liii
peristiwa tutur; yang dapat berupa status sosial penutur, tujuan tutur, perbedaan usia, jenis kelamin, keakraban hubungan penutur dengan mitra
tutur dan sebagainya. Faktor sosial tersebut dapat mempengaruhi wujud tuturan dalam peristiwa tutur.
Di dalam bahasa Jawa variasi bahasa yang dimaksud dapat ditemukan karena adanya perbedaan bentuk leksikon atau kosakata. Artinya dilihat dari bentuk
leksikonnya sudah mencerminkan adanya perbedaan tingkat tuturnya. Hal itu ditegaskan oleh Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka dalam Sry Satriya Tjatur
Wisnu Sasangka, 2004:86 bahwa ”unggah-ungguh bahasa Jawa yang berbentuk ngoko dan yang berbentuk krama dapat dibedakan secara tegas
karena leksikon kosakata yang dirangkaikan menjadi sebuah untaian kalimat dalam kedua unggah-ungguh itu dapat dikontraskan satu sama lain.” Lebih
lanjut Sasangka 2004:24 mengatakan bahwa ”suatu untaian kalimat disebut ngoko atau krama sebenarnya bergantung pemakaian dan pemilihan leksikon
atau kata kosakata di dalam kalimat itu secara tepat.” Adanya perbedaan bentuk leksikon tersebut harus ditaati dalam pembentukan
tataran ketatabahasaan. Misalnya dalam pembentukan frasa, klausa, kalimat, atau wacana tidak boleh terjadi campur aduk. Apabila terjadi percampuradukan
antara bentuk leksikon ngoko dan leksikon krama maka bentuk kebahasaannya dirasa kurang tepat yang mengisyaratkan penuturnya kurang menguasai tingkat
tutur bahasa Jawa
b. Jenis Tingkat Tutur
Sehubungan dengan adanya bentuk tingkat tutur dalam bahasa Jawa telah banyak para ahli bahasa yang membuat penjenisan atau pembagian tingkat
liv
tutur. Soepomo Poedjasoedarma 1979:13 membagi tingkat tutur dalam bahasa Jawa menjadi tiga jenis, dengan perincian tiap jenisnya sebagai berikut.
1 Krama a mudha krama
b kramantara jarang terdengar c wredha krama jarang terdengar
2 Madya a madya krama
b madyantara c madya ngoko
3 Ngoko a basa antya
b antya basa c ngoko lugu
Tingkat tutur krama mengandung kata-kata tugas dari leksikon krama. Apabila kata-kata tugas dalam kalimat sudah krama, maka ini berarti bahwa kata-kata
lainnya paling sedikit juga krama. Akan tetapi kalau kata-kata itu tidak memiliki bentuk krama, maka bentuk ngokolah yang dipakai. Tingkat tutur mudha krama
mengandung leksikon dan imbuhan krama, mengandung pula kosakata krama inggil dan krama andhap. Tingkat tutur kramantara tidak mengandung bentuk-
bentuk lain, keculi bentuk krama. Tingkat tutur wredha krama tidak mengandung bentuk-bentuk krama inggil atau krama andhap.
Tingkat tutur madya mengandung kosakata madya pada kalimat-kalimatnya, terutama leksikon madya pada kata tugas dan pronomina. Tingkat tutur krama
ditandai dengan terdapatnya leksikon krama dan krama inggil krama andhap
dan kata tugas madya serta afiksasi ngoko. Tingkat tutur madyantara
lv
mengandung kata tugas madya, afiksasi ngoko, leksikon lain dari krama. Tingkat tutur madya, ngoko mengandung kata tugas madya, afiksasi ngoko, dan
kosakata lain ngoko. Tingkat tutur ngoko memakai leksikon ngoko. Tingkat tutur ngoko lugu di
dalamnya tidak terdapat kata-kata serta imbuhan lain, kecuali kata-kata dan imbuhan ngoko. Tingkat tutur antyabasa mengandung leksikon krama inggil
atau krama andhap, di samping leksikon dan imbuhan ngoko. Tingkat tutur basaantya mengandung leksikon krama inggil atau krama andhap, beberapa
leksikon krama, dan kosakata serta imbuhan ngoko. Pembagian yang dilakukan Soepomo Poedjasoedarma, dkk. tidak terdapat
adanya krama inggil yang tentunya termasuk ke dalam jenis krama. Menurut Karti Basa dalam Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka , 2004:11-13
tingkat tutur dalam bahasa Jawa dibagi menjadi tujuh jenis, dengan rincian tiap jenisnya sebagai berikut.
