Pengertian Kebijakan Dividen KEBIJAKAN DIVIDEN

20 perusahaan. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk deviden atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Sesuai dengan teori ini maka perusahaan tidak harus mempunyai deviden. 4 Relevance Devidend Theorymenyatakan bahwa pemegang saham menyukai dividen sekarang dan nilai pasarnya. Dasar pemikirannya adalah bahwa investor umumnya menghindari resiko dan dividen yang diterima sekarang mempunyai risiko yng lebih kecil daripada dividen yang diterima dimasa yang akan datang. Pembayaran dividen sekarang dipercaya dapat mengurangi ketidakpastian investor. Sebaliknya jika dividen dikurangi atau tidak dibayarkan, tingkat ketidakpastian investor akan meningkat dan menyebabkan peningkatan pengembalian yang diinginkan serta mengurangi nilai saham. Dalam praktek, tindakan manajer keuangan dan pemegang saham cenderung menunjang kepercayaan bahwa kebijakan dividen mempengaruhi nilai saham. Karenanya sesuai teori relevansi deviden, maka setiap perusahaan harus mengembangkan kebijakan deviden untuk dapat memenuhi sasaran dari pemilik dan maksimalisasi kekayaan yang dicerminkan dengan harga saham perusahaan. 5 Bird in the Hand Theory,menganggap deviden yang diterima merupakan sesuatu yang sudah pasti di tangan sehingga memiliki resiko yang lebih rendah dibandingkan capital gain. Mereka juga berpendapat bahwa investor lebih menyukai deviden karena lebih pasti 21 pendapatannya, daripada mengharapkan sesuatu pendapatan yang belum pasti jika menginvestasikan kembali deviden pada investasi tertentu. Penganut teori ini lebih menyukai pembayaran deviden tinggi karena akhirnya dapat menghasilkan harga saham yang juga tinggi. Dalam hal ini tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki resiko yang sama. Oleh sebab itu, tingkat resiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh dividen payout ratio tetapi ditentukan oleh tingkat resiko investasi baru. 6 Dividend Signaling Theory, telah banyak diamati dalam berbagai penelitian bahwa peningkatan dividen pada umumnya disertai atau diikuti dengan peningkatan harga saham perusahaan dan begitu pun sebaliknya. Hal itulah yang mengindikasikan bahwa investor akan lebih memilih dividen daripada capital gain. Jadi, adanya reaksi investor atas kebijakan dividen sebagaimana tercermin dalam perusahaan harga saham tidaklah menunjukan bahwa dividen diatas capital gain, namun lebih disebabkan karena adanya informationcontent didalm kebijakan dividen. Inilah yang dinamakan signaling hypothesis yaitu teori yang menyatakan bahwa investor memandang perubahan dividen sebagai sinyal prediksi laba manajer perusahaan. 22 Dengan demikian manajemen merasa enggan untuk mengurangi dividen, apabila dianggap sebagai memburuknya kinerja perusahaan di masa mendatang. Kesimpulan ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Aharony Swary 1980 dan Muslikh 1995 bahwa peningkatan pembayaran dividen dapat meningkatkan harga saham sebaliknya pembayaran dividen yang menurun akan menurunkan harga saham di pasar modal. Selanjutnya Ross 1978 dan MillerRock 1985 mengatakan bahwa dividen yang tinggi merupakan sinyal positif yang dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan di masa yang akan datang Sri Hasnawati, 2008:230. Signal atau isyarat adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Dividend signaling theory pertama kali dicetuskan oleh Bhattacharya 1979. Teori ini dikembangkan untuk menjelaskan bahwa para insider manajemen memiliki informasi yang lebih baik mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan outsider pemegang saham. Kondisi tersebut menimbulkan asymmetric information. Asimetri informasi adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda yang lebih baik mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor atau para manajer mengetahui lebih banyak tentang perusahaan yang sebenarnya dibanding pemodal – pemodalnya. Perusahaan yang memiliki kinerja 23 bagus dapat menggunakan dividen sebagai salah satu signaling devices yang terpercaya dan sulit ditiru oleh perusahaan yangkinerjanya lemah. Dividen merupakan signaling devices yang relatif mahal dan tidak memungkinkan perusahaan kinerja lemah menirunya Ahmad dan Rosidi, 2007:102. Jadi, hanya perusahaan yang memiliki kinerja yang bagus yang dapat menghasilkan laba dan mendanai kegiatan investasinya walaupun membayar dividen yang cukup besar, sedangkan perusahaan yang lemah akan mengalami penurunan laba karena tidak dapat membiayai kegiatan investasinya jika terus menerus membayar dividen. Karenanya investor memahami sinyal yang diberikan perusahaan melalui pembagian dividen, investor akan memberikan penilaian yang lebih bagi perusahaan yang membayar dividen yang tinggi Suhartini, 2009: 107. Teori signaling juga menunjukan bahwa dividen juga merupakanindikasi kepercayaan perusahaan terhadap profitabilitas sekarang dan masa depan Brav, Graham, Harvey, dan Michaely, 2005 karena dimulainya pembagian dividen menisyaratkan komitmen jangka panjang untuk pembayaran konsisten. Dua asumsi yang mendasari dividen sebagai sinyal. Pertama, manajemen perusahaanmerasa enggan untuk merubah kebijakan dividennya. Oleh karena itu, apabila