untuk memberikan jaminan kepada tertanggung atas imbalan sejumlah premi yang dianggap seimbang atas risiko yang akan dijamin. Consideration dalam hal ini adalah premi yang merupakan salah satu elemen sahnya sebuah perjanjian asuransi dan memberikan kekuatan hukum lahirnya perjanjian asuransi. Pasal 1314 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian atas beban yang bersifat timbal balik. Penggolongan perjanjian asuransi sebagai perjanjian dengan beban atau bersifat timbal balik


(36)

sebagaimana diatur dalam pasal tersebut masih menimbulkan pertanyaan sebab polis asuransi hanya ditandatangani sepihak oleh penanggung yang menjadi satu-satunya pihak yang berjanji walaupun pemenuhan janji penanggung mempesyaratkan pemenuhan persyaratan pemenuhan persyaratan tertentu pula oleh tertanggung. d. Suatu sebab yang halal disebut legal object. Perjanjian asuransi yang

bertujuan untuk memberikan asuransi terhadap suatu sebab yang dilarang oleh ketentuan perundang-undangan , melanggar kesusilaan atau bertentangan dengan kepentingan umum, sebagaimana tercantum dalam pasal 1337 KUH Perdata, akan batal demi hukum. e. Elemen berikutnya legal form yang dalam hukum asuransi

mengandung pengertian bahwa perjanjian asuransi dapat dikatakan memenuhi unsur legal form apabila polis asuransi tersebut sama atau mempunyai subtansi yang sama dengan polis asuransi yang dianggap sah dan harus mengikuti prosedur pengajuan dan persetujuan dari pihak yang berwenang.14

3. Asas Hukum Sahnya sebuah Perjanjian Asuransi

Sebagaimana halnya dengan perjanjian pada umumnya, perjanjian asuransi tunduk pada asas-asas penting bagi sahnya suatu perjanjian menurut KUH Perdata, yaitu:

14

Emmet J.Vaughan dan Therese Vaughan, Essential of Insurance: A Risk


(37)

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas ini menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Tetapi, kebebasan tersebut bukan merupakan suatu kebebasan yang tanpa batas sebagaimana batas sebagaimana ketentuan mengenai batasan kebebasan dalam membuat suatu perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1337 KUH Perdata yang berbunyi, suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

b. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata ayat (2), yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya adalah asas yang esensial dari Hukum Perjanjian. Asas ini dikenal juga sebagai asas otonomi konsensualisme, yang menentukan “ada”nya (raison d’etre, het bestaanwaarde) perjanjian dan merupakan sesuatu yang tidak hanya milik KUH Perdata tetapi bersifat universal. Sejumlah ahli berpendapat bahwa perjanjian terbentuk karena adanya kehendak (consensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokok-pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak


(38)

secara formal tetapi cukup melalui consensus belaka.15 Praktik dalam industry asuransi bahwa perjanjian asuransi lahir atas kesepakatan para pihak merupakan pemenuhan terhadap ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai asas konsesualisme.

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya mengandung dua asas hukum bagi sahnya sebuah perjanjian, yaitu asas kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt servanda.

Menurut asas pacta sunt servanda, suatu perjanjian mengakibatkan suatu kewajiban hukum dan para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual, serta bahwa suatu kesepakatan harus dipenuhi, oleh para pihak yang berlaku sebagai undang-undang. Kehidupan kemasyarakatan hanya mungkin berjalan dengan baik jika seseorang dapat mempercayai perkataan orang lain.

Asas pacta sunt servanda oleh sebagian pakar diartikan sebagai asas kepastian hukum. Pemenuhan kewajiban yang telah disepakati walaupun polis asuransi belum diterbitkan sewaktu klaim timbul

15

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, cet.I, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2006), h.95.


(39)

mencerminkan asas pacta sunt servanda dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dalam praktik perasuransian.16

d. Asas itikad Baik

Dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata dimuat ketentuan bahwa, Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Mariam Darus Badrulzaman17 melihat ayat (3) KUH Perdata tersebut sebagai penyeimbang dari ketentuan ayat (1) untuk memberikan perlindungan pada pihak yang lebih lemah sehingga kedudukan para pihak menjadi seimbang. Hal ini merupakan realisasi dari asas keseimbangan. Polis asuransi disiapkan oleh penanggung untuk tertanggung yang pada umumnya memiliki pengetahuan asuransi yang terbatas dapat membuat tertanggung merupakan pihak yang lemah.

Keterbatasan yang pada umumnya melekat pada salah satu pihak dalam megikatkan diri dalam suatu perjanjian asuransi mendapat perlindungan dari asas itikad baik yang merupakan asas penyeimbang untuk memberikan perlindungan bagi pihak yang lemah. Dalam hukum asuransi, asas yang berlaku bahkan lebih tinggi dari sekedar asas itikad baik baik tetapi asas itikad sangat baik (utmost good faith) yang

16

Dr.A.Junaedy Ganie, S.H.,M.H., Hukum Asuransi Indoensia, cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.61.

17

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan (Jakarta: Aditya Bakti, 2001), h.83.


