41
5.5 Ikhtisar Bab V
Gambaran secara umum Kelurahan Sukadamai merupakan wilayah bagian Kota Bogor, yang wilayahnya sebagian besar merupakan daerah perkampungan, dan
sisanya merupakan wilayah komplek perumahan. PKBM Damai Mekar berada di tengah lingkungan Kelurahan Sukadamai, tepatnya daerah perkampungan. Lokasi
penelitian berada di RW 01 dan 10. Semua responden yang berada di kedua RW tersebut merupakan Warga Belajar Program KF PKBM Damai Mekar. Bab
selanjutnya merupakan pembahasan mengenai karakteristik yang ada pada responden penelitian.
42
BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN
Karakteristik responden terbagi menjadi dua bentuk, yaitu karakteristik internal diri pribadi responden dan karakteristik eksternal responden.
6.1 Karakteristik Internal Diri Pribadi Responden
Karakteristik internal diri pribadi responden terdiri dari umur, status perkawinan, pekerjaan, tingkat pendidikan, jumlah anak, penilaian WB terhadap
program KF dan motif WB mengikuti program KF.
Tabel 6. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Internal Diri Pribadi di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008
No Karakteristik Internal Diri Pribadi Responden
f
1 Umur: • 16-45 tahun
• di atas 45 tahun 23
12 65,7
34,3 2 Status
Perkawinan: • Menikah
• Janda 32
3 91,4
8,6 3 Pekerjaan:
• Bekerja • Tidak Bekerja
23 12
65,7 34,4
4 Tingkat Pendidikan:
• Rendah Tidak sekolah atau DO Drop Out kelas 1-3 SD
• Tinggi DO di atas kelas 3 34
1 97,1
2,9 5 Jumlah
Anak: • Rendah
≤ 3 anak dan tidak memiliki balita • Tinggi 3 anak dan atau memiliki balita
15 20
42,9 57,1
6 Penilaian WB terhadap Program KF:
• Rendah jumlah skor ≤ 18
• Tinggi jumlah skor 18 2
33 5,7
94,3 7
Motif WB Mengikuti Program KF: • Motif Internal
• Motif Eksternal 25
10 71,4
28,6 n: 35
43
6.1.1 Umur
Umur adalah lamanya warga belajar untuk hidup sejak ia lahir hingga saat penelitian ini berlangsung. Kategori umur dikelompokan menjadi dua golongan,
yakni 16-45 tahun, dan di atas 45 tahun. Pada Tabel 6 dapat dilihat jumlah responden pada umur 16-45 tahun sebanyak 23 orang atau 65,7 persen dan umur di atas 45 tahun
sebanyak 34,3 persen. Angka tersebut menunjukan bahwa responden sebagian besar berumur 16-45 tahun. Menurut pengelola program KF, warga belajar memang
diprioritaskan untuk warga buta huruf berumur sekitar 16-45 tahun, namun bila terdapat warga buta huruf berumur di atas 45 tahun dan mau mengikuti program,
tetap boleh diikutsertakan.
6.1.2 Status Perkawinan
Berdasarkan keseluruhan responden yang semuanya adalah perempuan, maka status perkawinan responden terbagi menjadi dua kategori, yaitu menikah dan janda.
Berdasarkan Tabel 6, jumlah responden dengan status menikah ada 91,4 persen dan responden berstatus janda terdapat 8,6 persen. Hal ini membuktikan 100 persen
responden adalah ibu rumah tangga. Berdasarkan data yang didapatkan, seluruh responden yang berstatus janda memiliki anak dan menjadi tulang punggung
keluarga.
44
6.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan yaitu bentuk mata pencaharian yang dilakukan oleh responden untuk mendapatkan penghasilan, baik sebagai pekerjaan pokok atau sampingan.
Responden terbagi menjadi dua kelompok, yaitu responden bekerja dan tidak bekerja. Sebagian besar responden memiliki pekerjaan baik pekerjaan pokok maupun
sampingan dengan persentase 65,7 persen seperti yang tertera pada Tabel 6. Pekerjaan tersebut terdiri dari pembantu rumah tangga 28,6 persen, buruh cuci 5,7
persen, buruh pabrik 2,8 persen, pemisah benang 8,6 persen dan pembersih benang 14,3 persen.
Pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan pokok, yaitu pembantu rumah tangga, karena pekerjaan itu mereka lakukan setiap hari sejak pagi jam 7 pagi
hingga sekitar pukul 12 siang atau pukul 4 sore. Sementara pekerjaan yang mereka anggap sebagai pekerjaan sampingan yaitu yang tertera pada Tabel 6, selain menjadi
pembantu rumah tangga. Pekerjaan sampingan seperti buruh cuci, buruh pabrik, pemisah benang dan pembersih benang tidak selalu mereka dapatkan tiap hari,
tergantung pada permintaan tenaga kerja. Menurut responden yang memiliki usaha berdagang, pekerjaan mereka dianggap sebagai pekerjaan sampingan pula karena
tidak banyak menyita waktu, selain itu suami mereka pun memiliki pekerjaan lain.
6.1.4 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yaitu jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti responden. Tingkat pendidikan responden terbagi menjadi dua kategori, yaitu rendah
bagi responden yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal atau drop out pada
45
kelas 1, 2 atau 3 SD dan kategori tinggi pada responden yang pernah mengikuti pendidikan formal sampai kelas empat SD atau lebih dari itu.
Dapat dilihat pada Tabel 6, responden dengan tingkat pendidikan rendah terdapat 97,1 persen dan yang tingkat pendidikannya tinggi hanya ada 1 orang atau
2,9 persen, yaitu responden yang pernah sekolah hingga kelas empar SD. Hal ini menunjukan bahwa keseluruhan responden tingkat pendidikannya rendah. Responden
kebanyakan tidak pernah merasakan pendidikan formal karena keterbatasan akses pada pendidikan formal jarak sekolah jauh, biaya sekolah yang mahal dan sekolah
tersebut lebih diprioritaskan hanya untuk laki-laki.
6.1.5 Jumlah Anak
Jumlah anak merupakan keseluruhan anak yang dimiliki responden dan menjadi tanggungan keluarga. Kategori jumlah anak terbagi menjadi dua, yaitu tinggi
dengan memiliki balita dan atau memiliki anak lebih dari tiga anak. Responden yang memiliki balita dianggap menjadi indikator jumlah anak tinggi karena, adanya balita
yang menjadi tanggungan responden berarti beban kerja yang dimiliki responden lebih banyak dan dapat mempengaruhi kegiatannya dalam mengikuti program KF.
Begitu pula dengan responden dengan jumlah anak lebih dari tiga anak. Tabel 6 menunjukan responden dengan jumlah anak tinggi sebanyak 57,1
persen dan responden dengan jumlah anak rendah ada 42,9 persen. Ini menjelaskan bahwa lebih banyak responden dengan jumlah anak tinggi. Namun ini belum
sepenuhnya menjelaskan bahwa jumlah anak yang tinggi menyebabkan beban kerja
46
semakin tinggi pula, karena ada anak mereka yang dapat mengurus diri mereka sendiri dan tidak banyak merepotkan orang tua responden.
6.1.6 Penilaian WB terhadap Program KF
Penilaian responden terhadap program yaitu tanggapan responden terhadap program KF sebelum mereka mengikuti program maupun setelah mereka
mengikutinya. Tanggapan tersebut dapat berbentuk tanggapan mengenai manfaat program bagi mereka, tanggapan saat diajak mengikuti program, dukungan mereka
terhadap program, tanggapan terhadap tutor dan pengelola program, dan tanggapan
selama pembelajaran.
Data pada Tabel 6 menunjukan bahwa sebanyak 94,3 persen responden menyatakan tanggapan tinggi atau baik terhadap program KF yang dilaksanakan
PKBM Damai Mekar, dan responden dengan tanggapan rendah terhadap program sebanyak 2 orang atau 5,7 persen. Saat program KF ditawarkan pada responden,
mereka mengetahui terlebih dahulu dari RT setempat atau ibu-ibu PKK. Menurut penuturan salah seorang ibu PKK di RW 10 mengenai penilaian warga belajar saat
diajak mengikuti program menjelaskan bahwa: ”...Ibu-ibu yang saya ajak belajar KF, mereka terlebih dahulu menanyakan
belajar apa saja di KF nanti. Saya menjelaskan akan diajarkan baca tulis buat yang belum bisa dan belum lancar. Saat saya mengajak mereka, saya
juga membawa salah seorang tutor yang telah mereka kenal, dan mereka percaya bahwa ini merupakan program untuk baca tulis. Mereka saat itu
antusias dan menanyakan langsung tempat belajar dan waktunya”. Indi, 34 tahun.
