konsentrasi terhadap kriteria penerbitan, khususnya untuk tulisan yang akan diterbitkan.
c. Tahap pascatulis
Yaitu tahap penyelesaian akhir tulisan. Tahap ini penting dilakukan karena pada saat menulis draf atau naskah pertama, tentu semuanya masih serba kasar,
masih dipenuhi oleh berbagai kesalahan dan kelemahan. Dalam tahap pascatulis ini terdapat dua kegiatan utama yaitu penyuntingan dan penulisan naskah jadi.
Kegiatan penyuntingan yaitu membaca kembali dengan teliti draf tulisan dengan melihat ketepatannya dengan gagasan utama, tujuan tulisan, calon pembaca, dan
kriteria penerbitan. Selain itu, kegiatan penyuntingan juga harus memperhatikan penulisannya. Setelah penyuntingan dilakukan barulah naskah jadi ditulis ulang
dengan rapi dan dengan memperhatikan secara serius masalah perwajahan Semi, 2007: 46.
2.1.9. Aksara Jawa
Aksara Jawa atau dikenal dengan hanacaraka atau carakan merupakan jenis aksara yang pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa
Jawa. Abjad Jawa atau aksara Jawa berasal dari sebuah legenda mengenai dua orang pahlawan bernama Dora dan Sembada yang bertarung dan keduanya adalah
murid dari Ajisaka. Fungsi mempelajari aksara Jawa antara lain: 1 untuk mengenalkan dan membelajarkan siswa mengenai hasil kebudayaan asli
masyarakat Jawa, 2 sebagai usaha melestarikan warisan budaya aksara Jawa agar tidak punah termakan kemajuan jaman, dan 3 membelajarkan kepada siswa
mengenai asal usul dan pelajaran yang ada didalamnya.
Pembelajaran aksara Jawa terintegrasi dalam muatan lokal Bahasa Jawa. Peneliti membatasi pembahasan sampai dengan aksara pasangan karena materi
pembelajaran menulis aksara Jawa di kelas 5 SD hanya sampai pada aksara pasangan.
2.1.9.1. Abjad Jawa atau Carakan atau Nglegena
Abjad Jawa atau yang dimaksud dengan Carakan atau Nglegena, yaitu sistem huruf yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa. Kalau abjad Latin
atau sistem huruf latin yang kita gunakan sehari-hari itu jumlahnya 26 buah, Sedangkan abjad Jawa atau Carakan hanya terdiri atas 20 buah huruf, yaitu:
Tabel 2.1 Aksara Carakan atau Nglegena
a Ha
n Na
c Ca
r Ra
k Ka
f Da
t Ta
s Sa
w Wa
l La
p Pa
d Dha
j Ja
y Ya
v Nya
m Ma
g Ga
b Ba
q Tha
z Nga
Suryadipura, 2008: 3 2.1.9.2.
Fonetik dalam Bahasa Jawa Dalam bahasa Jawa, bunyi ucapan fonetik dari huruf “A” itu pada
umumnya [ɔ] seperti fonetik kata-kata “call” atau “fall” dalam bahasa Inggris.
Namun tidak semua huruf “A” atau “a” dibaca [ɔ]. Yang dibaca dengan fonetik [ɔ] hanya suku kata terbuka yang diakhiri dengan huruf “A”. Suku kata terbuka
tersebut hanya khusus yang terletak pada akhir kata dan atau suku kedua dari
belakang Suryadipura, 2008: 1.
Tabel 2.2 Contoh Fonetik dalam Bahasa Jawa
No Bahasa Jawa
Fonetik Bahasa Indonesia
1 dakwa
[dakw ɔ]
dakwaan 2
kaya [k
ɔyɔ] seperti
3 kajaba
[kaj ɔbɔ]
kecuali 4
diwangkara [diwangk
ɔrɔ] angkasa
5 sura
[sur ɔ]
muharam 2.1.9.3.
Pasangan 2.1.9.3.1. Pengertian tentang pasangan
Aksara Pasangan ialah huruf Jawa seperti halnya Carakan, yang jumlahnya juga 20 buah, tetapi bentuk dan fungsinya berbeda. Penulisan huruf
Pasangan ada yang di depan huruf Carakan dan ada yang dibelakang huruf Carakan. Fungsi huruf Pasangan adalah untuk menghilangkan tanda pangkon dan
untuk mematikan huruf di depan atau di atasnya. Pasangan dapat diartikan sebagai “setelan”, karena setiap huruf Jawa mempunyai pasangan sendiri-sendiri seperti di
bawah ini:
Tabel 2.3
Aksara Pasangan a H
n N c C
r R k K
f F t T
s S w W
l L p P
d D j J
y Y v V
m M g G
b B q Q
z Z Suryadipura, 2008: 29
Tampak pada contoh huruf Pasangan , ternyata ada yang: a
Terletak di belakang Carakan, yaitu: H , S , dan P b
Bentuknya sama dengan huruf Carakan, tetapi lebih kecil dan letaknya di bawah huruf Carakan, yaitu: R
, Y , G
, dan Z c
Beda bentuk dan ditulis di bawah huruf Carakan, yaitu: N , C
, ,K F
, T , W
, L ,
D , J, V, M
, B , dan Q
2.1.9.3.2. Pasangan yang mendapat sandhangan Suryadipura, 2008:32 a
Pasangan yang mendapat sandhangan wulu i Bagi pasangan yang terletak di belakang huruf mati H , S , dan P
sandhangan wulu, pepet, cecak dan layar diletakkan di atas huruf pasangan tersebut.
Contoh: dipun idak f ip un H if k \ Bagi pasangan yang terletak di bawah huruf mati, sandhangan wulu,
pepet, cecak dan layar diletakkan di atas huruf mati tersebut. Contohnya: sanes niku s [ n s N
ik u
b Pasangan yang mendapat sandhangan suku u
Bagi pasangan yang terletak di belakang huruf mati H , S , dan P , sandhangan suku disambungkan di belakang huruf pasangan tersebut,
panjangnya dua kali hurufnya. Contoh: dipun suwun f ip un S uw un \
Bagi pasangan K ka, Tta dan Lla, apabila akan mendapat sandhangan suku harus dibuat utuh terlebih dulu, baru kemudian
dibubuhi suku. Panjangnya suku pada jenis pasangan ini hanya setinggi huruf.
Contoh: sampun kultum s m P un K l T
m \ Bagi pasangan Ddha, harus diberi paruh terlebih dahulu, baru
kemudian dibubuhi suku. Contoh: mangan dhuku m z n D
k u
2.1.10. Hakikat Pembelajaran Kooperatif