Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
2 Masalah manajemen laba merupakan masalah keagenan agency theory
yang seringkali dipicu oleh adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemilik pemegang saham dengan pengelola manajemen
perusahaan. Lebih jauh lagi, manajemen sebagai pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih cepat, lebih banyak, dan lebih
valid daripada pemegang saham information asymmetry sehingga memungkinkan manajemen melakukan praktik akuntansi dengan berorientasi
pada angka laba, yang dapat menciptakan kesan prestasi tertentu. Menurut Midiastuty dan Machfoedz 2003 agency theory memberikan
gambaran bahwa masalah manajemen laba dapat dieliminasi dengan pengawasan sendiri melalui good corporate governance. Bahwa praktik
manajemen laba yang dilakukan oleh manajer dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring untuk menyeleraskan alignment
ketidaksejajaran kepentingan pemilik dan manajemen, yaitu: pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen managerial
ownership ; kedua, dengan kepemilikan saham oleh investor institusional,
dengan pertimbangan bahwa mereka dapat dianggap sebagai sophisticated investor
yang tidak dengan mudah bisa “dibodohi” oleh tindakan manajer; dan ketiga, melalui peran monitoring yang dilakukan oleh dewan direksi board of
directors .
Midiastuty dan Macfoedz 2003, mengemukakan mekanisme corporate governace
meliputi mekanisme internal, seperti adanya struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif, dan mekanisme eksternal,
3 seperti pasar untuk control perusahaan, kepemilikan institusional, dan tingkat
perencanaan dan hutang debt financing. Kepemilikan manajerial menunjukkan adanya peran ganda seorang manajer, yakni manajer bertindak
juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang manajer sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau bahkan
kebangkrutan. Kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer atau sebagai pemegang saham.
Keberadaan Komisaris Independen adalah sangat diperlukan. Secara langsung keberadaan komisaris independen menjadi penting, karena didalam
praktek sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang saham publik pemegang saham
minoritas serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat di dalam pembiayaan usahanya. Semua
komisaris pada hakekatnya harus bersikap independen dan diharapkan mampu melaksanakan tugasnya secara independen, semata-mata untuk kepentingan
perusahaan, terlepas dari pengaruh berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang dapat berbenturan dengan kepentingan pihak lain.
Untuk lebih dapat mencapai good corporate governance, selain kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan dewan direksi, peranan
komite audit juga diperlukan untuk lebih meningkatkan lagi kualitas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan sesuai dengan tugas-
tugasnya. Hal ini seperti diungkap penelitian Wedari 2004 yang menemukan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh dengan arah negatif secara
4 signifikan dengan aktifitas manajemen laba, sehingga dapat disimpulkan
bahwa keberadaan komite audit mampu mengurangi aktivitas manajemen laba. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber
penyalahgunaan informasi yang merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Baik perusahaan publik maupun non publik melakukan pelanggaran yang
melibatkan persoalan laporan keuangan. Salah satu informasi yang terdapat dalam laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Kasus
manajemen laba telah banyak terjadi di sejumlah perusahaan, seperti Enron Corporation, Xerox Corporation, WordCom, Walt Disney Company, dan
lainnya. Enron Corporation terbukti melakukan manipulasi laba, yaitu eksekutif Enron melalui lembaga auditornya sehingga dapat mendongkrak laba
mendekati USD 1 miliar. Padahal, eksekutif Enron hanya menikmati angka semu yang sebetulnya laba tersebut tidak pernah mereka dapatkan. Xerox
Corporation terbukti melakukan manipulasi pendapatan akuntansi, yaitu melakukan manipulasi pembukuan atas pendapatan perusahaan sebesar USD 6
miliar. Jumlah tersebut tidak sama dengan taksiran Securities and Exchange Commision
SEC yang saat itu nilainya dari tahun 1997 sampai 2000 menurut pengawas pasar modal AS diperkirakan hanya sebesar USD 3 milliar.
WordCom terbukti melakukan manipulasi pengeluaran akuntansi, yaitu melakukan manipulasi pembukuan senilai USD 4 miliar pada sisi pengeluaran.