terjadi kenaikan pembagian dividen yang dilakukan oleh manajemen, investor luar akan menganggap 24 sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek dimasa datang. Kedua, kedalam informasi yang dimiliki investor dan manajemen berbeda. Manajemen biasanya memiliki informasi yang lebih mendalam tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, dapat dikatakn bahwa dividendsignaling theory berdasarkan pada asimsi bahwa dividen diperlukan untuk memberikan informasi positif dari manajer yang mempunyai informasi lengkap tentang kondisi perusahaan yang sesungguhnya kepada investor akan informasi tentang kondisi perusahaan. b. Macam – macam kebijakan deviden Berbagai macam kebijakan deviden menurut Dewi Astuti: 2004 adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan deviden biasa tetap Pada kebijakan deviden biasa atau regular devidend policy, perusahaan membayar deviden per lembar saham dalam jumlah rupiah yang tetap setiap periode. Kebijakan ini meniadakan keragu-raguan pemegang saham investor sekaligus menginformasikan bahwa perusahaan dalam keadaan baik dan lancar. Dengan kebijakan ini pembayaran deviden per lembar saham hampir tidak pernah turun. 2. Kebijakan deviden dengan persentase tetap pembayaran deviden tunai. Kebijakan ini dikenal dengan nama constan-payout- ratiodevidend policy. Dengan kebijakan ini perusahaan kurang dapat memperkirakan jumlah pembayaran deviden yang akan dilakukan 25 setiap periode. Jumlah pembayaran deviden dengan persentase tetap dari EPS akan mempengaruhi posisi harga saham di pasar. Pada saat laba menurun maka pembayaran deviden juga menurun dan hal ini akan menyebabkan harga saham menurun juga. 3. Kebijakan deviden rendah plus ekstra Kebijakan ini dikenal dengan nama low-reguler-and-ekstra- devidend policy. Menurut kebijakan ini perusahaan membayar deviden tunai secara rutin setiap periode dalam jumlah yang tetap dan rendah, jika laba perusahaan periode yang bersangkutan sangat baik maka jumlah pembayaran regular biasa yang tetap ini menjamin kepastian bagi pemilik saham dan karena jumlahnya rendah, hal ini juga akan menentramkan perusahaan. Bila ada laba yang sangat bagus perusahaan akan membayarkan ekstra deviden bagi pemegang saham. Pembayaran ekstra ini akan disambut baik oleh pasar dan akan menaikkan harga saham. c. Devidend payout ratio DPR Menurut Bambang Riyanto 2001: 266devidend payout ratio DPR adalah persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai “Cash devidend”. Deviden hanya dapat dibayarkan jika saldo laba ditahan positif. Jadi, walaupun dalam tahun berjalan diperoleh laba, suatu perusahaan tidak boleh membagikan deviden jika saldo laba ditahan pada akhir tahun masih negatif. Devidend payout ratio merupakan antara devidend per 26 share DPS dengan earning per share EPS.Devidend payout ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus deviden tunai perlembar dibagi dengan laba perlembar saham Dewi Astuti:2004. Devidend payout ratio merupakan perbandingan antara DPS dengan DPR, jadi perspektif yang dilihat adalah pertumbuhandevidend per share DPS terhadap pertumbuhan earning per share EPS. d. Faktor – faktor yang mempengaruhi pembayaran deviden Menurut Bambang Riyanto 2001: 267-268 faktor-faktor yang mempengaruhi pembayaran deviden perusahaan dapat disebutkan antara lain sebagai berikut: 1. Posisi likuiditas perusahaan Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya deviden yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena deviden merupakan “cash outflow ”, maka makin kuatnya posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuannya untuk membayar deviden. 2. Kebutuhan dana untuk membayar utang Apabila suatu perusahaan akan memperoleh utang baru atau menjual obligasi baru untuk membiayai perluasan perusahaan, sebelumnya sudah harus direncanakan bagaimana caranya untuk membayar kembali utang tersebut. Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan utangnya akan dikembalikan dari laba ditahan, berarti 27 perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning yang dapat dibayarkan sebagai deviden, dengan kata lain perusahaan harus menetapkandevidend payot ratio yang rendah. 3. Tingkat pertumbuhan perusahaan Makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Makin besar kebutuhan akan dana untuk waktu mendatang dalam membiayai pertumbuhannya, perusahaan tersebut biasanya lebih senang untuk menahan “earning”nya daripada dibayarkan sebagai deviden kepada para pemegang saham dengan mengingat batasan- batasan biayanya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa makin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan makin besar dana yang dibutuhkan, makin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan, makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam perusahaan, yang berarti makin rendahdevidend payout ratio. 4. Pengawasan terhadap perusahaan Perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan pengawasan dari kelompok dominan di dalam 28 perusahaan. Demikian pula kalau membiayai ekspansi dengan utang akan memperbesar resiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan pengawasan terhadap perusahaan, berarti mengurangidevidend payout ratio.