(40)

mengharuskan adanya prinsip keterbukaan yang lebih tinggi yang jika dilanggar sepatutnya mengandung sanksi yang keras.18

e. Asas Kepribadian

Pasal 1315 KUH Perdata menyatakan, pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Pasal ini secara tegas mengatur bahwa perjanjian oleh para pihak yang mengikatkan diri hanya berlaku bagi mereka saja. Selanjutnya, dalam Pasal 1340 KUH Perdata dinyatakan, suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Ketentuan-ketentuan ini berarti bahwa para pihak yang mengikatkan diri hanya mengikat kedua pihak dan tidak dapat mengikatkan pihak lain dalam perjanjian diantara mereka tanpa sepengetahuan dan seizin pihak lainnya.19

Dengan demikian, dalam perjanjian asuransi, penanggung dan tertanggung tidak dapat menarik pihak lain dalam perjanjian diantara mereka sebagai pihak yang saling mengikatkan diri tanpa seizin pihak lain yang dimaksud. Pihak ketiga tidak dapat menuntut hak yang yang timbul dalam perjanjian asuransi tanpa seizin para pihak.

4. Dasar Hukum Perjanjian Asuransi Jiwa

18

Dr.A.Junaedy Ganie, S.H.,M.H., Hukum Asuransi Indoensia, cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.96.

19


(41)

Peran hukum dimulai sejak ada kata sepakat dari para pihak apabila ingin bertransaksi.20 Antara satu orang dengan pihak lain atau orang lain dalam

kapasitasnya sebagai subjek hukum pasti akan menciptakan rangkaian hubungan hukum yang sehat atau tidak. Dari hubungan hukum yang sehat akan segera diketahui mana hak dan kewajiban masing-masing.21

Di Indonesia awal mula lembaga asuransi ada melalui Pemerintah Hindia Belanda. Lembaga tersebut dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek Van Koophandel melalui Stb.1847 Nomor 23 tanggal 30 April 1947 Bab 9 Pasal 246-286. Peraturan perundangan yang mengatur secara spesifik mengenai lembaga asuransi adalah :

a. KUHD, Buku I titel 9 dan Titel 10 serta Buku II Titel 9 dan Titel 10, yang diberlakukan di Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan asas konkordansi.

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian yang diundangkan pada tanggal 11 Februari tahun 1992 dan diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 13 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan;

c. PP Nomor 73 Tahun 1992 tanggal 30 Oktober 1992 yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Di Indonesia sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 63 Tahun 1999 Tanggal 2 Juli 1999 ,Lembaran Negara Nomor 118 tahun 1999 Tentang Perubahan atas PP Nomor 73 tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.22

5. Prinsip Perjanjian Asuransi Jiwa

20

Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono,S.H., Hukum Ekonomi Indonesia , Buku 2, (Malang: Bayumedia, 2007), h.120.

21Ibid.

, h.122. 22

Bronto Hartono, SH. “Prinsip Utmost Good Faith dalam Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa PT.Asuransi Jiwasraya (Persero) di regional office Semarang,” (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2005), h.19.


(42)

Beberapa prinsip yang mendasari asuransi jiwa:

a. Insurable Interest (Keterikatan Asuransi), yaitu; hubungan kepentingan yang secara hukum dan finansial mengakibatkan kerugian keuangan bagi si pengaju asuransi. Contoh: Orang tua dan anak, bila orang tua meninggal maka anak akan mengalami kerugian ekonomi karena anak memiliki ketergantungan finansial kepada orang tuanya.

b. Utmost Good Faith (Niat Baik), yaitu; prinsip yang mengharapkan para pihak untuk mengungkapkan semua fakta material yang disadari atau paling tidak diketahui. Prinsip utmost good faith (itikad terbaik) merupakan prinsip bahwa setiap tertanggung berkewajiban

memberitahukan secara jelas dan teliti mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan serta tidak

mengambil untung dari asuransi.23

c. Risk Sharing (Pembagian Risiko), yaitu; mekanisme pembagian risiko di mana tertanggung memberikan kontribusi dalam bentuk premi asuransi, dan dari banyaknya kontribusi dibayarkan klaim dari sebagian kecil tertanggung yang mengalami risiko.

23Bronto Hartono, SH. “

Prinsip Utmost Good Faith dalam Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa PT.Asuransi Jiwasraya (Persero) di regional office Semarang,” (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2005), h.26.


(43)

d. Law of Large Number (Hukum Bilangan Besar), yaitu; peluang terjadinya risiko dan ketidakpastian akan berkurang jika jumlah orang yang diasuransikan bertambah.24

6. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Dalam kedudukan tertentu, setiap orang pasti menjadi konsumen atas barang atau jasa tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhannnya. Interaksi antara konsumen dengan penyedia barang dan jasa pada umuumnya dapat terjadi setiap saat oleh para pihak, baik secara incidental maupun secara periodik. Interaksi dan transaksi tersebut menimbulkan hak dan kewajiban para pihak.25

Berangkat dari pemikiran tersebut dapat dicermati hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen pada kegiatan perasuransian sebagai berikut.

a. Hak pelaku usaha

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang/jasa yang diperdagangkan.

2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad baik.

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

24

PRUsales academy.

25

Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono,S.H., Hukum Ekonomi Indonesia, Buku 2, (Malang: Bayumedia, 2007), h.133.


(44)

4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

b. Kewajiban pelaku usaha

1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan , dan pemeliharaan.

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.


