Gambar 1.1 Siklus kebijakan publik
Sumber: Said. 2002
1.6.1.3 Pendekatan Implementasi Kebijakan
Dalam memperlancar proses implementasi kebijakan, harus dilakukan pendekatan. Pendekatan ini dilakukan para implementor kepada beberapa hal
yang terkait dalam implementasi kebijakan. Terdapat empat pendekatan yang dapat dilakukan yaitu pendekatan struktural, pendekatan prosedural, pendekatan
kejiwaan dan pendekatan politik. Pendekatan struktural adalah pendekatan yang melihat peran institusi atau
organisasi sebagai sesuatu yang menentukan sehingga perlu dilakukan bersama dengan proses penataan institusi. Pendekatan prosedural atau manajerial yang
melihat bahwa langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan ialah hal yang Penyusunan
Agenda
Formulasi dan Legitimasi
Impelementasi Kebijakan
Kebijakan Baru
Evaluasi Implementasi, Kinerja dan Dampak
Kinerja dan Dampak Kebijakan
Tindakan Kebijakan
Kebijakan Agenda
Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
terpenting dan biasa dikenal dalam konsep PPBS Planning, Progrraming, Budgeting and Supervision atau PERT Progrraming, Evaluation and Review
Technique. Pendekatan kejiwaan berhubungan penerimaan atau penolakan masyarakat atas suatu kebijakan. Penerimaan masyarakat tidak sekedar ditentukan
oleh isi atau substansi kebijakan tetapi juga oleh pendekatan dalam menyampaikan dan cara melaksanakannya. Pendekatan politik melihat
pelaksanaan kebijakan tidak dapat dilepaskan dari politik baik pengertian umum sebagai pencerminan dari persaingan antar kekuatan politik sebagai kekuatan dan
pengaruh dalam organisasi atau antar instansi, yang dapat disebut politik dalam birokrasi Said, 2002: 202-206.
1.6.1.4 Model-model Implementasi Kebijakan
Model adalah sebuah kerangka sederhana yang merupakan sebuah usaha untuk memudahkan penjelasan terhadap suatu fenomena. Dalam implementasi ada
beberapa faktor atau variabel yang memengaruhinya. Banyak kesulitan yang akan ditemui jika fenomena sosial harus dijelaskan dengan konsep yang abstrak. Oleh
karena itu, model diperlukan untuk menyampaikan fenomena yang rumit dan kompleks, dengan tujuan menyamakan persepsi terhadap suatu fenomena
Indiahono, 2009: 19. Berikut model-model implementasi kebijakan yang biasa digunakan dalam pelaksanaan suatu kebijakan:
a. Model Gogin
Untuk mengimplementasi kebijakan model Gogin dapat mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal
pada keseluruhan implementasi yakni bentuk dan isi kebijakan, kemampuan organisasi, dan pengaruh lingkungan Tangkilisan, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk dan isi kebijakan berbicara mengenai kemampuan suatu kebijakan membuat struktur dalam proses implementasi. Hal itu berarti
kebijakan tersebut dengan jelas menjelaskan setiap struktur bagan impelementor yang menjalankan sehingga tidak terdapat kebingungan dalam
menentukan orang yang paling tepat dalam memutuskan suatu keputusan bila diperlukan dalam mengimplementasi kebijakan tersebut.
Kebijakan dapat diimpelentasi dengan baik jika implementor mampu mengorganisasi segala sumber daya berupa dana maupun intensif lainnya
yang dapat mendukung implementasi secara efektif. Selain itu pengaruh lingkungan dari masyarakat berupa karakteristik, motivasi, kecendrungan
hubungan antara warga masyarakat termasuk pola komunikasinya juga mempengaruhi dalam proses implementasi.
b. Model Grindle
Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan kegiatan dan hasil-hasilnya. Keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua
variabel besar yakni isi kebijakan dan lingkungan kebijakan. Variabel isi kebijakan mencakup bobot kelompok sasaran, tipe manfaat, derajat
perubahan, letak pengambilan keputusan, impelementor dan sumber daya. Sedangkan, variabel dalam lingkungan kebijakan adalah kekuasaan,
kepentingan dan strategi karakteristik lembaga, kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran Subarsono, 2005: 93.
