Hubungan Kemampuan Keaksaraan dengan Kepercayaan Diri WB

79

9.4 Hubungan Kemampuan Keaksaraan dengan Kepercayaan Diri WB

Peningkatan kemampuan keaksaraan warga belajar WB diharapkan dapat pula meningkatkan kepercayaan diri WB. Maksud dari kepercayaan diri disini adalah munculnya sikap dari warga belajar untuk berani mengakses kelembagaan masyarakat yang sebelumnya tidak dapat mereka akses karena perasaaan minder atau merasa bodoh karena tidak dapat membaca dan menulis dan merasa minder untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya. Namun tidak selalu peningkatan kemampuan keaksaraan diiringi dengan adanya peningkatan kepercayaan diri. Berdasarkan data penelitian jumlah responden yang mengalami peningkatan kepercayaan diri atau kepercayaan dirinya tinggi dengan kemampuan keaksaraan tinggi pula ada sebanyak 2 orang 33,3 persen dari 6 responden yang kemampuan keaksaraanya tinggi. Sementara jumlah warga belajar yang memiliki kepercayaan diri tinggi namun kemampuan keaksaraannya rendah sebanyak 6 responden 20,7 persen dari 29 responden yang kemampuan keaksaraanya rendah. Tabel 13. Hubungan Kemampuan Keaksaraan Responden dengan Kepercayaan Diri di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008 Kepercayaan Diri WB Kemampuan Keaksaraan Rendah Tinggi Jumlah Rendah 23 79,3 6 20,7 29 100 Tinggi 4 66,7 2 33,3 6 100 Jumlah 27 77,1 8 22,9 35 100 Keterangan: = persentase X ² hitung = 0,451 X ² α 0.05 db 1 = 3,84 Berdasarkan hasil analisis chi-square, didapat X² hitung 0,451 X² α 0.05 db 1 3,84. Dari hasil analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan 80 keaksaraan tidak mempengaruhi kepercayaan diri warga belajar. Warga belajar yang mempunyai kemampuan keaksaraan tinggi diharapkan dapat memunculkan keberanian dalam diri untuk merasa percaya diri. Namun terdapat pula warga belajar dengan kemampuan keaksaraan rendah, mereka juga memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Warga belajar dengan kasus seperti ini terjadi karena semakin banyak mereka berinteraksi dengan warga belajar yang lain dan para tutor KF maka semakin bertambah kepercayaan diri mereka untuk berinteraksi dengan orang lain, seperti dengan mengambil raport anak ke sekolah dan menandatangani sebagai perwalian dari anak, merasa lebih dapat bersosialisasi dengan tetangga sekitar tempat tinggal, atau belanja ke pasar tradisonal. Hal ini diperkuat dari penuturan mereka dalam wawancara. ”...Dulu kalo yang ngambil raport anak yang kecil, kakaknya aja. Sekarang mah saya bisa ngambilin. Disuruh nulis nama ama tanda tangan aja mah bisa biarpun masih jelek tulisannya” MR, 43 tahun. ”...Saya seneng banget belajar di KF. Gurunya bae-bae, seneng kumpul ama yang lain juga kalo lagi belajar bareng, yang tadinya gak begitu deket, sekarang jadi deket, ama bu RT juga jadi lebih kenal, malah jadi pada kangen belajar lagi bareng” NN, 46 tahun. Perolehan data kualitatif seperti di atas mengartikan bahwa kepercayaan diri responden dapat dimiliki atau bertambah tanpa harus terlebih dahulu ia memiliki kemampuan keaksaraan yang tinggi. Hal ini pun terjadi karena adanya proses pembelajaran selama di program KF, atau dengan kata lain program KF memberikan pengaruh kepada responden untuk memiliki atau menambah kepercayaan diri dalam memandirikan diri responden. 81

9.5 Ikhtisar Bab IX