(45)

7) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

c. Hak Konsumen

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

3) Hak katas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. 6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. 7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif.

8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana semestinya.


(46)

9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

d. Kewajiban Konsumen

1) Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Jadi, hubungan hukum yang tercipta antara pelaku usaha/produsen pada satu pihak dengan konsumen pada pihak yang lain sudah dilengkapi dengan:

a. Hak dan kewajiban para pihak;

b. Hal yang seharusnya dan tidak boleh dilakukan; c. Peran Negara;dan

d. Badan perlindungan dan penyelesaian sengketa serta prosedur dan syarat penyelesaian sengketa.

Oleh karena itu, menurut penulis undang-undang perlindungan konsumen memberikan kedudukan yang seimbang antara pelaku usaha/produsen dengan konsumen.26

C. Prinsip Asas Utmost Good Faith dalam Perjanjian Asuransi Jiwa

26

Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono,S.H., Hukum Ekonomi Indonesia, Buku 2, (Malang: Bayumedia, 2007), h.138-140.


(47)

Prinsip utmost good faith dalam perjanjian asuransi sangat penting karena menyangkut hak dan kewajiban tertanggung serta penanggung di lain pihak. Pada prinsip utmost good faith tertanggung pada saat melakukan pengajuan form aplikasi penutupan asuransi berkewajiban memberitahukan secara jelas dan teliti mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan dirinya serta tidak berusaha dengan sengaja untuk mengambil untung dari penanggung. Dengan kata lain tertanggung tidak menyembunyikan sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai cacat tersembunyi atau menutup-nutupi kelemahan dan kekurangan atas dirinya, mengingat hal ini berkaitan erat dengan risiko, penetapan pembayaran premi serta kewajiban penanggung jika terjadi kerugian yang diderita oleh tertanggung. Prinsip ini jika dicermati juga sesuai dengan implementasi Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa perjanjian yang dibuat harus berdasarkan atas dasar sebab yang halal serta persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Apakah prinsip ini hanya menjadi kewajiban dari tertanggung (konsumen) atau juga mengikat terhadap pelaku usaha (penanggung/ lembaga asuransi)27. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ditegaskan bahwa hak konsumen itu meliputi hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Jelaslah kiranya bahwa lembaga asuransi sebagai penanggung juga terikat dengan prinsip ini, yaitu

27

Swady Halim, Permasalahan Umum Nasabah Asuransi Seminar dan Lokakarya

Perkembangan Jurnalisme Ekonomi II, (Semarang, Lembaga Studi Pers dan Informasi, Tanggal 9


(48)

kewajiban menjelaskan risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan secara jelas dan teliti.

Pemahaman tentang prinsip itikad baik, tertuang dalam pasal 251, 277, 281 KUHD, prinsip dasar yang harus dimiliki adalah prinsip adanya itikad baik.28 Dengan demikian dapat diketahui bahwa penanggung sebagai penjual polis perlu dilindungi terhadap kemungkinan adanya kesalahan informasi yang diberikan oleh calon tertanggung mengenai objek pertanggungan. Jika penanggung mengetahuinya, ia tidak akan menerima pertanggungan tersebut atau menerimanya tetapi dengan kondisi yang berbeda. Pasal 251 KUHD mengaturnya

“Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup, atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan”.

Biasanya sering sekali terkait pelanggaran atas prinsip itikad baik ini dapat mengakibatkan pertanggungan menjadi batal. Kesalahan ini dapat terjadi karena:29

1) Tidak mengungkapkan informasi material secara benar dan lengkap

(non disclosure).30

28

Ketut Sendro, Klaim Asuransi Gampang, cet.III, (Jakarta: BMAI, PPH, 2009), h.53.

29Wiyono, “Penyelesaian klaim Asuransi Kesehatan pada Rumah Sakit X”, (Skripsi S1


(49)

2) Menyembunyikan informasi (concealment)

Ini terjadi jika calon tertanggung dalam pengisian formulir permintaan asuransi dengan sengaja menyembunyikan atau tidak menyampaikan suatu informasi yang material mengenai objek pertanggungan kepada penanggung, maka pertanggungan tersebut juga dapat menjadi batal.

3) Informasi yang diungkapkan keliru (innocernt misrepresentation)

Kekeliruan penyampaian informasi dapat terjadi karena cara penyampaian informasi yang salah ataupun isi atau materi dari informasi tersebut tidak benar.

4) Memberikan informasi yang salah dengan tujuan penipuan

(fraudulent misrepresentation)

Pemberian informasi dengan tujuan penipuan dapat dilakukan pada waktu penutupan asuransi, dapat juga terjadi pada saat pengajuan klaim.31

30

Ketut Sendro, Klaim Asuransi Gampang, Cet.III, (Jakarta: BMAI, PPH, 2009), h.54.

31Wiyono, “Penyelesaian klaim Asuransi Kesehatan pada Rumah Sakit X”, (Skripsi

S1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2011), h.52.


