Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas

(1)

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Irham Rasjiddin. F34102010. The Production of Activated Charcoal From production of Cashew Nut Shell As An Adsorbent on Bleaching After Frying Oil. Under Supervised by Mulyorini Rahayuningsih and Gustan Pari. 2006.

SUMMARY

Cashew nut shell is a by product from production of Cashew nuts. Cashew nut shell is a potential source for activated charcoal, because its charcoal contains 73,65 – 81,70 % of fixed carbon. Activated charcoal is an adsorptive carbon that can adsorbs anion, cation, organic and anorganic mollecules in liquid and gas form.

The aims of this research are to make activated charcoal from Cashew nut shell, to identified the activated charcoal characteristic and to compare with the comercial activated charcoal, to find the best concentration of phosforic acid, activation temperature, and duration of steam in activated charcoal that used in purifying of waste frying oil.

The analysis toward activated charcoal were yield, moisture content, volatile matter, ash, fixed carbon, iodine, benzene, metanol, chloroform, carbon tetrachlorida, and formaline adsorption while the analysis toward bleached oil ware oil clearness, free faty acid (FFA), and peroxide number.

The charcoal was first made from cashew nut shell by carbonizing it in a retort at 500 oC for 5 hours. The charcoal must be submerged with H3PO4 5 % for 24 hours. Afterwards, the charcoal was activated in a retort at 850 oC for 4 hours. During the activation, the vapor of H2O was introduced passed into the retort. Afterwards, purification on waste frying oil was performed by using the activated charcoal at dosages of 2 %.

It was found that good quality of charcoal from cashew nut shell was obtained with H3PO4 at 5 %, activated at 850 oC for 4 hours with duration of steam was 1 hours (A1B1S1). The yield of activated charcoal at this condition was 34,30 – 70,67 %, moisture content (3,50 – 10,88 %), volatile matter (8,73 – 19,52 %), ash content (5,61 – 9,46 %), carbon content (73,27 – 83,56 %), adsorptive capacity of iodine (472,85 – 839,52 mg/g), adsorptive capacity of Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Carbon Tetrachlorida (8,79 – 19,46 %), and Formalin (19,08 – 29,91 %).

The quality of waste frying oil after being purified with the activated charcoal apparently better than before, as shown by the decreases in free faty acid to 0,02 – 0,03 %, peroxide number to 0,85 – 1 meq/100 gr (a) and 0,65 – 0,70 meq/100 gr (b), increased the clearness of after frying oil to 75,8 – 76 % (a) and 88,4 – 88,6 % (b).


(3)

Irham Rasjiddin. F34102010. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Di bawah bimbingan Mulyorini Rahayuningsih dan Gustan Pari.

RINGKASAN

Tempurung biji jambu mede merupakan produk samping dari pengolahan biji jambu mede. Tempurung biji jambu mede memiliki potensi untuk diolah lebih lanjut menjadi arang aktif karena arangnya mengandung memiliki kandungan karbon terikat sebesar 73,27 – 83,56 %. Arang aktif adalah karbon yang bersifat adsorbtif dan mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik berupa larutan dan gas.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat arang aktif dari tempurung biji jambu mede, mengidentifikasi karakteristik arang aktif yang dihasilkan dan membandingkannya dengan arang aktif komersial, mendapatkan konsentrasi asam fosfat, suhu aktifasi, dan lamanya waktu steam yang terbaik dalam proses pembuatan arang aktif dan digunakan pada proses pemurnian minyak goreng bekas.

Analisa yang dilakukan pada arang aktif meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap terhadap iod, daya serap terhadap Benzene, Metanol, Chloroform, Karbon Tetraclorida, dan formalin. Analisa yang dilakukan pada minyak pucat meliputi kejernihan, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.

Sebelum dibuat arang aktif , terlebih dahulu bahan baku dibuat arang pada suhu 500 oC selama 5 jam di dalam retort, selanjutnya arang yang dihasilkan dibuat arang aktif yang dilakukan dalam retort yang terbuat dari baja tahan karat dengan alat pemanas listrik pada suhu 850 oC selama 4 jam. Apabila telah mencapai suhu tersebut maka dilakukan proses aktifasi dengan mengalirkan uap air (H2O). Arang aktif yang dihasilkan di uji cobakan untuk memurnikan minyak goreng bekas dengan konsentrasi 2 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif tempurung biji jambu mede yang terbaik adalah arang aktif yang dibuat pada konsentrasi H3PO4 5 %, suhu aktifasi 850 oC selama 4 jam dengan lama waktu steam selama 1 jam (A1B1S1). Rendemen arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 34,30 – 70,67 %, kadar air berkisar antara 3,50 – 10,88 %, kadar zat terbang 8,73 – 19,52 %, kadar abu 5,61 – 9,46 %, kadar karbon terikat 73,27 – 83,56 %, daya serap iod 472,85 – 839,52 mg/g, daya serap Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Karbon Tetraklorida (8,79 – 19,46 %), dan Formalin (19,08 – 29,91 %).

Kualitas minyak goreng bekas setelah dimurnikan dengan arang aktif menjadi lebih baik yang ditunjukkan dengan berkurangnya kandungan asam lemak bebas sebesar 0,02 – 0,03 %, bilangan peroksida turun sebesar 0,85 – 1 meq/100 gr (a) dan 0,65 – 0,70 meq/100 gr (b), dan meningkatnya kejernihan minyak goreng bekas sebesar 75,8 – 76 % (a) and 88,4 – 88,6 % (b).


(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) Sebagai Adsorben Pada Pemucatan Minyak Goreng Bekas” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya.

Bogor, Juli 2006 Yang Membuat Pernyataan

Nama : Irham Rasjiddin NRP : F34102010


(5)

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

Dilahirkan di Kendari, 27 Oktober 1984 Di Kendari

Tanggal kelulusan : 30 Juni 2006

Menyetujui Bogor, Juli 2006

Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi Dr. Gustan Pari, MSi Pembimbing I Pembimbing II


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, Msi., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah sampai penyusunan skripsi.

2. Dr. Gustan Pari, Msi APU., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi., selaku dosen penguji atas masukkan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Pimpinan Pusat Penelitian dan Pengambangan Hasil Hutan Bogor, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium kimi dan energi.

5. Bapak Salim, Bapak Mahfudin, dan Bapak Dadang selaku pegawai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan yang telah sangat banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitiannya.

6. Papa dan Mama tercinta, Almarhum kakek, Adik Linda, dan seluruh keluarga atas semua doa, waktu, semangat dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis.


(8)

7. Bapak Gani, Rekan Tuti dan Rekan Alif atas kebersamaan dan pengertiannya selama penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

8. Teman-teman TIN 39 yang telah memberikan semangat dan persahabatannya selama ini.

9. Rekan Dina dan keluarga atas persahabatan dan dukungan serta doanya selama ini.

10.Rekan Inggrid, Ajeng, Vony, Nita, Dewi, Mira, Eci dan keluarga atas dukungan dan doanya selama ini.

11.Rekan Danto atas bantuan printer dan fasilitas PC-nya selama penulisan skripsi ini.

12.Teman-teman GIBOL atas kesediaan waktu dan partisipasinya setiap pagi dan sore, salut buat semuanya.

13.Semua pihak yang turut membantu penulis selama melakukan penelitian hingga tersusunnya skripsi ini.


(9)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. ARANG AKTIF ... 3

B. PEMBUATAN ARANG AKTIF ... 6

C. KEGUNAAN ARANG AKTIF ... 9

D. PROSES ADSORBSI ... 11

E. JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) ... 12

F. MINYAK GORENG ... 15

G. PEMURNIAN ………..…………. 18

III. METODOLOGI ………... 20

A. BAHAN DAN ALAT ... 20

B. METODE PENELITIAN ... 21

1. Penelitian Pendahuluan ... 21

2. Penelitian Utama ... 22


(11)

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Irham Rasjiddin. F34102010. The Production of Activated Charcoal From production of Cashew Nut Shell As An Adsorbent on Bleaching After Frying Oil. Under Supervised by Mulyorini Rahayuningsih and Gustan Pari. 2006.

SUMMARY

Cashew nut shell is a by product from production of Cashew nuts. Cashew nut shell is a potential source for activated charcoal, because its charcoal contains 73,65 – 81,70 % of fixed carbon. Activated charcoal is an adsorptive carbon that can adsorbs anion, cation, organic and anorganic mollecules in liquid and gas form.

The aims of this research are to make activated charcoal from Cashew nut shell, to identified the activated charcoal characteristic and to compare with the comercial activated charcoal, to find the best concentration of phosforic acid, activation temperature, and duration of steam in activated charcoal that used in purifying of waste frying oil.

The analysis toward activated charcoal were yield, moisture content, volatile matter, ash, fixed carbon, iodine, benzene, metanol, chloroform, carbon tetrachlorida, and formaline adsorption while the analysis toward bleached oil ware oil clearness, free faty acid (FFA), and peroxide number.

The charcoal was first made from cashew nut shell by carbonizing it in a retort at 500 oC for 5 hours. The charcoal must be submerged with H3PO4 5 % for 24 hours. Afterwards, the charcoal was activated in a retort at 850 oC for 4 hours. During the activation, the vapor of H2O was introduced passed into the retort. Afterwards, purification on waste frying oil was performed by using the activated charcoal at dosages of 2 %.

It was found that good quality of charcoal from cashew nut shell was obtained with H3PO4 at 5 %, activated at 850 oC for 4 hours with duration of steam was 1 hours (A1B1S1). The yield of activated charcoal at this condition was 34,30 – 70,67 %, moisture content (3,50 – 10,88 %), volatile matter (8,73 – 19,52 %), ash content (5,61 – 9,46 %), carbon content (73,27 – 83,56 %), adsorptive capacity of iodine (472,85 – 839,52 mg/g), adsorptive capacity of Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Carbon Tetrachlorida (8,79 – 19,46 %), and Formalin (19,08 – 29,91 %).

The quality of waste frying oil after being purified with the activated charcoal apparently better than before, as shown by the decreases in free faty acid to 0,02 – 0,03 %, peroxide number to 0,85 – 1 meq/100 gr (a) and 0,65 – 0,70 meq/100 gr (b), increased the clearness of after frying oil to 75,8 – 76 % (a) and 88,4 – 88,6 % (b).


(13)

Irham Rasjiddin. F34102010. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Di bawah bimbingan Mulyorini Rahayuningsih dan Gustan Pari.

