Sejarah Kateinai Boryouku Kateinai Boryouku dalam Rumah Tangga Jepang Dewasa ini

42 Berdasarkan curse of study kurikulum pendidikan yang di keluarkan oleh departemen pendidikan jepang di dalam kurikulum SD dan SMP terdapatpendidikan moral sebagai salah satu bidang studi. Tujuan dari pendidikan moral ini adalah: - Menghormati martabat manusia dalam kehidupan - Menciptakan kebuyaaan yang kaya dan membangun Negara dan masyarakat yang demokratis. - Melatih manusia jepang yang mampu memberikan konstribusi kepada masyarakat internasional yang damai - Menumbuhkan moralitas sebagai pondasi pemikiran hal-hal baru. Di samping waktu khusus yang di berikan dalam pengajaran pendidikan moral di kelas, standar moral anak juga diharapkan dapat tumbuh dan berkembang melalui seluruh kegiatan di sekolah. Di beberapa sekolah swasta, pendidikan moral ini biasa di gantikan dengan pendidikan Agama.

2.5 Sejarah Kateinai Boryouku

Kataeinai boryouku merupakan fenomena yang muncul pada awal tahun 1980-an. Pada tahun 1980, ada sebuah peristiwa pembunuhan yang sangat mengejutkan public jepang dengan menggunakan pemukul bisbol. Kasus ini mencuat kepermukaan karena menjadi bahan berita utama di media massa pada Universitas Sumatera Utara 43 saat itu. Yang menjadi tersangka adalah seorang ayah yang berlatar belakang pendidikan tinggi, sementara yang menjadi korban adalah anak laki-lakinya. Berdasarkan penyelidikan, latar belakang pembunuhan itu adalah si anak yang telah lama melakukan kateinai boryouku kepada ayah-ibu. Pada beberapa tahun sebelumnya ada juga kasus pembunuhan yang dilakukan seorang anak SMU pada tahun 1977 dan kasus bunuh diri seorang pelajar SMU setelah dia membunuh neneknya 1980 shibundo.1981. Kasus kateinai boryouku kebanyakan disertai dengan masalah took kyohi. Oleh karena itu, pada awalnya banyak psikiater yang menangani masalah ini hanya sebagai kasus took kyohi. Dengan kata lain, penanganannyalebih difokuskan ke masalah took kyohi. Bukan ke masalah kekerasan itu sendiri. Pada awal tahun muncul fenomena ini, pada banyak kasus kateinai boryouku dianggap sebagai penyakit jiwa yang di sebut skizofernia. Di bawah ini ada kutipan yang menarik untuk disimak sehubungan dengan hal ini. Hal yang tak bisa dilupakan mengenai kateinai boryouku pada masa awalnya adalah pada beberapa kasusu kateinai boryouku disalahartikan sebagai skizofernia. Bila di lihat dari pandangan umum saat itu, kekerasan anak terhadap orang tua, dalam hal ini melakukakn kekerasa yang mengerikan adalah hal yang sulit di pikirkan secara lazim Tokyo. Shonyosha.1985. Dari kutipan di atas, bila dikatakan bahwa masyarakat mulanya menganggap kateinai boryouku sebagai suatu hal yang tidak pantas dilakukan oleh seorang anak. Tindakan tersebut sulit di terima akal sehat. Apabila ada anak Universitas Sumatera Utara 44 yang melakukan itu maka dapat di pastikan bahwa anak itu mengindap kelainan mental. Selanjutnya Inamura menuliskan hal sebagai berikut: Akan tetapi bukankah suatu hal yang aneh jika sebuak tindak kekerasan yang dilakukan seorang anak dianggap sebagai penyakit jiwa, karena bagaimanapun dilihat dari penampilan luar, tidak tampak adanya masalah di pihak orang tua yang mengundang timbulnya kekerasan seperti itu. Terlebih lagi, di dalam diri pelaku tiada rasa berdosa, menginci diri dalam kamar dan menjalani kehidupan tanpa banyak kegiatan, membalikkan siang dengan malam, ekspresinya dan lain-lain amat menyerupai penyakit puberitas. Hal yang seperti ini di pandang sebagai skizofernia. Oleh karenanya anak itu dimasukkan kerumah sakit secara paksa, dan diberikan obat-obatan mentalnya dalam dosis tinggi. Pada mulanya , kateinai boryouku dianggap sebagai penyakit jiwa yang diderita oleh pelaku. Cara penyembuhannya pun difokuskan kepada si pelaku saja, sehingga mengabaikan orang tua dalam terjadinya kasus ini. Secara logis, memang tindak kekerasan yang di lakukan seorang anak remaja terlihat sebagai suatu hal yang janggal. Apalagi, objek kekerasan itu adalah orang tuanya sendiri. Anggapan ini diperkuat lagi dengan tingkah laku si anak yang seoalah Universitas Sumatera Utara 45 tidak menyesal dengan perbuatannya. Bahkan tingkah lakunya bertentangan dengan perilaku seorang normal. Mereka menjadikan malam seperti siang dan sebaliknya, mereka cenderung menutup diri dan bersikap apatis. Akan tetapi. Lama kelamaan banyak muncul kasus yang berlawanan dengan anggapan tersebut dan keadaan yang sebenarnya menjadi jelas. Berdasarkan penelitian terhadap kaus-kasus, sedikit demi seddikit pemahaman mengenai fenomena ini dan cara penanganan yang tepat dapat ditemukan. Terutama dengan semakin meningkatnya kasus kateinai boryouku ini, menyebabkan perhatian terhadap masalah ini semakin meningkat, tidak hanya dari para dokter, tetapi juga dari masyarakat umum. Dengan di latar belakangi masalh ini, muncul pula kasus pembunuhan orang tua oleh anaknya, ataupun sebaliknya sehingga menjadi berita sensasional di media massa. Fakta mencengangkan seperti ini amat mengejutkan masyarkat dan menyadarkan mereka bahwa masalah kateinai boryouku bukanlah suatu hal yang sederhana namun perlu penanganan serius dari berbagai pihak. Semenjak saat itu kekerasan “kateinai boryouku” dan istilah ini menjadi popular sampai saat ini. Penetapan konsep dan cara penanggulangan terhadap masalh ini berkembang pesat saat itu. Kateinai boryouku bisa di katakan sebagai fenomena yang muncul dan popular dua dasawarsa terahir. Berdasarkan berbagai referensi dan kenyataan yang ditemukan di Negara-negara eropa-amerika ini tidak dijumpai dalam masyarakatnya. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa fenomena ini adalah masalah yang khas dan cukup menonjol dalam masyarakat jepang. Universitas Sumatera Utara 46 Selain faktor kondisi rumah tangga, terdapat faktor lain yang cukup penting dalam masalah kateinai boryouku. Faktor tersebut adalah norma masyarakat. Misalanya di Negara Indonesia yang sangat menghargai aturan dan norma saling menghargai sesama terutama menghargai orang yang lebih tua dan kewajiban seorang anak adalah berbakti kepadda orang tua. Maka bisa di simpulkan norma dalam masyarakat dapat menjadi tenaga pengontrol dan pengehenti sehingga munculnya gejala dan fenomena ini dapat di tekan, penangan dan usaha mengatsi kateinai boryouku akan di jelaskan pada BAB III.

2.6 Hal yang Melindungi Kateinai boryouku