(50)

38 A. PT. Prudential life assurance

1. Profil PT. Prudential life assurance

Prudential Indonesia didirikan pada tahun 1995. Prudential Indonesia merupakan bagian dari Prudential plc, London, Inggris dan di Asia Prudential Indonesia menginduk pada kantor regional Prudential Corporation Asia (PCA), yang berkedudukan di Hongkong.1 Dengan menggabungkan pengalaman Prudential di bidang asuransi jiwa dengan pengetahuan tata cara bisnis local, kemudian Prudential terus mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Pada tanggal 2 November persetujuan ditandatangani antara Prudential dan Bank Bali Indonesia untuk melakukan merger menjadi Prudential BancBali Life Assurance (PBBL).2

Prudential Indonesia telah menjadi pemimpin pasar dalam penjualan produk asuransi jiwa yang dikaitkan dengan investasi (unit link) sejak pertama kali meluncurkan produknya di tahun 1999.3 Pada 31 Desember 2012, Prudential Indonesia memiliki kantor pusat di Jakarta dan kantor pemasaran di Medan, Surabaya, Bandung, Denpasar, Batam dan Semarang dengan 290 kantor

1

PRUsales academy.

2

http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/ourhistory/index.html diakses pada 15 september pukul 12.24.

3


(51)

keagenan (termasuk di Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Yogyakarta, Batam, dan Bali) di seluruh nusantara. Per 31 Desember 2012, Prudential Indonesia melayani lebih dari 1,7 juta nasabah.4

Visi Prudential Corporation Asia

a. dalam pelayanan nasabah: Nasabah adalah kunci penting dalam bisnis ini oleh karena itu pelayanan terhadap nasabah merupakan hal penting bagi Prudential untuk mencapai tujuan yaitu menjadi perusahaan jasa keuangan nomor satu di Asia.

b. dalam memberikan hasil terbaik bagi para pemegang saham: Prudential memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan hasil yang memuaskan kepada para pemegang saham sehingga mereka akan terus memberikan dukungan yang lebih baik lagi demi keberhasilan perusahaan dalam perkembangannya.

c. dalam memperkerjakan orang-orang terbaik: Untuk mendukung keberhasilan tujuan dan visi ini. Prudential senantiasa mengembangkan kemampuan sumber daya manusianya, baik para tenaga pemasaran maupun karyawan. Oleh karena itu, Prudential sangat mengutamakan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan bagi para tenaga pemasaran dan karyawan sehingga tujuan dan misi perusahaan dapat dicapai dengan hasil terbaik.5

Misi PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia)

“Menjadi perusahaan Jasa Keuangan Ritel terbaik di Indonesia, melampaui pengharapan para nasabah, tenaga pemasaran, staf dan pemegang saham – dengan memberikan pelayanan terbaik, produk berkualitas, staf serta tenaga pemasaran professional yang berkomitmen tinggi serta menghasilkan pendapatan investasi yang menguntungkan.”6

Moto Prudential

4

http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/index.html diakses pada 15 september 2013 pukul 12.24.

5

PRUsales academy.

6

http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/missionandcredo/ind ex.html diakses pada 15 september 2013 pukul 12.24.


(52)

“Hanya dengan mendengarkan, kami dapat memahami apa yang dibutuhkan masyarakat, dan hanya dengan memahami apa yang dibutuhkan masyarakat, kami dapat memberikan produk dan tingkat pelayanan sesuai dengan yang diharapkan.”7

Empat Pilar

Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Misi, PT Prudential Life Assurance memiliki Empat Pilar (Four Pillars), yaitu fondasi yang merupakan dasar berdiri dan berkembangnya perusahaan serta yang membedakannya dengan perusahaan-perusahaan lain.8 Berikut ini adalah empat pilar tersebut:

a. Semangat untuk selalu menjadi yang terbaik b. Organisasi yang memberikan kesempatan belajar c. Bekerja sebagai suatu keluarga

d. Integritas dan keuntungan yang merata bagi semua pihak yang terkait dengan perusahaan.

2. Produk Asuransi Jiwa PT. Prudential Life Assurance

Setiap perusahaan asuransi di dunia maupun di Indonesia pasti memiliki produk-produk yang terus mereka kembangkan guna mendapatkan nasabah sebanyak-banyaknya, seperti yang dilakukan pula oleh PT.Prudential Life Assurance Dengan memahami kebutuhan-kebutuhan unik para nasabah,

7

PRUsales academy.

8

http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/missionandcredo/ind ex.html diakses pada 15 September 2013 pukul 12.24.


(53)

Prudential Indonesia selalu menciptakan inovasi baru dan menawarkan produk yang sesuai untuk nasabah. Prudential Indonesia menawarkan produk-produk asuransi jiwa dan investasi yang lengkap guna memenuhi kebutuhan para nasabah.9 Berikut adalah produk-produk yang dimiliki oleh Prudential:

a. PRUlink assurance account (PAA) b. PRUlink investor account (PIA) c. PRUlink fixed pay (PFP)

d. PRUsyariah e. PRUmajor medical

f. PRUhospital care

g. PRUaccident plus

h. PRUprotector plan

i. PRUlife cover

j. PRUlink term

k. PRUpersonal accident death

l. PRUpersonal accident death & disablement

m.PRUcrisis cover 34

n. PRUcrisis cover benefit 34

o. PRUmultiple crisis cover

p. PRUcrisis income

q. PRUearly stage crisis cover (ESCC) r. PRUwaiver 33

s. PRUpayor 33

t. PRUspouse waiver 33

u. PRUspouse payor 33

v. PRUparent payor 33

w.PRUmed

x. PRUhospital & surgical 7510

3. Manfaat Asuransi Jiwa

9

PRUsales academy.