47
6.1.7 Motif Responden Mengikuti Program KF
Motif adalah dorongan yang ada dalam diri responden dan melatarbelakangi untuk mengikuti program KF. Berdasarkan motif mengikuti program, responden
terbagi menjadi dua kelompok, yaitu responden dengan motif internal dan motif eksternal. Motif internal yaitu segala dorongan yang berasal dari dalam diri warga
belajar sendiri, tanpa paksaaan, rasa ingin tahu dan menambah kemampuan keaksaraan membaca, menulis dan berhitung. Motif eksternal sendiri diartikan
sebagai segala dorongan yang berasal dari luar diri WB, yang diintervensi pihak lain, diajak ikut-ikutan, serta keinginan lain selain ingin dapat membaca menulis dan
berhitung berkumpul dengan teman-teman, menggosip, mengisi kekosongan waktu. Jumlah responden yang memiliki motif internal untuk mengikuti program
terdapat 71,4 persen. Lalu sisa responden sebanyak 28,6 persen bermotif eksternal dalam mengikuti program. Ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki
dorongan langsung dari dalam diri untuk bisa membaca, menulis dan berhitung tanpa intervensi dari luar diri mereka. Data tersebut disajikan pula pada Tabel 6.
6.2 Karakteristik Eksternal Responden
Karakteristik internal responden terdiri dari tingkat pendidikan keluarga, dukungan keluarga, teknik pembelajaran oleh tutor dan alokasi tempat dan waktu
belajar. Sebaran responden berdasarkan karakteristik tersebut pada dilihat pada Tabel 7.
48
Tabel 7. Sebaran Responden Berdasarkan Karakteristik Eksternal Diri Responden di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008
No Karakteristik Eksternal
Diri Responden
f
1 Tingkat Pendidikan Keluarga:
• Rendah skor 4 • Tinggi skor
≥ 4 18
17 51,4
48,6 2 Dukungan
Keluarga: • Rendah skor 4
• Tinggi skor ≥ 4
22 13
62,9 37,1
3 Teknik Pembelajaran oleh Tutor:
• Rendah jumlah skor 16 • Tinggi jumlah skor
≥ 16 21
14 60
40 4
Alokasi Waktu dan Tempat Belajar: • Sesuai keinginan WB Warga Belajar
• Sesuai keinginan selain oleh WB: a.
Sesuai keinginan totur b.
Sesuai keinginan Bu RT 18
17 51.4
48,6 n: 35
6.2.1 Tingkat Pendidikan Keluarga Tingkat pendidikan keluarga adalah latar belakang pendidikan keluarga
responden dengan melihat tingkat pendidikan atau kemampuan membaca dan menulis orang tua, saudara, suami dan anak responden. Tingkat pendidikan keluarga terbagi
menjadi dua kategori, yaitu rendah tidak ada atau hanya satu anggota keluarga responden yang dapat membaca dan menulis atau tingkat pendidikan tinggi dan
tinggi minimal ada dua anggota keluarga yang bisa membaca dan menulis atau
pendidikan tinggi.
Berdasarkan Tabel 7 di atas, terdapat responden dengan karakteristik tingkat pendidikan keluarga rendah sebanyak 51,4 persen. Responden dengan karakteristik
ini berarti orang tua, saudara, suami dan anaknya tidak dapat membaca dan menulis atau hanya salah satu anggota keluarga responden yang pendidikannya dianggap
49
tinggi. Sebanyak 48,6 persen responden memiliki keluarga dengan tingkat pendidikan dianggap tinggi. Terdapat dua responden pada kategori ini memiliki anak yang
sekolah hingga perguruan tinggi.
