lxi
inggil, krama andhap, digunakan untuk merujuk ke pengertian leksikon, bukan untuk merujuk ke pengertian konstruksi. Untuk merujuk ke pengertian
konstruksi digunakan istilah ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, krama alus. Menurut Harimurti Kridalaksana 1982:98 ”leksikon merupakan komponen
bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa. Selain itu, leksikon juga merupakan kekayaan kata yang
dimiliki suatu bahasa”. Menurut Sry Sariya Tjatur Wisnu Sasangka 2004:25-49 berdasarkan bentuknya, leksikon bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi
enam, yaitu leksikon ngoko, madya, krama, krama inggil, krama andhap, dan netral.
a. Leksikon Ngoko
Leksikon ngoko merupakan ”dasar dari semua leksikon” Soepomo Poedjasoedarma dkk., 1979:24. Hal itu berarti bahwa leksikon ngoko ini
merupakan dasar pembentukan leksikon madya, krama, krama inggil, dan krama andhap. Jika dilihat dari pemakaiannya, leksikon ngoko dapat digunakan
oleh orang pertama O1, orang kedua O2, dan orang ketiga O3 seperti contoh berikut.
26 Aku arep tuku jambu. ‘Saya akan membeli jambu.’
27 Kowe arep tuku jambu. ‘Kamu akan membel jambu.’
28 Dheweke arep tuku jambu. ‘Dia akan membel jambu.’
lxii
Kata arep ‘akan’ dan tuku ‘membeli’ pada contoh 26--28 merupakan leksikon ngoko yang dapat digunakan oleh orang pertama aku ‘saya’ contoh 26, oleh
orang kedua kowe ‘kamu’ seperti pada contoh 27, dan oleh orang ketiga dheweke ‘dia’ contoh 28. Kata aku, kowe, dan dheweke termasuk leksikon
ngoko. Setiap leksikon ngoko selalu mempunyai padanan leksikon krama, madya,
krama inggil, danatau krama andhap. Jika terdapat suatu leksikon yang diduga ngoko, tetapi ternyata tidak mempunyai padanan leksikon krama, madya,
krama inggil, atau krama andhap, maka leksikon tersebut dikelompokkan ke dalam leksikon netral. Misalnya leksikon cedhela ‘Jendela’ tidak mempunyai
padanan leksikon madya, krama, krama inggil, dan krama andhap. Hal itu berarti bahwa cendhela tidak termasuk leksikon ngoko, tetapi termasuk
leksikon netral. Berbeda halnya dengan leksikon ijo ‘hijau’ hanya mempunyai padanan leksikon krama, yaitu ijem ‘hijau’, meskipun tidak mempunyai
padanan leksikon madya, krama inggil, dan krama andhap tetap termasuk leksikon ngoko.
b. Leksikon Madya ”Leksikon madya merupakan leksikon krama yang kadar kehalusannya rendah.
meskipun begitu, apabila dibandingkan dengan leksikon ngoko, leksikon madya tetap menunjukkan kadar kehalusan” Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka,
2004:27. Pemakaian leksikon madya sama dengan pemakaian leksikon ngoko, yaitu dapat dipakai oleh O1, O2, dan O3 seperti contoh berikut.
29 Kula ajeng teng Surabaya.
lxiii
‘Saya akan ke Surabaya.’ 30 Ndika ajeng teng Surabaya napa teng Malang?
‘Kamu akan ke Surabaya atau ke Malang.’ 31 Kiyambake ajeng teng Surabaya napa teng malang?
‘Dia akan ke Surabaya atau ke malang?’ Unsur ajeng ‘akan’ dan teng ‘ke’ contoh 29--31 merupakan leksikon madya
yang digunakan oleh O1 kula ‘saya’, O2 ndika ‘kamu’, dan oleh O3 kiyambake ‘dia’. Kata ndika, kiyambake, dan napa termasuk leksikon madya, sedangkan
kata kula dan sampeyan termasuk leksikon krama. Leksikon madya selalu mempunyai bentuk leksikon ngoko dan krama. Menurut
Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka 2004:29 ”leksikon madya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu jenis leksikon madya yang merupakan
pemendekan leksikon krama dan yang bukan merupakan pemendekan leksikon krama.”
Yang termasuk leksikon madya golongan pertama, yaitu ampun, onten, dugi, king, nika, teng, riyin, dan sebagainya. Leksikon tersebut sebenarnya berasal
dari leksikon krama yang dipendekkan, yaitu seperti berikut.
Krama Madya
sampun → ampun ‘jangan’
wonten → onten ‘ada’
dumugi → dugi ‘sampai’
saking → king ‘dari’
punika → nika ‘ini’
dhateng → teng ‘ke’
rumiyin → riyin ‘dulu’
Yang termasuk leksikon madya golongan kedua yang bukan berasal dari pemendekan leksikon krama adalah tumut ‘ikut’, ajeng ‘akan’, kajenge ‘biar’,
lxiv
kriyin ‘dahulu’, caket ‘dekat’, kiyambak ‘sendiri’, kiyambake ‘dia’, dan sebagainya.
c. Leksikon Krama