10


(54)

Kebutuhan orang akan manfaat asuransi jiwa sangat bervariasi sesuai dengan kebutuhan mereka. Dan diantara kebutuhan-kebutuhannya tersebut, kebutuhan umum yang dapat dipenuhi oleh manfaat asuransi jiwa mencakup hal-hal berikut ini:

a. Dependent Living Expense (Biaya Hidup Tanggungan)

Nilai jual utama asuransi jiwa adalah bahwa orang merasa perlu untuk memberikan dukungan atau bantuan finansial bagi tanggungan mereka. Jika orang yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal, maka anggota keluarga yang ditinggalkan akan menghadapi masa-masa sulit. Asuransi jiwa menjawab hal ini dengan memberikan manfaat uang pertanggungan kepada ahli waris untuk membiayai kehidupan mereka sepeninggal si pencari nafkah sehingga keluarga yang ditinggalkan dapat tetap menjalani kehidupan mereka.

b. Education Fund (Biaya Pendidikan)

Salah satu tujuan utama orang tua adalah memiliki kemampuan keuangan untuk menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya. Oleh karena kematian ayah atau ibu sebagai pencari nafkah menyebabkan menurunnya penghasilan keluarga sehingga biaya pendidikan tidak dapat terpenuhi. Karena itu orang tua dapat membekali diri dan keluarga dengan progam asuransi jiwa yang dapat memastikan dana telah tersedia untuk membiayai pendidikan putra-putri mereka tercinta.


(55)

Penghasilan masa pensiun seringkali tidak mencukupi untuk membiayai seseorang yang telah pensiun. Oleh karena itu dibutuhkan asuransi jiwa sebagai tabungan untuk memberikan berbagai keuntungan yang dapat digunakan untuk membiayai kehidupan seseorang di masa tua.

d. Mortgage Repayment Fund (Dana Pengembalian Jaminan Hutang)

Ketika orang memiliki utang yang harus dilunasi, seperti kredit rumah, kendaraan, dll, untuk memberikan jaminan bahwa suatu ketidakmampuan terjadi atas dirinya, dia dapat menggunakan nilai tunai pada polis asuransi jiwanya sebagai jaminan atas utang tersebut. Dan ketika ia meninggal, asuransi jiwa dapat menjamin bahwa seluruh sisa utangnya dapat tetap dibayarkan.

e. Emergencies Fund (Dana Darurat)

Ketika seseorang berencana untuk mengembangkan bisnisnya dan untuk itu dia memerlukan dana yang cukup besar, dia bisa menggunakan polis asuransi jiwanya untuk memperoleh dana pinjaman. Atau jika ia memiliki polis asuransi jiwa unit link (yaitu asuransi jiwa yang juga menyertakan tabungan didalamnya), maka ia bisa mengambil investasi yang telah terkumpul untuk membiayai pengembangan bisnisnya tersebut.

f. Disability Income (Penghasilan Ketika Cacat)

Saat seseorang mengalami risiko cacat/ketidakmampuan, ia pun tidak dapat lagi bekerja. Ketika ia tidak dapat bekerja maka ia pun tidak lagi dapat memperoleh penghasilan. Dengan memiliki asuransi jiwa, ia dapat menggunakan uang pertanggungan yang dibayarkan untuk membiayai hidupnya.


(56)

g. Health Insurance (Asuransi Kesehatan)

Ketika seseorang menderita suatu penyakit yang membutuhkan biaya tinggi untuk pengobatan dan penyembuhan, dengan asuransi kesehatan ataupun asuransi jiwa dengan manfaat tambahan perlindungan kondisi kritis, tingginya biaya rumah sakit, operasi, dll. Dapat dibayarkan.

h. Investment (Investasi)

Asuransi jiwa, terlebih asuransi jiwa unit link, dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk investasi jangka panjang maupun pendek yang manfaatnya dapat digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan dan tujuan hidup seseorang. Seperti: membeli rumah, mobil, berlibur, membangun bisnis, dll.

B. Prosedur Pengajuan Klaim

Klaim dalam Kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebgai “ Tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa sekarang berhak (untuk memiliki atau mempunyai) atas sesuatu.11Asuransi merupakan sebuah bentuk perjanjian, dimana para pihaknya (tertanggung dan penanggung) mempunyai hak dan kewajiban. Salah satu hak yang dimiliki oleh tertanggung adalah mengajukan klaim asuransi atas peristiwa yang menimbulkan suatu kerugian. Klaim asuransi

11


(57)

adalah tuntutan klaim ganti rugi dan manfaat polis asuransi yang dapat dinilai dengan sejumlah uang.12

Jika terjadi keadaan meninggal dunia bagi si pemilik polis, maka ahli waris dapat mengajukan klaim asuransi guna mendapatkan uang pertanggungan.

Dalam hal ini, dokumen-dokumen yang harus dibutuhkan meliputi :

1) Formulir Klaim Meninggal karena Kecelakaan yang ditandatangani oleh Pemegang Polis atau Penerima Manfaat sesuai Tanda Tangan pada SPAJ.

2) Surat Keterangan Dokter Klaim Meninggal.

3) Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi.

4) Fotokopi KTP/bukti kenal diri dari Penerima manfaat.

