28
terdekat bagi anak, sehingga memudahkan anak untuk melampiaskan rasa kesal pada orang terdekat, yaitu ibu.
Disamping itu, anak-anak yang melakukan kekerasan terhadap orang tua dapat juga dilihat dari faktor kejiwaan seperti yang telah di diskripsikan di atas.
2.3.2 Kateinai Boryouku yang Terjadi dalam “keluarga biasa” futsu
no katei
“Anak biasa” yang melakukan kekerasan terhadap orang tua, di besarkan dalam lingkungan “keluarga biasa”. Maksud dari “keluarga biasa” futsu
no katei disini adalah keluarga berlatar belakang ekonomi menengah ke atas, mementingkan pendidikan dan tidak terjadi masalah di dalamnya, sebagaimana
diungkap oleh futagami berikut. Yang di sebut “ keluarga biasa” adalah kedua orang tua yang
berhubungan baik dengan anak, orang tua yang memperhatikan pendidikan anak dan secara ekonomi mampu.
“keluarga biasa” yang berlatar belakanng ekonomi mampu menengah ke atas dan memperhatikan anak, didalmnya terjadi kateinai boryouku. Pada
tahun 1977, terjadi kateinai boryouku dalam “keluarga biasa” sebesar 61,4 persen. Jumlah ini meningkat pada tahun 1988 dan 1995, yaitu 72,6 persen dan 79,2
persen. Persentase munculnya kateinai boryouku “keluarga biasa” tahun 2001, stabil pada angka 75,5 persen pada tahun sebelumnya 1955, kateinai boryouku
Universitas Sumatera Utara
29
malah terjadi pada keluarga miskin sebesar 72,8 persen, tetapi jumlah ini menurun menjadi 68,2 persen pada tahun 1960.
2.3.4 Kateinai Boryouku yang Terjadi dalam Keluarga Tanpa Ayah
atau Ibu
kateinai boryouku yang terjadi tanpa ayah ataupun ibu sudah jelas terjadi di karenakan kurangnya perhatian ataupun kasih sayang orang tua
ayah,ibu terhadap anak. Yang seharusnya tugas seorang ayah adalah menyatukan keluarga, memberikan saran dan ide, mengajarkan kebudayaan
norma-norma dalam masyarakat. Namun, tugas ayah yang seperti ini semakin menghilang. Akibatnya keluarga berantakan, muncul istilah hoteru no kazoku
keluarga hotel, tumbuh orang-orang yang tak punya kesadaran yang dalam akan makna yang baik dan buruk, makin bertambah orang-orang yang tak punya
semangat dan egosentris. Tugas seorang ayah takbisa terlaksanakan bila si ayah bukan ayah
yang berwibawa atau rippana chichioya. Walaupun ia bersusah payah melaksanakan fungsinya, ia hanya akan di anggap remeh oleh keluarganya. Upaya
untuk menciptakan ayah yang terhormat ini di pandang penting, tetapi dalam masyarakat sekarang hal ini bukanlah pekerjaan yang susah sehingga tidak
menjadi permasalahan yang perlu di perhatikan sehingga menimbulkan kemungkinan kemungkina terjadinya kateinai boryouku di dalam rumah tangga
yang memiliki ayah yang tidak berwibawa ataupun di remehkan, kemudian rumah tangga yang tida memiliki ibu yang sebenarnya. Maksud dari ibu yang sebenarnya
Universitas Sumatera Utara
30
di sini adalah ibu yang melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu rumah tangga yang menjaga dan memperhatikan anak-anak, namun sekarang kebanyakan
seorang ibu rumah tangga dalah seorang ibu karir, dimana si ibu lebih banyak ataupun lebih mementingkan pekerjaannya dari pada anak-anaknya, sehingga hal
ini menjadi pemicu besar akan terjadinya kateinai boryouku di dalam rumah tangga. Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya pemicu utama kateinai
boryouku adalah tidak adanya keharmonisan ataupun ikatan batin emosional terhadap sesama anggota keluarga. Dalam posisi ini seorang anak juga tidak akan
perduli dengan apa yang terjadi di dalam rumah tangga yang demikian, hal yang sering terjadi pada seorang anak pada posisi keadaan keluarga seperti ini adalah
menjadi anak yang tak tau aturan , semena-mena dan tak ada peduli terhadap sesama anggota keluargaserizawa, op. cit, hal 23.
Seperti yang telah di uraikan di atas hubungan dalam keluarga sangat mempengaruhi keadaan keluarga, untuk lebih jelasnya lagi, ada dua faktor utama
dan esensial dari kateinai boryouku ini, yaitu faktor fusei ketsujo kurangnya figure ayah dan kakansho campur tangan orang tua, khusunya , ibu yang
berlebihan. Tidak hanya itu, ada pula faktor-faktor lain yang berhubungan dengan orang tua-anak. D sini bisa di simpulkan empat tipe utama yang menyangkut
hubungan orang tua dan anak yang memungkinkan timbulnya tindakan menyimpang dari seorang anak.
1. Hubungan yang tidak harnonis di antara kedua orang tua
2. Kurangnya figure ayah. Biasanya untuk menutupi hal tersebut, peran ibu
membesar dan pada akhirnya ibu menjadi terlalu ikut campur dalam masalah
Universitas Sumatera Utara
31
anak, serta memiliki harapan berlebihan. Hal ini merupakan faktor tipikal mun culnya penyimpangan pada anak.
3. Orang tua yang overreaksi. Yang dimaksud overreaksi adalah orang tua yang
telalu campur tangan, menaruh harapan berlebihan tau mencintai secara berlebihan, sehingga justru menyebabkan mereka terlalu ketat dalam peraturan
dan control terhadap anak. 4.
Orang tua yang apatis dalam pengasuhan anak. Baik ayah maupun ibu tidak peduli terhadap perkembangan anak.
Keempat tipe di atas merupakan penyebab dominan dan kerap di temui dalam masalah kekeluargaan di jepang.
2.4 Faktor-faktor Penyebab Munculnya Kekerasan