1 Ngoko a ngoko lugu
b ngoko andhap terdiri atas: 1 ngoko antyabasa 2 basaantya
2 Madya a madya ngoko
b madyntara c madya krama
3 Krama a mudha krama
b kramanatara c wredhakrama
lvi
4 Krama inggil 5 Basa kedhaton
6 Krama desa 7 Basa kasar
Ngoko merupakan bahasa yang lugu yang belum mengalami perubahan apa pun. Leksikon yang terdapat di dalamnya seluruhnya berupa ngoko. Ngoko
antyabasa leksikon yang terdapat di dalamnya berupa ngoko dan terdapat leksikon krama inggil. Basaantya leksikon yang terdapat di dalamnya berupa
ngoko, krama, dan krama inggil. Sementara itu, basa madya merupakan bahasa yang berada di tengah-tengah antara basa ngoko dan basa krama.
Leksikon yang terdapat di dalamnya berupa kata madya dan ngoko. Jika dalam kalimat hanya terdapat kata madya dan ngoko disebut madya ngoko atau
madyantara. Jika dalam kalimat terdapat kata madya, krama, dan krama inggil disebut madya krama.
Berbeda dengan basa krama, basa krama merupakan bahasa yang hormat. Leksikon yang terdapat di dalamnya semua berupa krama. Mudha krama
leksikon yang terdapat di dalamnya berupa kata krama dan krama inggil. Namun, jika dalam kalimat hanya berupa leksikon krama saja disebut
kramantara dan wredhakrama. Perbedaannya terletak pada penggunaannya. Jika yang menggunakan orang muda disebut mudha krama, sedangkan disebut
wredha krama jika digunakan orang tua. Lebih lanjut dalam buku itu dijelaskan bahwa mudha krama digunakan oleh anak muda kepada orang tua, kramantara
digunakan oleh orang yang sejajar status sosialnya, dan wredha krama digunakan oleh orang tua kepada orang yang lebih muda.
lvii
Basa krama inggil adalah bahasa yang sangat santun yang bentuknya mirip dengan mudha krama. Basa kedhaton merupakan bahasa yang digunakan oleh
keluarga raja danatau digunakan oleh para karyawan yang bekerja di dalam istana. Krama desa sebagai bahasa halus orang desa yang kurang memahami
ragam halus orang kota. Pembagian tersebut di atas secara teoretis kurang menguntungkan sebab
terlalu banyak jenis tingkat tutur yang dikemukakan. Sementara itu, Purwadi 2005:13-39 membagi tingkat tutur bahasa Jawa
menjadi tiga seperti terlihat pada bagan berikut.
ngoko lugu BJ Ngoko ngoko andhap
antya basa basa antya
Bahasa Jawa
madya ngoko Krama Madya madya krama
madyantara
mudha krama Krama Iinggil kramantara
wredha krama krama inggil
krama desa
Klasifikasi Tingkat Tutur Bahasa Jawa
lviii
Selanjutnya ditampilkan pembagian tingkat tutur bahasa Jawa yang diusulkan oleh Sudaryanto dalam Maryono Dwiraharjo, 1991:357. Pembagian
yang diusulkan hanya ada empat jenis tingkat tutur sebagai berikut. 1 Ngoko
2 Ngoko alus 3 Krama
4 Krama alus. Pembagian yang diusulkan oleh Sudaryanto tersebut secara dikotomis
menunjukkan adanya dua jenis tingkat tutur dalam bahasa Jawa, yaitu tingkat tutur ngoko dan tingkat tutur krama. Pembagian tersebut ternyata lebih
sederhana dan lebih praktis. Hal itu menggambarkan bahwa tingkat tutur dalam bahasa Jawa tidak rumit dan tidak menyulitkan.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti cenderung mengikuti pembagian Sudaryanto, yaitu bahwa tingkat tutur dalam bahasa Jawa dibagi
menjadi dua, yaitu ngoko dan krama.
c. Makna Tingkat Tutur