RINGKASAN

Tempurung biji jambu mede merupakan produk samping dari pengolahan biji jambu mede. Tempurung biji jambu mede memiliki potensi untuk diolah lebih lanjut menjadi arang aktif karena arangnya mengandung memiliki kandungan karbon terikat sebesar 73,27 – 83,56 %. Arang aktif adalah karbon yang bersifat adsorbtif dan mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik berupa larutan dan gas.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat arang aktif dari tempurung biji jambu mede, mengidentifikasi karakteristik arang aktif yang dihasilkan dan membandingkannya dengan arang aktif komersial, mendapatkan konsentrasi asam fosfat, suhu aktifasi, dan lamanya waktu steam yang terbaik dalam proses pembuatan arang aktif dan digunakan pada proses pemurnian minyak goreng bekas.

Analisa yang dilakukan pada arang aktif meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap terhadap iod, daya serap terhadap Benzene, Metanol, Chloroform, Karbon Tetraclorida, dan formalin. Analisa yang dilakukan pada minyak pucat meliputi kejernihan, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.

Sebelum dibuat arang aktif , terlebih dahulu bahan baku dibuat arang pada suhu 500 oC selama 5 jam di dalam retort, selanjutnya arang yang dihasilkan dibuat arang aktif yang dilakukan dalam retort yang terbuat dari baja tahan karat dengan alat pemanas listrik pada suhu 850 oC selama 4 jam. Apabila telah mencapai suhu tersebut maka dilakukan proses aktifasi dengan mengalirkan uap air (H2O). Arang aktif yang dihasilkan di uji cobakan untuk memurnikan minyak goreng bekas dengan konsentrasi 2 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif tempurung biji jambu mede yang terbaik adalah arang aktif yang dibuat pada konsentrasi H3PO4 5 %, suhu aktifasi 850 oC selama 4 jam dengan lama waktu steam selama 1 jam (A1B1S1). Rendemen arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 34,30 – 70,67 %, kadar air berkisar antara 3,50 – 10,88 %, kadar zat terbang 8,73 – 19,52 %, kadar abu 5,61 – 9,46 %, kadar karbon terikat 73,27 – 83,56 %, daya serap iod 472,85 – 839,52 mg/g, daya serap Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Karbon Tetraklorida (8,79 – 19,46 %), dan Formalin (19,08 – 29,91 %).

Kualitas minyak goreng bekas setelah dimurnikan dengan arang aktif menjadi lebih baik yang ditunjukkan dengan berkurangnya kandungan asam lemak bebas sebesar 0,02 – 0,03 %, bilangan peroksida turun sebesar 0,85 – 1 meq/100 gr (a) dan 0,65 – 0,70 meq/100 gr (b), dan meningkatnya kejernihan minyak goreng bekas sebesar 75,8 – 76 % (a) and 88,4 – 88,6 % (b).


(14)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) Sebagai Adsorben Pada Pemucatan Minyak Goreng Bekas” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya.

Bogor, Juli 2006 Yang Membuat Pernyataan

Nama : Irham Rasjiddin NRP : F34102010


(15)

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(16)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

Dilahirkan di Kendari, 27 Oktober 1984 Di Kendari

Tanggal kelulusan : 30 Juni 2006

Menyetujui Bogor, Juli 2006

Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi Dr. Gustan Pari, MSi Pembimbing I Pembimbing II


(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, Msi., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah sampai penyusunan skripsi.

2. Dr. Gustan Pari, Msi APU., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi., selaku dosen penguji atas masukkan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Pimpinan Pusat Penelitian dan Pengambangan Hasil Hutan Bogor, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium kimi dan energi.

5. Bapak Salim, Bapak Mahfudin, dan Bapak Dadang selaku pegawai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan yang telah sangat banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitiannya.

6. Papa dan Mama tercinta, Almarhum kakek, Adik Linda, dan seluruh keluarga atas semua doa, waktu, semangat dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis.


(18)

7. Bapak Gani, Rekan Tuti dan Rekan Alif atas kebersamaan dan pengertiannya selama penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

8. Teman-teman TIN 39 yang telah memberikan semangat dan persahabatannya selama ini.

9. Rekan Dina dan keluarga atas persahabatan dan dukungan serta doanya selama ini.

10.Rekan Inggrid, Ajeng, Vony, Nita, Dewi, Mira, Eci dan keluarga atas dukungan dan doanya selama ini.

11.Rekan Danto atas bantuan printer dan fasilitas PC-nya selama penulisan skripsi ini.

12.Teman-teman GIBOL atas kesediaan waktu dan partisipasinya setiap pagi dan sore, salut buat semuanya.

13.Semua pihak yang turut membantu penulis selama melakukan penelitian hingga tersusunnya skripsi ini.


(19)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. ARANG AKTIF ... 3

B. PEMBUATAN ARANG AKTIF ... 6

C. KEGUNAAN ARANG AKTIF ... 9

D. PROSES ADSORBSI ... 11

E. JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) ... 12

F. MINYAK GORENG ... 15

G. PEMURNIAN ………..…………. 18

III. METODOLOGI ………... 20

A. BAHAN DAN ALAT ... 20

B. METODE PENELITIAN ... 21

1. Penelitian Pendahuluan ... 21

2. Penelitian Utama ... 22


(21)

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 27

D. ANALISA ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 29

B. PENELITIAN UTAMA ... 31

1. Rendemen Arang Aktif ... 31

2. Kadar Air ... 33

3. Kadar Abu ... 34

4. Kadar Zat Terbang ... 36

5. Kadar Karbon Terikat ... 38

6. Daya Serap Iod ... 40

7. Daya Serap Gas ... 42

8. Pemurnian Minyak Goreng ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. KESIMPULAN ... 53

B. SARAN ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 58


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data ekspor arang aktif 1996 – 2004 ... 1

Tabel 2. Standar kualitas arang aktif menurut SNI 06-3730-95 ... 6

Tabel 3. Pemanfaatan arang aktif dalam dunia industri ... 10


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Susunan dasar atom karbon aktif ... 5 Gambar 2. Tanaman Jambu Mede ... 12 Gambar 3. Pohon industri tanaman jambu mede ... 15 Gambar 4. Minyak goreng bekas tahu sumedang ... 17 Gambar 5. Tungku pengarangan ... 21 Gambar 6. Tungku Aktifasi (retort) ... 21 Gambar 7. Tempurung biji jambu mede ... 21 Gambar 8. Arang tempurung biji jambu mede ... 21 Gambar 9. Diagram alir tahapan penelitian ... 23 Gambar 10. Diagram alir proses pembuatan arang aktif serbuk ... 24 Gambar 11. Diagram alir proses pemurnian minyak goreng bekas ... 25 Gambar 12. Pencampuran arang aktif dengan minyak goreng bekas ... 26 Gambar 13. Penyaringan minyak goreng bekas ... 26 Gambar 14. Hasil penyaringan minyak goreng bekas ... 26 Gambar 15. Histogram rendemen arang aktif ... 32 Gambar 16. Histogram kadar air arang aktif ... 33 Gambar 17. Histogram kadar abu arang aktif ... 35 Gambar 18. Histogram kadar zat terbang arang aktif ... 37 Gambar 19. Histogram kadar karbon terikat ... 39 Gambar 20. Histogram daya serap iod ... 41 Gambar 21. Histogram daya serap Benzene ... 42 Gambar 22. Histogram daya serap Metanol ... 44 Gambar 23. Histogram daya serap Chloroform ... 45 Gambar 24. Histogram daya serap Karbon Tetrachlorida ... 46 Gambar 25. Histogram daya serap formalin ... 49 Gambar 26. Hasil penyaringan minyak goreng bekas ... 50 Gambar 27. Reaksi hidrolisis trigliserida ... 50 Gambar 28. Reaksi pembentukan peroksida ... 51


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Prosedur analisa ... 59

Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil penelitian pendahuluan ... 64

Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil penelitian utama ... 65

Lampiran 4. Rekapitulasi data daya serap gas ... 66

Lampiran 5. Rekapitulasi data analisa pengujian minyak goreng bekas .. 67

Lampiran 6. Perhitungan statistik kadar air arang aktif ... 68

Lampiran 7. Perhitungan statistik kadar zat terbang arang aktif ... 69

Lampiran 8. Perhitungan statistik kadar abu arang aktif ... 70

Lampiran 9. Perhitungan statistik kadar karbon terikat arang aktif ... 71

Lampiran 10. Perhitungan statistik daya serap iod arang aktif ... 72

Lampiran 11. Perhitungan statistik daya serap Benzene ... 73

Lampiran 12. Perhitungan statistik daya serap Metanol ... 73

Lampiran 13. Perhitungan statistik daya serap Chloroform ... 73

Lampiran 14. Perhitungan statistik daya serap Karbon Tetraclorida... 74

Lampiran 15. Perhitungan statistik daya serap Formalin ... 74

Lampiran 16. Kurva daya serap gas ... 75


(25)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Arang aktif merupakan arang yang telah diaktifkan oleh suatu zat sehingga memiliki daya adsorbsi dengan daya serap mencapai 3-7 kali daya serap arangnya. Arang aktif mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik berupa larutan dan gas sehingga digunakan sebagai adsorben polutan berkadar rendah pada produk-produk industri (Pari, 1996).

Dewasa ini arang aktif banyak dimanfaatkan oleh pihak industri untuk mengadsorbsi bau, warna, gas dan logam yang tidak diinginkan. Arang aktif biasanya dimanfaatkan oleh pihak industri dalam proses pemurnian, seperti pemurnian gula, minyak dan lemak, kimia, farmasi, dan penjernihan air untuk mengadsorbsi bau, warna, gas dan logam yang tidak diinginkan (Djatmiko et al., 1985).

Kebutuhan arang aktif diperkirakan akan meningkat sejalan dengan perkembangan dunia industri. Menurut catatan Departemen Perdagangan dan Industri, Indonesia berhasil mengekspor arang aktif ke beberapa negara seperti Jepang, Korea, China, India, Mesir, Australia dan Inggris. Data ekspor arang aktif dari tahun 1996-2004 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Data ekspor arang aktif

Tahun Berat (kg) Nilai (US $) 1996 1997 1998 1999 2000 2003 2004 12.324.954 8.435.420 6.576.109 11.282.723 10.204.634 12.436.620 10.570.693 11.462.683 8.251.697 12.645.537 7.962.766 7.580.636 9.466.438 8.794.340 (Sumber : www.ristek.go.id)


(26)

Untuk meningkatkan produksi arang aktif Indonesia perlu dilakukan pencarian proses yang baik dan bahan baku alternatif lokal dalam jumlah yang cukup. Proses produksi dan bahan baku yang baik akan menghasilkan arang aktif berkualitas dengan nilai jual yang tinggi.

