tidak terpakai. Sedangkan bantuan berupa alat tulis sekolah tidak diperoleh korban bencana, mengingat saat kejadian ialah tahun ajaran awal bagi para siswai.
Bantuan yang diterima masyarakat yang berupa uangpun tidak mencukupi dana yang mereka butuhkan. Butuh waktu selama berbulan-bulan bagi korban
bencana untuk membetulkan kembali tempat tinggal mereka. Komunikasi yang tidak baik ini pun membuat timbulnya kecurigaan
masyarakat kepada pihak pemerintah dengan adanya desas-desus mengenai besaran bantuan uang yang seharusnya mereka terima. Sementara Tagana
mengaku mereka ingin memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan namun terhalang oleh keterbatasan sumber daya berupa dana.
Permasalahan-permasalah tersebutlah yang timbul bila komunikasi tidak dianggap penting dalam implementasi kebijakan. Satu indikator yang bermasalah
dapat mempengaruhi indikator yang lain seperti komunikasi yang ternyata dipengaruhi oleh sumber daya yang tidak mencukupi. Untuk itu, penulis akan
menjelaskan bagaimana peran sumber daya mempengaruhi implementasi kebijakan penanggulangan bencana.
5.1.2 Sumber Daya
Dalam hal implementasi kebijakan, sumber daya bisa menjadi faktor kritis di dalam mengimplementasikan kebijakan publik. Sumber daya yang dimaksud
adalah sumber daya manusia, dana dan fasilitas yang mendukung lainnya. Menurut hasil penelitian di lapangan, sumber daya manusia yang dipakai dalam
implementasi kebijakan penanggulangan bencana kurang baik dari segi kualitas karena sebagian besar implementor tidak diperlengkapi oleh pengetahuan akan
bencana, hanya staff Tagana yang memiliki latar belakang pendidikan mengenai
Universitas Sumatera Utara
bencana yang diperoleh secara informal dari sertifikat pelatihan kementrian sosial dan organisasi seperti Pramuka, PMI dan lain-lain.
Dari segi jumlah personil, implementor kebijakan di Deli Serdang tidak dapat memenuhi kebutuhan dikarenakan jumlah bencana yang terjadi di Deli
Serdang cukup banyak dan ada beberapa kejadian yang pernah terjadi di beberapa kecamatan dalam waktu bersamaan. Sewaktu bencana puting beliung di Desa Sei
Mencirim terjadi, di beberapa kecamatan lainnya juga terjadi bencana serupa. Tidak dapat dipungkiri, Bakesbang dan Tagana kewalahan dalam mengurusi
korban-korban bencana. Staff Tagana mengaku bahwa mereka kewalahan untuk menangani
bencana yang ada di Deli Serdang. Jumlah personil Tagana yang berjumlah 50 orang tidak sanggup untuk menangani luas wilayah Deli Serdang dengan medan
yang sulit untuk ditempuh dan diperparah dengan alat transportasi yang seadanya. Keadaan transportasi membuat personil Tagana kesulitan untuk mendatangi lokasi
bencana. Ada beberapa lokasi kejadian yang tidak dapat didatangi melalui mobil dinas sehingga harus ditempuh dengan jalan kaki.
Pendanaan pelaksanaan penanggulangan bencana berdasarkan Perpres Nomor 83 Tahun 2005 ialah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi dan KabupatenKota. Sementara APBD Deli Serdang tidak sanggup untuk membiayai penanggulangan bencana di daerah tersebut. Untuk itu
Deli Serdang menggunakan dana taktis bupati yang dipisahkan jika terjadi bencana. Namun tidak semua kasus bencana bisa menggunakan dana taktis
tersebut, hanya beberapa kejadian bencana yang mengakibatkan korban yang banyak saja yang dapat menggunakan dana tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Jika terjadi bencana namun memakan sedikit korban, Dinas Sosial melalui Tagana harus melakukan musyawarah bersama masyarakat untuk mencari solusi
dimana dana akan diperoleh. Melalui musyawarah yang pernah terjadi sebelumnya, dana diperoleh dari bantuan pengusaha-pengusaha yang ada di
wilayah bencana dan ada juga yang berasal dari masyarakat yang berada di sekitar wilayah bencana. Disinilah peran swasta berpengaruh dalam menanggulangi
bencana. Hal seperti itu juga yang terjadi dengan kondisi barang-barang yang ada di
gudang persediaan. Tidak dapat dipungkiri dengan sistem stok yang digunakan Dinas Sosial dapat membuat adanya barang kadaluarsa yang diberikan kepada
korban bencana. Sebaiknya dalam hal persediaan gudang seperti ini, pemerintah melakukan kerja sama kepada perusahaan untuk menyediakan barang bantuan
seperti Indomie misalnya. Jika terjadi bencana, pihak Tagana dapat mengambil barang tersebut dari pihak perusahaan. Untuk persediaan barang di gudang tetap
ada namun hanya dengan jumlah yang sedikit. Dari penjelasan tersebut, penulis menilai bahwa sumber daya yang ada dalam implementasi kebijakan penanggulan
bencana di Deli Serdang minim sehingga menghambat indikator disposisi dimana keinginan dan semangat implementor untuk menjalankan tugasnya dihalangi oleh
keterbatasan sumber daya.
5.1.3 Disposisi