1. Tanggung jawab 2. Kepentingan publik
3. Integritas 4. Obyektivitas dan indenpendensi
5. Kecermatan dan keseksamaan 6. Lingkup dan sifat jasa
Menurut Hunt Vitell dalam Djamil 2000:4 bahwa kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah
etika dalam profesinya, sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya atau masyarakat dimana profesi itu berada, lingkungan profesinya, lingkungan
organisasi atau tempat ia bekerja serta pengalaman pribadinya. Sikap masyarakat yang pasif, sistem pengawasan yang masih lemah dari
organisasi profesi auditor terhadap anggotanya, kerjasama yang tidak sehat antara BPKP dengan klien, turut mempengaruhi perilaku etika auditor.
Bahkan menurut Sudibyo dalam Djamil 2000:4 dunia pendidikan akuntansi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika auditor.
D. Tekanan Anggaran Waktu
Auditor menetapkan alokasi waktu audit yang sangat ketat, tetapi akibatnya memiliki efek samping yang merugikan publik, yaitu memunculkan
perilaku yang mengancam kualitas audit, antara lain penurunan tingkat pendeteksian dan penyelidikan aspek kualitatif salah saji, gagal meneliti
prinsip akuntansi, melakukan review dokumen secara dangkal, menerima
penjelasan klien secara lemah dan mengurangi pekerjaan pada salah satu langkah audit di bawah tingkat yang diterima Kelley dan Margheim dalam
Nataline 2007:28. De zoort 2002 dalam Prasita dan Adi 2007:6 mendefinisikan tekanan
anggaran waktu sebagai bentuk tekanan yang muncul dari keterbatasan sumber daya yang dapat diberikan untuk melaksanakan tugas. Sumber daya
dapat diartikan sebagai waktu yang digunakan auditor dalam pelaksanaan tugasnya. Tekanan anggaran waktu adalah keadaan yang menunjukkan auditor
dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun atau terdapat pembatasan waktu dan anggaran yang sangat ketat dan
kaku. Menurut Ventura Vol 4 dalam Nataline 2007:28-29 disebutkan bahwa
penetapan batasan waktu tidak realistis pada tugas audit khusus akan berdampak kurang efektifnya pelaksanaan audit atau auditor pelaksana
cenderung mempercepat pelaksanaan tes. Sebaliknya bila penetapan batasan waktu terlalu lama hal ini akan berdampak negatif pada biaya dan efektivitas
pelaksanaan audit. Menurut Ventura Vol 4 dalam Nataline 2007:29 hasil penelitian
tentang aplikasi hukum Yerdes-Dodson membuktikan bahwa keputusan optimal dicapai pada kondisi batasan waktu moderat, dibandingkan batasan
waktu yang longgar dan ketat. Teori ini mengemukakan jika waktu aktual yang diberikan tidak cukup, maka auditor dalam melaksanakan tugas tersebut
dengan tergesagesa sesuai dengan kemampuannya atau mengerjakan hanya
sebagian tugasnya. Sebaliknya bila batasan waktu terlalu longgar, maka focus perhatian auditor akan berkurang pada pekerjaannya sehingga akan cenderung
gagal mendeteksi bukti audit yang signifikan. Eksperimen yang dilakukan oleh Waggoner dan Cashell dalam Nataline 2007:30 menunjukkan bahwa
semakin banyak waktu yang diberikan, semakin banyak transaksi yang dapat dites oleh auditor.
Waktu pengauditan harus dialokasikan secara realistis, tidak terlalu lama atau terlalu cepat. Waggoner dan Cashell dalam Prasita dan Adi 2007:6
menyatakan bahwa alokasi waktu yang terlalu lama justru membuat auditor lebih banyak melamun atau berangan-angan dan tidak termotivasi untuk lebih
giat dalam bekerja. Sebaliknya apabila alokasi waktu yang diberikan terlalu sempit, maka dapat menyebabkan perilaku yang kontraproduktif, dikarenakan
adanya tugas-tugas yang diabaikan. Dalam risetnya ini, Waggoner dan Cashell dalam Prasita dan Adi 2007:6 menemukan bahwa makin sedikit waktu yang
disediakan tekanan anggaran waktu semakin tinggi, maka makin besar
transaksi yang tidak diuji oleh auditor.
Azad 1994 dalam Prasita dan Adi 2007:7 Anggaran waktu dianggap sebagai faktor timbulnya kerja audit dibawah standar dan mendorong
terjadinya pelanggaran terhadap standar audit dan perilaku-perilaku yang tidak etis. McDaniel 1990 dalam Prasita dan Adi 2007:7 menemukan bahwa
tekanan anggaran waktu menyebabkan menurunnya efektifitas dan efisiensi kegiatan pengauditan. Pada program terstruktur penurunan efektifitas ini
semakin besar, sementara pada program yang tidak terstruktur efisiensi audit akan mengalami penurunan yang signifikan.
Menurut Nataline 2007:30, alokasi waktu penugasan waktu audit biasanya ditentukan diawal penugasan. Auditor bisa menerima penugasan
audit beberapa kali. Dalam hal ini pimpinan Kantor Akuntan Publik menetapkan alokasi waktu audit yang sama untuk penugasan pertama maupun
penugasan kedua. Saat melakukan audit pertama kali, auditor dapat dikatakan mengalami batasan waktu audit, karena auditor harus mempelajari terlebih
dahulu karakteristik perusahaan klien, bagaimana sistem pengendaliannya. Sedangkan saat melakukan penugasan audit untuk yang kedua, dan seterusnya,
auditor tidak perlu lagi mempelajari karakteristik perusahaan klien, karena auditor telah mempelajari perusahaan klien saat dia melakukan penugasan
pertama kali. Di bawah tekanan-tekanan waktu, perhatian akan lebih terfokus pada
tugas yang dominan seperti tugas pengumpulan bukti berkaitan dengan frekuensi dan jumlah salah saji dan mengorbankan perhatian yang diberikan
pada tugas tambahan seperti tugas yang memberikan aspek kualitatif atas terjadinya salah saji yang menunjukkan potensial kecurangan pelaporan
keuangan. Dari paparan ini tampak bahwa tekanan anggaran waktu akan
menghasilkan kinerja buruk auditor. Kualitas audit bisa menjadi semakin buruk, bila alokasi waktu yang dianggaran tidak realistis dengan kompleksitas
audit yang diembannya. Coram dkk dalam Prasita dan Adi 2007:7
menghasilkan temuan terkait yang menunjukkan semakin menurunnya kualitas audit dikarenakan anggaran waktu yang sangat ketat.
E. Kualitas Audit