Peningkatan kualitas arang aktif dapat dilakukan dengan menggunakan aktivator untuk merendam arang sebelum proses aktifasi. Hal ini bertujuan untuk mengikat senyawa karbon, mengeluarkan bahan volatil dan merangsang pembentukan pori (Pari, 1996). Salah satu aktivator yang dapat digunakan adalah H3PO4 yang merupakan bahan kimia yang cukup baik dan umum digunakan dalam industri arang aktif (Jankowska, 1991).

Bahan baku alternatif yang dapat digunakan antara lain adalah tempurung biji jambu mede yang merupakan produk samping dari pengolahan biji jambu mede yang dijadikan sumber konsumsi makanan. Kandungan karbon yang cukup tinggi pada tempurung biji jambu mede sekitar 73,65 – 81,70 % dapat membuka peluang untuk memanfaatkannya menjadi arang aktif. Pemanfaatan tempurung biji jambu mede menjadi arang aktif diharapakan dapat meningkatkan nilai ekonomis bahan.

Arang aktif dapat dibuat dari semua jenis bahan yang mengandung banyak unsur karbon, seperti kayu, batu bara, tulang, tempurung kelapa, tempurung biji-bijian dan bahan lainnya. Industri arang aktif di Indonesia mulai berkembang sejak periode tahun 1980-an, dengan menggunakan bahan baku berupa tempurung kelapa (Pari, 1996).

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membuat arang aktif dari tempurung biji jambu mede (Anacardium occidentale).

2. Mendapatkan konsentrasi H3PO4 yang baik pada proses aktifasi. 3. Mendapatkan suhu aktifasi dan waktu steam arang aktif yang baik.

4. Mengidentifikasi sifat arang aktif yang dihasilkan dan membandingkannya dengan arang aktif komersial.

5. Mengetahui pengaruh arang aktif terbaik sebagai bahan pemurni minyak goreng bekas.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Arang Aktif

Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon. Sebagian pori-pori yang terdapat pada arang tertutup oleh hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lainnya. Komponen arang adalah karbon terikat, abu, air, nitrogen dan sulfur (Djatmiko et al., 1985).

Arang aktif adalah arang yang diaktifkan dengan cara perendaman dalam bahan kimia atau dengan cara mengalirkan uap panas ke dalam bahan sehingga pori bahan menjadi lebih terbuka dengan luas permukaan berkisar antara 300 sampai 2000 m2/g. Permukaan arang aktif yang semakin luas berdampak pada semakin tingginya daya serap bahan terhadap gas atau cairan (Kirk dan Othmer, 1964).

Arang aktif adalah padatan amorf yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori yang sangat banyak (Baker et al., 1997). Menurut Roy (1985), arang aktif berbentuk kristal mikro dan karbon non grafit yang pori-porinya telah mengalami proses pengembangan kemampuan untuk menyerap gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak terlarut atau terdispersi dalam cairan melalui aktifasi. Setiap kristal terdiri dari 3-4 lapisan atom karbon dengan 20-30 atom karbon heksagonal pada tiap lapisan (Jankowska et al., 1991).

Bahan baku untuk pembuatan arang aktif adalah segala jenis bahan organik padat yang mengandung karbon terutama bahan yang berpori. Di dalam proses karbonasi pada suhu 400-500 OC terjadi penguraian komponen organik yang mudah terbang dengan meninggalkan residu arang. Pada proses ini terjadi perubahan fisik bahan baku yang menyebabkan permukaan pori menjadi lebih luas. Selanjutnya pada proses aktifasi, senyawa hidrokarbon, ter dan destilat yang masih tersisa pada permukaan arang akan akan bereaksi dengan bahan pengaktif sehingga pori arang akan bertambah terbuka dengan permukaannya yang semakin luas. Oleh karena sifat permukaan ini maka


(28)

arang aktif banyak digunakan sebagai penyerap dan pemutih. Sampai saat ini telah diketahui ada 27 jenis industri yang menggunakan arang aktif.

Aktifasi arang menggunakan uap air atau bahan kimia akan menghasilkan arang aktif yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori yang sangat banyak (Baker et al., 1997). Menurut Pari (1996), arang aktif adalah karbon yang mampu mengadsorbsi anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik, baik sebagai larutan maupun gas. Arang aktif mempunyai sifat penyerapan yang selektif, yaitu lebih menyukai bahan-bahan non polar dari pada bahan polar. Pada bahan-bahan dalam satu deret homolog, biasanya daya serap arang aktif meningkat dengan meningkatnya titik didih. Kemampuan daya serap bertambah dengan meningkatnya tekanan dan menurunnya temperatur.

Menurut Hassler (1974), arang aktif bersifat higroskopis, tidak berbau, tidak berasa, tidak larut dalam air, basa, asam, dan pelarut organik serta tidak rusak karena perubahan pH, suhu atau komposisi limbah. Arang aktif merupakan padatan amorf yang terdiri dari pelat-pelat datar yang disusun oleh atom-atom karbon yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal.

Struktur arang aktif digambarkan sebagai jaringan berpilin dari lapisan datar karbon yang tidak sempurna, yang dihubungkan secara silang oleh grup jembatan alifatik. Luas permukaan, dimensi dan distribusi arang aktif tergantung dari bahan baku, kondisi karbonasi dan proses aktifasi. Ukuran pori arang aktif dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

1. Mikropori (diameter <2 nm) 2. Mesopori (diameter 2-50 nm) 3. Makropori (diameter > 50 nm)


(29)

Gambar 1. Susunan dasar atom karbon aktif Sumber : Yoshizawa (1999)

Setyaningsih (1995) membedakan arang aktif menjadi dua berdasarkan fungsinya, yaitu :

1. Arang Penjerap Gas (Gas Adsorben Carbon)

Arang ini digunakan untuk menjerap kotoran atau cemaran berupa gas. Mikropori arang dapat dilewati oleh molekul gas tapi tidak dapat dilewati oleh molekul cairan. Karbon jenis ini dapat ditemukan pada karbon tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit, batu bara dan kayu keras dengan berat jenis tinggi.

2. Arang Fasa Cair (Liquid-Phase Carbon)

Arang jenis ini digunakan untuk menjerap kotoran/zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis pori karbon ini adalah makropori yang dapat dimasuki oleh molekul ukuran besar. Arang jenis ini biasanya berasal batu bara dan selulosa.

Kualitas arang aktif ditentukan oleh sifat fisiko kimia terutama daya serap terhadap larutan dan gas. Standar kualitas arang aktif menurut SNI 06-3730-95 dapat dilihat pada Tabel 2.


(30)

Tabel 2. Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI 06-3730-95

Uraian Syarat Kualitas

Butiran Serbuk Kadar zat terbang (%)

Kadar air (%) Kadar abu (%)

Bagian tak mengarang

Daya serap terhadap I2 (mg/g) Karbon aktif murni (%)

Daya serap terhadap benzen (%)

Daya serap terhadap biru metilen (mg/g) Bobot jenis curah (g/ml)

Lolos mesh Jarak mesh (%) Kekerasan (%) Maks 15 Maks 4,5 Maks 2,5 0 Min 750 Min 80 Min25 Min 60 0,45-0,55 - 90 80 Maks 25 Maks 15 Maks 10 0 Min 750 Min 65 - Min 120 0,3-0,35 Min 90 - - (Sumber : SNI 06-3730-1995)

B. Pembuatan Arang Aktif

Arang aktif dapat dibuat dari berbagai bahan yang mengandung karbon baik yang berasal dari tumbuhan, binatang dan barang tambang. Bahan-bahan tersebut antara lain kayu, serbuk gergajian kayu, batu bara, tempurung kelapa, tempurung biji-bijian, sekam padi, tulang binatang dan lain-lain (Pari, 1996).

Pembuatan arang aktif terdiri dari dua tahap utama, yaitu proses karbonasi bahan baku dan proses aktifasi bahan terkarbonasi pada temperatur tinggi. Proses karbonasi adalah proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon dan pengeluaran unsur-unsur non karbon yang berlangsung pada suhu 600-700OC (Kienle, 1986). Pari (1991) melakukan proses karbonasi bahan pada suhu 500OC selama 4-5 jam.


(31)

Proses aktifasi merupakan proses untuk menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga dapat meningkatkan porositas arang (Cooney, 1980 dan Guerrero et al., 1970). Proses aktifasi arang dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu proses aktifasi gas dan proses aktifasi kimia.

1. Aktifasi Gas

Prinsip dasar aktivasi gas adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada arang yang telah dipanaskan. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam tungku aktifasi lalu dipanaskan pada suhu 800-1000oC. Uap air atau gas CO2 dialirkan selama pemanasan. Pada suhu dibawah 800oC, oksidasi berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu di atas 1000OC dapat terjadi kerusakan kisi-kisi heksagonal. Reaksi yang terjadi :

H2O + C CO + H2 ΔH = + 117 kJ 2H2O + C CO2 + 2H2 ΔH = + 75 kJ

CO2 + C 2CO ΔH = + 157 kJ

Reaksi yang terjadi adalah reaksi endoterm, sehingga aktifasi yang terjadi menjadi kurang efektif akibat panas yang terbentuk berkurang. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah membakar gas-gas yang terbentuk (Kienle, 1986).

CO2 + 1/2O2 CO2 ΔH = -285 kJ H2 + 1/2O2 H2O ΔH = -238 kJ

Selama pengaktifan dengan gas pengoksidasi, lapisan karbon kristalit yang tidak teratur mengalami pergeseran yang menyebabkan permukaan kristalit atau celah menjadi terbuka sehingga gas pengaktif yang lembam dapat mendorong residu hidrokarbon seperti senyawa ter, fenol, metanol dan senyawa lain, yang menempel pada permukaan arang. Cara yang efektif untuk mendesak residu tersebut adalah dengan mengalirkan gas pengoksidasi pada permukaan materi karbon (Pari, 1996).