Variabel isi kebijakan berisi tentang sejauh mana kepentingan- kepentingan masyarakat yang menjadi kelompok sasaran atau target groups
termuat dalam kebijakan tersebut. Apakah seluruh kepentingan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
sudah termuat di dalamnya atau kebijakan tersebut hanya berisi kepentingan menurut persepsi pemerintah sehingga tidak dapat menjawab kebutuhan
masyarakat. Tipe-tipe manfaat yang diterima target groups melalui kebijakan
tersebut memang sesuai kebutuhan kelompok itu. Derajat perubahan mengenai sejauhmana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan
kebijakan itu diimplementasikan atau justru tidak menunjukan perubahan apapun terhadap masyarakat. Bahkan perubahan yang timbul ke arah yang
negatif berlawan dengan yang diharapkan pemerintah. Letak pengambilan keputusan juga mempengaruhi dalam
implementasi kebijakan. Kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik jika pengambilan keputusan dilakukan oleh bagian yang tepat. Suatu kebijakan
juga menyebutkan implementornya secara rinci sehingga dalam pertanggungjawabannya pun dapat dilakukan dengan benar. Hal yang
terakhir, kebijakan tersebut didukung oleh sumber daya yang mendukung. Selanjutnya adalah pengaruh lingkungan yang mempengaruhi
pelaksanaan kebijakan terdiri dari seberapa kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Jika
implementor yang menjalankan memiliki kekuasaan yang cukup besar, secara langsung memberi kemudahan yang lebih dalam menjalankan kebijakan
tersebut. Namun implementasinya juga dipengaruhi karakteristik lembaga
penguasa dan rezim yang sedang berkuasa. Bagaimana penguasa atau rezim
Universitas Sumatera Utara
yang sedang berkuasa tersebut mendukung atau justru menghambat kebijakan tersebut karena tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Sekalipun kebijakan telah didukung oleh implementor yang berkuasa dan rezim yang mendukung apabila masyarakat yang menjadikan kelompok
sasaran memiliki tingkat kepatuhan dan daya tanggap yang rendah terhadap kebijakan. Hal itu juga dapat menghambat proses implementasi kebijakan.
c. Model Donal S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
Menurut Meter dan Horn ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni standar dan sasaran kebijakan, sumber daya,
komunikasihubungan antar organisasi karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial dan ekonomi serta disposisi implementor Subarsono, 2005: 99-100.
Suatu kebijakan harus memiliki standar dan kebijakan yang jelas dan terukur sehingga dapat direalisasi. Apabila standar dan sasaran kebijakan
kabur, maka akan terjadi multi-interpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.
Implementasi kebijakan perlu dukungan baik sumber daya manusia human resources yaitu staf yang memiliki pengetahuan yang sesuai dan
mapan maupun non-manusia non-human resources seperti uang atau alat- alat yang mendukung. Dalam banyak program, implementasi sebuah program
perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu kebijakan.
Karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma- norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya
itu juga akan memengaruhi implementasi. Kondisi sosial, politik dan
Universitas Sumatera Utara
ekonomi yang mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan. Hal ini mencakup sejauhmana kelompok
kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat
opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.
Variabel yang terakhir ialah disposisi implementor. Disposisi implementor mencakup tiga hal penting yakni respon implementor terhadap
kebijakan yang akan memengaruhi kemamuannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi yakni pemahaman terhadap kebijakan, dan intensitas
disposisi implementor yakni prefensi nilai yang dimiliki oleh implementor. d.
Model George Edward III Adapun empat variabel yang memengaruhi implementasi kebijakan adalah
Tangkilisan, 2003: 12-14: 1.
Komunikasi Wilbur schramm dalam Nugroho, 2004:14 yang memulai gagasan
bahwa communication berasal dari kata communis yang berasal dari kata dasar common. Artinya, tatkala berkomunikasi, maka yang hendak dicapai
adalah mencari “persamaan” dengan yang lain. Komunikasi memerlukan komunikator penyampai pesan dan komunikan penerima pesan. Cooley
dalam Nugroho, 2004:13 menggambarkan komunikasi sebagai mekanisme eksistensial manusia untuk berhubungan dengan manusia lain
dalam ruang dan waktu yang mereka miliki.
Universitas Sumatera Utara
Dalam implementasi kebijakan, komunikasi adalah persyaratan pertama untuk berjalannya suatu kebijakan dengan baik. Keputusan
kebijakan dan peraturan implementasi mesti disampaikan kepada personalia yang tepat sebelum bisa diikuti.