5) Surat Keterangan Meninggal dari Dokter/ RS.

6) Surat Keterangan Meninggal dari Pemerintah setempat.

7) Fotokopi Surat Perubahan Nama Tertanggung dan Penerima Manfaat (jika ada).

8) Surat Keterangan Kepolisian (BAP) asli jika tertanggung meninggal karena kecelakaan.

9) Polis Asli, dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh Prudential.13

Dalam hal terjadi risiko yang dipertanggungkan, maka tertanggung harus segera mengajukan pemberitahuan secara tertulis kepada pihak penanggung. Dalam proses penyelesaian klaim asuransi, menurut Pasal 23 ayat 1 PP No.73 Tahun 1992 dinyatakan bahwa:

“Perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau

12

Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Surat Keputusan Tentang Proses Penanganan Sengketa Melalui Mediasi Dan/Atau Judikasi, SK. No. 001/SK-BMAI/09.2006,pasal 1 ayat (2).

13

http://kenapaasuransi.wordpress.com/prosedur-pengajuan-klaim/ diakses pada 15 september 2013 pukul 12.18.


(58)

tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang dapat mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim.”14

C. Sengketa Klaim Sampai di Pengadilan

Reputasi dan hubungan yang baik serta kepercayaan yang terbentuk diantara tertanggung dan penanggung membuat perbedaan yang timbul diantara keduanya akan lebih mudah untuk diselesaikan dengan baik.15 Seperti dalam contoh praktiknya ialah dalam pencairan dana klaim asuransi, Sengketa dapat terjadi bisa saja apabila tertanggung merasa hak-haknya seperti klaim yang tidak dibayarkan oleh penanggung atau bisa saja sengketa tersebut terjadi karena tertanggung mengajukan klaim yang tidak benar. Tetapi tidak jarang pula terdapat kendala-kendala dalam pencairan dana klaim asuransi yang hasilnya klaim dapat ditolak atau terjadi sengketa dengan mediasi atau bahkan sampai di pengadilan. Dalam hal ini, menurut butir M Keputusan Menteri Keuangan No. 422/KMK. 06/2003 dinyatakan bahwa polis asuransi harus memuat mengenai pemilihan tempat penyelesaian.16

Apabila terjadi klaim masing-masing pihak dapat dirugikan. Penanggung akan merugi karena harus membayar klaim yang sah. Tertanggung akan merugi

14

Indonesia, Peraturan Pemerintah No. : 3506, Pasal 23 ayat 1. 15

Dr.A.Junaedy Ganie, S.H.,M.H., Hukum Asuransi Indoensia, Cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.274.

16

Pasal 8 butir M, Keputusan Menteri Keuangan No: 422.KMK.06./2003, tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.


(59)

apabila klaim ditolak atau dibayar lebih kecil. Baik atas klaim yang melibatkan jumlah yang besar maupun jumlah yang kecil, antara tertanggung dan penanggung dapat timbul perbedaan yang menimbulkan persengketaan.

Persengketaan yang terjadi dalam perjanjian asuransi dapat menyangkut segala hal tetapi pada umumnya adalah penyelesaian mengenai penyelesaian klaim. Persengketaan klaim umumnya menyangkut 2 (dua) hal utama, yaitu pengakuan tanggung jawab atas klaim yang timbul dari penanggung dan besaran klaim yang dituntut atau dikabulkan.17

Apabila terjadi perselisihan antara penanggung dan tertanggung mengenai masalah-masalah yang diakibatkan oleh hal-hal yang terkait dengan polis, maka perselisihan atau perbedaan pendapat tersebut, pertama-tama akan diselesaikan melalui musyawarah antara penanggung dan tertanggung. Tetapi apabila setelah diadakan musyawarah dan ternyata para pihak masih bersengketa, maka jalan terakhir adalah diselesaikan melalui Pengadilan Negeri atau melalui Badan Arbitrase dalam hal ini adalah BANI.

Kendala yang dihadapi tertanggung dalam mengurus klaim adalah pengajuan klaim merupakan suatu hak yang dimiliki oleh tertanggung atas risiko yang dijamin oleh penanggung.18 Tentu klaim berkaitan erat dengan risiko yang

17

Dr.A.Junaedy Ganie, S.H.,M.H., Hukum Asuransi Indoensia, cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.275.

18

Wiyono, “Penyelesaian klaim Asuransi Kesehatan pada Rumah Sakit X”, (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2011)


(60)

dialami oleh tertanggung selama dalam perlindungan asuransi yang diadakan oleh pihak penanggung. Dijelaskan dalam Pasal 8 butir L Keputusan Menteri Keuangan No. 422/KMK.06/2003 dinyatakan bahwa polis harus memuat syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang diperlukan untuk mengajukan klaim.19

19

Pasal 8 butir L, Keputusan Menteri Keuangan No: 422.KMK.06/2003, tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan reasuransi.