C. Rasio Likuiditas

Darsono Prawironegoro 2009: 55 menyatakan bahwa likuiditas ialah kemampuan perusahaan memenuhi semua kewajibannya yang jatuh tempo.Kemampuan itu dapat diwujudkan apabila jumlah harta lancar lebih besar daripada jumlah hutang lancar. Kasmir 2009: 132, menyebutkan bahwa tujuan dan manfaat dari rasio Likuidtas antara slain: 1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau hutang yang segara jatuh tempo pada saat ditagih. 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. 3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan. 4. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan hutang. 5. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini. 29 Maka dari itu, perusahaan yang liquid adalah perusahaan yang mampu memenuhi semua kewajibannya yang jatuh tempo dan perusahaan yang tidak liquid adalah perusahaan yang tidak mampu untuk memenuhi semua kewajibannya yang jatuh tempo.Perusahaan yang tidak liquid akan kehilangan kepercayaan dari pihak luar terutama pihak kreditur dan pemasok dan dana dari pihak dalam yaitu karyawannya. Irham Fahmi 2011: 59 menyebutkan terdapat dua indikator untuk mengukur likuiditas yang umum digunakan, yaitu current ratio rasio lancar dan quick ratio rasio cepat. Current ratio adalah hasil perbandingan antara asset lancar dengan hutang lancar.Rasio lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan margin of safety suatu perusahaan, sesuai dengan pembahasan tersebut maka rumus pengukuran current ratio yaitu aktiva lancar dibagi utang lancar.Sedangkan quick ratio merupakan hasil perbandingan antara asset lancar setelah dikurangi persediaan dengan hutang lancar.

D. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Berikut ini beberapa jenis – jenis rasio aktivitas yaitu Kasmir, 2009: 172: 1. Receivable Turn Over Perputaran piutang receivable turn over merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa dalam penagihan piutang selama satu 30 periode.Perhitungan untuk mencari receivable turn over adalah penjualan kredit dibagi dengan piutang. 2. Inventory Turn Over Perputaran persediaan inventory turn over merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan inventory ini berputar dalam suatu periode. 3. Fixed Assets Turn Over fixed assets turn over merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Rumus untuk mencari fixed assets turn over ialah penjualan dibagi dengan total asset tetap. 4. Total Assets Turn Over Total assets turn over TATO merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva. Sesuai dengan pembahasan diatas, maka rumus TATO yang digunakan adalah penujualan dibagi dengan total aktiva. Namun dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk mengukur aktivitas adalah Total Asset Turn Overdan Inventory Turn Over.

E. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas terdiri atas dua jenis rasio yang menunjukan profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukan profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi. Bersama – sam rasio ini akan 31 menunjukan efektivitas operasional keseluruhan perusahaan Horne dan John,1998:222. Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan neraca dan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi, tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan Warsono,2003:37. Profitabilitas juga merupakan indikator dari keberhasilan operasi perusahaan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula. Rasio profitabilitas digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau seberapa efektif pengelolaan perusahaan oleh manajemen. Rasio ini menggambarkan tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan oleh manajemen, karenannya hal ini akan sangat diperhatikan oleh pemilik perusahaan. Dalam mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam mengelola perusahaan ada empat jenis rasio profitabilitas yang sering digunakan yaitu: Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Net Profit Margin, dan Return on Investment, Irham Fahmi, 2011:68.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH LIKUIDITAS, AKTIVITAS DAN PROFITABILITAS PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index)

0 5 22

ANALISIS PENGARUH LIKUIDITAS, LEVERAGE, PROFITABILITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP RETURN SAHAM (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII))

0 12 23

Analisis pengaruh likuiditas, Solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas terhadap kebijakan pembayaran dividen pada perusahaan Jakarta Islamic Index

3 43 131

Pengaruh Struktur Modal, Kinerja Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) (Studi Empiris pada Perusahaan yang terdaftar di JII Periode 2008-2011)

1 4 112

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS DAN NILAI PERUSAHAAN TERHADAP KEMUNGKINAN PERUSAHAAN MELAKUKAN PRAKTIK PERATAAN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar dalam Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015)

0 11 97

PENGARUH STRUKTUR MODAL, PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN DAN KEBIJAKAN DEVIDEN Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan Dan Kebijakan Deviden Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa

0 7 18

PENGARUH STRUKTUR MODAL, PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN DAN KEBIJAKAN DEVIDEN Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan Dan Kebijakan Deviden Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa

0 4 16

ANALISIS RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, AKTIVITAS DAN SOLVABILITAS TERHADAP DEVIDEN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2007).

0 0 7

PENGARUH PROFITABILITAS DAN LIKUIDITAS TERHADAP STRUKTUR MODAL DAN KEBIJAKAN DIVIDEN YANG TERDAFTAR DI JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) PERIODE 2010-2014

0 0 18

2. Bursa Efek Indonesia - ANALISIS PENGARUH LIKUIDITAS DAN PROFITABILITAS TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN )STUDI PADA PERUSAHAAN DALAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) TAHUN 2009-2014) - STAIN Kudus Repository

0 0 16