Pengaruh kepemilikan manajerial, proporsi Dewan Komisaris Independen, jumlah Komite Audit, dan keahlian Komite Audit terhadap manajemen laba

(1)

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN, JUMLAH KOMITE AUDIT, DAN KEAHLIAN KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi

Oleh: Budi Susilo NIM: 105082002747

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN, JUMLAH KOMITE AUDIT, DAN KEAHLIAN

KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat

Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Budi Susilo NIM : 105082002747

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I

Prof. Dr. Ahmad Rodoni NIP. 19690203200112 1 003

Pembimbing II

Reskino, SE, AK, M.Si NIP. 19740928200801 2 004

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Hari ini Jum’at Tanggal 5 Maret Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan ujian komprehensif atas nama Budi Susilo NIM : 105082002747 dengan judul ”PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN, JUMLAH KOMITE AUDIT, DAN KEAHLIAN KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA” Memperhatikan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 5 Maret 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Dr. Amilin, SE.,Ak.,M.Si Reskino, SE., Ak., M.Si Penguji II Penguji III

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Penguji I


(4)

Hari ini Jumat Tanggal 11 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Budi Susilo NIM: 105082002747 dengan judul Skripsi “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Jumlah Komite Audit, dan Keahlian Komite Audit Terhadap Manajemen Laba”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 Juni 2010

Tim Penguji Skripsi

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Reskino, SE., Ak., M.Si.

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si


(5)

(6)

iii ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit terhadap manajemen laba. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang industri dasar kimia yang terdaftar di Indonesia.

Jumlah sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 32 perusahaan. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposivesampling/judgement sampling, sedangkan metode analisis data menggunakan metode analisis regresi berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keahlian komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan melalui kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan jumlah komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba.

Kata Kunci: kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, keahlian komite audit, manajemen laba


(7)

ii ABSTRACT

The aim of this research is to analize the influence of managerial owning, the propotion of independent’s board of directors, the quantity of audit’s commitee, and the skill of audit’s commitee about profit management. The object of this research is Manufacture company that move in chemistry industrial foundation that registered in Indonesia.

The quantity of sample the research is 32 companies. The method of taking the sample uses purposivesampling/judgement sampling method and data’s analysis method uses analytical method of doubled regression.

The result of this research tells that, the skill of audit’s commitee is not influence to profit management, but from managerial owning, the propotion of independent’s board of directors, the quantity of audit’s commitee are influence to profit management.

Keyword: Managerial owning, The propotion of independent’s board of directors, The quantity of audit’s commitee, The skill of audit’s commitee, Profit management


(8)

iv

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya yang begitu banyak dan tiada henti-hentinya kepada hamba-nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Sang Teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat untuk memenuhi syarat-syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi, dan atas izin dari Allah Tuhan Semesta alam, penulis telah menyelesaikan skripsi ini. Dalam realisasinya, penulis sadar sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas kekuatan yang telah Allah SWT anugerahkan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Kedua Orang tua tercinta Ayah & Ibu terima kasih untuk semua doa dan harapannya serta bantuan moral maupun material yang telah diberikan selama ini.

2. Adikku Dwi Astuti terimakasih atas doa dan support yang telah diberikan. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu

Sosial terima kasih atas bantuan yang telah diberikan.

4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni Dosen Pembimbing 1, terima kasih atas kesabaran dan ketekunan bapak dalam membimbing saya menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Reskino, SE., MSi selaku Dosen Pembimbing 2, terima kasih atas bimbingan dan seluruh advice yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi terima kasih atas semua bantuan yang telah Bapak berikan.


(9)

v

7. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., Msi selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah Jakarta.

8. Seluruh Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. Tanpa kalian semua penulis tidak akan mendapatkan ilmu yang sangat berharga yang akan bermanfaat selamanya.

9. Untuk teman-teman ku tercinta yang tergabung dalam The Big Five: Eko, Amung (sandi), Lucky, Djabir (Imam), Lucky dan Miko. Terima kasih atas supportnya dan bantuan selama ini, perjuangan belum berakhir frenz. Kalian sahabat terbaik untuk sekarang dan seterusnya. Semoga Allah menjaga persahabatan kita dan memberikan yang terbaik bagi kita semua. Sukses untuk kita semua. Amin.

10.For The Dacosta Team: Bang Beser, Beni, Agin, Aat, Apik, Parwis, Ridwan, Syamsul, Fandi, Adi, Dunge, Amung, Penjol, Ello, Ryan, Irfan, Ridho, Soni, Reza, Riza, Q-Bleh, Ancha, Luthfi, Riz-Q, Ridwan, Syarif, Ican, Ribut, Lyon, Opung, Polo dll, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Thank’s untuk kalian semua. Ayo semangat.

11.Untuk teman-teman seperjuangan semasa kuliah, kompre dan skripsi: Zaenal, Tajiw (Tachjudin), Aji, Ropik, Ncuy (Erawan), Malik, Fandi, Amung, Opie (yang sudah meminjamkan buku), Ai, zillah, Dinda, Heri. Terima kasih untuk kalian semua.

12.Anak-anak Akun E 2005!!! Hayo SemangaT!!! kalian adalah teman-teman yang terbaik!!! Dan juga anak-anak Klaz Audit_B walaupun hanya setahun tapi tetap menyenangkan.

13.Anak-anak Futsal The Condors (we’re brothers): Lucky, Eko, Amung, Yorin, Batara, Miko, Djabir, D’cool, Sobul, Syamsul, Fatwa, Q-tink, Alwin, Dayat, Ade Gendut, Ade kramat, Menir, Ganyonk, Agam dll, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih buat kebersamaan kita, sukses terus untuk kita semua.

14.Temen-temen rumah: Omponk (Ari), Echa, Eko, Prapti, Esti, Ilenk, Risal, Turah, Dapit, Angga, Yanti, Uti, Danang. Kalian semua adalah motivasi, terimakasih buat semuanya.


(10)

v i

15.Dan semua orang serta pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan konstruktif dari berbagai pihak agar dapat lebih memberikan manfaat dikemudian hari. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya. Amin..

Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 11 Juni 2010

Budi Susilo 105082002747


(11)

DAFTAR ISI

Daftar Riwayat Hidup ... i

Abstract ... ii

Abstrak ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar... xi

Daftar Lampiran ... xii

Bab I: Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

Bab II: Tinjauan Pustaka... 13

A. Good CorporateGovernance ... 13

1. Definisi Good Corporate Governance ... 13

2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance... 17

3. Tujuan Good Corporate Governance ... 23

4. Manfaat Good Corporate Governance ... 24

B. Kepemilikan Manajerial ... 25

C. Dewan Komisaris Independen ... 27

1. Definisi Dewan Komisaris Independen ... 27

2. Tugas Dewan Komisaris Independen... 28

3. Kriteria Formal Dewan Komisaris Independen ... 30

D. Komite Audit ... 32

1. Definisi Komite Audit ... 32

2. Tujuan Dan Manfaat Komite Audit ... 33


(12)

3. Tugas Dan Tanggung Jawab Komite Audit ... 34

4. Kualifikasi Anggota Komite Audit ... 35

E. Manajemen Laba ... 37

1. Definisi Manajemen Laba ... 37

2. Tujuan Manajemen Laba ... 39

F. Keterkaitan Antar Variabel ... 41

1. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Manajemen Laba ... 41

2. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Manajemen Laba ... 42

3. Pengaruh Jumlah Komite Audit Terhadap Manajemen Laba ... 43

4. Pengaruh Keahlian Komite Audit Terhadap Manajemen Laba ... 44

5. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Jumlah Komite Audit, dan Keahlian Komite Audit Terhadap Manajemen Laba ... 45