(32)

2. Aktivasi Kimia

Prinsip dasar aktifasi kimia adalah perendaman arang dengan senyawa kimia sebelum dipanaskan. Arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600-900OC selama 1-2 jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara sela-sela lapisan heksagonal dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar (Kienle, 1986). Bahan pengaktif mempengaruhi proses pirolisis sehingga pembentukan tar dibatasi sampai tingkat minimum dan jumlah fase cairnya lebih sedikit dari jumlah karbonasi normal (Hasani, 1996).

Bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3PO4, NH4Cl, AlCl3, HNO3, KOH, NaOH, H3BO3, KMnO4, SO2, H2SO4, K2S, ZnCl2, CaCl2, dan MgCl2 (Kienle, 1986 dan Sudradjat, 1994). Aktifasi kimia dengan H3PO4 lebih banyak dilakukan karena arang aktif yang dihasilkan biasanya memiliki pori yang lebih baik dengan rendemen tinggi. Aktifasi menggunakan kombinasi H3PO4 dan uap air sangat dianjurkan (Kienle et al., 1986 dan Baker et al., 1997).

Konsentrasi H3PO4 yang biasa digunakan adalah 5-20 %. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Haryato dan Pari (1993) untuk membuat arang aktif dari tempurung kelapa, digunakan H3PO4 dengan konsentrasi 5, 10, dan 20 % dengan suhu aktifasi 900-1000OC dan waktu aktifasi 105, 120, dan 135 menit. Nopiyanti (2002) juga menggunakan H3PO4 dengan konsentrasi 5, 10, dan 15 % dengan suhu aktifasi 750 dan 850OC dan waktu aktifasi 30, 60, dan 90 menit untuk membuat arang aktif dari kulit kayu


(33)

C. Kegunaan Arang Aktif

Arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap, pembersih atau pemurni dan sebagai katalisator dalam jumlah kecil. Arang aktif banyak digunakan oleh industri yang bergerak pada sektor pemurnian, seperti industri gula, minyak dan lemak, kimia dan farmasi, industri pemurnian air dan lain-lain (Azah dan Rudyanto, 1984). Pemanfaatan arang aktif secara jelas dapat dilihat pada Tabel 3.


(34)

Tabel 3. Pemanfaatan arang Aktif dalam Dunia Industri

Maksud/Tujuan Pemakaian Untuk Gas

1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun,

bau busuk dan asap.

2. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai

bahan mentah.

3. Katalisator Katalisator reaksi atau pengangkut vinil

klorida dan vinil asetat.

4. Lain-lain Menghilangkan bau pada kamar pendingin

dan mobil

Untuk Zat Cair

1. Industri obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak pada makanan. 2. Minuman ringan, minuman keras Menghilangkan warna dan bau

3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara

4. Pembersih air Menyaring/menghilangkan bau, warna, zat

pencemar dalam air, sebagai alat pelindung dan penukar resin dalam alat/penyulingan air

5. Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air buangan

dari pencemar, warna, bau dan logam berat 6. Penambakan udang dan benur Pemurnian, penghilangan bau dan warna 7. Pelarut yang digunakan kembali Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa

metanol, etil asetat dan lain-lain

Lain-lain

1. Pengolahan pulp Pemurnian, penghilangan bau

2. Pengolahan pupuk Pemurnian

3. Pengolahan emas Pemurnian

4. Penyaringan minyak makan dan glukosa Menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak


(35)

D. Proses Adsorbsi

Adsorbsi adalah suatu proses dimana suatu partikel "menempel" pada suatu permukaan akibat dari adanya "perbedaan" muatan lemah diantara kedua benda (gaya Van der Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu lapisan tipis partikel-pertikel halus pada permukaan tersebut. Absorpsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap kedalam struktur suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut.

Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh specific affinity atau reaksi kimia antara bahan pengadsorp (adsorben) dengan zat yang diadsorp (adsorbat) (Cheremisinoff dan Morresi, 1978). Adsorben adalah padatan atau cairan yang mengadsorp, dan adsorbat adalah padatan, cairan atau gas yang diserap sebagai molekul, atom atau ion (Anonim, 1982). Proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan, cairan dengan cairan, dan cairan dengan padatan. Penggunaan adsorben karbon aktif dan alumina dalam penyaringan minyak goreng bekas termasuk dalam adsorpsi antara cairan dengan padatan. Adsorpsi dengan padatan tergantung dari luas permukaan padatan.

Proses adsorbsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu :

1. Zat terjerap pada arang bagian luar 2. Zat menuju pori-pori arang

3. Zat terjerap pada dinding bagian dalam arang Mekanisme peristiwa adsorbsi :

1. Molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (disebut difusi eksternal).

2. Sebagian ada yang teradsorbsi di permukaan luar.

3. Sebagian besar terdifusi lanjut ke dalam pori-pori adsorben (disebut difusi internal).


(36)

4. Bila kapasitas adsorbsi masih sangat besar, sebagian akan teradsorbsi dan terikat dipermukaan, namun bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh dengan adsorbat, dapat terjadi :

ƒ Terbentuk lapisan adsorbsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat dipermukaan. Gejala ini disebut adsorbsi multi layer.

ƒ Tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang belum teradsorbsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida. Ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik (physiosorption) dan adsorpsi secara kimia (chemisorption). Kedua metode ini terjadi bila molekul-molekul dalam fase cair diikat pada permukaan suatu fase padat sebagai akibat dari gaya tarik-menarik pada permukaan padatan (adsorben), mengatasi energi kinetik dari molekul-molekul kontaminan dalam cairan (adsorbat) (Cheremisinoff dan Moressi, 1978).

Menurut Anonim (1982) adsorpsi secara fisik adalah adsorpsi yang reversibel dengan interaksi lemah, energi untuk adsorpsi secara fisik besarnya kurang dari 63-84 kj/mol. Sedangkan dalam adsorpsi secara kimia interaksi antara adsorben dan adsorbatnya lebih kuat karena terjadi reaksi antara permukaan adsorben dengan adsorbatnya, energi untuk adsorpsi secara kimia biasanya lebih besar dari 84-126 kJ/mol.

Menurut Cookson (1978), beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi antara lain ialah :

1. Sifat fisika dan kimia adsorben, yaitu luas permukaan, ukuran pori-pori, komposisi kimia.

2. Sifat fisika dan kimia adsorbat, yaitu antara lain ukuran molekul, polaritas molekul, komposisi kimia.

3. Konsentrasi adsorbat dalam fase cair (larutan). 4. Sifat fase cair, seperti pH dan temperatur. 5. Lamanya proses adsorpsi tersebut berlangsung.

Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila mempunyai daya adsorbsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan persatuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik ataupun kimia. Perbesaran luas


(37)

permukaan dapat dilakukan dengan pengecilan partikel adsorben. Pengecilan ukuran tidak boleh terlalu kecil karena dapat menyebabkan adsorben terbawa oleh aliran fluida. Pada umumnya arang yang terbentuk dihancurkan sampai berukuran 0,3-0,5 cm (Setyaningsih, 1995).

E. Jambu mede (Anacardium occidentale)

1. Uraian Tanaman

Tanaman Jambu mede biasa tumbuh di hutan-hutan dan ladang-ladang (di daerah kering, panas) pada ketinggian 1200 m di atas permukaan laut. Tetapi ada juga yang ditanam di halaman sebagai tanaman buah-buahan. Jambu mede termasuk tumbuhan berkeping biji dua (tumbuhan berbiji belah). Diklasifikasikan sebagai tumbuhan yang berdaun lembaga dua atau dikotil.

Gambar 2. Tanaman Jambu mede

Jambu mede memiliki cabang dan ranting serta tumbuh dengan tinggi 9 - 12 m. Batang pohonnya tidak rata dan berwarna coklat tua. Daunnya bertangkai pendek, berbentuk lonjong dengan tepian berlekuk dan guratan rangka daunnya terlihat jelas. Bunganya berhulu, terkumpul dalam bentuk malai dan daun tunjangnya lebar. Daun mahkota berwarna putih. Bagian buah yang membesar berdaging lunak, berair dan berwarna kuning kemerahan merupakan tangkai buah yang membesar. Sedangkan buahnya (jambu mede), berukuran 3 cm, berbentuk ginjal dan bijinya


(38)

berkeping dua terbungkus kulit yang mengandung getah. Kulit buah berwarna abu-abu dan berguna sebagai obat. Tumbuhan ini tidak termasuk golongan jambu melainkan golongan mangga.

2. Kandungan kimia

Kandungan biji jambu mede mentah berisi biji dan kulit biji yang tipis, kedua bagian ini berturut-turut sebanyak 20-30% dan 23% dari berat biji kotor; 70-75% sisanya adalah cangkangnya. Berat biji medenya 4-8 g, tetapi kadang-kadang mencapai 15 g. Bijinya berisi 21% protein dan 35-45% minyak. Minyaknya mengandung 60-74% asam oleat dan 20-28% asam linoleat. CNSL-nya berisi 90% asarn anakardat (anacardic acid) dan 10% kardol (cardyl).

Jambu mede mengandung senyawa kimia seperti tanin, anacardic acid dan cardol yang bermanfaat sebagai anti bakteri dan anti septik. Daun jambu mede yang masih muda mempunyai komposisi antara lain: Vitamin A sebesar 2689 SI per 100 g, Vitamin C sebesar 65 g per 100 g, kalori 73 g per 100 g, protein 4,6 g per 100 g, lemak 0,5 g per 100g, hidrat arang 16,3 g per 100 g, kalsium 33 mg per 100 g, fosfor 64 mg per 100 g, besi 8,9 mg dan air 78 g per 100 g. Sari buah-semu jambu mede banyak mengandung riboflavin (vitamin B2), asam askorbat (vit. C), dan kalsium

3. Kandungan dan manfaat :

Tumbuhan obat-obatan ini dipergunakan di ±23 negara dan termasuk dalam daftar prioritas WHO mengenai tumbuhan obat-obatan yang paling banyak dipakai didunia. Diperkirakan bahwa jambu mede dapat mengontrol pusat otak yang terganggu (hilang ingatan, kelelahan kerja, gangguan seks, halusinasi, mundur ingatan dan lain sebagainya). Kulit buahnya berwarna abu-abu dan berguna sebagai obat. Kulit buah yang telah ditumbuk halus dipersiapkan sebagai tinktur atau obat bubuk.


(39)

Efek sampingannya mungkin berupa dermatitis. Kulitnya sepat rasanya dan dipakai sebagai obat untuk menciutkan pembuluh darah.