(61)

49

TENTANG SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA

Sebagaimana diketahui, pada umumnya cara penyelesaian sengketa perdata dalam kegiatan bisnis dilakukan dengan cara damai (amicable solution), di mana kedua belah pihak memusyawarahkan jalan keluar bagi sengketa mereka.1 Dalam persengketaan klaim asuransi jiwa tahapan pertama yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik ialah melalui prinsip kekeluargaan. Diupayakan masalah terselesaikan dengan adanya dua pihak yang bersengketa ini melalui perdamaian. Hal ini sesuai dengan Pasal 130 HIR yang mengatur upaya perdamaian masih dapat diintensifkan.2

Namun bila tak juga selesai maka para pihak bisa meminta bantuan pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur mediasi, yaitu upaya penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan, yang membantu pihak-pihak yang

1

Gatot Soemartono, ARBITRASE dan MEDIASI di Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2006), h.9-10.

2

Prof. DR. Krisna Harahap, SH.,MH. Hukum Acara Perdata class action, arbitrase &


(62)

bersengketa mencapai solusi yang diterima oleh kedua belah pihak.3 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat.4

Pihak ketiga yang dimaksud ialah Mediator. Mediator adalah pihak ketiga yang membantu penyelesaian sengketa para pihak, yang mana tidak melakukan intervensi terhadap pengambilan keputusan.5 Apabila dalam mediasi hasil yang didapatkan juga belum memenuhi kepuasan bagi para pihak persengketaan pun dilayangkan ke Pengadilan Negeri.

Apabila pemeriksaan perkara selesai, Majelis Hakim karena jabatannya melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan dijatuhkan. Proses pemeriksaan dianggap selesai, apabila telah menempuh tahap jawaban dari tergugat. Jika semua tahap ini telah tuntas diselesaikan. Majelis menyatakan pemeriksaan ditutup dan proses selanjutnya adalah menjatuhkan atau pengucapan putusan.6

3

Gatot Soemartono, ARBITRASE dan MEDIASI di Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2006), h.2.

4

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h.569.

5

Prof.Dr.Syahrizal Abbas, MEDIASI dalam Perspektif Hukum syariah, Hukum adat, dan

Hukum Nasional, Cet.I,(Jakarta: Kencana, 2009), h.59.

6


(63)

Putusan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Perkara No. 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel. yang didaftarkan pada tanggal 22 Juli 2011 akan penulis analisis apakah pertimbangan majelis hakim sudah sesuai dengan pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Sebelum menganalisis, penulis terlebih dahulu membahas duduk perkara, pertimbangan hukum majelis hakim, serta amar putusan.

A. Duduk Perkara

1. Kronologis (Fundamentum Petendi atau Posita)

Penggugat adalah Penerima Manfaat (beneficiary) dan/atau Ahli Waris dari Eva Pasaribu (isteri Penggugat) selaku Tertanggung dan/atau Pemegang Hak Polis Asuransi Jiwa No.31494813 yang dikeluarkan oleh PT.Prudential Life Assurance dan Tergugat adalah pihak PT.Prudential Life Assurance selaku penanggung asuransi jiwa.

Sebagaimana tertuang dalam Polis tertanggal 01 September 2008, dengan Uang Pertanggungan Asuransi Dasar (Prulink Assurance Account) sejumlah Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), Uang Pertanggungan Kondisi Kritis (Pru Crisis Over 34) sejumlah Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan pertanggungan Tambahan Santunan Meninggal dan Cacat Tetap Karena Kecelakaan (Accidental Death And Disablement Rider), dengan uang pertanggungan sejumlah Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah);


(1)

kedua pihak memiliki kesalahan masing-masing sehingga pantaslah adanya bila risiko dari kerugian perjanjian ini ditanggung bersama, yaitu oleh pihak tertanggung dan penanggung.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis merasa perlu untuk menyampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Pasal 251 KUHDagang tidak menjelaskan secara terperinci sejauh mana para pihak menjelaskan hal-hal kebenaran informasi, apa saja yang harus diberikan dan sejauh mana informasi yang diberikan juga terkait ranah pribadi bila ada. Saya rasa pasal ini memerlukan penambahan-penambahan agar lebih kompleks dalam ketentuan-ketentuan untuk pemberian informasi dalam perjanjian.

2. Seharusnya jika polis telah terbit maka polis tersebut telah sah dan otentik dalam arti tidak bisa diganggu gugat atau diubah-ubah sehingga untuk penyelesaian klaim lebih mudah nantinya dan tidak terjadi lagi sengketa seperti yang penulis telah bahas pada penelitian ini. Dan untuk itu pihak asuransi haruslah detail dalam meneliti dan tidak dengan mudahnya/sembarangan menerbitkan polis. Pasal 1338 KUHPerdata, Perjanjian, antara Penggugat dan Tergugat berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak dan perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan


(2)

itikad baik. Itikad baik disini tidak dijelaskan seperti apa itikad baik tersebut sehingga yang terjadi bukanlah itikad baik, karena sering sekali itikad baik inilah yang menimbulkan permasalahan dan harus diselesaikan di meja pengadilan.

3. Surat medical check up lengkap haruslah dijadikan persyaratan wajib guna melakukan pendaftaran polis pada asuransi jiwa agar tidak terjadi persengketaan dalam hal penyakit yang diduga atau ditutupi ataupun tidak diketahui. Karena dengan adanya surat medical check up lengkap ini maka dapat dipastikan tidak ada penyakit yang ditutupi bahwa semua penyakit termasuk riwayat penyakit yang bahkan belum disadari calon pemegang polis dapat diketahui, dan surat medical check up ini dapat dijadikan sebagai bahan pengisian polis nantinya.