G. Kerangka Pemikiran ... 46

H. Penelitian Terdahulu ... 47

Bab III: Metodologi Penelitian ... 51

A. Populasi dan Sampel ... 51

B. Metode Pengumpulan Data ... 51

C. Definisi Operasioanal Variabel Dan Penelitiannya ... 52

1. Kepemilikan Manajerial ... 52

2. Proporsi Dewan Komisaris Independen ... 53

3. Jumlah Komite Audit ... 53

4. Keahlian Komite Audit ... 54

5. Manajemen Laba ... 54

D. Metode Analisis ... 57

1. Uji Asumsi Klasik ... 57


(13)

ix

a. Uji Multikolinearitas ... 57

b. Uji heteroskedastisitas ... 57

c. Uji Normalitas ... 58

2. Model Pengujian regresi ... 58

3. Uji Hipotesis ... 59

a. Uji Adjusted R (Koefisien Determinasi)... 59

b. Uji Statistik F ... 60

c. Uji Statistik t ... 60

Bab IV: Analisis dan Pembahasan ... 61

A. Gambaran Umum Obyek Peneltian ... 61

B. Deskripsi variabel Penelitian ... 62

1. Statistik Deskriptif ... 62

2. Statistik Frekuensi ... 65

C. Analisis Dan Pembahasan ... 66

1. Uji Asumsi Klasik ... 66

a. Uji Multikolonieritas ... 66

b. Uji Heteroskedastisitas ... 67

c. Uji Normalitas ... 68

2. Uji Hipotesis ... 70

a. Uji Koefisien Determinasi ... 70

b. Uji Statistik F ... 71

c. Uji Statistik t ... 73

Bab V: Kesimpulan dan Implikasi ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Implikasi Ke Depan ... 81

C. Keterbatasan Penelitian... 82

D. Saran... 83


(14)

x

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 47

3.1 Operasional Variabel ... 56

4.1 Rincian Sampel Penelitian ... 61

4.2 Daftar Nama Perusahaan ... 61

4.3 Statistik Deskriptif ... 63

4.4 Statistik frekuensi ... 65

4.5 Uji Multikolineritas ... 67

4.6 Uji Koefisian Determinasi ... 70

4.7 Uji Statistik F ... 72

4.8 Uji Statistik T ... 73


(15)

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Model Penelitian ... 46

4.1 Scatterplot ... 68

4.2 Normal Plot ... 69


(16)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Nama Perusahaan

Lampiran 2: Data Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Jumlah Komite Audit, Keahlian Komite Audit

Lampiran 3: Olahan Manajemen Laba

Lampiran 4: Statistik Deskriptif Dan Frekuensi Lampiran 5: Hasil Uji Regresi


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan

kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan

menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan

kepada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi

tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan tranparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak. Menurut Alijoyo dalam Nasution dan Setiawan (2007), bukti menunjukan lemahnya praktik corporate governance di Indonesia mengarah pada diefisiensi pembuatan keputusan dalam perusahaan dan tindakan perusahaan.

Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi

pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return

atas investasinya dengan benar. Corporate governance juga membantu

menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di sektor korporat. Corporate governance dapat didefinisikan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara pemegang saham,

manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholder internal dan


(18)

2 Masalah manajemen laba merupakan masalah keagenan (agency theory) yang seringkali dipicu oleh adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemilik (pemegang saham) dengan pengelola (manajemen) perusahaan. Lebih jauh lagi, manajemen sebagai pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih cepat, lebih banyak, dan lebih

valid daripada pemegang saham (information asymmetry) sehingga

memungkinkan manajemen melakukan praktik akuntansi dengan berorientasi pada angka laba, yang dapat menciptakan kesan (prestasi) tertentu.

Menurut Midiastuty dan Machfoedz (2003) agency theory memberikan gambaran bahwa masalah manajemen laba dapat dieliminasi dengan

pengawasan sendiri melalui good corporate governance. Bahwa praktik

manajemen laba yang dilakukan oleh manajer dapat diminimumkan melalui

suatu mekanisme monitoring untuk menyeleraskan (alignment)

ketidaksejajaran kepentingan pemilik dan manajemen, yaitu: pertama, dengan

memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial

ownership); kedua, dengan kepemilikan saham oleh investor institusional,

dengan pertimbangan bahwa mereka dapat dianggap sebagai sophisticated

investor yang tidak dengan mudah bisa “dibodohi” oleh tindakan manajer; dan ketiga, melalui peran monitoring yang dilakukan oleh dewan direksi (board of directors).

Midiastuty dan Macfoedz (2003), mengemukakan mekanisme corporate governace meliputi mekanisme internal, seperti adanya struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif, dan mekanisme eksternal,


(19)

3 seperti pasar untuk control perusahaan, kepemilikan institusional, dan tingkat

perencanaan dan hutang (debt financing). Kepemilikan manajerial

menunjukkan adanya peran ganda seorang manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang manajer sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer atau sebagai pemegang saham.

Keberadaan Komisaris Independen adalah sangat diperlukan. Secara langsung keberadaan komisaris independen menjadi penting, karena didalam praktek sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas) serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat di dalam pembiayaan usahanya. Semua komisaris pada hakekatnya harus bersikap independen dan diharapkan mampu melaksanakan tugasnya secara independen, semata-mata untuk kepentingan perusahaan, terlepas dari pengaruh berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang dapat berbenturan dengan kepentingan pihak lain.

Untuk lebih dapat mencapai good corporate governance, selain

kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan dewan direksi, peranan komite audit juga diperlukan untuk lebih meningkatkan lagi kualitas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan sesuai dengan tugas-tugasnya. Hal ini seperti diungkap penelitian Wedari (2004) yang menemukan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh dengan arah negatif secara


(20)

4 signifikan dengan aktifitas manajemen laba, sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan komite audit mampu mengurangi aktivitas manajemen laba. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber penyalahgunaan informasi yang merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Baik perusahaan publik maupun non publik melakukan pelanggaran yang melibatkan persoalan laporan keuangan. Salah satu informasi yang terdapat dalam laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Kasus manajemen laba telah banyak terjadi di sejumlah perusahaan, seperti Enron Corporation, Xerox Corporation, WordCom, Walt Disney Company, dan lainnya. Enron Corporation terbukti melakukan manipulasi laba, yaitu eksekutif Enron melalui lembaga auditornya sehingga dapat mendongkrak laba mendekati USD 1 miliar. Padahal, eksekutif Enron hanya menikmati angka semu yang sebetulnya laba tersebut tidak pernah mereka dapatkan. Xerox Corporation terbukti melakukan manipulasi pendapatan akuntansi, yaitu melakukan manipulasi pembukuan atas pendapatan perusahaan sebesar USD 6

miliar. Jumlah tersebut tidak sama dengan taksiran Securities and Exchange

Commision (SEC) yang saat itu nilainya dari tahun 1997 sampai 2000 menurut pengawas pasar modal AS diperkirakan hanya sebesar USD 3 milliar. WordCom terbukti melakukan manipulasi pengeluaran akuntansi, yaitu melakukan manipulasi pembukuan senilai USD 4 miliar pada sisi pengeluaran. Skandal ini diduga melibatkan KAP Arthur Andersen. Walt Disney Company terbukti telah melakukan manipulasi pendapatan akuntansi, yaitu melakukan manipulasi data akuntansi untuk dua tahun fiskal. Menurut Disney, pendapatan


(21)

5 pada tahun 2001 adalah USD 613 juta, atau 29 sen per lembar saham, padahal sesungguhnya hanya sebesar USD 358 juta atau 17 sen per lembar saham. Berbagai kasus umumnya dilakukan dengan cara bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti KAP, pejabat tinggi negara, supplier, dan pihak-pihak lainnya yang mempunyai hubungan keuangan dengan perusahaan. Misalnya kasus WordCom di atas yang bekerjasama dengan KAP Arthur Anderson telah merekayasa laporan keuangan untuk menutup kerugiannya dengan cara memanipulasi keuntungan perusahaan menjadi lebih besar. Yang mengakibatkan laba yang dihasilkan terlihat lebih besar dari hasil yang sesungguhnya.

Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan, yang diukur dengan dasar akrual. Informasi laba merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Menurut PSAK Nomor 1 informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumberdaya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI, 2009). Laba di gunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian pihak-pihak tertentu, terutama dalam menaksir kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, serta dapat dipergunakan untuk


(22)

6 memperkirakan prospeknya di masa depan. Pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan dapat bersifat efisien (meningkatkan keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan informasi privat) dan dapat bersifat oportunis (manajemen melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya). Apabila pengelolaan laba bersifat oportunis, maka informasi laba tersebut dapat menyebabkan pengambilan keputusan investasi yang salah bagi investor.

Fenomena ini menunjukkan bahwa terjadinya skandal keuangan merupakan kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan, sehingga, laba yang diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukan informasi sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat

menyesatkan pihak pengguna laporan. Earnings Management (manajemen

laba) telah dikenal dampak negatifnya dalam praktek di dunia bisnis.

Salah satu penyebab terjadinya skandal kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan ialah terdapatnya tata

kelola perusahaan yang buruk (poor corporate governance). Dalam kondisi

seperti ini maka good corporate governance bagi pihak di luar korporat

menjadi bagian penting pada unsur penilaian suatu korporat. Mekanisme

corporate governance memiliki kemampuan dalam kaitannya menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba, (Boediono


(23)

7 2005). Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Keuangan dan Industri Nomor Kep-10/M.EKUIN/08/1999

tanggal 19 Agustus 1999 tidak ketinggalan membenahi aspek good corporate

governance dengan membentuk lembaga pengatur good corporate governance

yang disebut Komisi Nasional mengenai Corporate Governance atau National

Committee for Corporate Governance (NCCG). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) merumuskan tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang

berkepentingan (stakeholders). Asas good corporate governance yaitu

transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).

Dalam lingkup internal perusahaan, pengembangan dan penerapan good

corporate governance menjadi tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris.

Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka corporate governanace

merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi dan ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan,

dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate

governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004).

Laporan keuangan yang dapat diandalkan, selain telah diaudit oleh auditor juga harus ada pencegahan yang dilakukan oleh perusahaan. Salah satu


(24)

8 bentuknya adalah pembentukan komite audit oleh dewan direksi sebagai pihak pertama yang mencegah terjadinya kecurangan.

Komite audit juga harus independen, dimulai dengan dipersyaratkannya komisaris independen sebagai ketua komite audit. Seorang komisaris independen sebagai wakil dari pemegang saham minoritas dapat diharapkan untuk bersikap independen terhadap kepentingan pemegang saham mayoritas. Anggota komite audit yang lainnya pun harus benar-benar independen terhadap perusahaan, dalam arti mereka tidak memiliki hubungan bisnis apapun dengan perusahaan, dan tidak memiliki hubungan kekeluargaan apapun dengan direksi dan komisaris perusahaan. Nama anggota komite audit harus diumumkan ke publik sehingga terjadi kontrol sosial terhadap independensinya.

Komite audit harus transparan, dimulai dengan keharusan adanya audit charter dan agenda program kerja tahunan tertulis dari komite audit yang kemudian didukung dengan adanya rapat komite audit yang teratur dan selalu menghasilkan risalah rapat tertulis. Komite audit harus menyiapkan laporan tertulis kepada komisaris tentang pencapaian tugas-tugas mereka selama periode penugasan, dan disarankan laporan tersebut tertuang di laporan tahunan perusahaan untuk konsumsi publik, terutama hal-hal yang menyangkut identifikasi dan penanganan resiko yang penting bagi perusahaan. Selain itu, komite audit harus komunikatif terutama dengan auditor eksternal dan pihak auditor internal, sehingga mereka memiliki jalur cepat dalam mengkomunikasikan hal-hal yang signifikan perlu diketahui oleh


(25)

9 komite audit, terutama dalam hal-hal terjadinya penyimpangan yang kritis di perusahaan.

Berikut ini beberapa penelitian sebelumnya, penelitian Cornett (2006)

dengan objek penelitian pada perusahaan go public di Indonesia dan

menggunakan indikator corporate governance yaitu; kepemilikan

institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen

dan ukurandewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

Dalam penelitian Warfield (1995) dalam Darmawati (2003) menemukan

hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accruals

sebagai ukuran manajemen laba dan berhubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan kandungan informasi laba. Sedangkan penelitian Gabrielsen (1997) dalam Herawaty (2008) menemukan hasil yang positif tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dengan manajemen laba serta menemukan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan kualitas laba.

Menurut penelitian Chtourou (2001) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berhubungan negatif dengan manajemen laba. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Beasley (1996), Yermarck (1996), dan Jensen (1993) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) dimana semakin besar ukuran dewan komisaris maka semakin besar kemungkinan kecurangan dalam pelaporan keuangan.

Menurut Jian (2002), kualitas audit yang tinggi yang dilihat dari ukuran


(26)

10

management. Sedangkan menurut Widyaningdyah (2001), earnings management untuk perusahaan yang go public cenderung dilakukan pada prospektus laporan keuangan perusahaan sebelum initial public offering (IPO) agar investor tertarik menanamkan modalnya.

Menurut Klein (2002) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) komite audit

yang independen mempunyai hubungan negatif terhadap earnings

management. Sedangkan menurut Xie (2001) dalam Nasution dan Setiawan (2007) pertemuan rutin komite audit, komite audit yang independen dan

ukuran komite audit mempunyai hubungan yang negatif terhadap earnings

management. Selain itu menurut Bachtiar dan Veronica (2005) kualitas audit

dan keberadaan komite audit berhubunggan negatif terhadap earnings

management.

Menurut Meutia (2004), kualitas audit berhubungan negatif dengan

discretionary accrual (earnings management). Hal itu dapat dilihat dari perusahaan yang diaudit oleh KAP big 5 memiliki discretionary accrual yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit bukan dari KAP

big 5. Itu berarti KAP big 5 lebih berkualitas dalam mendeteksi earnings management dalam suatu perusahaan.

Menurut Fello (2003) dalam Suhadi (2007) expertise komite audit mempunyai hubungan positif terhadap kualitas laporan keuangan. Itu berarti

expertise komite audit dapat menghambat terjadinya earnings management.

Menurut Carcello (2006), Lobo (2001) dalam Suhadi (2007) expertise


(27)

11

management dan kualitas pengungkapan mempunyai hubungan yang negatif terhadap earnings management.

Dari penelitian-penelitian sebelumnya tersebut, maka peneliti

menggunakan good corporate governance sebagai variabel independen.