Tanaman ini mengandung tanin, yang dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit, dan air perasan kulit buah menjadi hitam jika terkena udara, selain itu tanaman ini juga mengandung minyak berwarna kuning muda yang rasanya manis (minyak acayu), terdiri atas 4O-50% kardol (tannin beracun) dan asam anakardia. Minyak ini menyebabkan kulit terbakar atau menggelembung. KuIit buahnya juga mengandung gliserida, asam-asam linolein, palmitin, stearin dan lignoserin, serta sitosterin. Kayunya mengandung katechin dan pada seluruh bagian tumbuh-tumbuhan menghasilkan asam gallus. Daunnya dapat dipakai sebagai obat Iuar untuk mengobati penyakit kulit (misaInya pemphigus neonatorum) dan luka bakar. Air perasan kulit buah yang berminyak bisa dipakai sebagai obat luar untuk mengobati borok dan kutil yang menahun pada kulit. Tetapi kita harus berhati-hati terhadap reaksi yang mengandung racun akibat cara pengobatan tua itu. Akarnya dipakai sebagai obat mencret dan kulitnya sebagai obat kumur (terhadap seriawan) dan obat jerawat. Beberapa obat resen adalah: 1.Tinktur (campuran alkohol) dari kulit buah digunakan sebagai obat cacing. 2. Minyak kulit buah sebagai

cardolum vesicans (menyebabkan gelembung di atas kulit) 3. Ekstrak campuran air teIah dipaten sebagai obat pelawan tekanan darah tinggi.

Di Brazil, Mozambik, dan Indonesia, jambu mede juga penting; bijinya dimakan segar atau dicampur dalam rujak buah, serta semacam minuman dibuat dari sari buahnya. Anggur jambu mede (sari buah yang agak terfermentasi) dinikmati pada masa panen dan dapat didestilasi untuk dijadikan minuman berkandungan alkohol tinggi. Hasil sampingannya berupa kulit biji dan cangkangnya. Kulit bijinya digunakan sebagai pakan unggas. Cairan cangkang buah jambu mede (CNSL) dapat dipakai dalam industri dan digunakan sebagai bahan pengawet, misalnya untuk mengawetkan peralatan kayu dan jala penangkap ikan. Ampas cangkangnya seringkali digunakan sebagai bahan bakar di pabrik ekstraksi CNSL. Kayu jambu mede digunakan untuk kayu bakar atau untuk kayu


(40)

perkakas berkualitas rendah. Kulit batangnya mengandung tanin. Pohon yang dilukai akan mengeluarkan semacam gom yang dapat digunakan untuk perekat (untuk kayu kusen, kayu lapis, penjilidan buku), mungkin kurang-lebih disebabkan oleh adanya sifat insektisida.

Gambar 3. Pohon Industri Tanaman Jambu mede

F. Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi. Secara umum komponen utama minyak sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya, karena asam lemak menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak (Djatmiko, 1974).

Minyak goreng yang dihasilkan dari bahan yang berbeda mempunyai stabilitas yang berbeda pula. Karena stabilitas minyak goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya, penyebaran ikatan rangkap dan bahan-bahan pembantu yang dapat mempercepat atau menghambat proses kerusakan, dimana bahan pembantu tersebut terdapat secara alami ataupun sengaja ditambahkan (Griswold, 1962).


(41)

Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia (jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah, dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit), dan biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao, dan lain-lain). Proses pemurnian minyak nabati untuk menghasilkan minyak goreng tersebut meliputi beberapa tahap yaitu degumming, netralisasi, pemucatan, dan deodorisasi.

Tidak semua minyak nabati dapat digunakan untuk menggoreng. Menurut Ketaren (1986) minyak yang termasuk golongan setengah mengering (semi drying oil) atau minyak mengering (drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena minyak tersebut jika kontak dengan udara pada suhu tinggiakan mudah tereoksidasi sehingga berbau tengik. Minyak yang dipakai untuk menggoreng adalah minyak yang tergolong dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, termasuk di dalamnya adalah minyak sawit.

Menurut Winarno (1992) mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila minyak mengalami pemanasan yang berlebihan, bagian molekulnya yaitu gliserol akan mengalami kerusakan dan kehancuran dan minyak tersebut segera mengeluarkan asap biru yang sangat mengganggu lapisan selaput mata. Molekul-molekul gliserol tersebut menjadi kering dan terbentuklah aldehida yang tidak jenuh yang disebut akrolein. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebasnya. Semakin tinggi titik asapnya, semakin baik mutu minyak goreng tersebut.

Dalam proses penggorengan, minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan sumber kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 1986). Syarat mutu minyak goreng menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 4.


(42)

Gambar 4. Minyak Goreng Bekas Tahu Sumedang Tabel 4. Syarat mutu minyak goreng

Komponen Kadar Maksimum

Keadaan : Bau Rasa

Normal Normal

Air Maks. 0,30 % b/b

Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat)

Maks. 0,30 % b/b

Bilangan peroksida 1.0 mg oksigen/100 g Cemaran logam :

Besi (Fe) Timbal (Pb)

Negatif Negatif Sumber : SNI 01-3741-1995

Dalam memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis. 2. Tahan terhadap tekanan oksidatif.

3. Memilliki kualitas yang seragam.

4. Mudah untuk digunakan, baik dari segi bentuk (fluid shortening lebih mudah daripada solid shortening) maupun dari kemudahan pengemasan. 5. Memiliki titik asap yang tinggi dan kandungan asapnya rendah setelah

digunakan untuk menggoreng.

6. Mengandung flavor alami dan tidak menimbulkan off flavor pada produk yang digoreng.

7. Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan efek greasy


(43)

Menurut Pokorny (1999), dalam proses perubahan sifat fisiko kimia minyak ada tiga hal utama yang mempercepat proses perubahan tersebut yaitu; (1) keberadaan komponen air di dalam bahan pangan yang digoreng yang dapat menyebabkan reksi hidrolisis minyak, (2) oksigen dari atmosfer yang dapat mempercepat reaksi oksidasi minyak dan (3) suhu proses yang sangat tinggi yang berdampak pada percepatan proses kerusakan minyak.

Menurut Perkins dan Erickson (1996), proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen akan mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat di dalam minyak, seperti asam oleat dan linoleat. Kerusakan minyak akibat pemanasan dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan kekentalan, peningkatan kandungan asam lemak bebas, kenaikan bilangan peroksida, dan kenaikan kandungan urea adduct forming esters. Selain itu dapat pula dilihat terjadinya penurunan bilangan iod dan penurunan kandungan asam lemak tak jenuh.

Menurut Lawson (1995), minyak yang digunakan untuk proses penggorengan akan mengalami 4 perubahan besar yang terjadi yaitu; (1) perubahan warna, (2) oksidasi, (3) polimerisasi dan (4) hidrolisis. Pembentukan flavor yang menyimpang juga sering terjadi pada minyak yang telah digunakan selama proses penggorengan.

a) Perubahan Warna Minyak Goreng

Semua bahan pangan yang digoreng mengandung bahan-bahan, seperti gula, pati, protein, phospat, komponen sulfur dan berbagai mineral yang akan larut atau tertinggal di dalam minyak goreng. Berbagai material ini akan bereaksi, terpapar suhu yang tinggi dan selanjutnya mengendap yang akan menyebabkan perubahan warna pada minyak goreng. Kecepatan perubahan warna pada minyak berbeda-beda tergantung sekali oleh bahan pangan yang digoreng. Produk daging seperti olahan ayam memiliki kemampuan yang lebih cepat dalam merubah warna gelap minyak dibandingkan denga kentang. Kemampuan protein dalam membentuk browning lebih baik dibandingkan dengan pati. Bahan-bahan tambahan seperti breading serta komponen sulfur dan phospat yang


(44)

dipeaki dalam pembuatan produk ayam olehan juga turut mempercepat pembentuka warna gelap minyak (Lawson, 1995).

Menurut Ketaren (1986), perubahan warna minyak yang digunakan dalam proses penggorengan juga disebabkan oleh reaksi oksidasi. Lemak atau minyak dalam jaringan secara alamiah biasanya bergabung dengan pigmen karotenoid yang akan turut rusak oleh proses oksidasi. Oksidasi karoten akan mulai terjadi pada periode induksi.

Perubahan warna pada minyak selama proses menggoreng menjadi lebih gelap merupakan indikator proses awal dari oksidasi minyak. Komponen-komponen yang tak tersabunkan, berbagai jenis gums, lecithin dapat mempercepat proses penggelapan warna minyak. Terbentuknya warna gelap pada minyak disebabkan karena keberadaan komponen phenolik. Kecepatan perubahan warna minyak juga sangat tergantung dari proses oil turnover system. Banyaknya minyak yang diserap oleh produk yang digoreng harus segera digantikan oleh minyak baru yang berarti juga penghambatan terhadap proses perubahan warna pada minyak goreng.

b) Oksidasi Minyak Goreng

Menurut Ketaren (1986) kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan makanan gorengan dengan rupa yang tidak menarik dan rasa yang tidak enak serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak essensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan akibat oksidasi bahan pangan berlemak terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen yang disusul denga tahap kedua yang merupakan kelanjutan dari reaksi tahap pertama yang prosesnya dapat berupa proses oksidasi maupun non oksidasi. Proses oksidasi umumnya dapat terjadi pada setiap jenis lemak misalnya lemak babi, mentega putih, minyak goreng, minyak salad dan bahan pangan berlemak lainnya.


(45)

Selama proses penggorengan berlangsung, oksigen yang ada diudara akan bereaksi dengan minyak yang ada dalam fryer. Beberapa produk hasil reaksi ada yang langsung menguap dan ada yang tertinggal dalam minyak. Pada suhu kamar biasanya proses oksidasi berjalan sangat lambat dan mulai mangalami peningkatan ketika proses sedang berjalan terutama pada suhu penggorengan yang tinggi (≥177 oC).