6.2.2 Dukungan Keluarga
Dukungan dari keluarga belajar dapat diperhitungkan dari perhatian yang diberikan oleh keluarga kepada warga belajar seperti dengan membantu belajar,
mendukung mengikuti program KF, mengingatkan waktu belajar KF dan memberikan waktu luang kepada warga belajar untuk dapat belajar. Dilihat pada
Tabel 7, jumlah responden mengaku mendapat dukungan tinggi dari keluarga ada 37,1 persen dan sebanyak 62,9 persen responden memiliki dukungan rendah dari
keluarga. Meskipun lebih banyak responden dengan perhatian keluarga yang rendah namun mereka mengaku tetap bersemangat untuk terus mengikuti program KF agar
dapat bisa membaca dan menulis. ”...Kalau di rumah keluarga terserah pada saya mau belajar atau
engga. Saya kadang belajar sendiri saja di rumah” Eni, 46 tahun.
6.2.3 Teknik Pembelajaran oleh Tutor
Teknik pembelajaran oleh tutor dapat dilihat dari cara-cara yang digunakan oleh tutor untuk meningkatkan kemampuan keaksaraan responden, meliputi
pengajaran kemampuan baca tulis hitung, melatih berulang-ulang kemampuan tersebut, menerapkan pendekatan tematik atau mengajarkan perbendaharaan kata baru
dari suku kata yang telah dikenal, penyiapan kurikulum dan perangkat pembelajaran, jadwal belajar, penyesuaian metode terhadap kondisi warga belajar, dan adanya
50
monitoring dari luar, misal aparat PLS Depdikans, 2006. Pengukuran tinggi rendahnya tingkat teknik pembelajaran berdasarkan jumlah skor dari kuesioner
variabel ini yang diisi oleh responden. Pada Tabel 7, data menunjukan lebih banyak responden yang menyatakan
tingkat teknik pembelajaran oleh tutor rendah. Responden yang menyatakan hal tersebut sebanyak 21 orang atau 60 persen. Namun setelah dilakukan cross check
dengan menanyakan kepada tutor KF mengenai teknik pembelajaran, tutor telah mengikuti prinsip pembelajaran dalam program KF sesuai standar pengajaran
program KF. Hal tersebut memang diperkuat pula dengan melakukan pengamatan pada alat-alat dan perlengkapan belajar serta proses pembelajaran pada kelompok
belajar KF lain. Menurut tutor KF yang menjadi informan penelitian, teknik pembelajaran pada setiap kelompok belajar hampir sama. Hanya saja selama proses
pembelajaran tidak dilakukan monitoring oleh aparat PLS setempat.
6.2.4 Alokasi dan Tempat Belajar
Penetapan lokasi waktu dan tempat belajar dikategorikan menjadi dua, yaitu sesuai keinginan WB dan sesuai keinginan selain oleh WB. Lokasi belajar adalah
tempat responden dan tutor KF melakukan kegiatan belajar mengajar pada program KF. Responden yang terdapat pada RW 01 belajar di kediaman RT 01 RW setempat.
Sementara responden yang berada di RW 10 belajar di majelis pengajian yang berada di lingkungan tempat tinggal responden. Jadwal pun ditentukan oleh tutor namun hal
tersebut disepakati oleh hampir seluruh responden, hanya responden yang bekerja
51
hingga sore hari mereka tidak dapat mengikuti belajar KF karena jadwal belajar dilakukan pada jam 2 siang dan jam 4 sore.
Menurut pada Tabel 7, seluruh responden 100 persen menyatakan waktu dan lokasi belajar di tentukan oleh tutor dan ibu RT setempat. Penentuan lokasi belajar
tersebut tidak memberatkan responden karena jarak antara tempat tinggal responden dengan lokasi belajar relatif dekat. Hanya pada penentuan waktu belajar tidak seluruh
responden khususnya responden yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga menyetujui jadwal belajar tersebut karena berbenturan dengan jam kerja mereka yang
hingga sore hari. Hal tersebut tidak mendapat pemecahan masalah karena responden dan tutor pun tidak dapat mengajukan alternatif pilihan waktu yang lain.