Adapun good corporat governance terdiri dari 4 variabel independen yaitu

kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah anggota komite audit dan keahlian komite audit. Sedangkan variabel dependennya ialah manajemen laba. Perbedaan dengan penelitian terdahulu ialah terletak pada objek penelitian, peneliti terdahulu melakukan penelitian di Industri Perbankan Indonesia, sedangkan penelitian ini dilakukan di perusahaan manufaktur sektor industri dan kimia.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan judul:

“Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Jumlah Komite Audit, dan Keahlian Komite Audit Terhadap Manajemen Laba”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah pokok yang hendak dibahas adalah sebagai berikut: 1. Apakah mekanisme kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris

independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba suatu perusahan?


(28)

12 2. Variabel manakah yang paling dominan terhadap manajemen laba suatu

perusahaan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, antara lain:

1. Untuk menganalisa secara empiris pengaruh kepemilikan manajerial,

proporsi dewan komisaris independen, jumlah anggota komite audit, dan keahlian komite audit terhadap manajemen laba.

2. Untuk menganalisa secara empiris variabel independen yang paling

berpengaruh terhadap manajemen laba.

D. Manfaat Penelitiaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Memberikan bukti empiris apakah kepemilikan manajerial, proporsi

dewan komisaris independen, jumlah anggota komite audit dan keahlian komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba.

2. Bagi pihak yang berkepentingan lainnya, penelitian ini diharapkan dapat

digunakan sebagai informasi sesuai dengan kebutuhan.

3. Memberikan kontribusi ilmu akuntansi khususnya di bidang good

corporate governance.

4. Dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan ilmu

pengetahuan.

5. Dapat digunakan oleh para peneliti-peneliti berikutnya sebagai salah satu referensi dalam penelitiannya.


(29)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Good Corporate Governance

1. Definisi Good Corporate Governance

Istilah corporate governance untuk pertama kali diperkenalkan oleh

Cadbury Committee pada tahun 1992 dalam laporan yang kemudian yang dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik yang menentukan praktik corporate governance di seluruh dunia.

The Cadbury Committee dalam merumuskan corporate governance

adalah sistem yang dirancang untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Struktur corporate governance: menetapkan distribusi hak dan kewajiban diantara berbagai partisipan dalam perusahaan, seperti dewan

direksi dan komisaris, pemegang saham, dan stakeholders lainnya, dan

menetapkan berbagai aturan dan prosedur dalam membuat keputusan

mengenai perusahaan. Corporate governance juga memberikan struktur

dengan mana tujuan perusahaan ditetapkan, cara untuk mencapai tujuan dan memonitor kinerja.

Menurut Organization for Economic Corporation and Development

(OECD) dalam Tata Kelola Perusahaan Teori Dan Kasus (2008), corporate

governance adalah:

”Corporate Governance is the system by which business corporation are directed and controlled. The Corporate Governance structure specifies the distribution of right and responsbilities among different participant in the corporation such as the boards, manager, shareholders and other stakeholders and spells out the rules and procedures for making decision


(30)

14

on corporate affair. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance.”

Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep

117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002, corporate governance adalah:

“Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan Peraturan Perundangan dan nilai-nilai etika.”

Adapun pengertian lain yang dikeluarkan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Tata Kelola Perusahaan Teori Dan Kasus (2008), yaitu:

“Seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan kata hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi pihak pemegang kepentingan.”

Dari beberapa definisi yang dikutip diatas corporate governance

adalah sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai saham, sekaligus sebagai bentuk

perhatian kepada stakeholders. Good corporate governance menjaga

keseimbangan di antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat.

Tantangan dalam corporate governance adalah mencari cara untuk

memaksimumkan penciptaan kesejahteraan sedemikian rupa sehingga tidak membebankan ongkos yang tidak patut kepada pihak ketiga atau masyarakat luas.


(31)

15

Istilah corporate governance berbeda dengan good management.

Apabila good management diartikan sebagai pengelolaan yang baik maka

good corporate governance diartikan sebagai cara pengelolaan yang melibatkan hubungan dengan berbagai pihak untuk menentukan arah dan kinerja perusahaan.

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada

teori keagenan, diharapkan bisa befungsi sebagai alat untuk memberikan

keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas

dana yang talah mereka investasikan. Menurut Shleifer dan Vishny (1997)

dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) corporate governance berkaitan

dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manaajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer.

Midiastuty dan Machfoedz (2003) membagi mekanisme corporate governance menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Berupa internal mechanisms seperti (mekanisme internal) seperti

komposisi dewan direksi/komisaris, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif.

b. External mechanisms seperti pengendalian oleh pasar dan level debt financing.


(32)

16

Mekanisme corporate governance terbagi dua kelompok yaitu,

internal mechanisms dan external mechanisms. Yang akan diuji oleh peneliti disini adalah dari kelompok internal mechanisms, yaitu komposisi dewan direksi/komisaris (proporsi dewan komisaris independen),

kepemilikan manajerial. Dari kedua poin diatas, corporate governance

yang diterapkan dapat memberikan manfaat yaitu meminimalkan agency

cost dengan mengontrol konflik kepentingan yg mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen, dan meningkatkan citra perusahaan.

Dari latar belakang akademis, kebutuhan good corporate governance

timbul berkaitan dengan prinsip agency theory, yaitu untuk menghindari

konflik antara prinsipal dan agennya. Isu corporate governance itu sendiri muncul sejak diperkenalkannya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan.

Melihat perkembangan organisasi dan bisnis perusahaan, penerapan

prinsip good corporate governance ke seluruh aspek kegiatan perusahaan

sangat diperlukan. Hal ini disebabkan prinsip utama dari good corporate

governance adalah keadilan bagi seluruh pemegang saham, keterbukaan melalui laporan keuangan yang akurat dan informasi tepat waktu atas kinerja perusahaan. Manajemen yang akuntabel juga diharapkan melalui pengendalian yang efektif antara manajemen, pemegang saham, komisaris dan auditor dan tanggung jawab perusahaan sebagai bagian dari masyarakat untuk melaksanakan hukum dan bertindak atas kepentingan masyarakat.


(33)

17

2. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), asas good corporate governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).

a. Transparansi (Transparency)

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

1) Pedoman Pokok Pelaksanaan

a) Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.

b) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam


(34)

18

perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan good corporate governance serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.

c) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.

d) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

Perusahaan harus menyediakan informasi memadai yang mudah diakses, meliputi keseluruhan kegiatan perusahaan, baik kegiatan yang berkaitan dengan keuangan maupun non-keuangan perusahaan. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan semua informasi tersebut di informasikan dan di komunikasikan secara proporsional kepada pemangku kepentingan. b. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan danwajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku


(35)

19

kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

1) Pedoman Pokok Pelaksanaan

a) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.

b) Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan good corporate governance.

c) Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.

d) Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).

Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan, serta harus meyakini mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan


(36)

20

sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan dan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).

c. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

1) Pedoman Pokok Pelaksanaan

a) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).

b) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

Perusahaan harus mempunyai organ yang berpegang pada prinsip kehati-hatian dan patuh terhadap peraturan prundang-undangan yang


(37)

21

berlaku, serta harus melaksanakan tanggung jawab sosial antara lain dengan peduli terhadap masyarakat dan keselarasan lingkungan, terutama disekitar perusahaan,

d. Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas good corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

1) Pedoman Pokok Pelaksanaan

a) Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of

interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga

pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.

b) Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.

Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) serta harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai anggaran dasar dan peraturan


(38)

perundang-22

undangan, dan tidak saling melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.

e. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

1) Pedoman Pokok Pelaksanaan

a) Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.

b) Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.

c) Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.

Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk meberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan, dan memberikan perlakuan yang setara dan wajar sesuai dengan


(39)

23

manfaat dan kontribusi yang diberikan perusahaan, serta memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawa secara profesional.

Menurut peneliti setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas good corporate governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan.

3. Tujuan Good Corporate Governance

Menurut Sutojo dan Aldridge (2005), good corporate governance

mempunyai lima macam tujuan utama. Kelima tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham,

b. Melindungi hak dan kepentingan stakeholders non-pemegang saham,

c. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham,

d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau

Board of Directors dan manajemen perusahaan, dan

e. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen

senior perusahaan.

Tujuan pertama dan kedua good corporate governance adalah

melindungi hak dan kepentinga pemegang saham dan stake holders non-pemegang saham dar kecurangan baik dari komisaris dan dewan direksi.

Karena banyak penyalah gunaan stakeholders perusahaan-perusahaan

tersebut tidak terlindungi. Peningkatan nilai perusahaan antara lain ditandai oleh peningkatan nilai modal sendiri mereka. Modal sendiri adalah sumber


(40)

24 dana perusahaan yang dimiliki para pemegang saham. Ia terdiri dari modal yang disetor dan laba ditahan. Peningkatan jumlah modal sendiri dari tahun ke tahun dapat meningkatkan kepercayaan para investor dan kreditur untuk menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan serta dapat meningkatkan citra perusahaan dan para pemegang sahamnya dimata pelanggan, masyarakat, para penguasa, karyawan dan

perusahaa-perusahaan saingan. Dalam good corporate governance para anggota

dewan pengurus mempunyai motivasi tinggi dan untuk mempertimbangkan factor resiko dan manfaat terbaik bagi perusahaannya atas setiap keputusan penting yang akan mereka ambil.

4. Manfaat Good Corporate Governance

Banyak manfaat yang akan diperoleh apabila menerapkan good corporate governance. Menurut Tunggal dalam Tata Kelola Perusahaan Teori Dan Kasus (2008) manfaat good corporate governance, antara lain:

a. Perbaikan dalam komunikasi

b. Minimisasi potensial benturan c. Fokus pada strategi-strategi utama

d. Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi e. Kesinambungan manfaat (sustainable of benefits) f. Promosi citra korporat (corporate image)

g. Peningkatan kepuasaan pelanggan


(41)

25 Manfaat langsung yang dapat dirasakan perusahaan dengan

menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance adalah

meningkatnya produktifitas dan efisiensi usaha. Sementara pengamat lain

berpendapat bahwa dengan menerapkan good corporate governance,

kemampuan operasional perusahaan dan pertanggungjawaban kepada publik akan meningkat. Selain itu juga akan memperkecil praktik KKN dan konflik kepentingan.

Menurut peneliti manfaat optimal good corporate governance tidak sama dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain, karena perbedaan factor-faktor intern perusahaan, termasuk riwayat hidup perusahaan, jenis usaha bisnis, struktur permodalannya dan manajemennya, manfaat yang dapat diperoleh secara optimal oleh satu perusahaan belum tentu dapat diperoleh secara penuh oleh perusahaan yang lain.

B. Kepemilikan Manajerial

Menurut Sutojo dan Aldridge (2005) kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal

yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Dalam kerangka agency


(42)

26 hubungan antara agent dan principal. Agent diberi mandat oleh principal untuk

menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan

pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil manajer

adalah keputusan untuk mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan.

Suatu ancaman bagi pemegang saham jikalau manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam konteks ini masingmasing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah

yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik

kepentingan. Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan

untuk mamaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki resiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan.

Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus manajer atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya


(43)

27 sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham

Kepemilikan manajerial merupakan isu penting dalam teori keagenan sejak dipublikasikan oleh Jensen dan Meckling (1976) dalam Herawaty (2008) yang menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya sendiri. Kepemilikan manajerial merupakan program kebijakan renumerisasi guna mengurangi masalah keagenan. Mereka menjelaskan bahwa kompensasi tetap berupa gaji, tunjangan, dan bonus terbukti dapat digunakan sebagai sarana untuk menyamakan kepentingan manajemen dengan pemegang saham.

C. Dewan Komisaris Independen

1. Definisi Dewan Komisaris Independen

Dewan Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan Direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Untuk lebih memantapkan efektifitas Komisaris Independen, jumlah komisaris independen dalam satu perusahaan ditetapkan paling sedikit 30% dari jumlah seluruh komisaris atau paling sedikit 1 (satu) orang. Dalam menjalankan tugasnya, Komisaris Indpenden mempunyai misi


(44)

28

Governance dalam Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia (2006), yaitu:

1. Misi Komisaris Independen adalah mendorong terciptanya iklim yang lebih objektif dan menempatkan kesetaraan (fairness) di antara berbagai kepentingan termasuk kepentingan perusahaan dan kepentingan

stakeholder sebagai prinsip utama dalam pengambilan keputusan oleh Dewan Komisaris.

2. Komisaris Independen harus mendorong diterapkannya prinsip dan

praktek tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)

pada perusahaan di Indonesia

Komisaris Independen memiliki tanggung jawab pokok untuk

mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good

Corporate Governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan Dewan Komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

2. Tugas Dewan Komisaris Independen

Dalam Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia menurut

Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (2006), dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka Komisaris Independen harus secara proaktif mengupayakan agar Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi yang terkait dengan, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:


(45)

29

a. Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif,

termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas strategi tersebut.

b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer-

manajer profesional.

c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem

pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik.

d. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang

berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya.

e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasikan dan

dikelola dengan baik.

f. Memastikan prinsip-prinsip dan praktek Good Corporate Governance

dipatuhi dan diterapkan dengan baik.

Komisaris independen mengetuai komite audit dan komite nominasi. Komisaris independen berdasarkan pertimbangan yang rasional dan kehati-hatian berhak menyampaikan pendapat yang berbeda dengan anggota dewan komisaris lainnya yang wajib dicatat dalam Berita Acara Rapat Dewan Komisaris dan pendapat yang berbeda yang bersifat material, wajib dimasukkan dalam laporan tahunan.


(46)

30

3. Kriteria Formal Dewan Komisaris Independen

Untuk memastikan Komisaris Independen dapat menjalankan tugasnya

secara independen menurut Task Force Komite Nasional Kebijakan

Corporate Governance dalam Pedoman Umum Corporate Governance

Indonesia (2006), Komisaris Independen harus memenuhi kriteria formal sebagai berikut:

a. Mampu melakukan perbuatan hukum.

b. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau

Dewan Komisaris yang bersalah menyebabkan perusahaan dinyatakan pailit.

c. Tidak pernah dipidana karena merugikan keuangan negara.

d. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali

perusahaan yang bersangkutan.

e. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Direktur dan/atau Komisaris

lainnya pada perusahaan yang bersangkutan.

f. Tidak bekerja rangkap sebagai Direktur di perusahaan lainnya yang

terafiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan.

g. Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan bisnis

dengan perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi dalam jangka waktu 3 tahun terakhir.