Beberapa faktor disamping suhu yang turut berpengaruh terhadap kecepatan proses oksidasi antara lain ; (1) kecepatan penyerapan minyak oleh produk dan sistem regenerasi minyak baru, (2) luas permukaan dari minyak yang terpapar oksigen, (3) keberadaan ion logam seperti tembaga yang bersifat prooksidan, (4) keberadan dari antioksidan tahan suhu tinggi seperti methyl silikon dan (5) kualitas dari minyak yang digunakan selama proses (Lawson 1995)

Proses oksidasi akan menghasilkan hidroperoksida yang akan mengalami degradasi lebih lanjut melalui tiga reaksi. Pertama reaksi fisi yang akan menghasilkan alkohol, aldehida, asam dan hidrokarbon yang mempunyai peranan dalam pembentukan flavor dan warna hitam pada minyak. Reaksi yang kedua adalah dehidrasi yang menghasilkan keton serta reaksi yang ketiga adalah reaksi pembentukan radikal bebas yang membentuk dimer, trimer, epoksida dan hidrokarbon yang mempunyai peran dalam meningkatkan kekentalan minyak serta terbentuknya fraksi NAF (Non Urea Adduct Forming). Polimer-polimer yang ada dalam minyak merupakan suatu petunjuk adanya NAF (Perkins dan Erickson, 1996).

c) Polimerisasi

Proses oksidasi yang berlanjut pada minyak goreng akan menyebabkan terbentuknya polimer-polimer yang dapat digolongkan dalam Non Volatile Decomposition Product (NVDP) dan Volatile Decomposition Product (VDP) (Suhadi, 1968). Senyawa-senyawa yang bersifat volatil termasuk di dalamnya peroksida, mono dan disliserida, aldehid, ketone dan asam karboksilat. Sedangkan senyawa-senyawa non


(46)

volatil termasuk komponen polar, monomer (siklik dan non siklik), dimer, trimer dan komponen lain yang memiliki bobot molekul besar (Lawson, 1995).

Menurut Djatmiko dan Enie (1985) ada 3 macam reaksi utama yang menyokong terbentuknya senyawa-senyawa NVDP ini. Reaksi-reaksi tersebut ialah autooksidasi, thermal polimerization dan thermal oxidation. Terbentuknya senyawa polimer dapat ditandai dengan meningkatnya kekentalan minyak goreng. Hubungan antara kenaikan kandungan senyawa yang molekulnya tinggi dengan nilai gizi minyak yang telah dipanaskan dapat memberikan efek penurunan keseshatan pada tikus percobaan.

d) Hidrolisis

Hidrolisis merupakan reaksi yang terbentuk antara air dari produk dengan minyak goreng yang dapat membentuk asam lemak bebas. Menurut Lawson (1995), kecepatan pembentukan asam lemak bebas sangat tergantung dari beberapa faktor di bawah ini :

1. Jumlah air yang terkandung dalam produk maupun jumlah air yang masih tersisa pada ketel sehabis proses cleaning.

2. Suhu penggorengan yang digunakan selama proses. Semakin tinggi suhu yang digunakan kecepatan pembentukan asam lemak bebas semakin meningkat.

3. Kecepatan dari oil turnover system.

4. Jumlah partikel/remah-remah rontokan dari produk yang digoreng. 5. Bilangan heating / cooling cycles dari minyak.

Menurut Winarno (1999) minyak yang digunakan lebih dari sekali menggoreng akan lebih cepat berasap pada suhu yang lebih rendah. Minyak seharusnya dipanaskan tidak lebih tinggi dan tidak lebih lama dari yang diperlukan untuk menjaga agar proses hidrolisis hanya terjadi secara minimal. Permukaan wajan atau ketel pemanas juga mempengaruhi titik asap. Semakin kecil diameter ketel aka menyebabkan lebih cepat menjadi panas dan berasap.


(47)

Keberadaan asam lemak bebas sebagai hasil dari reaksi hidrolisis juga memberikan pengaruh terhadap penurunan titik asap minyak goreng disamping juga keberadaan dari partikel-partikel atau remah-remah dari rintokan bahan yang digoreng yang juga ikut membentuk asam sewaktu proses penggorengan berlangsung. Hasil penelitian dari Pantzaris (1999) menunjukkan hasil bahwa titik asap minyak akan semakin menurun seiring dengan frekuensi pemakaian minyak dan peningkatan kandungan asam lemak bebas di dalam minyak.

G. Pemurnian

Pemurnian minyak goreng dengan cara degguming, netralisasi, pemucatan, deodorisasi bertujuan untuk menghilangkan rasa, bau, warna dan kandungan zat lain yang tidak diiginkan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pengolahan minyak selanjutnya dan untuk memperpanjang umur simpan minyak.

Proses pemurnian dapat menurunkan kadar sabun 5-10 ppm, menurunkan kadar logam secara lambat sebesar 0,001-1 ppm dan akan mengurangi pembentukan peroksida sebagai hasil oksidasi minyak, sedangkan kadar asam lemak bebas meningkat secara lambat (Ketaren, 1986).


(48)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung biji jambu mede (Anacardium occidentale) yang diperoleh dari limbah padat pengolahan biji jambu mede asal Muna, Sulawesi Tenggara. Bahan yang digunakan untuk aktifasi arang adalah H3PO4 dengan berbagai konsentrasi.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisa mutu arang aktif adalah benzena, metanol, kloroform (CHCl3), karbon tetraklorida (CCl4), formalin larutan iod 0,1 N (dalam KI), Natrium thiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, akuadest, larutan kanji 1 % dan arang aktif komersial. Bahan untuk aplikasi arang aktif adalah minyak goreng bekas. Bahan yang digunakan untuk menguji minyak antara lain adalah KOH 0,1 N, alkohol netral 95 %, pereaksi hanus, air suling KI jenuh, Na2S2O3 0,1 N, pfenolfthalein, asam asetat glasial dan kloroform (3:2).

Alat-alat yang digunakan untuk membuat arang aktif adalah tungku pengarangan, tungku aktivasi (retort) yang dilengkapi ketel uap, labu takar, pipet volumetrik, ember, saringan dan neraca analitik. Alat-alat yang digunakan untuk analisa mutu arang aktif adalah mortar, spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer serapan atom (SSA), saringan 100 mesh, cawan porselen, cawan petri, oven, tanur, desikator, gegep, pengaduk (stirer), dan alat-alat gelas untuk analisa. Alat yang digunakan untuk pengujian minyak adalah hot plate, stirer, spectronic 20, erlenmeyer 200 ml, penangas air. Semua alat yang digunakan dalam pembuatan arang aktif dan pengujian pada minyak goreng bekas berada di Laboratorium Energi dan Hasil Hutan Bukan Kayu-Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Laboratorium Teknik Kimia TIN-IPB, dan BALITRO.


(49)

Gambar 5. Tungku Pengarangan Gambar 6. Tungku Aktifasi (Retort)

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi asam fosfat terbaik sebagai aktivator arang yang akan digunakan pada penelitian utama. Pada awal penelitian pendahuluan dilakukan analisa sifat fisiko kimia tempurung dan arang tempurung biji jambu mede yang meliputi rendemen (berat kering), kadar air, kadar abu, zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap terhadap iodium, daya serap terhadap benzen, metanol, chloroform, karbon tetraklorida, dan formalin dengan mengikuti metode SNI 06-3730-1995 dan metode ASTM 1999.

Pada penelitian pendahuluan digunakan 5 jenis konsentrasi H3PO4 untuk merendam arang aktif yaitu 1, 5, 10, 15 dan 20 %. Aktifasi arang dilakukan pada suhu ± 650, 750 dan 850OC. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan perlakuan, maka dibuat kontrol dari arang yang tidak direndam dalam larutan H3PO4 untuk masing-masing suhu aktifasi.


(50)

2. Penelitian Utama

Sebanyak kurang lebih 2500 gram bahan baku dikarbonasi pada suhu 500oC selama 5 jam. Arang yang dihasilkan diaktifkan secara gas dan kimia yaitu dengan cara merendam arang dalam larutan H3PO4 5 % selama 24 jam. Arang yang sudah direndam kemudian ditiriskan dan dimasukkan ke dalam kawat kasa berbentuk silinder untuk kemudian diaktifkan pada suhu ± 850OC dan disemprot dengan uap panas pada tungku aktifasi (retort) dengan variasi penyemprotan selama 1, 2 dan 3 jam. Uap panas yang digunakan memiliki suhu ± 125OC, laju ± 0,27 kg/jam dan tekanan 0,025 mbar. Diagram alir pembuatan arang aktif dapat dilihat pada Gambar 10.

Arang aktif yang dihasilkan dihaluskan hingga lolos saringan 100 mesh dan selanjutnya dianalisa untuk mengetahui sifat fisiko-kimianya. Analisa sifat fisiko kimia juga dilakukan pada arang aktif komersial sebagai pembanding. Analisa yang dilakukan pada arang aktif sama dengan analisa yang dilakukan pada arang.

Sampel yang memiliki nilai analisa sifat fisiko kimia terbaik diuji kemampuannya untuk memurnikan minyak goreng bekas. Sebelum digunakan untuk memucatkan minyak, arang aktif terlebih dahulu dicuci dengan air hangat sampai pH-nya netral kemudian ditiriskan, dihaluskan hingga lolos saringan 80 mesh dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu ± 105OC selama 3 jam.

Pemucatan minyak dilakukan dengan mencampur minyak dan arang aktif dengan konsentrasi 2 % (b/b) pada suhu ± 80OC dan diaduk secara kontinyu menggunakan stirer selama satu jam. Minyak didiamkan sampai arang aktif mengendap, kemudian disaring dengan kertas saring whatman 42. Analisa yang dilakukan terhadap minyak sebelum dan sesudah proses pemurnian meliputi kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida serta kejernihan minyak goreng. Diagram alir pemurnian minyak goreng bekas menggunakan arang aktif dapat dilihat pada Gambar 11.


(51)

3. Tata Laksana Penelitian

Tata laksana penelitian berisi tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian. Diagram alir tahap penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah ini.

Gambar 9. Diagram Alir Tahapan Penelitian Penentuan Tujuan Penelitian

Tinjauan Pustaka

Penentuan variabel-variabel penelitian, teknik rancangan percobaan

Pengujian kualitas minyak goreng bekas yang telah dimurnikan

Pengolahan dan pembahasan data penelitian Pembuatan arang aktif

Penentuan sampel penelitian

Pengujian kualitas arang aktif

Rekomendasi hasil penelitian Pemurnian minyak goreng bekas

Kesimpulan dan saran hasil penelitian Mulai


(52)

Gambar 10. Diagram alir proses pembuatan arang aktif serbuk dari tempurung biji jambu mede

Tempurung biji jambu mede

Arang

Arang aktif serbuk Karbonasi (± 500OC, 5 jam)

Penirisan

Perendaman dalam H3PO4 (1, 5, 10, 15, 20 %)

Pengaktifan

(650OC, 750OC, 850OC, 60 menit)

Pendinginan

Analisa mutu Pengayakan Penggilingan

Arang aktif Steam

(± 125OC, ± 0,27 kg/jam, 0,025 mbar)


(53)

Gambar 11. Diagram Alir Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas dengan Menggunakan Arang Aktif

Arang aktif

Minyak pucat Arang aktif serbuk

Minyak goreng bekas Penggilingan

Pengendapan

Pemanasan dan pengadukan (±80OC, 1 jam) Pengayakan

Pencampuran (arang aktif 2 % (b/b))

Penyaringan

Analisa Pencucian

(sampai air cucian netral)

Penirisan

Pengeringan Oven

(± 105OC, 3 jam) Pemanasan (± 80O


(54)

Gambar 12. Pencampuran Arang Aktif dengan Minyak Goreng Bekas

Gambar 13. Penyaringan Minyak Goreng Bekas


(55)

C. Rancangan Percobaan Pembuatan Arang Aktif (Sudjana, 1994)

Model rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial menggunakan dua faktor perlakuan yaitu faktor perendaman dengan H3PO4 (A) dan lama waktu steam (S) dengan dua kali ulangan untuk masing-masing taraf perlakuan. Faktor A terdiri dari dua taraf dan faktor B terdiri dari tiga taraf. Model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + Ai +Sj + ASij +

ε

ijk Dimana :

Yijk = Variabel yang diukur.

μ = Nilai tengah populasi (rata-rata sesungguhnya). Ai = Pengaruh perendaman H3PO4 pada taraf ke-i. Sj = Pengaruh waktu steam pada taraf ke-j.

ASij = Pengaruh interaksi perendaman H3PO4 taraf ke-i dengan waktu steam taraf ke-j.

ε

ijk = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan j pada ulangan ke-k. Perlakuan terdiri dari :

a. Perendaman H3PO4 (A), dengan taraf faktor : A0 = Tanpa perendaman dengan H3PO4 A1 = Dengan perendaman H3PO4 b. Waktu steam (B), dengan taraf faktor :

S1 = Steam selama 1 jam S2 = Steam selama 2 jam S3 = Steam selama 3 jam

Berdasarkan model rancangan percobaan yang digunakan, maka jumlah satuan eksperimen (SE) penelitian ini adalah A x B x jumlah ulangan = 2 x 3 x 2 = 12 SE.


(56)

D. ANALISA

Analisa mutu arang aktif dilakukan dengan mengetahui rendemen arang aktif, kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon, daya serap terhadap iod, dan daya serap terhadap Benzen, Metanol, Chloroform, Karbon Tetrachlorida, serta Formalin. Secara rinci prosedur analisa mutu arang aktif dapat dilihat pada Lampiran 1.


(57)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan penjemuran kulit biji jambu mede

di ruang terbuka dengan terik sinar matahari selama 3 hari untuk mengurangi

kandungan air pada kulit biji jambu mede serta zat-zat yang tidak diinginkan

dalam proses pembuatan arang aktif. Pada analisa awal, diperoleh kadar air pada

kulit biji jambu mede berkisar antara 5,95 – 23,5 % dengan rata-rata sebesar

17,9 %. Besarnya rentang kisaran kadar air pada kulit biji jambu mede ini

disebabkan karena tidak semua zat-zat yang terkandung dalam kulit biji jambu

mede ini dapat menguap dengan hanya panas sinar matahari.

Kulit biji jambu mede selanjutnya dikarbonasi menjadi arang pada suhu ±

500

o

C selama 5 jam. Pada proses karbonasi ini digunakan tungku pengarangan

dengan sistem tertutup dengan memanfaatkan panas dari aliran listrik. Dengan

pengarangan sistem tertutup ini kemungkinan dihasilkannya abu sangat kecil

sekali karena tidak ada oksigen yang masuk ke dalam tungku pengarangan. Jika

ada yang menjadi abu berarti suhu yang dipakai sudah mencapai 1000

o

C. Pada

proses karbonasi terjadi proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon

dan pengeluaran unsur-unsur nonkarbon. Pada prores karbonasi ini kulit biji

jambu mede yang dimasukkan sebanyak 2500 gr dan rendemen yang dihasilkan

setelah proses karbonasi berkisar antara 20,08 – 22,12 % dengan rata-rata

21,27 %.

Pada proses karbonasi ini, juga dihasilkan campuran antara cairan

destilat/asap cair dan minyak mete (ter) sebanyak 1391,94 gr. Asap cair diperoleh

dari hasil pengkondendasian asap yang memiliki komponen utama berupa asam,

fenol, dan karbonil. Pada proses karbonasi kulit biji jambu mede ini minyak mede

(ter) yang dihasilkan lebih banyak daripada cairan destilatnya. Banyaknya minyak

yang dihasilkan ini karena ketika dilakukan pengeringan dengan penjemuran,


(58)

minyak mete tidak mudah menguap begitu saja mengingat minyak mete tergolong

minyak yang sukar menguap pada suhu penjemuran. Pada umumnya, minyak

mete ini akan menguap ketika pada proses karbonasi suhunya telah mencapai ±

300

o

C. Menguapnya minyak mete dan cairan destilat biasanya ditandai dengan

munculnya asap pada tabung penampungan yang berarti di dalam bahan yang

akan diarangkan masih mengandung komponen-komponen air dan minyak yang

dapat mengganggu kemampuan arang dalam menyerap gas atau cairan.

Dari hasil proses karbonasi, diperoleh kandungan karbon terikat arang

kulit biji jambu mede berkisar antara 73,65 – 81,70 %. Hal ini menunjukkan

bahwa arang kulit biji jambu mede berpotensi untuk dijadikan sebagai arang aktif

(

activated charcoal

). Menurut Djatmiko

et al.

(1985), arang dapat dikonversi

menjadi arang aktif bila mengandung kadar karbon terikat yang cukup tinggi

yaitu sekitar 70 – 80 %.

Daya serap arang ditingkatkan dengan proses aktifasi pada suhu tinggi

dan penambahan bahan pengaktif. Menurut Cooney (1980), proses aktifasi dapat

menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga dapat

meningkatkan porositas arang.

Aktifasi arang dilakukan dengan merendam arang sebanyak 300 gr pada

H

3

PO

4

1, 5, 10, 15, dan 20 % selama 24 jam kemudian diaktifasi dengan

pemanasan pada suhu ± 650, 750, dan 850

o

C selama 4 jam yang diselingi dengan

pemberian

steam

panas selama 1 jam. Sehingga diperoleh rendemen rata-rata

sebesar 69,59 %. Hasil analisa fisiko kimia penelitian pendahuluan dapat dilihat

pada Lampiran 2.

Hasil analisa fisiko kimia yang dilakukan menunjukkan bahwa sampel

yang diaktifasi dengan suhu 850

o

C memiliki nilai daya serap terhadap iod yang

lebih tinggi yakni berkisar antara 606,25 – 839,52 mg/g. Nilai ini jauh lebih besar

bila dibandingkan dengan sampel yang diaktifasi dengan suhu 650

o

C yakni

hanya berkisar antara 188,47 – 351,26 mg/g dan 750

o

C yang hanya berkisar

antara 273 – 552,87 mg/g. Tingginya nilai daya serap arang aktif terhadap iodium

pada suhu 850

o

C menunjukkan bahwa aktifasi pada suhu tinggi akan


(59)

menyebabkan semakin banyak pelat-pelat karbon yang bergeser yang akan

mendorong senyawa hidrokarbon, ter, senyawa organik lainnya untuk keluar pada

saat aktifasi sehingga struktur mikropori arang aktif akan semakin banyak yang

terbentuk dan luas permukaan arang aktif yang dihasilkan juga semakin besar.

Akibatnya, penyerapan terhadap iod juga bertambah besar. Penambahan

konsentrasi H

3

PO

4

kurang begitu berpengaruh terhadap daya serap arang aktif

terhadap iod. Perendaman dengan H

3

PO

4

dapat meningkatkan daya serap arang

aktif terhadap iod yakni berkisar antara 801,63 – 839,52 mg/g. Nilai ini lebih

tinggi bila dibandingkan terhadap arang yang tidak direndam dengan H

3

PO

4

yakni

sebesar 606,25 mg/g. Besarnya penyerapan arang aktif terhadap iod dikarenakan

pada saat proses aktifasi H

3

PO

4

akan meresap masuk ke dalam kisi-kisi plat

karbon arang dan akan mengeluarakan senyawa-senyawa hidrokarbon, ter,

destilat, serta senyawa non karbon sehingga pori-pori arang akan bertambah

besar.

Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap arang yang sudah diaktifasi

diperoleh sampel arang aktif dengan kualitas terbaik. Sampel arang aktif yang

digunakan pada penelitian utama adalah sampel yang memiliki daya serap

terhadap iod yang tinggi. Dari hasil analisa sifat fisiko kimia arang aktif yang

meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat,

dan daya serap iod, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan arang aktif terbaik

dimiliki oleh sampel dengan perendaman H

3

PO

4

5 % dan suhu aktifasi 850

o

C

(A2B3). Untuk mengetahui seberapa besar perubahan daya serap arang aktif

terhadap larutan dan gas maka dilakukan variasi terhadap pemberian s

team

panas

pada proses aktifasi yakni

steam

dengan lama waktu 1, 2 dan 3 jam.


(60)

B.

Penelitian Utama

Arang aktif yang dihasilkan memiliki penampilan fisik berupa warna dan

bentuk yang sama dengan arangnya. Arang aktif ini kemudian dihaluskan lagi

hingga menyerupai serbuk arang aktif. Serbuk arang aktif ini memiliki warna

hitam, tidak berbau serta tidak larut dalam air.

Karakteristik arang aktif yang dihasilkan dalam penelitian ini, ada yang

memenuhi standar kualitas arang aktif dan ada yang tidak memenuhi standar

kualitas arang aktif menurut SNI 06-3730-95. Karakteristik tersebut meliputi :

1.

Rendemen Arang Aktif

Penetapan rendemen arang aktif bertujuan untuk mengetahui jumlah

arang aktif yang dihasilkan dari proses karbonasi dan aktifasi. Pada penelitian ini

nilai rendemen yang dihasilkan berkisar antara 34,30 – 70,67 %. Rendemen arang

aktif yang tertinggi terdapat pada sampel A1B1S1 (perendaman dengan H

3

PO

4

5

%, suhu aktifasi 850

o

C, dan waktu s

team

selama 1 jam) sebesar 70,67 %. Bila

dibandingkan dengan sampel A0B1S1 (tanpa perendaman, suhu aktifasi 850

o

C,

dan waktu s

team

selama 1 jam) yang hanya sebesar 68,62 %, terlihat bahwa

faktor perendaman cenderung mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan.

Sedangkan rendemen terkecil terdapat pada sampel A0B1S3 (tanpa perendaman,

suhu aktifasi 850

o

C, dan waktu s

team

selama 3 jam) sebesar 34,30 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan baku, bentuk bahan

baku (serbuk atau granulat), konsentrasi H

3

PO

4

dan lamanya waktu s

team

yang

diberikan pada proses aktifasi serta interaksi antara faktor-faktor tersebut

berpengaruh nyata terhadap rendemen arang aktif yang dihasilkan.

Peningkatan konsentrasi H

3

PO

4

yang digunakan mampu meningkatkan

rendemen arang aktif yang dihasilkan. Menurut Hartoyo (1993), bahan kimia

yang ditambahkan dapat memperlambat laju reaksi pada proses oksidasi. Hal ini

menunjukkan bahwa H

3

PO

4

selain berfungsi sebagai pelindung bahan dari panas


(61)

sehingga semakin tinggi konsentrasi H

3

PO

4

yang digunakan maka semakin sedikit

bahan yang terbakar pada saat aktifasi. H

3

PO

4

juga berfungsi sebagai pembersih

kotoran yang menempel pada permukaan arang aktif.

Peningkatan suhu aktifasi yang digunakan mampu menurunkan rendemen

arang aktif yang dihasilkan. Menurut teori kinetika, semakin tinggi suhu reaksi

yang digunakan maka laju reaksi akan bertambah cepat. Peningkatan suhu akan

mempercepat laju reaksi antara karbon dengan uap air sehingga semakin banyak

karbon yang terkonversi menjadi H

2

O dan CO

2

dan semakin sedikit karbon yang

tersisa. Hal ini mengakibatkan rendemen arang aktif yang diperoleh rendah

(Hudaya dan Hartoyo, 1990).

Peningkatan waktu s

team

panas pada saat aktifasi dapat menurunkan

rendemen arang aktif yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu

s

team

panas disemprotkan pada permukaan arang, akan mengakibatkan

permukaan pori pada arang menjadi semakin terbuka lebar sehingga akan

mengurangi rendemen yang dihasilkan

Hubungan rendemen arang aktif dengan faktor perendaman dan lamanya

waktu

steam

disajikan pada Gambar 15 di bawah ini.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

A0B1S1 A0B1S2 A0B1S3 A1B1S1 A1B1S2 A1B1S3

Perlakuan R e ndem e n ( % ) Keterangan :

A0 = Blanko (tanpa perendaman H3PO4) S1 = Steam selama 1 jam

A1 = Sampel dengan perendaman H3PO4 5 % S2 = Steam selama 2 jam

B1 = Suhu Aktifasi 850oC S3 =

Steam selama 3 jam

Gambar 15. Histogram Rendemen Arang Aktif


(1)

Blanko, T = 850OC, Steam = 3 jam (Ulangan 1)

Blanko, T = 850oC, Steam = 3 Jam

0 5 10 15 20 25

1 2 3 4 5 6 7

Hari

ke-%

D

a

ya Ser

a

p C6H6

Metanol CHCl3 CCl4 Formalin

Blanko, T = 850OC, Steam = 3 jam (Ulangan 2)

Blanko, T = 850oC, Steam = 3 Jam

0 10 20 30 40 50

1 2 3 4 5 6 7

%

D

aya S

er

ap C6H6

Metanol CHCl3 CCl4 Formalin 1 2 3 4 5 6 7 C6H6

14.15 14.05 14.54 14.83 15.23 15.91 16.70 Metanol

13.42 13.81 13.81 13.71 13.81 13.71 14.19 CHCl3

16.50 17.48 17.58 18.26 18.55 19.04 19.43 CCl4

12.07 12.86 13.35 13.75 14.14 14.44 15.03 Formalin

14.38 15.55 17.30 21.09 21.09 21.09 23.05

1 2 3 4 5 6 7

C6H6 13.52 13.42 13.81 14.20 14.50 15.38 16.06

Metanol

13.77 14.16 14.55 14.94 15.14 15.04 14.94

CHCl3 17.43 18.40 18.40 18.89 19.08 19.67 20.55

CCl4 14.23 14.52 15.10 15.59 15.78 16.17 16.94

Formalin


(2)

H3PO4 5 %, T = 850oC, Steam = 1 jam (ulangan 1)

H3PO4 5 % , T = 850oC, Steam = 1 Jam

0 5 10 15 20 25 30 35 40

1 2 3 4 5 6 7

Hari

ke-%

D

aya

Ser

a

p C6H6

Metanol CHCl3 CCl4 Formalin

H3PO4 5 %, T = 850oC, Steam = 1 jam (ulangan 2)

H3PO4 5 % , T = 850 o

C, Steam = 1 Jam

0 5 10 15 20 25 30 35 40

1 2 3 4 5 6 7

Hari

ke-%

D

a

ya S

e

ra

p C6H6

Metanol CHCl3 CCl4 Formalin

1 2 3 4 5 6 7 C6H6

16.45 16.45 16.85 16.45 16.75 16.45 16.55 Metanol

15.87 16.46 19.08 15.19 14.90 15.48 15.77 CHCl3

18.78 18.68 20.16 19.47 19.57 19.86 20.26 CCl4

12.24 14.30 14.01 14.01 13.91 14.10 14.20 Formalin

15.03 20.56 23.96 24.35 28.23 32.98 36.08

1 2 3 4 5 6 7 C6H6

15.09 15.09 15.58 14.20 13.91 14.69 15.19 Metanol

9.82 10.12 10.22 9.33 9.82 10.02 10.51 CHCl3

18.44 18.63 19.50 18.92 18.82 19.11 19.40 CCl4

9.44 11.41 10.72 10.62 10.72 10.62 10.82 Formalin


(3)

H3PO4 5 %, T = 850OC, Steam = 2 jam (Ulangan 1)

H3PO4 5 % , T = 850oC, Steam = 2 Jam

0 10 20 30 40 50

1 2 3 4 5 6 7

Hari

ke-%

D

aya S

er

ap C6H6

Metanol CHCl3 CCl4 Formalin

H3PO4 5 %, T = 850OC, Steam = 2 jam (Ulangan 2)

H3PO4 5 % , T = 850

o

C, Steam = 2 Jam

0 10 20 30 40 50 60

%

D

aya S

e

ra

p C6H6

Metanol CHCl3 CCl4 Formalin

1 2 3 4 5 6 7 C6H6

12.43 12.33 12.72 13.01 13.41 14.09 14.38 Metanol

13.92 14.61 14.70 14.70 14.80 14.70 15.00 CHCl3

17.35 18.63 18.82 19.22 19.71 20.20 20.59 CCl4

14.50 15.00 15.79 16.29 16.88 17.28 17.58 Formalin

19.09 19.59 22.74 26.28 34.15 41.34 46.16

1 2 3 4 5 6 7 C6H6

15.92 15.92 16.31 16.89 17.29 17.87 18.46 Metanol

17.04 17.04 17.62 17.91 18.20 18.39 18.88 CHCl3

19.85 20.61 20.61 21.28 22.72 22.34 22.53 CCl4

17.58 18.25 18.92 19.50 20.17 20.65 21.13 Formalin


(4)

H3PO4 5 %,, T = 850OC, Steam = 3 jam (Ulangan 1)

H3PO4 5 % , T = 850oC, Steam = 3 Jam

0 10 20 30 40 50

1 2 3 4 5 6 7

Hari

ke-% D

a

y

a

S

e

ra

p C6H6

Metanol CHCl3 CCl4 Formalin

H3PO4 5 %,, T = 850OC, Steam = 3 jam (Ulangan 2)

H3PO4 5 % , T = 850

o

C, Steam = 3 Jam

0 10 20 30 40 50

1 2 3 4 5 6 7

Hari

ke-%

D

aya S

e

ra

p C6H6

Metanol CHCl3 CCl4 Formalin

1 2 3 4 5 6 7 C6H6

13.83 13.64 13.93 14.22 14.60 15.18 15.66 Metanol

15.18 15.48 15.77 15.77 15.96 16.26 16.65 CHCl3

18.00 18.88 19.28 19.77 20.06 20.65 21.23 CCl4

13.89 14.08 14.75 15.04 15.24 15.43 16.49 Formalin

16.86 18.76 18.86 22.19 28.38 34.95 45.81

1 2 3 4 5 6 7 C6H6

11.46 11.37 11.65 12.03 12.61 13.18 13.56 Metanol

11.83 12.21 12.79 12.88 13.17 13.55 13.93

CHCl3 17.01 17.78 18.17 18.76 18.95 19.53 19.92

CCl4 12.00 12.75 13.50 13.87 13.96 14.15 14.62

Formalin


(5)

Arang Aktif Pasaran (Batu Bara Muda)

Pasaran (Batu Bara Muda)

0 5 10 15 20 25 30

1 2 3 4 5 6 7

Hari

ke-% D

a

y

a

S

e

ra

p C6H6

Metanol CHCl3 CCl4 Formalin

Arang Aktif Tanpa Perendaman dan Aktifasi

Tanpa Aktivasi dan Tanpa Perendaman

0 2 4 6 8 10 12 14

% D

aya S

e

ra

p C6H6

Metanol CHCl3 CCl4 Formalin 1 2 3 4 5 6 7 C6H6 16.94 20.25 21.03 21.42 16.85 16.16 17.43 Metanol

14.58 15.54 15.93 16.22 14.48 15.15 15.35

CHCl3 20.44 21.59 22.16 21.39 21.49 20.15 21.97 CCl4 18.48 20.57 21.62 22.10 18.95 17.52 19.52 Formalin

20.74 24.36 26.42 27.01 27.40 26.71 27.50

1 2 3 4 5 6 7 C6H6 4.82 5.79 6.36 6.56 5.98 6.65 6.85 Metanol

3.50 4.64 5.20 5.39 4.92 5.01 5.30

CHCl3 8.03 10.09 10.58 10.97 10.28 10.87 11.07 CCl4 1.64 2.50 2.89 2.99 2.60 2.79 3.18 Formalin


(6)