6.6 Ikhtisar Bab VI
Karakteristik responden terbagi menjadi dua, yaitu karakteristik internal diri pribadi dan karakteristik eksternal. Sebagian besar responden berumur di atas 30
tahun, banyak yang tidak mengecap pendidikan, 91 persen berstatus telah menikah, 65 persen bekerja sebagai buruh, dan 71 persen bermotif internal dalam mengikuti
program. Tingkat pendidikan dan dukungan keluarga mereka rata-rata rendah, sebagian besar responden menyatakan teknik pembelajaran oleh tutor rendah, dan
alokasi waktu serta tempat belajar berdasarkan keinginan oleh tutor dan RT setempat. Pada bab berikutnya akan dibahas mengenai jumlah responden yang kemampuan
keaksaraannya tinggi atau telah melek aksara yang merupakan ukuran dari keberhasilan program KF PKBM Damai Mekar.
52
BAB VII KEBERHASILAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL
7.1 Keberhasilan Program KF
Sesuai dengan definisi dari program keaksaraan fungsional adalah strategi upaya pemberantasan buta aksara Depdiknas, 2007, maka keberhasilan program ini
didasarkan pada pencapaian jumlah warga belajar yang masih memiliki kelanggengan kemampuan keaksaraan setelah program selesai selama 5 bulan, terhitung sejak bulan
Desember 2007. Keberhasilan program KF diharapkan mampu mencapai target minimal 50 persen dari seluruh warga belajar yang mengikuti program berhasil
memiliki kemampuan keaksaraan atau masih memiliki kelanggengan kemampuan tersebut.
Berdasarkan hasil tes kemampuan keaksaraan terhadap seluruh responden 35 orang, terdapat 6 responden 17,1 persen yang dinyatakan kemampuan
keaksaraannya tinggi. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Sebaran Responden Menurut Kemampuan Keaksaraan di PKBM Damai Mekar, Kelurahan Sukadamai, Tahun 2008
No Kemampuan keaksaraan
f
1 Tinggi skor
≥ 318 6
17.1 2
Rendah skor 318 29
82.9 Jumlah 35
100 Responden yang kemampuan keaksaraannya rendah mengaku mereka telah banyak
lupa dan mereka sudah banyak yang tidak belajar lagi. Meskipun ada 40 persen dari mereka yang memiliki motivasi tinggi belajar kembali namun tidak intens dilakukan.
53
Kegiatan mengurus anak dan keluarga serta bekerja menjadi alasan mereka tidak mampu mengingat pelajaran. Seperti beberapa pernyataan mereka:
”...Mau belajar lagi juga capek. Kerja saja sampai sore, di rumah juga belum beres” Sari, 29 tahun.
”...Susah kalau punya anak kecil. Apalagi saya punya bayi, repot. Paling di rumah saja” Rohana, 34 tahun.
Responden yang rendah kemampuan keaksaraannya juga telah merasa malas untuk belajar kembali dan merasa sia-sia karena sangat sulit mengingat pelajaran. Seperti
yang diungkapkan oleh beberapa dari warga belajar: ”...Memang udah bodoh banget neng, lupa melulu. Jadi malas belajar lagi,
sudah pada lupa dulu menghafal apa aja” Nini, 46 tahun. Demikian pernyataan dari beberapa responden. Selain itu mereka juga mengeluhkan
waktu yang diberikan selama program 6 bulan dirasakan masih kurang bagi sebagian dari mereka.
Keberhasilan program KF berdasarkan hasil tes kemampuan keaksaraan terbilang gagal karena hanya terdapat 17,1 persen warga yang kemampuan
keaksaraannya tinggi. Hal ini jauh dari syarat keberhasilan program yaitu minimal 50 persen warga belajar yang harusnya kemampuan keaksaraannya tinggi. Keberhasilan
program KF diharapkan dapat dilihat dari langgengnya kemampuan keaksaraan dasar yang masih dimiliki warga belajar pasca pembelajaran 5 bulan setelah program
selesai. Berdasarkan penuturan pihak penyelenggara program, yakni PKBM Damai Mekar, target pencapaian kelanggengan kemampuan keaksaraan warga belajar
memang sulit untuk diharapkan karena selain faktor kelupaan yang dialami oleh warga belajar dan hanya mengandalkan program KF yang telah dilaksanakan
54
program keaksaraan dasar, pihak PKBM juga belum mampu merealisasikan tahap lanjutan pembelajaran setelah program keaksaraan dasar selesai, sehingga sangat
rentan warga belajar kembali buta aksara replaced illiterate.
7.2 Upaya Pencapaian Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional