masih ada indikator lainnya yang dapat mempengaruhi, salah satunya ialah indikator sumber daya.
4.1.2 Sumber Daya
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sumber daya merupakan indikator yang cukup mempengaruhi dalam implementasi kebijakan
penanggulangan bencana. Bila dilihat dari artinya, sumber daya adalah segala sesuatu yang dipakai untuk mewujudkan suatu kegiatan. Sumber daya dapat
berupa sumber daya manusia, dana dan fasilitas yang mendukung lainnya. Dalam kebijakan penanggulangan bencana, sumber daya merupakan hal
yang kritis. Terlebih dahulu penulis akan menyajikan data yang menjelaskan bagaimana keadaan sumber daya manusia yang dipakai sebagai implementor
kebijakan ini. Dari hasil wawancara yang diperoleh, sumber daya manusia yang ada pada perangkat desa dan Bakesbang ialah sumber daya yang minim akan
pengetahuan tentang penanggulangan bencana. Hal itu dapat dilihat dari pernyataan berikut ini:
Perangkat desa
“Pelatihan dilakukan hanya pada pihak kecamatan sehingga jikalau terjadi bencana maka kecamatanlah yang akan mengkader warga di
desa.”
Tidak hanya perangkat desa yang mengatakan hal seperti itu, namun Bakesbang sebagai pihak yang bertugas untuk mengkoordinir proses
penanggulangan bencanapun tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi pada lokasi bencana dan tidak dapat menjelaskan mengenai bencana. Pihak Bakesbang hanya
Universitas Sumatera Utara
menekankan bahwa tugas mereka hanya mengurus administrasi tanpa perlu mengetahui pengertian tentang bencana atau teori penanggulangan bencana.
Namun bila melihat sumber daya manusia yang ada di Tagana diperoleh bahwa orang-orang yang terdapat di Tagana adalah orang-orang yang telah
mengetahui apa yang akan dikerjakannya dan yang harus dikerjakannya. Hal itu dikarenakan salah satu persyaratan anggota Tagana adalah orang-orang yang telah
memiliki pengalaman dalam penanggulangan bencana, telah berpengalaman di dalam organisasi yang mendukung seperti PMI dan Pramuka.
Tidak hanya kualitas sumber daya manusia namun kuantitas juga mempengaruhi. Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa Tagana sebagai
imlementor yang terdekat kepada korban bencana, mengeluhkan untuk keterbatasan jumlah personil Tagana yang hanya berjumlah 50 orang dengan
tanggung jawab mengurusi Kabupaten Deli Serdang dengan wilayah yang luas. Selain sumber daya manusia, terdapat juga sumber daya berupa dana. Dari
hasil wawancara diperoleh sebagian besar korban bencana menngeluhkan untuk bantuan yang mereka peroleh dari pemerintah. Begitupun dengan perangkat desa,
Tagana dan Bakesbang mengeluhkan keterbatasan mereka dalam hal dana. Berikut beberapa kutipan wawancara yang dapat mendukung pernyataan tersebut:
Korban bencana:
“Rumah saya ini hancur semua, barang-barang saya juga hancur. Lama saya bangun lagi rumah ini. Bantuan yang saya dapat hanya Rp
2.500.000 padahal dana untuk memperbaiki bangunan ini sampai Rp 10.000.000. Kalau kami dapat bantuan dari warga cuma Rp 200.000
dari warga, uang sebesar itu bisa digunakan untuk apa? Kalau pun
Universitas Sumatera Utara
dapat banyak dari pusat, nyampe sini sudah habis dipotong-potong orang desa. Yang saya dapat Rp 2.500.000, untuk apa itu?”
Staff Tagana
“Sebenarnya maunya membantu banyak tapi bagaimana mau dibilang. Cuma segitu aja dana yang dikasih. Ini aja kami dapat dana dari dana
Taktis bupati. Jadi bantuan ini biasa kami sebut dana tali asih jadi enggak harus sesuai dengan yang dibutuhkan.”
Staff Bakesbang
“Kalau Bakesbang itu hanya menyurati dinas yang terkait dan kita memakai dana tak terduga bupati. Itupun tergantung kejadiannya, kalau
besar dana yang dibutuhkan baru kami menggunakan dana bupati.”
Dengan keterbatasan dana tersebut menyebabkan beberapa korban bencana yang rumahnya hancur karena angin, terpaksa harus tinggal di rumah
sanak saudara mereka selama kurang lebih 4-5 bulan hingga mereka memiliki cukup dana untuk membangun kembali. Tidak hanya bangunan tempat tinggal
masyarakat, masih ada juga fasilitas aula desa yang dalam keadaan rusak parah dan belum dapat diperbaiki sampai saat ini. Berikut ini merupakan gambar salah
satu rumah korban yang sampai saat ini masih dalam tahap pembangunan dan aula desa yang masih dalam keadaan rusak parah:
Gambar 4.1 Rumah Korban Bencana
Sumber: Penelitian Tahun 2013
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Aula Desa Sei Mencirim
Sumber: Penelitian Tahun 2013 Keterbatasan akan dana tersebut secara langsung mempengaruhi
ketersediaan fasilitas untuk mendukung proses implementasi. Keterbatasan akan alat transportasi bagi Tagana untuk pergi menuju lokasi bahkan hingga
keterbatasan bantuan berupa kebutuhan pokok juga menjadi masalah dalam hal ini. Hal tersebut semakin diperburuk oleh kondisi desa yang memang rawan
bencana puting beliung serta merupakan desa yang minim anggaran. Selain keterbatasan dana dan sumber daya manusia, Tagana juuga
mengalami hambatan dalam fasilitas. Hal itu terlihat dari keadaan markas dan gudang yang dimiliki Tagana. Barang-barang yang terdapat dalam markas
merupakan barang-barang pribadi yang digunakan bersama. Gudang persediaan bantuan yang dimiliki Tagana berisi barang-barang bantuan berupa perlengkapan
bayi, makanan instan, beras, minyak goreng, selimut, dan barang-barang lainnya
Universitas Sumatera Utara
yang di-stok dalam jumlah yang besar. Berikut adalah gambar gudang sebagai tempat penyimpanan bantuan:
Gambar 4.3 Gudang Penyimpanan Bantuan
Sumber: Penelitian Tahun 2013 Selain itu, Tagana mengalami hambatan dalam kesediaan alat transportasi.
Alat transportasi yang Tagana miliki ialah 1 satu truk pembawa barang bantuan dan 1 satu mobil dinas yang dipergunakan untuk membawa personil Tagana ke
lokasi bencana. Dengan kedua mobil tersebut, Tagana harus pergi ke lokasi bencana yang memiliki medan tempuh yang berbeda-beda. Sementara mobil
tersebut belum tentu dapat dipakai ke lokasi penelitian yang terpencil sehingga terkadang Tagana harus berjalan kaki untuk menempuh daerah tersebut. Berikut
adalah gambar truk yang dipakai Tagana untuk distribusi bantuuan:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Truk Penyaluran Bantuan
Sumber: Penelitian Tahun 2013
4.1.3 Disposisi