(47)

31

h. Tidak menjadi partner atau principal di perusahaan konsultan yang

memberikan jasa pelayanan professional pada perusahaan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi.

i. Tidak menjadi pemasok dan pelanggan signifikan atau menduduki

jabatan eksekutif dan Dewan Komisaris perusahaan pemasok dan pelanggan signifikan dari perusahaan yang bersangkutan atau perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi.

j. Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan yang lain yang dapat diinterpretasikan akan menghalangi atau mengurangi kemampuan Komisaris Independen untuk bertindak dan berpikir independen demi kepentingan perusahaan.

k. Memahami peraturan perundang-undangan PT, UU Pasar Modal dan

UU serta peraturan-peraturan lain yang terkait.

Kriteria formal Komisaris Independen setidaknya harus mengerti mengenai bidang hukum, tidak pernah merugikan negara, tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur atau komisaris lainnya, bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan yang lain yang dapat menghalangi atau mengurangi kemampuan komisaris independen untuk bertindak dan berpikir demi kepentingan perusahaan, serta memahami peraturan PT, UU, Pasar Modal.


(48)

32

D. Komite Audit

1. Definisi Komite Audit

Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih dari dewan komisaris perusahaan yang bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003),

pengertian komite audit adalah:

“komite yang menerima delegasi tugas-tugas dewan komisaris karena pelegasian wewenang tersebut akan bermanfaat dalam pelaksanaan pekerjaan dewan komisaris secara rinci dengan memusatkan perhatian dewan komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau pelaksanaan good corporate governance oleh manajemen.”

Menurut Arens (2008), pengertian komite audit adalah sebagai berikut:

“An audit committee is a selected number of members of a company’s board of directors whosw responsibility include helping auditors remain independent of management. Most audit committees are made up of three to five or sometimes as many as seven directors who are not a part of company management. The Sarbanes-Oxley Act requires that all members of the audit committee be independent, and companies must disclose whether or not the audit committee includes at least one member who is a financial expert.”

Dalam lampiran surat keputusan dewan direksi PT. Bursa Efek Jakarta No kep 315/BEJ/06/2000 poin 2f disebutkan bahwa:

“Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan tercatat yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris perusahaan tercatat untuk membantu dewan komisaris perusahaan tercatat melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan tercatat”. (BEJ 2000)

Sesuai dengan kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan


(49)

33 pengelolaan perusahaan. Komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian.

2. Tujuan Dan Manfaat Pembentukan Komite Audit

Tujuan utama dari pembentukan komite audit dalam perusahaan adalah untuk meningkatkan efektivitas, akuntabilitas, transparansi, dan obyektivitas dewan komisaris dan dewan direksi. Lebih dari itu, komite audit banyak memberikan manfaat lain bagi perusahaan, yaitu:

a. Memperbaiki kualitas pelaporan keuangan

b. Memungkinkan dewan komisaris untuk memberikan penilaian yang

independen atas kinerja keuangan perusahaan

c. Memperkuat posisi auditor eksternal dalam memberikan rekomendasi

perbaikan

d. Memperkuat independensi dan obyektivitas auditor internal

e. Meningkatkan keyakinan publik, khususnya investor, terhadap

perusahaan.

Tujuan pembentukan komite audit dalam perusahaan adalah untuk meningkatkan efektivitas, akuntabilitas, transparansi, dan obyektivitas dewan komisaris dan dewan direksi. Tujuan komite audit adalah memungkinkan dewan komisaris untuk memberikan penilaian independen atas kinerja keuangan perusahaan, memperkuat posisi auditor eksternal, memperkuat independensi serta obyektivitas auditor internal dalam memberikan rekomendasi perbaikan, memperbaiki kualitas pelaporan


(50)

34 keuangan yang mengakibatkan meningkatnya keyakinan publik, khususnya investor, terhadap perusahaan.

3. Tugas dan Tanggung Jawab Komite Audit

Menurut keputusan BAPEPAM Nomor Kep-29/PM/2004 tanggal 24 September 2004, tugas dan tanggun jawab komite audir adalah: komite audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris dan melaksankan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris, antara lain meliputi:

a. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan

dikeluarkanperusahaan seperti aporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya.

b. Melakukan penalaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan

undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.

c. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor

internal.

d. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi

perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi.

e. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada komisaris atas

pengaduan yang bekaitan dengan emiten atau perusahaan publik.


(51)

35 Mnurut persefektif secara umum komite audit mempunyai tugas dan

tanggung jawab dalam bidang-bidang: pelaporan keuangan, corporate

governance, dan pengawasan perusahaan.

4. KualifikasiAnggotaKomiteAudit

Agar komunikasi Komite Audit dengan berbagai pihak tersebut dapat berjalan dengan lancar, maka anggota komite audit perlu memiliki

kemampuan yang cukup qualified. Kualifikasi anggota (personal

qualifications) komite audit menurut The Treadway Commission sebagai berikut:

a. Independen ( independence)

b. Memahami aktivitas bisnis (broad business knowledge)

c. Memiliki kemampuan komunikasi (communication skills), natural

curiosity dan healthy skepticism.

d. Vigilance.

Anggota komite audit disamping harus ahli di bidangnya juga dituntut untuk mengetahui dan menguasai bidang akuntansi dan auditing, analisa laporan keuangan, pembelanjaan perusahaan, sistem informasi manajemen, sistem dan pengendalian perusahaan, serta tanggap terhadap segala perkembangan.

Berdasarkan Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep-315/BEJ/06/2000 dinyatakan bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus


(52)

36 merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris. Komite audit harus memiliki akuntabilitas tinggi, dimulai dengan

pemenuhan persyaratan umum dari anggota komite audit yang secara team

setidaknya memiliki kompetensi dan pengalaman yasangat cukup antara lain dalam hal:

1. Audit, Akuntansi dan keuangan

Pemahaman mendalam konsep dan praktek mengenai financial

engineering, corporate finance, auditing (audit keuangan, audit operasional, dan audit khusus), dan fraud examination.

2. Peraturan dan Perundangan

Pemahaman mendalam konsep dan praktek peraturan dan perundangan mengenai pasar modal, pasar uang, pasar komoditi berjangka, bursa

saham, undang-undang PT, dan good corporate governance

3. Proses Bisnis Industri terkait

Pemahaman kosep dan praktek bisnis industri terkait, misal: industri perbankan, industri tambang, dan industri produk konsumen.

Dengan keberadaan tiga kompetensi di atas, diharapkan komite audit mampu baik secara pro-aktif maupun evaluatif menelaah semua hal-hal penting pelaporan keuangan perusahaan dalam waktu yang sangat singkat yaitu dalam rapat kerja yang berkisar 2-3 jam setiap


(53)

37 rapat dan berjumlah 4-6 rapat setiap tahunnya. Masukan dari komite

audit lain terutama risk management mengenai identifikasi dan

penanganan resiko penting bagi perusahaan. Dalam hal ini, komite audit harus dapat meyakini bahwa perusahaan sudah memiliki mekanisme dan cakupan yang cukup dalam penanganan resiko penting perusahaan, sehingga pelaporan audit yang terkait juga diselaraskan dengan cakupan dan prioritas risiko perusahaan tersebut. Dalam banyak hal umumnya

anggota komite audit juga merangkap anggota komite risk management

memformulasikan risk policy perusahaan, serta menjaga ketaatannya di tingkat kepatuhan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan tersebut.

E. Manajemen Laba

1. Definisi Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan tindakan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan untuk mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan. Perilaku manajemen oportunis dikenal dengan istilah manajemen laba, oleh Healy dan Wahlen (2000) dalam Darmawati (2003) didefinisikan sebagai berikut:

“Manajemen laba terjadi ketika manajemen menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan yang dapat merubah laporan keuangan sehingga menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan”

Menurut Widyaningdyah (2001), earnings management dapat


(54)

38 a. Definisi Sempit

Earnings Management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan

metode akuntansi. Earnings management dalam artian sempit ini

didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan

komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya

earnings. b. Definisi Luas

Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.

Sedangkan menurut Gumanti (2002) dalam Nasution dan Setiawan (2007), manajemen laba diartikan sebagai setiap tindakan yang dilakukan oleh manajemennyang mempengaruhi pelaporan laba dan yang menyajikan keuntungan ekonomi secara tidak benar dan mungkin kenyataannya di

jangka panjang akan merugikan dapat dikatakan sebagai earnings

management.

Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak


(55)

39 sebagai pemegang saham. Hal ini sesuai dengan sistem pengelolaan perusahaan dalam dua kriteria:

1) perusahaan dipimpin oleh manajer dan pemilik (owner-manager)

2) perusahaan yang dipimpin oleh manajer dan non pemilik (non

owners-manager)

Walaupun praktek-praktek manajemen laba sering dipandang lazim bagi profesi akuntan, strategi untuk pelaksanaannya sering merupakan rahasia manajer perusahaan. Beda antara manajemen laba dengan kecurangan manajemen sering sangat tipis. Maksud dan konsekuensi manajemen laba juga sering dipandang negatif, karena prinsip atau karena praktek ini mengaburkan fakta yang seharusnya diketahui oleh publik.

2. Tujuan manajemen laba

Menurut Widyaningdyah (2001), alasan manajer melakukan earnings management ada 3 alasan, yaitu:

a. Bonus plan hypothesis

Hipotesis bonus plan menyatakan bahwa manajer pada perusahaan

dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi

yang akan meningkatkan income saat ini, karena bonus akan diberikan

kepada manajer apabila target laba yang ditetapkan pemilk dapat dipenuhi.

b. Debt to equity hypothesis

Debt to equity hypothesis menyebutkan bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut


(56)

40 cenderung menggunakan metode akutansi yang akan meningkatkan pendapatan maupun laba. Metode yang biasa digunakan manajer terdiri dari dua kebijakan kejadian dalam pemilihan kebijakan akuntansi, yaitu pada saat diadakannya perjanjian hutang dan pada saat jatuh temponya

hutang. Kontrak hutang jangka panjang (debt covebabt) merupakan

perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti pembagian dividen yang berlebihan, atau membiarkan ekuitas berada di bawah tingkat yang telah ditentukan. Semakin cenderung suatu perusahaan untuk melanggar perjanjian hutang maka manajer cenderung akan memilih prosedur akuntansi yang akan mentransfer laba periode mendatang ke periode berjalan karena hal tersebut dapat mengurangi resiko.

c. Political cost

Political cost hypothesis menyatakan bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan. Dalam

pandangan teori agensi (agency theory), perusahaan besar akan

mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Perusahaan besar menghadapi biaya biaya politis yang lebih besar karena merupakan merupakan entitas yang banyak disorot oleh publik secara umum. Para karyawan berkepentingan melihat kenaikan laba sebagai acuan untuk meningkatkan


(57)

41 kesejahteraannya melalui kenaikan gaji. Pemerintah melihat kenaikan laba perusahaan sebagai obyek pajak yang akan ditagih. Sehingga pilihan yang dihadapi oleh organisasi adalah dengan cara bagaimana lewat proses akuntansi agar laba dapat ditampilkan lebih rendah.

Manajer mempunyai alasan kenapa mereka melakukan manajemen laba, tetapi dapat diketahui dari alasan tersebut bahwa manajer ingin

membuat suatu keputusan opportunis, yaitu menguntungkan suatu

pihak khususnya manajer.

F. Keterkaitan Antar Variabel

1. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba

Corporate governance terdiri dari kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit. Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor manajemen laba. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen. Sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik.

Gabrielsen (2002) menguji hubungan antara kepemilikan manajerial


(58)

42 menggunakan data pasar modal Denmark ditemukan adanya hubungan yang positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dan

discretionary accrual dan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menemukan hasil signifikan dan tidak signifikan, maka dengan ini peneliti menyatakan:

H1 = kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba

2. Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhdap manajemen laba

Xie, Davidson, dan Dadalt (2003) meneliti peran dewan komisaris dengan latar belakang bidang keuangan dalam mencegah manajemen laba. Dari penelitian ini diketahui makin sering dewan komisaris bertemu maka akrual kelolaan perusahaan makin kecil. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien negatif yang signifikan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase dewan komisaris dari luar perusahaan yang independen berpengaruh negatif secara signifikan terhadap akrual kelolaan.

Penelitian terkait dengan keberadaan dewan komisaris di Indonesia juga banyak dilakukan. Veronica dan Utama (2005), meneliti pengaruh praktik

corporate governance terhadap manajemen laba. Praktik corporate governance yang diteliti yaitu proporsi dewan komisaris independen. Hasil dari penelitian adalah kesimpulan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba yang


(59)

43 dilakukan oleh perusahaan. Boediono (2005), menyatakan bahwa secara

parsial pengaruh corporate governance dalam hal ini komposisi dewan

komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Verónica dan Bachtiar (2004), menemukan bahwa variabel persentase dewan komisaris independen tidak bekorelasi secara signifikan terhadap akrual kelolaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menemukan hasil signifikan dan tidak signifikan, maka dengan ini peneliti menyatakan:

H2 = proporsi dewan komisaris independen mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba

3. Pengaruh jumlah komite audit terhadap manajemen laba

Menurut Xie (2001), pertemuan komite audit, komite audit yang independen dan jumlah ukuran komite audit mempunyai hubungan negatif

terhadap earnings management. Xie, avidson, dan Dadalt (2003), menguji

efektifitas komite audit dalam mengurangi manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa kesimpulan bahwa komite audit yang berasal dari luar mampu melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen.

Carcello (2006), menyelidiki hubungan antara keahlian komite audit di bidang keuangan dan manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukaan bahwa keahlian komite audit independen di bidang keuangan terbukti efektif mengurangi manajemen laba. Penelitian Veronica dan Utama (2005), menguji pengaruh keberadaan komite audit dalam perusahaan terhadap


(60)

44 manajemen laba. Penelitian tersebut melaporkan bahwa variabel keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemn laba perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menemukan hasil signifikan dan tidak signifikan, maka dengan ini peneliti menyatakan:

H3 = jumlah komite audit mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba

4. Pengaruh keahlian komite audit terhadap manajemen laba

Menurut Fello (2003), expertise komite audit mempunyai hubungan positif terhadap kualitas laporan keuangan. Itu berarti expertise komite audit

dapat menghambat terjadinya earnings management. Menurut Carcello

(2006), expertise anggota komite di bidang keuangan dapat mengurangi

terjadinya earnings management. Suaryana (2005), meneliti hubungan

antara keberadaan komite audit yang memenuhi syarat dan pengaruhnya terhadap earnings response coefficient. Hasilnya adalah earnings response coefficient perusahaan yang telah komite audit yang memenuhi syarat lebih tinggi bila dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki komite audityang memenuhi syarat. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menemukan hasil signifikan dan tidak signifikan, maka dengan ini peneliti menyatakan:

H4 = keahlian komite audit mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba


(61)

45

5. pengaruh kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite Audit, dan keahlian komite audit terhadap manajemen laba

Gabrielsen (2002), menguji hubungan antara kepemilikan manajerial

dan kandungan informasi laba serta discretionary accrual. Dengan

menggunakan data pasar modal Denmark ditemukan adanya hubungan yang positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dan

discretionary accrual dan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial

dan kandungan informasi laba. Smith (1976) menemukan bahwa income

smoothing secara signifikan lebih sering dilakukan oleh perusahaan– perusahaan yang dikendalikan oleh manajer dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh pemiliknya.