Komunikasi mengenai ukuran implementasi harus diterima dengan jelas. Jika tidak, para implementor akan kacau dengan apa yang harus
dilakukan dan mereka akan memiliki diskresi kewenangan untuk mendorong tinjauannya dalam implementasi kebijakan yang mungkin akan
jauh dari pandangan si pembuat kebijakan. Selain komunikasi antara pembuat kebijakan dan implementor, komunikasi yang baik juga
diperlukan antara implementor dan masyarakat karena komunikasi yang kurang baik menyebabkan penolakan masyarakat terhadap kebijakan yang
akan dijalankan. Setiap implementor harus memahami apa yang dilakukan juklak
petunjuk pelaksanaan dan konsisten pada juklak tersebut, sering ditemukan hambatan dalam penyampaian informasi pada hierarkhi
organisasi yang berlapis-lapis, semakin baik komunikasi akan semakin baik implementasi, implementor juga diharapkan mengurangi distorsi
informasi dan menjaga transparansi peraturan. 2.
Sumber daya Sumber daya adalah segala sesuatu yang dipakai untuk
mewujudkan suatu kegiatan. Sumber daya dapat berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam hal implementasi kebijakan, sumber
daya yang dimaksud adalah sumber daya manusia, dana dan fasilitas yang
Universitas Sumatera Utara
mendukung lainnya. Sumber daya bisa menjadi faktor kritis di dalam mengimplementasikan kebijakan publik.
Sumber daya manusia bisa meliputi jumlah staff yang cukup dan latar belakang pendidikan dengan ketrampilan yang tepat untuk melakukan
tugas serta informasinya dan otoritasnya. Dana yang dimaksud adalah besaran anggaran yang dapat digunakan dalam implementasi kebijakan
menurut kemampuan pemerintah yang menjalankannya. Sedangkan fasilitas adalah alat-alat yang mendukung dan memudahkan implementor
untuk menjalankan kebijakan. 3.
Disposisi Disposisi merupakan keadaan dimana implementor tidak mau
melakukan sesuai arahan yang dibuat oleh pembuat kebijakan. Disposisi menghalangi implementasi suatu kebijakan jika implementor benar-benar
melakukan sesuatu yang jauh dari harapan semula. Dan menjadi hal yang sulit bagi pejabat puncak untuk mengganti implementor yang ada dan
untuk mengantisipasi hal itu dilakukan pemberian insentif atau sanksi kepada implementor. Jika implementasi adalah untuk melanjutkan secara
efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan hal ini, melainkan
juga mereka mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. 4.
Struktur birokrasi Para implementor kebijakan mungkin tahu apa yang harus
dikerjakan dan memiliki keinginan dan sumber daya yang cukup untuk melakukannya namun implementor mungkin masih dicegah di dalam
Universitas Sumatera Utara
implementasi oleh struktur organisasi dimana mereka melayani. Dua karakteristik utama dari birokrasi ini adalah prosedur pengoperasian
standar SOP dan fragmentasi. Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk
melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis,
administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah
menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance.
Standar operasional prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP selain dapat digunakan untuk mengukur kinerja
organisasi publik, juga dapat digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik di mata masyarakat berupa responsivitas, responsibilitas, dan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dengan demikian SOP merupakan pedoman atau acuan untuk menilai pelaksanaan kinerja instansi
pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata hubungan kerja dalam organisasi yang
bersangkutan. Fragmentasi merupakan pembagian tanggung jawab untuk sebuah bidang kebijakan di antara unit-unit organisasional.
Dari antara model-model di atas, penulis menggunakan model implementasi yang dikemukakan oleh George Edward III karena dibandingkan
dengan model implementasi yang lainnya, model George Edward III tidak hanya membahas dari sudut pandang antar implementor tapi juga antara implementor
Universitas Sumatera Utara
dan masyarakat sehingga dinilai paling tepat untuk menganalisis pelaksanaan penanggulangan bencana yang memerlukan kerja sama yang baik antara sesama
pelaksana kebijakan juga kerja sama kepada masyarakat dalam melaksanakan kebijakan ini.
1.6.2 Bencana 1.6.2.1 Pengertian Bencana