Skandal ini diduga melibatkan KAP Arthur Andersen. Walt Disney Company terbukti telah melakukan manipulasi pendapatan akuntansi, yaitu melakukan
manipulasi data akuntansi untuk dua tahun fiskal. Menurut Disney, pendapatan
5 pada tahun 2001 adalah USD 613 juta, atau 29 sen per lembar saham, padahal
sesungguhnya hanya sebesar USD 358 juta atau 17 sen per lembar saham. Berbagai kasus umumnya dilakukan dengan cara bekerja sama dengan pihak-
pihak lain seperti KAP, pejabat tinggi negara, supplier, dan pihak lainnya yang mempunyai hubungan keuangan dengan perusahaan. Misalnya kasus
WordCom di atas yang bekerjasama dengan KAP Arthur Anderson telah merekayasa laporan keuangan untuk menutup kerugiannya dengan cara
memanipulasi keuntungan perusahaan menjadi lebih besar. Yang mengakibatkan laba yang dihasilkan terlihat lebih besar dari hasil yang
sesungguhnya. Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan, yang diukur dengan dasar akrual. Informasi laba merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan
sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Menurut PSAK Nomor 1 informasi laba diperlukan untuk menilai
perubahan potensi sumberdaya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk
perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya IAI, 2009. Laba di gunakan sebagai alat untuk
mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian pihak-pihak tertentu, terutama dalam menaksir
kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, serta dapat dipergunakan untuk
6 memperkirakan prospeknya di masa depan. Pengelolaan laba yang dilakukan
perusahaan dapat bersifat efisien meningkatkan keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan informasi privat dan dapat bersifat oportunis
manajemen melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya. Apabila pengelolaan laba bersifat oportunis, maka
informasi laba tersebut dapat menyebabkan pengambilan keputusan investasi
yang salah bagi investor.
Fenomena ini menunjukkan bahwa terjadinya skandal keuangan merupakan kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi
para pengguna laporan. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan,
sehingga, laba yang diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Laba yang tidak
menunjukan informasi sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Earnings Management manajemen
laba telah dikenal dampak negatifnya dalam praktek di dunia bisnis. Salah satu penyebab terjadinya skandal kegagalan laporan keuangan untuk
memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan ialah terdapatnya tata kelola perusahaan yang buruk poor corporate governance. Dalam kondisi
seperti ini maka good corporate governance bagi pihak di luar korporat menjadi bagian penting pada unsur penilaian suatu korporat. Mekanisme
corporate governance memiliki kemampuan dalam kaitannya menghasilkan
suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba, Boediono
7 2005. Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Koordinator
Bidang Ekonomi Keuangan dan Industri Nomor Kep-10M.EKUIN081999 tanggal 19 Agustus 1999 tidak ketinggalan membenahi aspek good corporate
governance dengan membentuk lembaga pengatur good corporate governance
yang disebut Komisi Nasional mengenai Corporate Governance atau National Committee for Corporate Governance NCCG
. Forum for Corporate Governance in Indonesia
FCGI merumuskan tujuan dari corporate governance
adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan stakeholders.
Asas good corporate governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan
kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha sustainability perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan stakeholders.
Dalam lingkup internal perusahaan, pengembangan dan penerapan good corporate governance
menjadi tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris. Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka corporate governanace
merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi dan ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan,
dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate governance
juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan
teknik monitoring kinerja Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004. Laporan keuangan yang dapat diandalkan, selain telah diaudit oleh
auditor juga harus ada pencegahan yang dilakukan oleh perusahaan. Salah satu
8 bentuknya adalah pembentukan komite audit oleh dewan direksi sebagai pihak
pertama yang mencegah terjadinya kecurangan. Komite audit juga harus independen, dimulai dengan dipersyaratkannya
komisaris independen sebagai ketua komite audit. Seorang komisaris independen sebagai wakil dari pemegang saham minoritas dapat diharapkan
untuk bersikap independen terhadap kepentingan pemegang saham mayoritas. Anggota komite audit yang lainnya pun harus benar-benar independen
terhadap perusahaan, dalam arti mereka tidak memiliki hubungan bisnis apapun dengan perusahaan, dan tidak memiliki hubungan kekeluargaan
apapun dengan direksi dan komisaris perusahaan. Nama anggota komite audit harus diumumkan ke publik sehingga terjadi kontrol sosial terhadap
independensinya. Komite audit harus transparan, dimulai dengan keharusan adanya audit
charter dan agenda program kerja tahunan tertulis dari komite audit yang
kemudian didukung dengan adanya rapat komite audit yang teratur dan selalu menghasilkan risalah rapat tertulis. Komite audit harus menyiapkan laporan
tertulis kepada komisaris tentang pencapaian tugas-tugas mereka selama periode penugasan, dan disarankan laporan tersebut tertuang di laporan
tahunan perusahaan untuk konsumsi publik, terutama hal-hal yang menyangkut identifikasi dan penanganan resiko yang penting bagi perusahaan.
Selain itu, komite audit harus komunikatif terutama dengan auditor eksternal dan pihak auditor internal, sehingga mereka memiliki jalur cepat
dalam mengkomunikasikan hal-hal yang signifikan perlu diketahui oleh
9 komite audit, terutama dalam hal-hal terjadinya penyimpangan yang kritis di
perusahaan. Berikut ini beberapa penelitian sebelumnya, penelitian Cornett 2006
dengan objek penelitian pada perusahaan go public di Indonesia dan menggunakan indikator corporate governance yaitu; kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Dalam penelitian Warfield 1995 dalam Darmawati 2003 menemukan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accruals
sebagai ukuran manajemen laba dan berhubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan kandungan informasi laba. Sedangkan penelitian
Gabrielsen 1997 dalam Herawaty 2008 menemukan hasil yang positif tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dengan manajemen laba serta
menemukan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan kualitas laba.
Menurut penelitian Chtourou 2001 dalam Ujiyantho dan Pramuka 2007 menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berhubungan negatif
dengan manajemen laba. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Beasley 1996, Yermarck 1996, dan Jensen 1993 dalam Ujiyantho dan Pramuka
2007 dimana semakin besar ukuran dewan komisaris maka semakin besar kemungkinan kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Menurut Jian 2002, kualitas audit yang tinggi yang dilihat dari ukuran auditor dan spesialisasi industri berhubungan dengan kurangnya earnings
10 management
. Sedangkan menurut Widyaningdyah 2001, earnings management
untuk perusahaan yang go public cenderung dilakukan pada prospektus laporan keuangan perusahaan sebelum initial public offering IPO
agar investor tertarik menanamkan modalnya. Menurut Klein 2002 dalam Ujiyantho dan Pramuka 2007 komite audit
yang independen mempunyai hubungan negatif terhadap earnings management
. Sedangkan menurut Xie 2001 dalam Nasution dan Setiawan 2007 pertemuan rutin komite audit, komite audit yang independen dan
ukuran komite audit mempunyai hubungan yang negatif terhadap earnings management
. Selain itu menurut Bachtiar dan Veronica 2005 kualitas audit dan keberadaan komite audit berhubunggan negatif terhadap earnings
management .
Menurut Meutia 2004, kualitas audit berhubungan negatif dengan discretionary accrual
earnings management. Hal itu dapat dilihat dari perusahaan yang diaudit oleh KAP big 5 memiliki discretionary accrual yang
lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit bukan dari KAP big 5
. Itu berarti KAP big 5 lebih berkualitas dalam mendeteksi earnings management
dalam suatu perusahaan. Menurut Fello 2003 dalam Suhadi 2007 expertise komite audit
mempunyai hubungan positif terhadap kualitas laporan keuangan. Itu berarti expertise
komite audit dapat menghambat terjadinya earnings management. Menurut Carcello 2006, Lobo 2001 dalam Suhadi 2007 expertise
anggota komite dibidang keuangan dapat mengurangi terjadinya earnings
11 management
dan kualitas pengungkapan mempunyai hubungan yang negatif terhadap earnings management.
Dari penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka peneliti
menggunakan good corporate governance sebagai variabel independen. Adapun good corporat governance terdiri dari 4 variabel independen yaitu
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah anggota komite audit dan keahlian komite audit. Sedangkan variabel
dependennya ialah manajemen laba. Perbedaan dengan penelitian terdahulu ialah terletak pada objek penelitian, peneliti terdahulu melakukan penelitian di
Industri Perbankan Indonesia, sedangkan penelitian ini dilakukan di perusahaan manufaktur sektor industri dan kimia.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan judul:
“Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Jumlah Komite Audit, dan Keahlian Komite Audit
Terhadap Manajemen Laba” B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah pokok yang hendak dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apakah mekanisme kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit berpengaruh
terhadap manajemen laba suatu perusahan?
12 2. Variabel manakah yang paling dominan terhadap manajemen laba suatu
perusahaan?