Xie, Davidson, dan Dadalt (2003) meneliti peran dewan komisaris dengan latar belakang bidang keuangan dalam mencegah manajemen laba. Dari penelitian ini diketahui makin sering dewan komisaris bertemu maka akrual kelolaan perusahaan makin kecil. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien negatif yang signifikan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase dewan komisaris dari luar perusahaan yang independen berpengaruh negatif secara signifikan terhadap akrual kelolaan.

Menurut Xie (2001), pertemuan komite audit, komite audit yang independen dan jumlah ukuran komite audit mempunyai hubungan negatif


(62)

Menurut Fello (2003), expertise komite audit mempunyai hubungan positif terhadap kualitas laporan keuangan. Itu berarti expertise komite

audit dapat menghambat terjadinya earnings management. Menurut

Carcello (2006), expertise anggota komite di bidang keuangan dapat

mengurangi terjadinya earnings management.

H5 = kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite Audit, dan keahlian komite audit mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba

G. Kerangka Pemikiran

Dari pengembangan hipotesis diatas, maka model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

46

Kepemilikan manajerial

Jumlah Komite Audit

Keahlian Komite Audit Proporsi Dewan Komisaris Independen

Manajemen laba

Model Penelitian Gambar 2.1


(63)

47

H. Penelitian Terdahulu

Dibawah ini adalah tabel dari penelitian sebelumnya yang terkait dengan manajemen laba:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

VARIABEL No PENELITI JUDUL

PERSAMAAN PERBEDAAN HASIL 1 Marihot Nasution, Doddy Setiawan (2007) Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia Variabel Independen: 1. Komposisi Dewan Komisaris 2. Komite Audit Variabel Dependen: 1. Manajemen Laba Variabel Independen: 1. Ukuran Dewan Komisaris 2. Ukuran Perusahaan Komposisi dewan komisaris berrpengaruh negatif secara signifikan, ukuran dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap tindak manajemen laba, keberadaan komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba, ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen

2 Muh. Arief

Ujiyantho, Bambang Agus Pramuka, (2007) Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan Variabel Independen: 1. Kepemilikan Manajerial 2. Proporsi Dewan Komisaris Independen Variabel Independen: 1. Kepemilikan Institusional 2. Ukuran Dewan Komisaris Kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap variabel discretionary accruals, kepemilikan manajerial berpengaruh negatif


(1)

M

M

T

U

A

b

E

M

T

K

D

A

b

A

A

A

Lampiran 2: Data Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Jumlah &

NAMA EMITEN

PEMILIKAN MANAJERIALKOMISARIS INDEPEN JML KOMITE AUDIT

PT ALUMINDO LIGHT

1.66

40

3

PT ANEKA KEMASINDO

0.65

50

3

PT ARWARNA CITRA

0

100

3

PT ASAHIMAS FLAT GL

0.02

42.85

3

PT ASIAPLAST INDUS

15.38

33.33

3

PT BERLINA Tbk

21.02

25

3

PT. BETONJAYA MAN

9.58

50

3

PT CHAROEN POKPH

0

33.33

4

PT CITRA TUBINDO T

0.59

0

4

PT DAYA SAKTI UNGG

0.12

33.33

3

PT DYNAPLAST Tbk

0.69

25

3

PT EKADHARMA INTER

0

33.33

3

PT FAJAR SURYA WIS

0

33.33

3

PT HOLCIM INDONESIA

0

50

3

PT INDAL ALUMINIUM

0.04

40

3

PT INDOCEMENT TUNG

0

42.85

3

PT INTANWIJAYA INT

33.34

33.33

3

PT INTIKERAMIK ALA

0

50

3

PT JAKARTA KYOEI S

0

50

2

PT JAYA PARI STEEL

2.2

50

3

PT KAGEO IGAR JAYA

0

33.33

4

PT LIONMESH PRIMA T

14

33.33

3

PT LION METAL WOR

0

33.33

3

PT MULIA INDUSTRIN

0

33.33

3

PT PELANGI INDAH C

0.08

33.33

3

PT BUDI ACID JAYA T

0.94

40

3

PT SIERAD PRODUCE

0

40

3

PT SORINI AGRO ASI

0.41

33.33

3

PT SUMALINDO LEST

0

40

3

PT TEMBAGA MULIA S

0.05

40

3

PT TRIAS SENTOSA Tb

3.33

33.33

3


(2)

& Keahlian Komite Audit

AHLIAN KOMITE AUDIT

1

1

1

1

1

1

1

0

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

0

1

1

1

1


(3)

Lampiran 5: Hasil Uji Regresi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .844a .713 .670 .40785 .889

a. Predictors: (Constant), keahka, propdki, jumka, kepman

b. Dependent Variable: DC

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 11.139 4 2.785 16.742 .000a

Residual 4.491 27 .166

1

Total 15.631 31

a. Predictors: (Constant), keahka, propdki, jumka, kepman

b. Dependent Variable: DC

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

(Constant) -5.183 .961 -5.394 .000

kepman -.035 .020 -.367 -1.772 .088 .249 4.023

propdki .037 .009 .769 4.283 .000 .330 3.028

jumka .796 .340 .437 2.344 .027 .306 3.272

1

keahka -.295 .304 -.102 -.972 .340 .960 1.042


(4)

(5)

(6)

Lampiran 4: Statistik Deskriptif dan Frekuensi

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

kepman 32 .00 33.34 3.2544 1.33192 7.53447

propdki 32 .00 100.00 38.8225 2.62677 14.85926

jumka 32 2.00 4.00 3.0938 .06897 .39015

keahka 32 .00 1.00 .9375 .04348 .24593

manlab 32 -3.62 -.46 -1.6837 .12553 .71008

Valid N (listwise) 32

Frequencies

Statistics

kepman propdki jumka keahka manlab

Valid 32 32 32 32 32

N

Missing 0 0 0 0 0

jumka

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

2.00 1 3.1 3.1 3.1

3.00 27 84.4 84.4 87.5

4.00 4 12.5 12.5 100.0

Valid

Total 32 100.0 100.0

keahka

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

.00 2 6.3 6.3 6.3

1.00 30 93.8 93.8 100.0

Valid


Dokumen yang terkait

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

8 121 97

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 81 85

Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris, Komite Audit Terhadap Harga Sahan dengan Return On Investment (ROI) sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI tahun 2010 - 2013

21 91 114

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Komisaris Independen, Komite Audit, Kualitas Audit, Leverage dan Profitabilitas Terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2010-2013

1 34 125

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 154 83

Analisis pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba (studi empiris perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI)

2 33 138

Pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance : studi empiris pada sektor perbankan yang terdaftar di bei periode tahun 2009-2013

0 15 0

Analisis pengaruh islamic corporate governance terhadap corporate social responsibility (Studi kasus pada Bank Syariah di Indonesia)

0 3 26

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN, DAN KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2011-2013.

1 6 21

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN DAN KEBERADAAN KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA - Unika Repository

0 1 16