(3)

76

DAFTAR PUSTAKA

Kitab Suci:

Al Qur’an dan Terjemahan Buku-Buku:

Abbas, Syahrizal. MEDIASI dalam Perspektif Hukum syariah, Hukum adat, dan Hukum Nasional, cet.I. Jakarta: Kencana, 2009.

Badrulzaman, Mariam Darus, dkk. Kompilasi Hukum Perikatan. Jakarta: Aditya Bakti, 2001

Beatson, Jack and Friedman, Daniel. Good faith and faulth in contract law. Oxford: Clarendon Press, 1995.

Budiono, Herlien. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, cet.I. Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2006.

Clarke, Malcom A. a contract whereby, for an agreed premium one party undertakes to compensate the other for loss on a specified subject by specified perils. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1996.

Ganie, A.Junaedy. Hukum Asuransi Indoensia, Cet.I. Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Haddad, C.S.T Kansil. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia.

Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2002.

Harahap, M.Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Harahap, Krisna. Hukum Acara Perdata class action, arbitrase & alternative serta mediasi. Bandung: Grafitri, 2007.

Hartono, Sri Redjeki. Hukum Ekonomi Indonesia, Buku 2. Malang: Bayumedia, 2007.


(4)

Jhon, M.Echols dan Shadily, Hassan. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia, 1990.

Judge, Stephen. Business Law, MacMillan Law Masters, eds.2, 1999.

Khairandy, Ridwan. Itikad baik dalam kebebasan berkontrak, Jakarta: Katalog Dalam Terbitan (KDT)FHUI, 2003.

Peter de Cruz, A modern approach Comparative law. Deventer: Kluwer,1993.

Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 6, cet.III. Jakarta: Djambatan, 1990.

Purwadaminta, WJS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.II. Richards, Paul. Law of Contract, Longman, 5th Edition, 2002.

Sastrawidjaja, Man S. dan Endang. Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Cet.I. T.tp, 1997.

Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Buku II. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995.

Sendro, Ketut. Klaim Asuransi Gampang, cet.III. Jakarta: BMAI, PPH, 2009.

Setiawan, Aneka masalah hukum dan hukum acara perdata. Bandung: Alumni, 1992. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet.III. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 1986.

Soemartono, Gatot. ARBITRASE dan MEDIASI di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 2006.

Soeparmono. Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi. Bandung: CV Mandar Maju, 2005.

Stack, David. “The two standard of good faith in canadian contract law”. Vol 62. Saskatchewan law review, 1999.


(5)

Swady Halim, Permasalahan Umum Nasabah Asuransi Seminar dan Lokakarya Perkembangan Jurnalisme Ekonomi II. Semarang: Lembaga Studi Pers dan Informasi, Tanggal 9 Oktober 2000.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988. Tunggal, Arif Djohan. Peraturan Perundang-undangan Perasuransian Di Indonesia,

Buku 1. Jakarta: Harvarindo, 1998.

Vaughan, Emmet J. and Vaughan, Therese. Essential of Insurance: A Risk Management Perspective. Canada: John Wiley Inc., 1995.

Wirjono. Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: Intermassa, 1987.

Karya Ilmiah:

Hartono, Bronto. “Prinsip Utmost Good Faith dalam Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa PT.Asuransi Jiwasraya (Persero) di regional office Semarang,” Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2005.

Kusdian, Maryadi. “Peranan asuransi jiwa bersama bumiputera 1912 cianjur terhadap pemegang polis dan permasalahannya.” Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Pakuan Bogor, 2003.

Wiyono, “Penyelesaian klaim Asuransi Kesehatan pada Rumah Sakit X”, Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2011.

Peraturan Perundang-undangan:.

Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Surat Keputusan Tentang Proses Penanganan Sengketa Melalui Mediasi Dan/Atau Judikasi, SK. No. 001/SK-BMAI/09.2006. Keputusan Menteri Keuangan No: 422.KMK.06./2003, tentang Penyelenggaraan

Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.


(6)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata.

Peraturan Pemerintah Indonesia No. : 3506 Tentang Perasuransian.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Progam Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha

Perasuransian di Indonesia.

Website:

“Tentang Profile Prudential”, artikel dikutip dari

http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/ourhistory/i ndex.html diakses pada 15 september pukul 12.24 WIB.

“Tentang Informasi Prudential”, artikel dikutip dari

http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/index.html diakses pada 15 september 2013 pukul 12.24 WIB

“Tentang Misi dan Kredo Prudential”, artikel dikutip dari

http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/missionand credo/index.html diakses pada 15 september 2013 pukul 12.24 WIB.

“Tentang Posita, Petitum, Replik, Duplik”, artikel dikutip dari

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c454b656489/tentang-posita,-petitum,-replik,-dan-duplik” diakses pada 6 November 2013 pukul 9.15 WIB.

“Tentang Prosedur Pengajuan Klaim Asuransi Jiwa”,

http://kenapaasuransi.wordpress.com/prosedur-pengajuan-klaim/ diakses pada 15 september 2013 pukul 12.18 WIB.

“Tentang Berapa Bunga Kelalaian (Moratoir) yang Wajar”, dikutip dari http://nasima.wordpress.com/category/perdata-2/ diakses pada 1 November 2013 pukul 9.48 WIB.